Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM SEMENTARA (KDS)

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan (Betz & Sowden,2002). Kejang demam adalah
serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh suhu rektal di atas
38C. (Riyadi dan Sujono, 2009)
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

2. Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) ada beberapa penyebab kejang pada anak
yaitu ;
a. Demam itu sendiri
b. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
c. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
d. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
e. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.
g. Perubahan cairan dan elektrolit.
h. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
1) Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60%
kasus. Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak
lengkap.
2) Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan
perinatal tinggi
3) Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga
tinggi, tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.

3. Klasifikasi
Menurut Livingston, kejang demam dapat diklasikfikasi sebagai berikut:
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit
dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam
sederhana dapat diketahui melalui kriteria Livingstone yaitu :
1) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
2) Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
3) Kejang bersifat umum
4) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukan kelainan.
7) Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
b. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh
criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000 ) biasanya dari kejang
kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit,
fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak
sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat
4. Manifestasi
a. Kejang parsial (fokal, lokal)
1) Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut
ini :
Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2) Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap
ngecapkan bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
b. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
1) Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
2) Kejang mioklonik
Kedutankedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
3) Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
4) Kejang atonik
Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan

5. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40C atau lebih. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat.
6. Pathway / Pohon Masalah
Infeksi bakteri, virus dan
parasit

Proses inflamasi

Proses demam

MK : Hipertermi
Keseimbangan
membran sel MK : resiko
neuron Metabolisme basal kekurangan
meningkat volume cairan
Difusi ion kalium
dan ion natrium
O2 ke otak menurun

Kejang demam

Kejang demam Kejang demam Pengobatan


sederhana kompleks kondisi, perawatan
lanjutan

Lebih dari 15 menit


Kurang dari 15
Resiko Kurang informasi,
menit
kejang kondisi prognosis
berulang dan perawatan

MK : Resiko
Tidak cidera Perubahan suplai
menimbulkan darah ke otak MK: Kurang
gejala sisa pengetahuan

Resiko kerusakan sel


neuron otak MK: Cemas

MK: Resiko MK : Gangguan perfusi


tinggi gangguan jaringan
tumbuh kembang
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula
dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk
menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis
bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah
rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan
intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,
amonia dan analisis gas darah.
b. Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan
kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar,
dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya
xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal
dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi
cairan serebro spinal.
c. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia.
d. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga
diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang
menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam
multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik.
Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya
mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG
dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada
bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
e. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan
diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
1) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
2) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih
besar dari aturan baku
3) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular
4) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan
intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
5) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi
positif dengan ubun ubun besar tegang, membenjol dan kepala
membesar.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pengobatan Fase Akut
Pada kejang demam sederhana, biasanya kejang berlangsung singkat dan
akan berhenti sendiri pada waktu penderita kejang, buka semua pakaian
yang ketat. Untuk mencegah aspirasi, penderita dimiringkan dengan posisi
kepala lebih rendah. Sangat penting agar jalan nafas bebas dan oksigenasi
terjamin. Awasi tanda-tanda vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernafasan dan fungsi jantung. Untuk menurunkan suhu yang tinggi,
penderita dapat dikompres. Dianjurkan pemberian antipiretik parasetamol
10 mg/kgBB/hari
b. Pengobatan Profilaksis Terhadap Terulangnya Kejang Demam.
Pencegahan terhadap terulangnya kejang demam sangat perlu oleh karena
kejang berulang dan lama dapat menyebabkan kerusakan otak menetap.
Ada 3 cara pengobatan profilaksis, yaitu: Profilaksis intermiten pada waktu
demam. Profilaksis intermiten diberikan pada waktu penderita sedang
demam, dapat diberikan oleh orang tua penderita atau pengasuh anak
tersebut. Obat anti kejang yang diberikan tersebut pada saat penderita
kejang adalah diazepam 5 mg untuk penderita umur 3 tahun dan 7,5 mg
untuk penderita berumur di atas 3 tahun secara suppositoria tiap jam.
c. Mempertahankan dan Menunjang Kehidupan
Pengobatan tambahan dan tindakan lain ditujukan untuk mengatasi
keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan kejang bertambah hebat atau
berlangsung lama seperti halnya hiperpireksia, oedema serebri dan
hipoglikemia.Pendidikan kepada orang tua perlu diberikan agar orangtua
memberikan pertolongan yang sebaik-baiknya bila anak kejang. Perlu
disarankan kepada orang tua agar segera membawa anak ke rumah sakit
bila anak kejang pertama kali, umur anak 18 bulan atau kurang, kejang
berlangsung lebih dari 15 menit
d. Mencari dan Mengobati Penyebab Kejang.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada penderita kejang demam yang
pertama. Pada bayi sering gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi
lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 18 bulan.
Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan, yaitu EEG, USG, kultur
dan elektrolit darah serta CT-scan otak.

