Anda di halaman 1dari 18

Konsep Keamanan dalam Konteks Hubungan Internasional

Konsep Keamanan dalam Konteks Hubungan Internasional


Definisi yang paling sering digunakan oleh penstudi HI adalah definisi dari Barry Buzan
yang dalam bukunya People, States, and Fearmengatakan bahwa:
security, in any objective sense, measures the absence of threat to acquired values, in a
subjective sense, the absence of fear that such values will be attacked (Buzan, 1991:4).
Maka dari definisi-definisi yang telah disebutkan oleh para penstudi HI tersebut dapat
dilihat bahwa keamanan merupakan ketiadaan ancaman dari nilai-nilai yang dibutuhkan manusia
dalam menjalani kehidupannya.
Sedangkan konsep ancaman terhadap keamanan sendiri didefinisikan Ullman sebagai:
An action or sequence of events that (1) threatens drastically and over a
relatively brief span of time to degrade the quality of life for the inhabitants of a state or
(2) threatens significantly to narrow the range of policy choices available to government
of a state, or to private, nongovernmental entities (persons, groups, corporations) within
the state (Ullman, 1983:133).
Sementara itu, menurut Simon Dalby, dimensi keamanan dalam studi Hubungan
Internasional telah mengalami pergeseran dari perspektif tradisional yang terbatas pada perang
dan damai menuju perspektif nontradisional yang lebih mengedepankan human security dan
mengandung lebih banyak aspek. Keamanan tidak lagi terfokus padainterstate relations, tetapi
juga pada keamanan untuk masyarakat (Dalby, 2003:102-103).
Peter Hough mengatakan bahwa definisi mengenai keamanan masih bersifat contested concept,
atau sebuah konsep yang masih akan terus berkembang (Hough, 2004:15). Namun Viotti dan
Kauppi telah mendefinisikan keamanan sebagai pertahanan dan perlindungan dasar dari suatu
negara, dan konsep keamanan ini berlaku untuk individu maupun kelompok (Viotti dan Kauppi,
1999:56). Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan keamanan sebagai suatu
situasi yang terlindung dari bahaya (keamanan objektif), adanya perasaan aman (keamanan
subjektif) dan bebas dari keragu-raguan.
National Insecurity
Dalam konteks sistem internasional maka keamanan adalah kemampuan negara dan
masyarakat untuk mempertahankan identitas kemerdekaan dan integritas fungsional mereka.
Untuk mencapai keamanan, kadang-kadang negara dan masyarakat berada dalam kondisi
harmoni atau sebaliknya. Dalam studi hubungan internasional dan politik internasional,
keamanan merupakan konsep penting yang selalu dipergunakan dan dipandang sebagai ciri
eksklusif yang konstan dari hubungan internasional (Buzan,1991: 2,12). Karena konsepsi
keamanan nasional ini senantiasa memiliki hubungan erat dengan pengupayaan, pertahanan dan
pengembangan kekuatan atau kekuasaan sepanjang kaitannya dengan analis hubungan
internasional dan politik luar negeri, maka dalam pengaplikasiannya selalu menimbulkan
perdebatan sehingga langkah ke arah konseptualisasinya tidak selalu berjalan seiring. Poweratau
kekuasaan itu sendiri secara simplistis merupakan kemampuan satu unit politik (negara) dalam
mencegah konflik dan mengatasi rintangan-rintangan (Deutsch dalam Rosenau, 1976 :157).
Secara implisit hal ini menyimpulkan tentang terdapatnya faktor keamanan sebagai unsur yang
menstimulasi pengupayaan pencapaian dari power itu sendiri.
Penyimpulan Buzan menyebutkan bahwa aspek keamanan ini telah menjadi satu pendekatan
dalam Studi Hubungan Internasional kontemporer dengan menunjuk kepada motif utama
perilaku suatu negara, yang memiliki perbedaannya sendiri dengan power sebagai kondisi yang
dibutuhkan untuk terciptanya perdamaian (Buzan,1991: 2).
Konteks anarki menentukan tiga kondisi utama dalam konsep keamanan yaitu (Buzan, 1991:22) :
1. Negara merupakan objek utama dalam keamanan karena kedua-duanya adalah kerangka
aturan dan sumber tertinggi otoritas pemerintah. Hal ini menjelaskan mengenai
kebijakan utama yaitu keamanan nasional.
2. Meskipun negara adalah objek utama keamanan tetapi dinamika keamanan nasional
memiliki hubungan yang tinggi dan adanya interdependensi antara negara.
Ketidakamanan negara dapat atau tidak dapat mendominasi agenda keamanan nasional
tetapi ancaman eksternal akan selalu terdiri dari elemen-elemen utama dalam masalah
keamanan nasional. Oleh karena itu, ide keamanan internasional dapat digunakan pada
kondisi sistemik yang mempengaruhi usaha negara untuk membuat negara lain merasa
lebih aman atau sebaliknya.
3. Dengan adanya kondisi anarki, arti praktis keamanan hanya dapat dibentuk jika ada suatu
hubungan persaingan dalam lingkungan operasional yang tidak dapat dielakkan. Jika
keamanan bergantung pada hegemoni atau harmoni maka hal ini tidak dapat dicapai
dalam kondisi anarki. Dengan kata lain keamanan bersifar relatif bukan absolut.
Konsep keamanan merupakan salah satu pendekatan dalam mengkaji hubungan
internasional yang lebih baik, mendalam dan berguna dibanding dengan konsep kekuatan dan
perdamaian. Konsep keamanan ini dapat dilihat sebagai pengaruh dari masing-masing posisi
ekstrem antara kekuatan dan perdamaian (Buzan, 1991:2-3). Analisis keamanan memerlukan
suatu cara pandang yang menempatkan negara dan sistem ke dalam sebuah hubungan timbal
balik yang saling menguntungkan dimana negara sebagian terbentuk dengan sendirinya dan
sebagian lain dibentuk oleh lingkungan anarki yang kompetitif dan sengit. Lingkungan domestik
dan dinamika internasional, keduanya merupakan hal yang paling penting bagi analisis
keamanan karena merupakan hubungan yang kompleks di antara keduanya (Buzan, 1991:61).
Landasan utama dalam pendekatan ini yaitu lensa keamanan (security) yang dapat diartikan
sebagai pelaksanaan kemerdekaan atas suatu ancaman tertentu atau kemampuan suatu negara
dan masyarakatnya untuk mempertahankan identitas kemerdekaan dan integritas fungsional
mereka terhadap kekuatan-kekuatan tertentu yang mereka anggap bermusuhan (hostile) (Buzan,
