Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Definisi

1.2. Tekanan Kolid Osmotik

1.3. Sifat Koloid

BAB II JENIS-JENIS CAIRAN KOLID

II.1. Darah

II.2. Albumin

II.3. Dekstran

II.4. Gelatin

II.5. Kanji Hidroksietil

BAB III PEMILIHAN KOLOID SEBAGAI CAIRAN RESUSITASI PADA SYOK

HIPOVOLEMIK

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 1

Lampiran 2
BAB I
PENDAHULUAN

Resusitasi cairan untuk syok hipovolemik ditentukan oleh laju dan volume

cairan/darah yang hilang untuk penggantian jenis cairan. Syok adalah kegagalan

sirkulasi tepi menyeluruh yang mengakibatkan hipotensi jaringan. Secara umum pada

keadaan syok, resusitasi volume merupakan intervensi yang bermanfaat, dengan

tujuan terapi berupa peningkatan tekanan darah dan pengiriman oksigen jaringan

untuk meningkatkan konsumsi oksigen jaringan dan mengatasi asidosis laktat. Yang

dapat dipakai sebagai ekspander / substitut volume, selain darah adalah koloid yang

dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien. Terdapat

berbagai macam koloid yang dikenal sehari-hari. Penentuan pilihan yang rasional

hendaknya berdasarkan fisiologi kompartemen cairan tubuh dan efek berbagai cairan

intravena terhadap masing-masing kompatemen.1,3,4

Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik yang menghasilkan

tekanan onkotik karena mengandung molekul protein besar sehingga pada pemberian

intravena sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular. Meskipun semua

larutan kolid akan mengekspansikan ruang intravaskuler, koloid yang mempunyai

tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik pula cairan ke dalam

ruang intravaskular.1,3

BAB II
A. CAIRAN KOLOID

A.1. DEFINISI

Koloid yaitu cairan yang mengandung partikel onkotik bermolekul besar,

sehingga menghasilkan tekanan onkotik. Koloid artifisial juga mengandung molekul

besar seperti gelatin, dekstran atau kanji hidroksietil. Semua larutan koloid dengan

tekanan onkotik yang lebih besar daripada plasma (hiperonkotik) akan tinggal

terutama dalam ruang intravaskuler dan juga akan menarik cairan kedalam ruang

intravakuler. Koloid ini dikenal sebagai ekspander plasma karena mengekspansikan

volume plasma lebih besar dari volume yang diinfuskan. Koloid iso onkotik

mengekspansikan volume plasma sebesar volume yang diinfuskan dan dikenal

sebagai substitut plasma.1

A.2. TEKANAN KOLID OSMOTIK

Fisiologi hemodinamik cairan merupakan dasar patofisiologi untuk

pendekatan intervensi terapeutik pada pasien syok.1,4 Empat kekuatan utama yang

menentukan apakah cairan akan bergerak keluar dari intravaskuler masuk kedalam

cairan interstisial atau kearah yang berlawanan telah lama dikemukakan oleh Ernest

Straling yang meliputi :1,6

1. Tekanan kapiler akan mendorong cairan keluar melalui membran kapiler.

2. Tekanan cairan interstisial akan mendorong cairan kedalam melalui

membran kapiler bila tekanan positif dan keluar bila tekanan negatif.

3. Tekanan osmotik koloid plasma akan menimbulkan osmosis cairan

kedalam melalui membran kapiler


4. Tekanan osmotik koloid cairan interstisial akan menimbulkan osmosis

cairan keluar melalui membran kapiler.

Protein merupakan satu-satunya zat yang larut dalam plasma dan cairan

interstisial yang tidak berdifusi secara mudah melalui membran kapiler. Bila sejumlah

kecil protein berdifusi kedalam cairan interstisial, sebagian besar protein ini segera

dipindahkan dari rongga interstisial melalui pembuluh limfe sehingga konsentrasi

protein dalam plasma rata-rata sekitar tiga kali konsentrasi protein dalam cairan

interstisial yakni 7,3 g/dl dalam plasma dibandingkan 2 sampai 3 g/dl dalam cairan

interstisial.6

A.3. SIFAT KOLOID

Koloid mempunyai berat molekul (BM) lebih besar dari 35.000. Tekanan

osmotik darah dapat meningkat (tabel 1), dan volume darah mengalami ekspansi

sebesar volume yang diinfuskan, dapat juga ditambah dengan sejumlah air yang

berpindah dari ruang ektravaskular kedalam pembuluh darah.1

Berikut adalah sifat-sifat ekspander / substitut plasma ideal :1

1. Larutan stabil dan mudah disimpan untuk waktu yang lama

2. Koloid bebas dari zat-zat pirogen, antigen dan toksit

3. Tekanan osmotik koloid (TOK) yang adekuat dicapai dengan waktu paruh

beberapa jam. TOK hendaknya dipertahankan diatas 2,7 kPa (20 mmHg)