9. KOMPLIKASI
Menurut Arif Mansjoers ( 2000 ) Komplikasi kejang demam umumnya
berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
a. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D
Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
b. Retardasi mental
Retasdasi mental dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam
neonatus.
10. PROGNOSA
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor berikut :
a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga
b. Kelainan dalam perkembangan atau kelaianan saraf sebelum anak
menderita kejang
c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, dikemudian hari
akan mengalamai kejang ulang tanpa demam sekitar 13%, dari pada hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa
demam hanya 2-3% saja.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEJANG DEMAM


1. PENGKAJIAN
a. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama,
umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
1) Apakah betul ada kejang? Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar
dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
2) Apakah disertai demam? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang
menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang
peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya
kejang dengan demam.
3) Lama serangan. Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang
merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat
mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
4) Pola serangan. Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap
mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
5) Frekuensi serangan. Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya,
umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi
kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan. Sebelum kejang perlu
ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah
kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur,
kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?
c. Riwayat Penyakit Sekarang yang Menyertai.
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang terjadi untuk pertama kali ?
2) Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan
lain-lain.
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan.
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
f. Riwayat imunisasi.
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan)
2) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?
3) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare
atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang.
h. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran,
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan
kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,
yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun
besar menutup atau belum ?
b) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
c) Muka/wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
d) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
e) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya.
g) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi?
h) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat
i) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans
j) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
k) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
l) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
m) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
n) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
o) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi ?
3) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh
anak ? Makanan yang alergi. Makanan apa saja yang disukai dan yang
tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan
jumlahnya per hari ?
4) Pola eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
5) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang
disukai?
6) Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur
jam berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit infeksi
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kebutuhan oksigen otak
kurang
c. Resiko aspirasi b.d akumulasi sekret, muntah, penurunan kesadaran

d. Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan


e. Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran
vena dan arteri.
f. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kesehatan,
krisis situasional

3. Intervensi
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan

1. Hipertermi b.d, Setelah dilakukan Mengatur Demam (3900) NIC 1


proses infeksi tindakan perawatan
1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
selama X 24 jam
Batasan 2. Monitor tekanan darah, nadi dan
suhu badan pasien
karakteristik : respirasi
normal, dengan kriteria
3. Monitor suhu dan warna kulit
Suhu tubuh :
4. Monitor dan laporkan tanda dan
> normal
Termoregulasi gejala hipertermi
Kejang
5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi
Takikardi Suhu kulit normal
yang adekuat
Respirasi Suhu badan
6. Ajarkan klien bagaimana mencegah
meningkat 35,9C- 37,3C
panas yang tinggi
Diraba Tidak ada sakit
hangat kepala / pusing
Kulit Tidak ada nyeri otot 7. Berikan antipiretik sesuai advis
memerah Tidak ada perubahan dokter
warna kulit
Mengobati Demam (3740) NIC 2
Nadi, respirasi
1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
dalam batas
2. Monitor IWL
normal
3. Monitor suhu dan warna kulit
a. H
4. Monitor tekanan darah, nadi dan
i
respirasi
d
5. Monitor derajat penurunan kesadaran
r
6. Monitor kemampuan aktivitas
a
7. Monitor leukosit, hematokrit, Hb
s
8. Monitor intake dan output
i
9. Monitor adanya aritmia jantung
a
10. Dorong peningkatan intake cairan
d
11. Berikan cairan intravena
e
12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
q
kipas angin
u
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
a
14. Berikan obat antipiretik untuk
t
mencegah klien menggigil / kejang
e
15. Berikan obat antibiotic untuk
b. P
mengobati penyebab demam
a
16. Berikan oksigen
s
17. Kompres hangat diselangkangan, dahi
i
dan aksila.
e
18. Anjurkan klien untuk tidak memakai
n
selimut
m
e
n
19. Anjurkan klien memakai
y baju
berbahan dingin, tipis dan
a menyerap
keringat t
a
Manajemen Lingkungan (6480) NIC 3
k
1. Berikan ruangan sendiri
a sesuai
indikasi n
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen
yang bersih dan nyaman
3. Batasi pengunjung n

