Anda di halaman 1dari 12

1. Mengapa pasien mengeluh keluarnya darahsejak 1 minggu yg lalu?

Keluar darah dari jalan lahir

Perdarahan vagina dalam kehamilan adalah jarang yang normal. Pada


masa awal sekali kehamilan, ibu mungkin akan mengalami perdarahan yang
sedikit atau spotting disekitar waktu pertama haidnya. Perdarahan ini adalah
perdarahan implantasi, dan ini normal terjadi.

Pada waktu yang lain dalam kehamilan, perdarahan ringan mungkin


pertanda dari servik yang rapuh atau erosi. Perdarahan semacam ini mungkin
normal atau mungkin suatu tanda adanya infeksi.

Pada awal kehamilan, perdarahan yang tidak normal adalah yang merah,
perdarahan yang banyak, atau perdarahan dengan nyeri. Perdarahan ini dapat
berarti abortus, kehamilan mola atau kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut,
perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak, dan kadang -kadang,
tetapi tidak selalu, disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan semacam ini bisa
berarti plasenta previa atau abrupsio plasenta (Pusdiknakes, 2003).

Perdarahan saat kehamilan dan persalinan dapat terjadi pada awal dan
akhir persalinan. Perdarahan pada awal kehamilan terjadi pada trimester
pertama (1-12 minggu). Penyebabnya adalah kehamilan di luar kandungan atau
biasa di sebut kehamilan ektopik terganggu (KET), adanya jaringan yang
abnormal dan melekat pada rahim, perlekatan plasenta pada rahim, atau infeksi
penyakit. Pada menjelang akhir kehamilan (kira-kira pada minggu ke-20),
perdarahan yang terjadi biasanya disebabkan perlekatan plasenta ke jalan lahir
sehingga menyumbat jalan lahir atau biasa di sebut plasenta previa. Bisa juga
perdarahan terjadi karena plasenta yang terlepas di dalam rahim atau di sebut
dengan solusio plasenta. (Sinsin Lis, 2008, p.53).

2. Mengapa pasien nyeri pd perut bagian bawah ?

Keguguran biasanya menyebabkan rasa sakit pada kram, sentral, dan perut bagian
bawah. Penderita pasien menggambarkannya sebagai 'seperti sakit periodik' atau
'kontraksi'. Mungkin sudah mulai tiba-tiba atau bisa diatasi beberapa hari atau minggu
bercak. Rasa sakit karena kehamilan ektopik tuba mungkin lebih buruk di satu sisi
daripada yang lain, dan berpusat di sekitar fosa iliaka. Jika kehamilan ektopik pecah, hal
itu menyebabkan rasa sakit di seluruh perut dan disebut nyeri ujung bahu karena darah
yang menjengkelkan permukaan inherior diafragma thr.

3. Apa saja macam-macam perdarahan ?

Perdarahan pada Kehamilan Muda


Perdarahan Pervaginam
Kehamilan normal biasanya identik dengan amenore dan tidak ada
perdarahan pervaginam, tetapi banyak juga wanita yang mengalami episode
perdarahan pada trimester pertama kehamilan. Darah yang keluar biasanya
segar (merah terang) dan berwarna tua (coklat kehitaman). Perdarahan
yang terjadi biasanya ringan, tetapi menetap selama beberapa hari atau
secara tiba-tiba keluar dalam jumlah besar.Perdarahan pervaginam pada
hamil muda kemungkinan disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik dan
mola hidatidosa (Varney, 2007).