1991:61).
Meskipun terdapat tiga tingkatan keamanan dalam problem kehidupan manusia yaitu: keamanan
individu, keamanan nasional, dan keamanan internasional, namun pada dasarnya konsep inti dari
ketiga tingkatan tersebut adalah keamanan nasional. Hal ini dikarenakan negara merupakan titik
sentral yang mendominasi regulasi hubungan maupun kondisi keamanan di antara kedua level
lainnya.
Selanjutnya keamanan (security) di sini dapat kita bedakan dengan konsep pertahanan (defense)
yang memiliki kesamaan dari segi tujuannya, yaitu kemerdekaan atas ancaman yang
mengganggu kebebasan dalam melaksanakan kedua konsep di atas, dimana keamanan biasanya
lebih bersifat preventif dan antisipatif dalam merespon ancaman dibandingkan pertahanan.
Menurut Barry Buzan dalam bukunya yang berjudul : People State and Fear: An Agenda for
International Security Studies in Post Cold War Era, bahwa keamanan yang dimaksud di dalam
pendekatan ini tidak sebatas pada keamanan saja, tetapi mencakup keamanan militer, politik,
ekonomi, sosial dan lingkungan, seperti yang dipaparkan di bawah ini:
Keamanan militer, mencakup interaksi antar dua tingkat dan kekuatan yaitu kemampuan
defensif dan persepsi militer mengenai intensi masing-masing pihak.
Keamanan politik, mencakup kesinambungan dan stabilitas organisasi suatu negara atau
sistem pemerintahan serta ideologi yang melegitimasi kedua hal tadi.
Keamanan ekonomi, mencakup akses pada sumber daya finansial maupun pasar yang
diperlukan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan dan kekuatan negara.
Keamanan sosial, mencakup kemampuan untuk mempertahankan dan menghasilkan
pola-pola tradisional dalam bidang bahasa, kultur, agama, dan identitas nasional.
Keamanan lingkungan, mencakup pemeliharaan lingkungan lokal sebagai pendukung
utama kelangsungan hidup manusianya.
Meskipun masing-masing sektor tersebut mempunyai titik-titik vokal dalam kerangka
masalah-masalah keamanan, dan merumuskan cara-cara sendiri dalam menentukan prioritas
kebijakan utama suatu negara namun faktor-faktor itu sendiri saling terkait dalam operasinya
(Buzan, 1991:19). Masalah-masalah keamanan yang muncul salah satunya bisa berupa tindakan
peningkatan kekuatan militer suatu negara, dan pendekatan yang demikian apabila dilakukan
secara terus menerus pada gilirannya dapat menimbulkan apa yang disebut dilema keamanan
(Buzan, 1991:295). Dilema keamanan ini dapat terjadi apabila peningkatan kapabilitas
pertahanan dan keamanan dipersepsikan sebagai ancaman dan petunjuk sikap bermusuhan oleh
pihak lain. Demikian suatu reaksi atas aksi yang dilakukan suatu pihak akan menimbulkan reaksi
yang baru dari pihak lain.
Keamanan merupakan suatu fenomena yang berhubungan, oleh karenanya seseorang tidak bisa
memahami keamanan nasional suatu negara tanpa memahami pola internasional yang melekat
dalam kesalingtergantungan keamanan yang ada (Buzan, 1991:187).
Menurut Barry Buzan dalam People, States and Fear: an Agenda for International
Security Studies in the Post Cold War Erabahwa penerapan strategi keamanan suatu negara
selalu memperhitungkan aspek-aspek threat (ancaman) dan vulnerability(kerentanan) negara
tersebut. Ancaman dan kerentanan adalah dua konsep yang berbeda namun mempunyai
keterkaitan yang erat di dalam perwujudan keamanan nasional. Suatu ancaman terhadap
keamanan nasional yang dapat dicegah akan mengurangi derajat kerentanan suatu negara pada
keamanan nasionalnya. Kedua aspek dari keamanan nasional tersebut sangat ditentukan oleh
kapabilitas yang dimiliki negara tersebut (Buzan,1991: 112-114).
Tidak seperti kerentanan, aspek ancaman sulit untuk diidentifikasikan. Hal itu disebabkan karena
bentuk ancaman seringkali lahir dari persepsi aktor pembuat kebijakan dan belum tentu secara
subtantif adalah nyata (Buzan,1991: 112). Ancaman dan kerentanan inilah yang menjadi konteks
hadirnya ketidakamanan nasional (national insecurity)(Buzan,1991: 112-114).
Tingkat kerawanan sebuah negara berhubungan erat dengan lemahnya sebuah bangsa dan
lemahnya kekuatan yang dimiliki. Kekuatan yang lemah (weak powers) berarti ketidakmampuan
mereka dalam menghadapi pengaruh-pengaruh sistem negara-negara kuat di sekitar mereka,
seperti negara tetangga atau negara adidaya, serta ditambah dari fakta bahwa kebanyakan
diantara mereka adalah negara kecil. Negara dengan kekuatan lemah adalah belum tentu negara
lemah. Namun negara dengan kekuatan lemah, kelemahannya diukur berdasarkan kapabilitas
militernya yang relatif inferior terhadap negara lain dalam sistem, terutama tetangga-tetangganya
dan kekuatan besar pada saat itu (Buzan,1991: 112-114).
Weak states umumnya adalah weak power, dimana kerentanannya mencapai tingkatan yang
tertinggi. Secara kontras dikotomi negara diatas juga menimbulkan dikotomi negara yang lainnya
dengan kriteria strongatau kuat baik kapabilitas power-nya maupun kapabilitas ekonominya
(Buzan,1991: 112-114).
Ketidakamanan nasional merupakan fenomena yang berkebalikan dari konteks keamanan
nasional. Hal ini terjadi ketika ancaman mulai merasuki wilayah nasional dari suatu negara.
Menurut Barry Buzan, ada lima tipe dari ancaman yang dibagi atas aspek-aspek militer,
politik, societal, ekonomi dan ekologi (Buzan,1991: 116-134). Ada dua bentuk ancaman yang
dihasilkan dari pengembangan instrumen militer. Yang pertama berasal dari senjata yang
dimiliki aktor itu sendiri yang menghasilkan ancaman penghancuran, dimana lebih dikenal
dengan sebutan defense dilemma (dilema pertahanan). Kedua adalah berasal dari senjata yang
dimiliki aktor lain di sistem yang menghasilkan bentuk ancaman kekalahan, dimana nantinya
disebut sebagai security dilemma(dilema keamanan) (Buzan,1991: 271).
Dilema pertahanan terjadi apabila terjadi kontradiksi antara pertahanan militer dan keamanan
nasional. Angkatan bersenjata dijustifikasi oleh keperluannya akan keamanan nasional dan