Mengontrol Infeksi (6540)yNIC 4


a
1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan
m
sebelum makan
a
2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan
n
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah me-
c. T
lakukan kegiatan perawatan klien
i
4. Ganti tempat infuse dan bersihkan
d
sesuai dengan SOP
i
5. Berikan perawatan kulit di area yang
l
odem
6. Dorong klien untuk cukup istirahat
7. Lakukan pemasangan infus dengan
teknik aseptik
8. Anjurkan klien minum antibiotik
sesuai advis
dokter
2. Potensial Setelah dilakukan 1. Tentukan apa klien merasakan aura
komplikasi : tindakan keperawatan sebe-lum awitan aktivitas kejang. Jika
kejang selama ...x 24 jam ya, beri-tahu tindakan pengamanan
perawat akan mengatasi untuk diambil jika aura tersebut
dan mengurangi episode dirasakan
kejang 2. Bila aktivitas kejang terjadi, observasi
dan dokumentasikan hal berikut :

a. Bila kejang mulai


b. Jenis gerakan, bagian tubuh yang
terlihat
c. Perubahan ukuran pupil dan posisi
d. Inkontinensia urine atau feses
e. Durasi
f. Ketidaksadaran (durasi) perilaku
setelah kejang , kelemahan,
paralisis setelah kejang, tidur
setelah kejang (periode pasca-
taktile) (progresi aktivitas kejang
dapat membantu dalam
mengidentifikasi fokus anatomik
dari kejang
3. Berikan privasi selama dan sesudah
aktivitas kejang
4. Selama aktivitas kejang, lakukan
tindakan untuk menjamin ventilasi
adekuat (misal-nya dengan
melepaskan pakaian). Jangan coba
memaksa jalan napas atau spatel li-
dah masuk pada gigi yang mengatup.
(ge-rakan tonik / klonik kuat dapat
menye-babkan sumbatan jalan napas.
Pemasukan jalan napas paksa dapat
menyebabkan cidera)
5. Selama aktivitas kejang, bantu
gerakan secara hati-hati untuk
mencegah cidera. Jangan coba
membatasi gerakan. (restrain fisik
dapat mengakibatkan trauma pada
muskuloskeletal)
6. Bila kejang terjadi saat klien sedang
du-duk, bantu turunkan klien ke lantai
dan tempatkan sesuatu yang lunak
dibawah kepalanya. (tindakan ini akan
membantu mencegah trauma)
7. Jika kejang telah teratasi letakkan
klien pada posisi miring. (posisi ini
membantu mencegah aspirasi sekret)
8. Biarkan individu tidur setelah periode
ke-jang, orientasi lagi setelah bangun.
(indi-vidu ini akan mengalami
amnesia, orient-tasi ulang akan
membantu klien untuk memperoleh
rasa kontrol dan dapat menu-runkan
ansietas)
9. Jika orang tersebut berlanjut
mengalami kejang umum, lapor
dokter dan awali tin-dakan :
a. Pertahankan jalan napas
b. Penghisapan jika diperlukan
c. Berikan oksigen melalui kanul
nasal
d. Awali untuk pemberian infus
10. Pertahankan tempat tidur pada posisi
rendah dengan pagar tempat tidur
terpa-sang serta lapisi pagar tempat
tidur de-ngan kain (sebagai tindakan
hati-hati un-tuk mencegah bahaya
jatuh atau trauma)
11. Jika kondisi klien kronis, evaluasi
kebu-tuhan penyuluhan tehnik
penatalaksanaan diri sendiri