a) ABORTUS
Perdarahan pada trimester pertama kehamilan dapat terjadi pada
seperlima dari seluruh kehamilan dan hampir separuh dari jumlah
tersebut mengalami keguguran. Kejadian aborsi spontan diperkirakan
mencapai sekitar 15-22% dari seluruh kehamilan (Hollyngwort, 2012).
Abortus adalah peristiwa berakhirnya kehamilan pada usia kehamilan
<20 minggu atau berat janin <1000 gram. Menurut Kusmiyati (2009) ada
bebrapa jenis abortus:
Abortus Imminens
Abortus imminens adalah abortus yang mengancam,
perdarahannya bisa berlanjut beberapa hari atau dapat berulang.
Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut
atau dipertahankan.
Abortus Insipiens
Abortus insipiens didiagnosa apabila pada wanita hamil
ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan
darah disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan
adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan
ketuban dapat diraba. Kadang-kadang perdarahan dapat
menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal
dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera
dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan
kehamilan pada keadaan ini ,merupakan kontraindikasi.
Abortus inkomplitus
Didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah
lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal
(biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus
berlangsung, banyak dan membahayakan ibu. Serviks terbuka
karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai
benda asing, oleh karena itu, uterus akan berusaha
mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu
merasakan nyeri namun tidak sehebat insipiens. Pada beberapa
kasus perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan serviks akan
menutup kembali.
Abortus Komplitus
Hasil konsepsi lahir dengan lengkap. Pada keadaan ini
kuretase tidak diperukan. Perdarahan segera berkurang setelah
isi rahim dikeluarkan dan selambat - lambatnya dalam 10 hari
perdarahan akan berhenti sama sekali, karena dalam masa ini
luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks
dengan segera menutup kembali.
Abortus Tertunda (missed abortion)
Apabila buah kehamilan yang tertahan dalam rahim
selama 8 minggu atau lebih. Sekitar kematian janin kaddang-
kadang ada perdarahan pervaginam sedikit sehingga
menimbulkan gambaran abortus imminens. Selanjutnya, rahim
tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban
dan laserasi jalan.
b) MOLA HIDATIDOSA
Menurut Varney (2007) mola hidatidosa merupakan kehamilan yang
secara genetik tidak normal, yang muncul dalam bentuk kelainan
perkembangan plasenta. Kehamilan mola hidatidosa biasanya dianggap
sebagai satu tumor jinak, tetapi berpotensi menjadi ganas. Tanda dan gejala
kehamilan mola adalah:

Mual dan muntah yang menetap, sering kali menjadi parah


Perdarahan uterus yang terlihat pada minggu ke-12; bercak
darah atau perdarahan hebat mungkin terjadi, tetapi
biasanya hanya berupa rabas bercampur darah, cenderung
berwarna merah dari pada coklat yang terjadi secara terus
menerus.
Ukuran uterus besar
Sesak nafas
Ovarium biasanya nyeri tekan dan membesar
Tidak ada denyut jantung janin
Tidak ada aktivitas janin
Pada palpasi tidak ditemukan bagian-bagian janin
Hipertensi akibat kehamilan, preeklamsia atau eklamssi
sebelum usia kehamilan 24 minggu.

c) KET
Kehamilan ektopik adalah kehamilan ketika implantasi dan
pertumbuhan hasil konsepsi berlangsung di luar endometrium kavum
uteri. Biasanya kehamilan ektopik terjadi pada tuba, dan sangat jarang
terjadi di ovarium atau rongga abdomen (perut). Kehamilan ektopik
merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasi janin
tidak memberi janin kesempatan untuk berrkembang hingga mencapai
aterm (Mangkuji, 2013). Faktor-faktor predisposisi kehamilan ektopik
meliputi infeksi pelvis, alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), riwayat
kehamilan ektopik dan riwayat pembedahan tuba. Gejala awal kehamilan
ektopik adalah perdarahan pervaginam dan bercak darah, dan kadang -
kadang nyeri panggul. Perubahan bentuk uterus tidak dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosa sebab peningkatan ukuran uterus dan
konsistensinya sama dengan ukuran dan konsistensi uterus padda
trimester pertama kehamilan akibat pengaruh hormon plasenta (Varney,
2007).
Karena tuba bukan merupakan tempat yang tepat ntuk
pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh
seperti didalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada
ussia kehamilan 6-10 minggu. Diagnosa kehamilan ektopik dapat
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang. Kemungkina KET dapat ditegakkan berdasarkan keluhan
nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-tiba, ataupun nyeri perut bawah
yang muncul bertahap, disertain dengan keluhan perdarahan
pervaginam setelah keterlambatan haid, pada pemeriksaan fisik
ditemukan tanda-tanda akut abdomen, kavum douglas menonjol, nyeri
goyang porsio, atau massa di samping uterus (Mangkuji, 2013).