yaitu 70% TOK rata-rata normal 3,7 kPa (28 mmHg). TOK 2,7 kPa (20

mmHg) dihasilkan oleh protein serum total 50 g/L


4. Metabolisme dan ekskresi koloid tidak menimbulkan efek yang tidak

diinginkan pada resipien

5. Infus tidak mengakibatkan koagulopati, hemolisis, aglunitasi sel darah

merah atau gangguan cocok silang

6. Mengganti kehilangan volume darah dengan cepat

7. Mengembalikan keseimbangan hemodinamik

8. Menormalkan aliran sirkulasi mikro

9. Memperbaiki hemoreologi

10. Memperbaiki penyediaan O2 dan fungsi organ

Banyak persyaratan- persyaratan tersebut dapat dipenuhi oleh koloid yang

tersedia. Sifat-sifat berbagai macam larutan koloid dapat dilihat pada tabel 1 dan 2

serta lampiran 1 dan 2.

A.5. JENIS-JENIS CAIRAN KOLOID

A. 5.1. Darah

Darah meningkatkan kandungan hemoglobin kompartemen intravaskular,

yang disertai dengan peningkatan pengiriman oksigen (DO2) ke jaringan dan

menghasilkan tekanan onkotik akibat molekul protein. Kerugiannya adalah

memerlukan waktu untuk cocock silang dan mungkin menimbulkan kesalahan yang

fatal akibat salah pemberian darah, masa penyimpanan yang pendek dan dapat
menyebarkan infeksi viral, bakterial dan parasitik serta lebih mahal daripada koloid

sintetik.2,4,5,9

A.5. 2. Albumin

Dalam sistem vaskular normal, albumin disebarkan ke seluruh tubuh, 1/3

ditemukan dalam pembuluh darah, 1/3 dalam jaringan dan 1/3 di kulit. Pergerakan

albumin ke jaringan dari kapiler yang disebut laju keluar transkapiler, sekitar 5%

albumin darah per jam (kemampuan darah menarik air), sehingga terjadi

keseimbangan dengan jaringan dan keduanya tetap dalam keadaan hidrasi yang

cukup.1,3,4

Albumin merupakan koloid yang sering dipakai sebagai pembanding koloid

lainnya dalam sifat volemiknya. Bila albumin serum manusia diberikan biasanya

dalam kadar 5% yang mempunyai TOK sekitar 19 mmHg yang sangat mirip dengan

plasma. Albumin juga tersedia dalam preparat hiperonkotik. Albumin bersifat

monodispersi dengan BM 69000, muatan negatif multipel dan tidak mengalami

glikosilasi. Faktor-faktor ini dan kadar albumin plasma yang tinggi berperanan

penting dalam retensi vaskular protein tersebut. Infus Albumin lebih baik dari fraksi

protein plasma (FPP). FPP telah dikaitkan dengan berbagai reaksi yang tidak

diinginkan, seperti respons anafilaktoid yang berhubungan dengan komponen lain

yang tidak dijumpai dalam larutan albumin.4,7,10

Albumin 20% kadang-kadang disebut albumin miskin garam dan

mengekspansikan darah pada saat diinfuskan dengan jalan menarik air dari

interstisium kembali kedalam pembuluh darah. Jadi 100 ml albumin 20%


mengekspansikan sampai kira-kira 300 ml pada saat infus dan ini sama dengan 300

ml larutan standar albumin 4,5%. Akibat efek ekspansi ini hanya diperlukan volume

albumin 20% lebih kecil bila dibandingkan dengan albumin 4,5% untuk

mengembalikan normovolemia. Ini penting terutama untuk pasien edematous atau

mempunyai kondisi yang mempengaruhi eliminasi Na+ (seperti kerusakan atau gagal

hati).1,2,3,4

Albumin melewati membran dengan gerakan yang terkendali pada kondisi

normal. Laju keluar transkapiler ternyata meningkat pada beberapa keadaan

patofisiologi akut, seperti pasca bedah dan gagal jantung kongestif. Penggunaan

albumin pada syok hemoragik lama, dan multitrauma atau berbagai keadaan syok

yang mungkin akan mengalami kerusakan endotelium dan peningkatan permeabilitas

vaskular akibat cedera reperfusi iskemia atau respons inflamatori lain dari pasien

ditakutkan tidak efektif dan akan berakhir dengan kebocoran dari ruang

intravaskular.1,3,4

Kelemahan albumin selain mahal juga tidak pernah dibuktikan lebih baik

daripada kristaloid dalam pengertian mortalitas, dan kurang efektif daripada koloid