secara politis diasumsikan kekuatan militer berkorelasi positif dengan keamanan nasional.
Keadaan ini juga didorong oleh kemajuan teknologi di bidang pertahanan, salah satunya adalah
teknologi nuklir yang dapat membahayakan negara itu sendiri serta lingkungannya (Buzan,1991:
271-291).
Dilema keamanan terjadi didasari oleh dua kondisi, yaitu bahwa setiap negara mempunyai
perilaku selalu ingin mengejar power untuk kepentingan nasionalnya dan yang kedua akibat
perilaku tadi sistem yang tercipta menjadi anarki dimana masing-masing negara akan berusaha
mempertahankan dirinya dari ancaman pihak lain atau dapat dikatakan mengejar atau pencapaian
keamanan. Dilema akan terjadi pada suatu negara karena ia merasa takut akan ancaman
kekalahan dari pihak lain yang dicurigai terus mengembangkan kekuatan militernya, sehingga
suatu negara A mengembangkan kekuatan militernya agar dapat mengimbangi negara B. Dan
negara B yang melihat perkembangan tersebut kembali mengembangkan kekuatannya lagi
sehingga kembali mengancam negara A, dan begitu seterusnya (Buzan,1991: 294-324).
Penelitian atas dasar keamanan merupakan satu pendekatan yang sangat digalakkan. Hal
ini timbul dari keinginan untuk mengurangi konflik dan menghalangi timbulnya perang. Konsep
keamanan sendiri merupakan konsep yang mulai dikembangkan sejak awal tahun 1950-an oleh
John Herz, ia menganggap keamanan sebagai akibat dari hubungan kekuatan antar negara.
Secara tradisional literatur-literatur mengenai hubungan internasional berdasarkan kepada
kekuatan dan perdamaian. Para peneliti yang lebih suka melakukan pendekatan melalui konsep
kekuatan digolongkan ke dalam realis, sedangkan peneliti yang lebih suka melakukan
pendekatan melalui konsep perdamaian digolongkan ke dalam kaum idealis.
Lima bentuk ancaman yang menyebabkan hadirnya ketidakamanan nasional (national
insecurity) tersebut yaitu (Buzan, 1991 : 116-133) :
1. Militer
Ancaman militer menduduki inti tradisional dari keamanan nasional. Tindakan-
tindakan militer dapat dan biasanya mengancam segala komponen dari negara. Ancaman
ini dapat merusak sistem dari segala aspek (Buzan, 1991 : 116). Ancaman militer telah
menjadi hantu yang paling menakutkan dalam sejarah sebuah bangsa. Tak hanya unsur-
unsur vital yang akan hancur, namun pula unsur-unsur ekosistem serta unsur kehidupan
sosial politik akan mengalami akibat yang lebih fatal. Pencegahan ancaman militer
sampai saat ini masih merupakan prioritas setiap negara, mengingat tentu saja mereka
tidak ingin apa-apa yang telah diraih rakyatnya dalam bidang seni budaya, industri,
teknologi serta seluruh aktivitas yang telah ditekuni, musnah karena peperangan.
Tingkatan ancaman militer terhadap suatu negara bervariasi, tergantung dari apa
yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut. Mulai dari pelanggaran batas teritorial,
hukuman, perebutan batas teritorial negara, invasi, sampai ancaman pembumi-hangusan
sebuah negara dengan adanya blokade pengeboman. Tujuannya juga beragam, mulai dari
persoalan minor seperti pelanggaran batas laut teritorial, sampai perbedaan paham yang
dianut negara lain (Buzan dalam Rudy, 2002 : 33).
2. Politik
Ancaman politik lebih mengarah kepada stabilitas organisasi pemerintah.
Tujuannya bisa untuk menekan pemerintah yang berkuasa dalam kebijakan yang diambil,
menggulingkan pemerintah, atau menciptakan intrik politik yang mampu menganggu
jalannya pemerintahan sehingga pula melemahkan kekuatan militernya. Ancaman politik
boleh jadi merupakan ancaman umum yang terdapat di semua bangsa-bangsa di dunia,
tanpa melihat besar atau kecilnya baik negara maupun kekuatan yang dimilikinya.
Biasanya ancaman politik dari luar berkaitan erat dengan ideologi. Bagaimana faham
komunisme telah memporakporandakan Vietnam akibat perang dengan AS misalnya,
ataupun sebuah negara otokrat yang dipimpin syah Iran, digulingkan oleh pergerakan
politik yang dilakukan oleh massa. AS yang sangat anti komunisme, berupaya untuk
menggeser pemerintahan pro Uni Soviet di Chili, Guatemala atau Nicaragua. Perubahan
tersebut, mutlak mengubah kehidupan bernegara di bangsa yang bersangkutan baik itu
bersifat positif maupun negatif.
Banyaknya faham ideologi yang masih dianut oleh rakyat sebuah negara, tentunya
menyimpan bom waktu yang siap meledak setiap saat dan ancaman politik dari dalam
negeri sama bahayanya dengan ancaman politik yang datang dari luar. Italia contohnya,
sampai saat ini rasisme dan gerakan neo Nazi masih berlangsung. Yang sangat nyata
terbukti adalah Korea yang terpecah dua serta India dan Pakistan, di mana keduanya
bercerai berai karena perbedaan faham, agama serta kultur di masyarakat.
3. Sosial
Perbedaan antara ancaman politik dan ancaman sosial yang dapat terjadi di
sebuah negara adalah sangat tipis. Ancaman sosial biasanya terjadi sebagai imbas dari
ancaman militer dan politik seperti yang terjadi di jazirah Arab dengan Israel, atau dapat
pula dari perbedaan kultur, seperti penetrasi umat Islam fundamentalis terhadap
kebijakan dunia Barat. Bentrokan antara perbedaan bahasa, agama dan kultur tradisional
masyarakat dengan nilai-nilai yang dilihat cenderung lebih baik yang dianut negara lain
khususnya negara barat, yang telah menimbulkan gejolak sosial antara yang pro dengan
yang kontra.
Negara kuat seperti Perancis misalnya, tetap saja takut menghadapi serbuan
makanan fast food a la Amerika terhadap nilai-nilai tradisional mereka, termasuk
pengaruh bahasa Inggris dalam bahasa nasional mereka. Kendala utama yang dihadapi
dalam menghadapi ancaman sosial adalah, bahwasanya ancaman tersebut biasanya
datang dari dalam negeri sendiri. Diskriminasi serta perbedaan tingkat sosial kehidupan
merupakan faktor penting dalam terjadinya ancaman sosial dalam sebuah negara sebelum
akhirnya menjadi ancaman politik di jajaran elit pemerintahan.
4. Ekonomi
Ancaman ekonomi merupakan ancaman yang paling sulit diatasi dalam kaitannya