Perdarahan pada Kehamilan Lanjut


Perdarahan Per Vaginam
Perdarahan pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada trimester
terakhir
dalam kehamilan sampai bayi dilahirkan, dikatakan tidak normal jika darah
berwarna merah, banyak, dan kadang-kadang, tetapi tidak selalu, disertai
dengan rasa nyeri. Perdarahan seperti ini bisa menandakan adanya plasenta
previa atau abrupsio placenta (Asrinah dkk, 2010).
Menurut Kusmiyati (2008) ada beberapa jenis perdarahan antepartum
pada kehamilan lanjut yaitu:
a) Plasenta Previa
Adanya plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi
sebagian/seluruh ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang
normal adalah pada dinding depan dan belakang rahim atau di daerah
fundus uteri. Gejala - gejalanya adalah:
Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri, bisa
terjadi secara tiba-tiba dan kapan saja.
Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada
bagian bawah rahim sehingga bagian terndah tidak dapat
mendekati pintu atas panggul.
Pada plasenta previa,ukuran panjang rahim berkurang maka
plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak.
b) Solusio Plasenta
Adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya. Secara normal
plasenta terlepas setelah anak lahir. Tanda dan gejalanya adalah:
Darah dari tempat plasenta keluar dari serviks dan terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan tampak.
Kadang-kadang darah tidak keluar, terkumpul dibelakang
plasenta (perdarahan tersembunyi/perdarahan ke dalam)
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan
tanda yang lebih khas (rahim keras seperti papan) karena
sseluruh perdarahan tertahan di dalam. Umumnya berbahaya
karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan
beratnya syok.
Perdarahan disertai nyeri
Nyeri abdomen pada saat di pegang
Palpasi sulit dilakukan
Fundus uteri makin lama makin naik
Bunyi jantung biasanya tidak ada

4. ETIOLOGI ABORTUS

Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah.
Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan
masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat disebabkan oleh hal-hal
berikut ini:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau
cacat kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil
muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah
sebagai berikut:
- Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X.
- Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
- Pengaruh dari luar akibat radiasi, virus, obat-obatan.
b. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales
dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin.
c. Penyakit Ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan
keracunan.
d. Kelainan Traktus Genetalis
Mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab lain
abortus dalam trisemester ke 2 ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan
oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatari serviks berlebihan, konisasi,
amputasi atau robekan serviks luar yang tidak dijahit.
Kapita Selekta. Jakarta : balai penerbitFK UI, 2001

a. Abortus spontan

Abortus spontan yang terjadi dengan tidak diketahui factor-faktor mekanis ataupun
medisinalis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor alamiah atau terjadi tanpa
unsure tindakan diluar dan dengan kekuatan sendiri.

Dimana abortus spontan dapat dibagi atas : (Mochtar R, 1998).

1) Abortus kompletus (keguguran lengkap) adalah seluruh hasil konsepsi dikeluarkan


(desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, (Mochtar R, 1998).

2) Abortus insipiens adalah keguguran yang sedang berlangsung dengan ostium sudah
terbuka dan ketuban yang teraba, pada abortus insipiens kehamilan tidak dapat
dipertahankan lagi, (Mochtar R, 1998).

3) Abortus inkomplit adalah keguguran bersisa artinya pengeluaran sebagian konsepsi


pada kehamilan sebelum 22 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus,
(Mochtar R, 1998).

4) Abortus imminens adalah keguguran yang membakat dan akan terjadi. Dalam hal
ini keluarnya fetus masih dapat dipertahankan atau dicegah dengan memberikan obat-
obatan hormonal dan anti pasmodika serta istirahat. (Mochtar R, 1998).

5) Missed Abortion (keguguran tertunda) adalah keadaan dimana janin telah mati
sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan didalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah
janin mati, (Elstar, 2001).

6) Abortus habitualis adalah keguguran berulang dimana penderita mengalami


keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih, (Mochtar R, 1998).

7) Abortus infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi genetalia sedangkan


abortus septic adalah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau
toksinnya kedalam peredaran darah atau peritoneum, (Mochtar R, 1998).

b. Abortus provokatus (induced abortion)

Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat,
abortus ini dibagi menjadi sebagai berikut :

1) Abortus medisinalis

Adalah abortus karena berdasarkan indikasi medis, dengan alasan bila ke hamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu, biasanya perlu mendapat persetujuan 2
sampai 3 tim dokter, (Mochtar R, 1998).

2) Abortus kriminalis

Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis, (Mochtar R, 1998).
No. ABORTUS GEJALA KLINIS

1 Abortus inkomplit 1. Amenorhea

2. Sakit perut (kram / nyeri perut bagian bawah)

3. Mules-mules

4. Perdarahan biasanya berupa stolsel (darah beku)

5. Perdarahan bisa sedikit atau banyak

6. Sudah ada keluar fetus atau jaringan

7. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan


perdarahan berlangsung terus.

8. Pada VT untuk abortus yang baru tejadi didapati


serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-
sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri.

2 Abortus imminens 1. Perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertain


kontraksi.

2. Serviks masih tertutup jika janin masih hidup,


umumnya dapat bertahan sampai kehamilan aterm dan
lahir normal.

3 Abortus insipiens 1. Perdarahan pervagianam, dengan kontraksi makin


lama makin kuat dan makin sering.