3. Resiko aspirasi Setelah dilakukan Memonitor Respirasi (3350) NIC 2


b.d akumulasi tindakan
1. Monitor rata-rata, ritme, kedalaman,
sekret, muntah, keperawatan selama
dan usaha napas
penurunan x 24 jam klien tidak
2. Catat gerakan dada apakah simetris,
kesadaran mengalami aspirasi,
ada penggunaan otot tambahan, dan
dengan kriteria :
retraksi
3. Monitor crowing, suara ngorok
Faktor Resiko
4. Monitor pola napas : bradipneu,
: Respiratory status :
takipneu, kusmaull, apnoe
ventilation (0403)
- Penurunan 5. Dengarkan suara napas : catat area
reflek ba-tuk
- Respirasi dalam yang ventilasinya menurun / tidak ada
dan gag reflek rentang normal dan catat adanya suara tambahan

- Ngt - Ritme dalam batas 6. K/p suction dengan mendengarkan


normal suara ronkhi atau krakles
- Penurunan
7. Monitor peningkatan gelisah,
kesadaran - Ekspansi dada
cemas, air hunger
simetris
8. Monitor kemampuan klien untuk
batuk efektif
- Gangguan - Tidak ada sputum 9. Catat karakteristik dan durasi batuk
menelan 10. Monitor secret di saluran napas
- Tidak ada
11. Monitor adanya krepitasi
- Produksi penggunaan otot-otot
12. Monitor hasil roentgen thorak
secret me- tambahan
13. Bebaskan jalan napas dengan chin lift
ningkat
- Tidak ada retraksi atau jaw thrust bila perlu
- Dispneu dada 14. Resusitasi bila perlu

- Tidak ditemukan 15. Berikan terapi pengobatan sesuai


dispneu advis (oral, injeksi, atau terapi
inhalasi)
- Dispneu saat
aktivitas ti-dak
ditemukan

- Napas pendek-
pendek ti-dak
ditemukan
Membersihkan Jalan Nafas (3160)
- Tidak ditemukan
NIC 3
taktil fremitus
1. Pastikan kebutuhan suctioning
- Tidak ditemukan
2. Auskultasi suara napas sebelum dan
suara napas tambahan
sesudah suctioning
3. Informasikan pada klien dan keluarga

Respiratory status : tentang suctioning

gas ekchange (0402) 4. Meminta klien napas dalam sebelum


suctioning
- Status mental dalam
5. Berikan oksigen dengan kanul nasal
batas normal
untuk memfasilitasi suctioning na-
- Bernapas dengan sotrakheal
mudah 6. Gunakan alat yang steril setiap
melakukan tindakan
- Gelisah tidak 7. Ajurkan klien napas dalam dan
ditemukan istirahat setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakheal
- Tida ada sianosis
8. Monitor status oksigen pasien
- Tidak ada 9. Hentikan suction apabila klien me-
somnolent nunjukkan bradikardi

Manajemen Jalan Nafas ( 3140) NIC 4

1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin


lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan klien untuk memaksi-
malkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pema-
sangan jalan napas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
6. Keluarkan secret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara napas , catat adanya
suara nafas tambahan
8. Kolaborasi pemberian bronkodilator
bila perlu
9. Monitor respirasi dan status oksigen

Mencegah Aspirasi (3200) NIC4

1. Monitor tingkat kesadaran, reflek


batuk, gag reflek dan kemampuan
menelan.
2. Monitor status paru-paru
3. Pertahankan airway
4. Alat suction siap pakai, tempatkan
disamping bed, dan suction sebelum
makan
5. Beri makanan dalam jumlah kecil
6. Pasang NGT bila perlu
7. Cek posisi NGT sebelum membe-
rikan makan
8. Cek residu sebelum memberikan
makan
9. Hindari pemberian makanan jika
residu banyak
10. Libatkan keluarga selama pemberian
makan
11. Potong makanan menjadi kecil-kecil
12. Mintakan obat dalam bentuk sirup
13. Puyer pil sebelum diberikan
14. Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40
selama dan setelah pemberian makan
15. Anjurkan / atur posisi klien semi
fowler atau fowler ketika makan
16. K/p per sonde atau drip feeding
17. Cek apakah makanan mudah di telan

Mengatur posisi NIC 4

1. Miringkan kepala bila kejang untuk


mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.