dengan keamanan nasional. Bukan saja hal ini dapat berarti kokoh atau tidaknya sebuah
bangsa, namun keberhasilannya pun ditentukan oleh banyak faktor. Negara dalam hal ini
hanyalah salah satu aktor yang berperan dalam perekonomian dunia. Kelemahan dalam
bidang ekonomi, dapat menjadi jalan bagi bangsa asing untuk mengontrol jalannya
pemerintahan melalui bantuan ekonomi. Jika negara tersebut tidak mampu segera bangkit
dari aspek struktural tersebut, maka keruntuhan sebuah negara tinggal menunggu waktu.
Uni Soviet sebagai negara dengan kekuatan besar, ternyata tidak mampu
mempertahankan keutuhan koloninya yang disebabkan oleh ketidakmampuan di bidang
ekonomi. Negara lain seringkali bertindak untuk meredam kemajuan sebuah negara di
bidang ekonomi. Ketergantungan negara lemah terhadap negara kuta seringkali
ditingkahi oleh intervensi negara kuat tersebut dalam berbagai bidang.
Hubungan antara ekonomi dan kemampuan militer saling berkaitan. Kemampuan
kemiliteran suatu negara bukan hanya terletak pada persediaan dari strategi peralatan
tetapi juga pada barang yang dihasilkan suatu industri yang mampu mendukung pasukan
bersenjata. Untuk kekuatan utama, artinya sebuah perusahaan industri mampu
menghasilkan beraneka macam senjata masa kini.
5. Ekologi
Ancaman ekologi bagi keamanan nasional ibarat ancaman militer dan ekonomi
yang dapat menghancurkan bentuk dasar suatu negara. Secara tradisional, ancaman
ekologi bisa dilihat sebagai ketidaksengajaan, bagian dari kehidupan kondisi alam, dan
suatu persoalan dari pokok persoalan bagi agenda keamanan nasional.
Gempa bumi, angin topan, banjir, gelombang air pasang, dan musim kemarau
meungkin mengakibatkan kehacuran di suatu negara. Seperti yang terjadi di Bangladesh.
Tapi itu semua dilihat sebagai bagian dari manusia melawan alam, sedangkan pokok
persoalan keamanan timbul dari perjuangan manusia dengan yang lainnya. Beberapa
skala terkecil dari ancaman ekologi yaitu kegiatan dari suatu negara dapat mempengaruhi
negara lain. Contohnya penebangan hutan di Nepal dan banjir di bangladesh. Sedangkan
skala terbesar ancaman ekologi adalah sangat sulit untuk dimasukkan dalam kerangka
keamanan (Buzan dalam Rudy, 2002 : 33-35).
Beberapa susunan-susunan di atas mulai dari ancaman militer, politik, sosial, ekonomi,
dan ekologi tidak merupakan sebuah agenda statis bagi keamanan nasional. Ancaman militer
masih menguasai secara teoritis dan selama politik internasional masih berbentuk anarki,
ancaman militer masih tetap menjadi perhatian utama. Suatu ancaman akan menjadi suatu pokok
persoalan keamanan nasional, tergantung bukan hanya pada bentuk dan ancaman tersebut dan
bagaimana negara penerima memperhatikannya, tetapi juga pada intensitas dan pada operasi
ancaman tersebut (Buzan dalam Rudy, 2002 : 36).
Suatu negara bisa saja mengambil kebijakan sacara pasif dengan menunggu sampai
ancaman tersebut menjadi besar/luas atau mengambil kebijakan secara aktif dengan segera
mengantisipasinya ketika ancaman-ancaman tersebut masih kecil. Ancaman-ancaman dan
kelemahan suatu negara merupakan objek keamanan, sehingga kebijakan dalam bidang
keamanan perlu diperhitungkan terutama bagi negara-negara yang kurang atau tidak kuat.
Dalam penelitian ini, peneliti melihat kasus kudeta militer yang terjadi di Thailand tahun
2006 merupakan suatu ancaman politik bagi stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara yang
harus dengan segera ditindaklanjuti agar tidak semakin luas dampak dari ancaman tersebut.
Coup detat (Kudeta)
Berdasarkan bahasa, coup detat yang merupakan bahasa Perancis artinya adalah suatu
pukulan bagi negara. Coup berarti pukulan,detat berarti negara.
A coup dtat is the sudden, illegal overthrowing of a government by a part of the state
establishment usually the military to replace the branch of the stricken government,
either with another civil government or with a military government.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Coup_d'%C3%A9tat)
Coup detat atau dalam bahasa Indonesia disebut kudeta, dapat diartikan sebagai
penggulingan suatu pemerintahan yang terjadi secara tidak terduga dan illegal oleh sebuah
bagian dari negara yang merdeka, biasanya terjadi secara militer yang bertujuan untuk
menggantikan pemerintahan yang menyimpang dengan pemerintahan sipil lainnya ataupun
pemerintahan militer.
Secara politik, kudeta adalah tipe dari keahlian politik, umumnya melibatkan kekerasan
dan berbeda dengan revolusi karena tujuannya bukan untuk mengganti bentuk pemerintahan,
akan tetapi mengganti pemerintahan. Secara taktis, kudeta biasanya melibatkan kontrol dari
pihak militer negara yang masih aktif. Kelompok yang melakukan kudeta biasanya menangkap
atau memaksa keluar pemimpin politik dan militer, menduduki kantor-kantor pemerintahan yang
terpenting, alat-alat komunikasi, dan infrastruktur yang berupa fisik, seperti jalan-jalan utama
dan pembangkit tenaga listrik.
Kudeta akan berjalan dengan sukses apabila pihak lawan gagal untuk menghalangi usaha
dari yang merebut kekuasan, memungkinkan mereka untuk mengkonsolidasikan posisinya,
pemerintahan terguling yang menyerah atau adanya persetujuan dari masyarakat tanpa protes dan
mempertahankan kekuatan persenjataan, dan legitimasi. Menurut Edward Luttawak dalam Coup
d'tat: A Practical Handbook, kudeta terdiri dari infiltrasi yang kecil tapi kritis bagian dari
aparat negara, yang kemudian biasanya melakukan penggantian pemerintahan.
Samuel P. Huntington mengidentifikasikan tiga jenis dari kudeta :
Breakthrough coup dtat : Kudeta ini berupa aksi revolusioner dari angkatan bersenjata
untuk menggulinggkan pemerintahan status quo dan membuat elit birokrasi yang baru.
Umumnya dipimpin oleh non-commissioned officers (NCOs) atau opsir junior juga
pernah terjadi. Contohnya adalah China tahun 1911, Mesir tahun 1952, Yunani tahun
1967, Libya tahun 1969, Bulgaria tahun 1944, dan Liberia tahun 1980.