2. Serviks terbuka.

3. Hasil konsepsi masih dalam rahim.

4 Abortus kompletus 1. Nyeri yang hebat.

2. Jaringan hasil konsepsi keluar semua.

3. Perdarahan sedikit.

4. OUE telah menutup

5. Uterus mengecil.

5 Missed abortion 1. Hipofibrinogenik gangguan penjendalan / koagulasi


darah. Dengan pemeriksaan CTBT (clothing time-bleeding
time) akan memanjang.
Penangan Abortus:

1) Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20


minggu, janin masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya
terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum disertai mual, uterus membesar
sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif.
Penanganannya :
a) Berbaring, cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
sehingga rangsang mekanik berkurang
b) Pemberian hormon progesterone
c) Pemeriksaan USG

2) Abortus insipiens adalah peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum 20


minggu dengan adanya dilatasi serviks.
Diagnosisnya rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
Pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunam ovum, disusul dengan kerokan.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu bahaya peforasi pada kerokan lebih besar,
maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse oksitosin.
Sebaliknya secara digital dan kerokan bila sisa plasenta tertinggal bahaya
perforasinya kecil.

3) Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20


minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pada pemeriksaan vaginal, servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam
kavum uteri atau kadang kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikelurkan, dapat menyebabkan
syok. Penanganannya, diberikan infuse cairan NaCl fisiologik dan transfusi, setelah
syok diatasi dilakukan kerokan. Saat tindakan disuntikkan intramuskulus
ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.

4) Penderita abortus kompletus ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah


menutup, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan khusus, apabila
menderita anemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfuse.

5) Missed abortion adalah kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang
dari 20 hari dan tidak dapat dihindari.
Gejalanya seperti abortus immines yang kemudian menghilang secara spontan
disertai kehamilan menghilang, mamma agak mengendor, uterus mengecil, tes
kehamilan negative.
Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan
usia kehamilan. Dengan human chorionic gonadotropin (hCG) tests bisa diketahui
kemungkinan keguguran.Biasanya terjadi pembekuan darah. Penanganannya, Pada
kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan pembukaan serviks uteri dengan
laminaria selama + 12 jam kedalam servikalis, yang kemudian diperbesar dengan
busi hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk ke dalam kavum uteri. Pada
kehamilan lebih dari 12 minggu, maka pengeluaran janin dengan infuse intravena
oktsitosin dosis tinggi. Apabila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat,
maka pengeluaran janin dapat dikerjakan dengan penyuntikan larutan garam 20%
kedalam dinding uteri melalui dinding perut. Apabila terdapat hipofibrinogenemia,
perlu persediaan fibrinogen. Pemberian misoprostol (Cytotec) 400-800 mcg dengan
dosis tunggal atau ganda untuk mengurangi rasa sakit.

Medical aborsi adalah cara terakhir untuk melindungi seperti surgical aborsi
dengan mengetahui resiko kehamilan ectropic , aborsi spontan, kelahiran dengan berat
yang minim, dan kelahiran premature sebagai rangkaian kehamilan. Efek medical
aborsi berturut-turut dalam kehamilan adalah sulit untuk hamil lagi, disebabkan
kematian ditiga minggu pertama kehamilan. Faktor resiko untuk kehamilan ectropic
ditemukan dengan kenaikan resiko yang signifikan untuk kehamilan ectopic
berhubungan dengan aborsi medik tetapi tidak dengan surgical abortion,sebagai
bandingan dengan wanita yang tidak pernah melakukan aborsi.
Setelah abortus pertumbuhan virus Chlamydia, gonorrhoea dan bacterial
vaginosis meningkat. Untuk mengurangi infeksi setelah abortus diberikan antibiotik 1 g
rectally, azithromycin 1 g pada saat abortus, dan doxycycline 100 mg secara oral 2 kali
per hari selama 1 minggu.

Kehamilan Ektopik

Diagnosis :

Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan


diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus
kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk
dibuat diagnosis (1).
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan
ektopik (1,4,8,15):
1. HCG-
Pengukuran subunit beta dari HCG- (Human Chorionic Gonadotropin-Beta) merupakan
tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan
antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
2. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna
hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-hasil
penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan.
Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
5. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya
tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah kavum Douglas berisi cairan.

Gambar 2.3 ULtrasonografi Pada KET


6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya kehamilan
ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat diraba
suatu tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada
foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
8. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin
diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic
Resonance Imagine) (1,4,8,15).
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore (4).
Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu
Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005; 250-8.