4 Risiko injuri / Setelah dilakukan Manajemen Lingkungan NIC 1


cedera b.d. tindakan keperawatan
1. Diskusikan tentang upaya-upaya
adanya kejang, selama X 24 jam
mencegah cedera, seperti lingkungan
hipoksia tidak terjadi cidera, yang aman untuk klien,
jaringan dengan criteria : menghindarkan lingkungan yang
berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
Status neurologist 2. Memasang pengaman tempat tidur

- Fungsi neurologi: 3. Memberikan penerangan yang cukup


sadar, kontrol gerakan 4. Menganjurkan keluarga untuk

pusat, fungsi motorik menemani klien

atau sensorik otak dalam 5. Memindahkan barang-barang yang


batas yang diharapkan. dapat membahayakan
6. Bersama tim kesehatan lain, berikan
- Dapat
penjelasan pada klien dan keluarga
berkomunikasi
adanya perubahan status kesehatan
- Ukuran pupil dalam
Manajemen kejang NIC 2
batas normal
1. Tunjukkan gerakan yang dapat
- Pupil reaktif
mencegah injury / cidera.
- Pola gerakan mata 2. Monitor hubungan antara kepala dan
mata selama kejang.
- Tak ada kejang
3. Longgarkan pakaian klien
- Tak ada sakit kepala
4. Temani klien selama kejang
- Pola nafas dalam 5. Mengatur airway
batas normal. 6. Berikan oksigen bila perlu
7. Berikan terapi iv line bila perlu
- Pola istirahat tidur
8. Monitor status neurology
ter-cukupi
9. Monitor vital sign
Kontrol Resiko 10. Orientasikan kembali klien setelah
- Mengakui adanya kejang
risiko 11. Laporkan lamanya kejang
- Monitor faktor risiko 12. Laporkan karakteristik kejang: bagian
lingkungan. tubuh yang terlibat, aktivitas motorik,
dan pening-katan kejang.
- Mengembangkan
13. Dokumentasikan informasi tentang
strategi kontrol risiko
kejang
yang efektif.
14. Kelola medikasi (kolaborasi)
- Menghindari 15. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila
eksposur yang diperlukan.
mengancam kese-hatan. 16. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila

- Mengenali perlu

perubahan sta-tus 17. Monitor lama periode postictal dan


kesehatan karak-teristiknya

Pencegahan kejang NIC 3

1. Sediakan tempat tidur yang bisa diatur


rendah-tinggi, bila perlu.
2. Temani klien selama melakukan
aktivitas diluar rumah sakit, bila perlu
3. Monitor regimen terapi
4. Monitor pemenuhan medikasi
antiepilepsi.
5. Instruksikan keluarga / orang terdekat
untuk melaporkan medikasi dan
aktivitas kejang yang terjadi.
6. Ajarkan pada klien tentang medikasi
dan efek sampingnya.
7. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila
perlu
8. Sediakan suction, ambubag,
nasopharyngeal airway disamping
tempat tidur.
9. Pasang side rail tempat tidur.
10. Ajarkan orang tua untuk mengenali
faktor pemicu.

5 Perfusi Setelah dilakukan Peningkatan perfusi cerebral :NIC 2


jaringan tindakan keperawatan
1. Mengkonsultasikan dengan
serebral tak selama X 24 jam
dokter untuk menentukan parameter
efektif b.d. perfusi jaringan serebral
hemodinamik (volume perfusi darah,
hipovolemia, efektif, dengan criteria :
nadi, respirasi, kesadaran,
gangguan
Perfusi jaringan perdarahan), dan mengelola
aliran vena dan
cerebral parameter tersebut dalam batas
arteri.
- Fungsi neurology normal
2. Kelola / kolaborasi obat vasoaktif,
- Tekanan intrakranial
untuk mengatur hemodinamik
da-lam batas normal
3. Monitor prothrombin, partial
- Tak ada sakit kepala thromboplastin.