Guardian coup dtat: Tujuan dari kudeta ini adalah


memperbaiki ketertiban umum, efisiensi, dan
menghentikan korupsi. Biasanya tidak ada perubahan
mendasar dari struktur politik. Pada umumnya pemimpin
kudeta melakukan aksinya secara temporer dan karena
dalam keadaan terdesak. Contohnya pemerintahan sipil
Perdana Menteri Pakistan Zulfikar Ali Bhutto yang
digulingkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat
JenderalMuhammad Zia-ul-Haq pada tahun 1977, yang
menimbulkan kekacauan sipil yang meluas dan kemudian
perang sipil sebagai justifikasinya. Tahun 1999,
Jenderal Pervez Musharraf yang menggulingkan Perdana
Menteri Pakistan Nawaj Sharif. Negara denganguardian
coup memiliki perubahan antara pemerintahan sipil dan
pemerintahan militer. Contoh negaranya adalah Pakistan,
Turki, dan Thailand. Kudeta tidak berdarah biasanya
muncul dari guardian coup dtat.

Veto coup dtat: Terjadi saat angkatan bersenjata memveto


partisipasi massa dari masyarakat dan mobilisasi sosial
untuk memerintah sendiri. Pada kasus ini, tentara
berkonfrontasi dan memberikan tekanan dalam skala besar,
cenderung penindasan secara fasis dan melakukan
pembunuhan. Contoh utamanya adalah kudeta atas hasutan
dari Amerika Serikat di Chile tahun 1973 melawan
presiden sosialis terpilih yaitu Salvador Allende Gossens.
Kudeta juga dapat diklasifikasikan berdasarkan pimpinan militer yang menggulingkan
pemerintahan. Veto coup detat atau Guardian coup detat dipimpin oleh puncak komando
militer (biasanya Jenderal). Dalam Breakthrough coup detat biasanya dipimpin oleh opsir junior
(kolonel atau di bawahnya), atau bahkan sersan, dan biasanya opsir senior angkatan bersenjata
juga diganti.
Kudeta tidak berdarah terjadi saat ancaman kekerasan cukup untuk memberhentikan
pemerintahan incumbent tanpa adanya pertempuran, dan tidak adanya eksekusi lanjutan bagi
faksi yang terguling. Contohnya adalah kudeta Pervez Musharraf yang tidak berdarah di Pakistan
pada tahun 1999. Serta pada tahun 2006 yaitu kudeta militer Thailand oleh Jenderal Sonthi
Boonyaratglin yang merebut kekuasaan di Thailand sebagai pimpinan dari Council for
Democratic Reform under Constitutional Monarchy(http://en.wikipedia.org/wiki/
Coup_d'%C3%A9tat, diakses 23 Februari 2008).
Pendekatan Keamanan Non Tradisional
Keamanan (security) adalah bentuk khusus dari politik. Semua masalah keamanan adalah
masalah politik. Namun tidak semua konflik politik adalah masalah keamanan. Keamanan
menjadi isu utama sengketa politik ketika aktor politik tertentu mengancam atau menggunakan
kekuatan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dari pihak lain (Kolodziej, 2005 : 22).
Cakupan dari masalah politik adalah seluas dan bersamaan dengan sejarah interaksi manusia
dalam dimensi ruang dan waktu ketika kekuatan atau daya paksa digunakan. Seperti halnya
politik, keamanan adalah fenomena yang diciptakan oleh kehendak ataupun tindakan manusia
(Kolodziej, 2005 : 22).
Dalam konsepsi klasik, keamanan lebih diartikan sebagai usaha untuk menjaga keutuhan
teritorial negara dari ancaman yang muncul dari luar. Konflik antar negara khususnya dalam
upaya memperluas imperium daerah jajahan membawa definisi security hanya ditujukan kepada
bagaimana negara memperkuat diri dalam upaya menghadapi ancaman militer. Dalam
pendekatan tradisional, negara (state) menjadi subyek dan obyek dari upaya mengejar
kepentingan keamanan. Pandangan kelompok ini menilai bahwa semua fenomena politik dan
hubungan internasional adalah fenomena tentang negara. Dalam alam pemikiran tradisional ini
negara menjadi inti dalam upaya menjaga keamanan negara (Al Araf & Aliabbas, 2007).
Konsep Keamanan yang Baru
Pada masa terjadinya Perang Dingin, keamanan nasional diartikan sebagai hubungan
konflik dan kerjasama antar negara. Definisi keamanan bertumpu pada konflik ideologis antara
Blok Barat dan Blok Timur. Namun, setelah Perang Dingin berakhir, definisi dari keamanan
nasional semakin diperluas, dengan meliputi pula soal-soal ekonomi, pembangunan, lingkungan,
hak-hak asasi manusia, demokratisasi, konflik etnik, dan berbagai masalah sosial lainnya
(Perwita dan Yani, 2005:119).
Steven Spiegel mengatakan bahwa dengan perluasan definisi keamanan nasional tersebut,
maka akan semakin memperbesar bahaya. Ancaman yang mungkin akan dihadapi negara bukan