Penatalaksanaan :

Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap
jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan
tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun
darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian
dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di
kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya
ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita
sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat
dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai
anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba
berfungsi (4).
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam
divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter.
Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari
rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah (4).
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila
dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat
dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi (5). Sedangkan kehamilan ektopik
terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat
dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan
fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif (4).

Apa saja penatalaksanaan dari kasus tsb ?

Perdarahan, cara mengatasinya dengan mengosongkan uterus dari sisasisa


janin dan transfuse darah, bila tidak segera ditolong menyebabkan kematian.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Apabila terjadi perforasi, laparotomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luas cedera sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya.
Syok terjadi karena perdarahan dan infeksi berat (Sarwono Prawirohardjo,
2002).

Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan uterus pada kehamilan


sebelum 20 minggu, janin masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosisnya terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum disertai mual,
uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes
kehamilan positif. Penanganannya : 1) Berbaring, cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan sehingga rangsang mekanik
berkurang. 2) Pemberian hormon progesterone. 3) Pemeriksaan USG (Sarwono
Prawirohardjo, 2002).

Abortus insipiens adalah peristiwa peradangan uterus pada kehamilan


sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya rasa mules
menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran janin
dengan kuret vakum atau cunam ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan
lebih dari 12 minggu bahaya peforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya
proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse oksitosin. Sebaliknya secara
digital dan kerokan bila sisa plasenta tertinggal bahaya perforasinya kecil
(Sarwono Prawirohardjo,2002).

Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan


sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada
pemeriksaan vaginal, servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum
uteri atau kadang kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikelurkan, dapat
menyebabkan syok. Penanganannya, diberikan infuse cairan NaCl fisiologik dan
transfusi, setelah syok diatasi dilakukan kerokan. Saat tindakan disuntikkan
intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus
(Sarwono Prawirohardjo,2002).

Penderita abortus kompletus ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah


menutup, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan khusus,
apabila menderita anemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfuse (Sarwono
Prawirohardjo,2002).

Missed abortion adalah kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia
kurang dari 20 hari dan tidak dapat dihindari (James L Lindsey,MD , 2007).
Gejalanya seperti abortus immines yang kemudian menghilang secara spontan
disertai kehamilan menghilang, mamma agak mengendor, uterus mengecil, tes
kehamilan negative. Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan
besarnya sesuai dengan usia kehamilan (Sarwono Prawirohardjo,2002). Dengan
human chorionic gonadotropin (hCG) tests bisa diketahui kemungkinan
keguguran (James L Lindsey,MD , 2007).Biasanya terjadi pembekuan darah.
Penanganannya, Pada kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan pembukaan
serviks uteri dengan laminaria selama + 12 jam kedalam servikalis, yang
kemudian diperbesar dengan busi hegar sampai cunam ovum atau jari dapat
masuk ke dalam kavum uteri. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, maka
pengeluaran janin dengan infuse intravena oktsitosin dosis tinggi. Apabila
fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat, maka pengeluaran janin
dapat dikerjakan dengan penyuntikan larutan garam 20% kedalam dinding uteri
melalui dinding perut. Apabila terdapat hipofibrinogenemia, perlu persediaan
fibrinogen (Sarwono Prawirohardjo,2002). Pemberian misoprostol (Cytotec)
400-800 mcg dengan dosis tunggal atau ganda untuk mengurangi rasa sakit
(James L Lindsey,MD , 2007).

Medical aborsi adalah cara terakhir untuk melindungi seperti surgical aborsi
dengan mengetahui resiko kehamilan ectropic , aborsi spontan, kelahiran
dengan berat yang minim, dan kelahiran premature sebagai rangkaian
kehamilan. Efek medical aborsi berturut-turut dalam kehamilan adalah sulit
untuk hamil lagi, disebabkan kematian ditiga minggu pertama kehamilan. Faktor
resiko untuk kehamilan ectropic ditemukan dengan kenaikan resiko yang
signifikan untuk kehamilan ectopic berhubungan dengan aborsi medik tetapi
tidak dengan surgical abortion,sebagai bandingan dengan wanita yang tidak
pernah melakukan aborsi. (Professor Paul D. Blumenthal, MD, MPH and Beverly
Winikoff, MD, MPH, 2007.)

Setelah abortus pertumbuhan virus Chlamydia, gonorrhoea dan bacterial


vaginosis meningkat. Untuk mengurangi infeksi setelah abortus diberikan
antibiotik 1 g rectally, azithromycin 1 g pada saat abortus, dan doxycycline 100
mg secara oral 2 kali per hari selama 1 minggu. (Janesh K. Gupta and Cara
Williams, 2004)

Anda mungkin juga menyukai