- Tak ada bunyi bruit 4. Atur serum glukosa dalam batas

carotis normal
5. Jaga hematokrit pada rentang 33%
- Tak gelisah
untuk terapi hemodilusi hipervolemia.
- Tak ada agitasi 6. Monitor tanda perdarahan, status
neurologi-kesadaran
- Tak ada muntah
7. Monitor tanda overload cairan.
- Tak ada sinkope
8. Monitor intake dan out put

Status neurology :
Monitoring Neurologik NIC 4
kesadaran
1. Monitor ukuran pupil, bentuk,
kesimetrisan, dan reaktivitas.
- Membuka mata 2. Monitor tingkat kesadaran
terhadap stimulasi 3. Monitor tingkat orientasi
eksternal 4. Monitor PCS

- Orientasi cognitif

- Komunikasi sesuai
situasi

- Mematuhi perintah

- Berespon (gerak)
terhadap stimulus yang
berbahaya (nyeri).

- Mengikuti terhadap
stimulus dari
lingkungan

- Tak ada kejang


5. Monitor memori saat ini, rentang
perhatian, memori masa lalu, mood,
perasaan/emosi, tingkah laku.
6. Monitor vital sign suhu, tekanan
darah, nadi, respirasi.
7. Monitor status respirasi (kedalaman,
pola, usaha untuk bernafas)
8. Monitor refleks kornea
9. Monitor refleks batuk dan refleks
mMonitor tonus otot, gerakan
motorik.
10. Monitor adanya tremor
11. Monitor gangguan visual: diplopia,
nistagmus, pemendekan lapang
pandang, aktivitas visual
12. Monitor karakteristik bicara: lancar,
aphasia, kesulitan menemukan kata-
kata.
13. Monitor respon terhadap stimulus:
verbal, taktil, stimulus berbahaya
14. Monitor adanya parestesia
15. Monitor refleks babinski, respon
cushing

6. Kecemasan Setelah dilakukan 1. Menurunkan Cemas


(orang tua, tindakan keperawatan 2. Gunakan pendekatan dengan konsep
anak) b.d. selama X 24 jam atraumatik care
ancaman kecemasan orang tua 3. Jangan memberikan jaminan tentang
perubahan berkurang / hilang, prognosis penyakit
status kese- dengan criteria : 4. Jelaskan semua prosedur dan
hatan, krisis dengarkan keluhan klien/keluarga
situasional 5. Pahami harapan pasien/keluarga
Mengotrol cemas dalam situasi stres

- Klien/keluarga 6. Temani pasien/keluarga untuk

mampu memberikan keamanan

mengidentifikasi dan dan mengurangi takut

mengungkapkan gejala 7. Bersama tim kesehatan, berikan


cemas. informasi mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
- Mengidentifikasi,
8. Anjurkan keluarga untuk menemani
mengungkapkan, dan
anak dalam pelaksanaan tindakan
menunjukkan teknik
keperawatan
untuk mengontrol
9. Lakukan massage pada leher dan
cemas
punggung, bila lperlu
- Vital sign (TD, nadi, 10. Bantu pasien mengenal penyebab
respirasi) dalam batas kecemasan
normal 11. Dorong pasien/keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan,
- Postur tubuh,
persepsi tentang penyakit
ekspresi wajah, bahasa
12. Instruksikan pasien/keluarga
tubuh, dan tingkat
menggunakan teknik relaksasi (sepert
aktivitasmenunjukkan
tarik napas dalam, distraksi, dll)
berkurangnya
13. Kolaborasi pemberian obat untuk
kecemasan.
mengurangi kecemasan
- Menunjukkan
peningkatan konsentrasi
dan akurasi dalam
berpikir
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri.


Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi Dan Klasifikasi
2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati
Dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC
Hidayat, Aziz. A. (2005). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action
Nurarif, Amin H., Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta :
Mediaction Jogja

Anda mungkin juga menyukai