saja hanya ancaman nuklir, tetapi juga ancaman terhadap ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan
demikian, terjadi perluasan ancaman dalam keamanan nasional yang berkaitan dengan beberapa
dimensi, yaitu:
Pertama, dimensi the origin of threats. Bila pada masa Perang dingin, ancaman berasal
dari luar negara, kini ancaman bisa saja berasal dari dalam negara yang biasanya terkait dengan
isu-isu primordial seperti kudeta, konflik etnis, budaya, dan agama.. Negara harus
memperhatikan semua aspek kehidupan beserta kewaspadaan terhadap celah bagi ancaman-
ancaman yang mungkin akan terjadi.
Kedua, dimensi the nature of threats. Secara tradisional, dimensi ini menyoroti
ancaman yang bersifat militer, namun berbagai perkembangan nasional dan internasional
sebagaimana disebut di atas telah mengubah sifat ancaman menjadi lebih rumit. Persoalan
keamanan menjadi lebih komprehensif dikarenakan menyangkut aspek-aspek lain seperti
ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, dan bahkan isu-isu seperti demokratisasi dan HAM.
Ketiga, dimensi changing response. Bagi para pengusung konsep keamanan tradisional,
negara adalah organisasi politik terpenting yang berkewajiban menyediakan keamanan bagi
seluruh warganya. Sementara itu, para penganut konsep keamanan baru menyatakan bahwa
tingkat keamanan yang begitu tinggi akan sangat bergantung pada seluruh interaksi individu
pada tataran global. Hal ini dikarenakan human security merupakan agenda pokok di muka bumi
ini dan oleh karenanya dibutuhkan kerjasama antar semua individu. Dengan kata lain,
tercapainya keamanan tidak hanya bergantung pada negara melainkan akan ditentukan pula oleh
kerjasama transnasional antara aktor non negara.
Keempat dimensi core values of security. Berbeda dengan kaum tradisional yang
memfokuskan keamanan pada national independence, kedaulatan, dan integritas territorial,
kaum modernis mengemukakan nilai-nilai baru baik dalam tataran individual maupun tataran
global yang perlu dilindungi. Nilai-nilai baru ini adalah penghormatan terhadap HAM,
demokratisasi, perlindungan terhadap lingkungan hidup dan upaya memerangi kejahatan lintas
batas baik perdagangan narkotika, money laundering dan terorisme. Perkembangan isu-isu
strategis seperti globalisasi, demokratisasi, penegakan HAM dan fenomena terorisme telah
memperluas cara pandang dalam melihat kompleksitas ancaman yang ada dan mempengaruhi
perkembangan konsepsi keamanan (Spiegel, 2004:404).
Ancaman tidak lagi hanya berupa ancaman militer tetapi juga meliputi ancaman politik,
ancaman sosial, ancaman ekonomi, maupun ancaman ekologis. Permasalahan dan ancaman
tersebut kemudian digolongkan menjadi bagian dari isu-isu keamanan non-tradisional. Dalam
pendekatan non tradisional, konsepsi keamanan lebih ditekankan kepada kepentingan keamanan
pelaku-pelaku bukan negara. Konsepsi ini menilai bahwa keamanan tidak bisa hanya diletakkan
dalam perspektif kedaulatan nasional dan kekuatan militer. Konsepsi keamanan juga ditujukan
kepada upaya menjamin keamanan warga negara atau keamanan manusianya (Al Araf &
Aliabbas, 2007:34).
Pengantar.

Sesungguhnya keamanan merupakan suatu upaya untuk membebaskan dari ancaman oleh
kekuasaan negara dan menjaga kebebasan manusia dari musuh-musuhnya. Oleh karena menjaga
keamanan maka seringkali dapat digunakan segala upaya termasuk penggunaan kekuatan untuk
melindungi mereka. Pada zaman ini persoalan keamanan menjadi penting ketika terjadi
permusuhan dan pertentangan antar individu atau negara masih ada di muka bumi ini. Thesis
Jhon Galtung, ahli folemologi telah menyatakan secara gamblang bahwa konflik terjadi karena
adanya perbedaan antara yang idealitas dan realitas. Oleh karena itu, persoalan keamanan
merupakan suatu hal yang tidak terelakkan di zaman ini. Dalam konteks keamanan maka Buku
karangan Barry Buzan tentang People, States and Fear, secara tegas dan jelas menitikberatkan
pada masalah keamanan nasional dalam pergaulan internasional. Barry Buzan menyadari bahwa
dalam era globalisasi hubungan antar negara mendatangkan keuntungan positif, namun sisi lain
menyebabkan negara dan rakyatnya dalam keadaan bahaya. Dalam karyanya, People, State and
Fear Buzan menunjukkan pemahaman yang lebih luas tingkat keamanan berbasis dan sektor.
Tiga tingkat yang direferensikan dan dibahas secara rinci dalam karyanya adalah individu,
negara dan sistem internasional.

Isi Buku
Barry Buzan pada awal buku khususnya bagian pertama dimulai dengan analisa Buzan
tentang keamanan Individual dan keamanan Negara sebagai satu kesatuan aspek yang harus
dianalisa dengan cara yang sama. Khusus untuk keamanan individu sebagai problem sosial,
meskipun Barry Buzan mengatakan bahwa keamanan individual tidak mudah didefinisikan,
namun faktor-faktor kehidupan, kesehatan, kedudukan, kekayaan, kebebasan, kemiskinan dan
kelaparan menjadi masalah ketika rakyat dalam bahaya dan ketakutan saat adanya ancaman .
Problem sosial yang muncul saat adanya perang merupakan sesuatu konsekuensi yang tidak
dapat dihindari.
Pada bagian pertama yang membahas tentang keamanan individu dan keamanan Negara
tersebut Barry Buzan juga menyoroti khusus mengenai keamanan individu dilihat dari dua sudut
pandang yakni ketertiban sosial (internal social order) dan keamanan eksternal (group defence).
Dalam konteks ini Buzan membagi pemahamannya dalam model: minimal dan maksimal.
Dimana model minimal berangkat dari basis berfikir filsul jhon lock tentang kontak sosial antara
Negara dan Rakyat sehingga keamanan merupakan bagian dari individu, sementara bagi model
maksimal adalah hanya kaum elitlah yang mempunyai tanggungjawab mengemban keamanan
individu atau Negara dan konsep ini adalah berlandaskan pada teori marxisme.
Pada bagian pertama Buzan juga mengatakan bahwa Negara merupakan pusat atau
sumber ancaman. Tidak dapat disangkal bahwa warga negara atau individu juga mengalami
banyak tantangan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Negara. Hal ini tentu lebih
banyak dilakukan dengan khususnya bagi Negara yang menerapkan sistem otoritarian dimana
secara hukum maupun juga politik kurang memberi kebebasan kepada warganya misalnya
kekejaman Pol Pot di Kambodja, Kekejaman Holocaust oleh Nazi di Jerman, Sistem Apartheit di
Afrika Selatan.
Pada bagian Kedua, Barry Buzan menyoroti tentang kemanan nasional dan sifat-sifat
yang terkandung didalamnya. Terkait dengan bagian ini kolom keamanan nasional dalam
International Encyclopedia of the Social Sciences mendefinisikan keamanan sebagai
kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai internalnya dari ancaman luar". Tiga
sifat penting dari pengertian klasik adalah: pertama, identifikasi nasional sebagai
negara;kedua, ancaman diasumsikan berasal dari luar wilayah negara; dan, ketiga,penggunaan
kekuatan militer untuk menghadapi ancaman-ancaman itu.
The Idea of State
Physical base of state
Institutional expression of the state

The component part of the state


Dengan demikian, Negara
bangsa dalam membangun keamanan nasional terlebih dahulu
mengidentifikasi landasan-landasan yang dapat dianggap sebagai bagian dari keamanan nasional.
Barry Buzan pada bagian ke-2 dalam buku people, states and fear mencoba menawarkan tiga
landasan keamanan nasional: landasan ideasional, landasan institutional, dan landasan fisik. Apa
yang Buzan sebut landasan ideasional dapat mencakup berbagai hal termasuk gagasan tentang
wawasan kebangsaan; landasan institusional meliputi semua mekanisme kenegaraan, termasuk
lembaga legislatif dari eksekutif maupun ketentuan hukum, prosedur dan norma-norma
kenegaraan; Sedangkan apa yang oleh Buzan dianggap sebagai landasan fisik meliputi
penduduk dan wilayah serta segenap sumber daya yang terletak di dalam lingkup otoritas
teritorialnya. Dalam konteks seperti itu, kalaupun keamanan nasional akan diidentifikasi sebagai
keamanan negara dengan asumsi bahwa negara tidak lagi menghadapi gugatan atas
legitimasinya maka ia perlu mengandung sedikit-dikitnya tiga komponen: kedaulatan wilayah,
lembaga-lembaga negara (termasuk pemerintahan) yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
dan terjaminnya keselamatan, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat.
Pada bagian Ketiga, Barry Buzan menceritakan tentang ketidakstabilan nasional dan
sifat-sifat ancamannya. Sehingga hubungan negara dan sistemnya dalam hal ini serangan
(threats) dan kerentanan dengan ketidakstabilan nasional.
Ancaman (threat) dan kerentanan keamanan (vulnerability) adalah dua istilah yang sering
dipakai bersama-sama dalam pembicaraan masalah keamanan. Karena eratnya hubungan kedua
terminologi ini orang kadang keliru dalam penggunaannya. Dalam konteks keamanan menurut
Barry Buzan dalam People, States and Fear bahwa penerapan strategi keamanan suatu negara
selalu memperhitungkan aspek-aspek threat (ancaman) danvulnerability (kerentanan) negara
tersebut. Ancaman dan kerentanan adalah dua konsep yang berbeda namun mempunyai
keterkaitan yang erat di dalam perwujudan keamanan nasional. Suatu ancaman terhadap
keamanan nasional yang dapat dicegah akan mengurangi derajat kerentanan suatu negara pada
keamanan nasionalnya. Kedua aspek dari keamanan nasional tersebut sangat ditentukan oleh
kapabilitas yang dimiliki negara tersebut. Tidak seperti kerentanan, aspek ancaman sulit untuk
diidentifikasikan. Hal itu disebabkan karena bentuk ancaman seringkali lahir dari persepsi aktor
pembuat kebijakan dan belum tentu secara subtantif adalah nyata. Ancaman dan kerentanan
inilah yang menjadi konteks hadirnya ketidakamanan nasional(national insecurity).
Tingkat kerawanan sebuah negara berhubungan erat dengan lemahnya sebuah bangsa dan
lemahnya kekuatan yang dimiliki. Kekuatan yang lemah (weak powers) berarti ketidakmampuan
mereka dalam menghadapi pengaruh-pengaruh sistem negara-negara kuat di sekitar mereka,
seperti negara tetangga atau negara adidaya, serta ditambah dari fakta bahwa kebanyakan
diantara mereka adalah negara kecil. Negara dengan kekuatan lemah adalah belum tentu negara
lemah. Namun negara dengan kekuatan lemah, kelemahannya diukur berdasarkan kapabilitas
militernya yang relatif inferior terhadap negara lain dalam sistem, terutama tetangga-tetangganya
dan kekuatan besar pada saat itu .
Weak states umumnya adalah weak power, dimana kerentanannya mencapai tingkatan
yang tertinggi. Secara kontras dikotomi negara diatas juga menimbulkan dikotomi negara yang
lainnya dengan kriteria strong atau kuat baik kapabilitas power-nya maupun kapabilitas
ekonominya.
Ketidakamanan nasional merupakan fenomena yang berkebalikan dari konteks keamanan
nasional. Hal ini terjadi ketika ancaman mulai merasuki wilayah nasional dari suatu negara.
Menurut Barry Buzan, ada lima tipe dari ancaman yang dibagi atas aspek-aspek militer,
politik, societal, ekonomi dan ekologi . Kelima tipe ancaman yang dapat menyebabkan
ketidakamanan nasional (national insecurity) tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Pertama Militer, ancaman militer menduduki inti tradisional dari keamanan nasional. Tindakan-
tindakan militer dapat dan biasanya mengancam segala komponen Negara; Kedua Politik,
ancaman politik lebih mengarah kepada stabilitas organisasi pemerintah. Tujuannya bisa untuk
menekan pemerintah yang berkuasa dalam kebijakan yang diambil, menggulingkan pemerintah,
atau menciptakan intrik politik yang mampu menganggu jalannya pemerintahan sehingga pula
melemahkan kekuatan militernya.
Ketiga Sosial, perbedaan antara ancaman politik dan ancaman sosial yang dapat terjadi di
sebuah negara adalah sangat tipis. Ancaman sosial biasanya terjadi sebagai imbas dari ancaman
militer dan politik seperti yang terjadi di jazirah Arab dengan Israel, atau dapat pula dari
perbedaan kultur, seperti penetrasi umat Islam fundamentalis terhadap kebijakan dunia
Barat;Keempat ancaman ekonomi merupakan ancaman yang paling sulit diatasi dalam kaitannya
dengan keamanan nasional. Kelemahan dalam bidang ekonomi, dapat menjadi jalan bagi bangsa
asing untuk mengontrol jalannya pemerintahan melalui bantuan ekonomi.
Kelima Ekologi, ancaman ekologi bagi keamanan nasional ibarat ancaman militer dan ekonomi
yang dapat menghancurkan bentuk dasar suatu negara. Gempa bumi, angin topan, banjir,
gelombang air pasang, dan musim kemarau mungkin mengakibatkan kehancuran di suatu negara.
Tapi itu semua dilihat sebagai bagian dari manusia melawan alam, sedangkan pokok persoalan
keamanan timbul dari perjuangan manusia dengan yang lainnya. Dalam skala terkecil dari
ancaman ekologi yaitu kegiatan dari suatu negara dapat mempengaruhi negara lain.

Pada Bab selanjutnya Barry Buzan juga menyoroti tentang ancaman suatu Negara yang
disebabkan karena sistem politik internasional suatu Negara dan sistem Politik Internasional.
Dalam konteks politik internasional pengalaman pada perang dunia ke dua dan juga perang
dingin yang menciptakan polarisasi ideology dunia menyebabkan banyak Negara mengalami
chaos atau anarchis di dalam negaranya akibat konspirasi yang diciptakan oleh actor-aktor yang
bermain dalam perang dingin. Demikian pula Barry Buzan juga menyoroti tentang ancaman
terhadap Negara akibat sistem ekonomi internasional. Dalam hal ini terbentuknya regionalism
ekonomi dan juga pasar tunggal serta system kapitalisme, merchantilisme, komunisme
menyebabkan ancaman yang serius bagi suatu Negara.
Kemudian dalam buku Barry Buzan pada 2 bab terakhir menyoroti tentang dua bentuk
ancaman yang dihasilkan dari pengembangan instrumen militer suatu negara. Yang pertama
berasal dari senjata yang dimiliki aktor itu sendiri atau negara itu sendiri yang menghasilkan
ancaman penghancuran, dimana lebih dikenal dengan sebutan defense dilemma (dilema
pertahanan). Kedua adalah berasal dari senjata yang dimiliki aktor lain atau Negara lain yang
menghasilkan bentuk ancaman kekalahan, dimana nantinya disebut sebagai security
dilemma (dilema keamanan).
Kesimpulan
Dengan demikian menurut Barry Buzan dalam buku People, State and Fear secara umum
menyatakan bahwa ada tiga actor utama yang berperan penting dalam ancaman terhadap suatau
Negara yakni, Rakyat, Negara dan Sistem Internasional. Rakyat dapat saja menjadi korban
perang, atau objek perang tetapi juga memegang peran penting sebagai bagian dari komponen
pertahanan dalam menghadapi musuh Negara lain. Selanjutnya pemerintah selain melindungi
rakyat dari ancaman musuh juga seringkali Negara dengan elit pemimpinnya yang otoriter juga
dapat saja menjadi ancaman bagi masyarakat dan demikian pula ancaman Negara khususnya dari
musuh-musuh Negara lain. Dalam sistem internasional ancaman terhadap negara tidak hanya
dalam bentuk ancaman militer namun juga ancaman ekonomi dan politik internasional.

Barry Buzan, People, States and Fear, hal. 18


Ibid.
Ibid, hal.21-24
Ibid.25
Buzan, 40
buzan, 44
buzan, 52
buzan, 62
Buzan, People, States and Fear, hal.73-75
Ibid.
Ibid, hal.73-74
Buzan, hal.74
Buzan, Ibid. 75-92
Buzan, hal. 93-121
Buzan, hal. 128-149
Buzan, 156-170
BUzan, hal. 173-207

Anda mungkin juga menyukai