lain (misalnya kanji hidroksietil) dalam mempertahankan TOK dan telah dibuktikan

juga bahwa hipoproteinemia sendiri tidak menyebabkan edema paru.1

A.5. 3. Dekstran
Dekstran merupakan polisakarida yang dihasilkan dari fermentasi sukrosa

dengan bakterium Leuconostos dan selanjutnya mengalami hidrolisis dan dipecah

menjadi molekul-molekul dengan berbagai ukuran. Dekstran untuk pemakaian klinis

tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur

dengan garam faal, dekstrosa atau Ringer Laktat. Preparat dekstran stabil pada suhu

kamar, nonpirogenik dan non-toksik. Dekstran terdiri dari rantai panjang unit glukosa

dan dikeluarkan melalui metabolisme hati dan ekskresi ginjal. Molekul dekstran 70

dengan cepat diekskresikan lewat ginjal.1,2,3,4,

Dekstran 70% digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis

tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam. Dekstran

menghasilkan TOK yang lebih besar dari plasma (tabel 1), dan larutan elektrolit

tambahan diperlukan untuk mengisi ruang intravaskular. Pemakaian dekstran untuk

mengganti volume darah atau plasma yang besar hendaknya dibatasi sampai 1 liter

(1,5 gr/kg BB) karena resiko terjadi pendarahan abnormal karena efek anti

trombotiknya sehingga dekstran 70 dapat juga diinfuskan perioperatif untuk

mengurangi resiko trombosis dan embolisme paru. 1,3,4

Volume dekstran melebihi 1 L dapat mengganggu hemostasis. Disfungsi

trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor VIII merupakan alasan timbulnya

pendarahan yang meningkat. Dekstran diindikasikontrakan pada koagulasi

intravaskular desiminasi (DIC). Pembentukan Rouleaux dan gangguan pada cocok

silang darah terjadi pada pemberian dekstran BM tinggi, tetapi bukan persoalan

dengan dekstran 70 dan 40.1,4


Reaksi alergi terhadap dekstran telah dilaporkan, reaksi anafilaktoid mungkin

kurang dari 0,02% Histamin dapat dilepaskan pada manusia oleh dekstran, namun

reaksi alergik mungkin berkaitan dengan antibodi antidekstran seperti IgG dan IgM.

Reaksi yang hebat dapat dicegah dengan suntikan profilaksis dekstran hapten.1,3,4

Dibanding dengan dekstran 70, dekstran 40 10% menghasilkan ekspansi

volume darah yang lebih besar, tetapi efek ini berlangsung lebih singkat (waktu paruh

2 jam). Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada stok hipovolemik karena dapat

menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut.1,4

Dekstran 40 dapat bersifat anti-sludging (seperti disagregasi sel dan

perlengkapan trombosit yang menurun) dan mampu untuk memperbaiki aliran dalam

pembuluh darah kecil. Hasil-hasil penelitian klinis penggunaannya dalam terapi

gangguan perfusi periter agak bertentangan satu sama lainnya, namun dekstran dapat

dipakai untuk mencegah tromboembolisme pada pasien strok dan memperbaiki aliran

darah sesudah bedah vaskular, bedah saraf dan pada pankreatitis akut.1,4

Jadi biarpun dekstran murah dan merupakan koloid yang efisien, karena

adanya pembatasan jumlah yang dapat diberikan (1,5 g/kgBB/hari), maka dekstran

lebih cocok untuk indikasi hematologis, misalnya menururnkan viskositas dan

mencegah trombosis vena ketimbang untuk penggantian volume intravaskular.1,4

A.5.4. Gelatin

Haemaccel (poligelin) adalah larutan 3,5% gelatin (BM 35.000) terjalin dari

jembatan urea, dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen binatang. Preparat gelatin
lainnya, Gelafundin terbentuk dari kolagen yang diubah menjadi molekul yang lebih

besar dengan suksinilasi.1

Haemaccel relatif murah dan stabil, dengan masa simpan 8 tahun pada 250C.

dikeluarkan secara keseluruhan oleh metabolisme hepatik dan ekskresi renal.

Haemaccel kurang efisien daripada dekstran 70, sebab waktu paruh intravaskular

pendek (2 - 3 jam) dan iso-osmotik dengan plasma. Bila diberikan 1000 ml

Haemaccel kedalam vena, sekitar 300 ml akan keluar keruang interstisial.

Keuntungannya dibanding dengan substitut plasma lain adalah kemungkinan timbul

komplikasi hemografik lebih kecil.1,4

Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada

koloid lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang

mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamin yang

mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast. Biarpun begitu

kekerapan semua jenis reaksi rendah (0,04%). Selain dipakai untuk syok

hipovolemik, Haemaccel berguna untuk pembawa insulin pada terapi diabetes yang

tak terkontrol, karena insulin yang hilang pada botol gelas atau plastik lebih sedikit.

Haemaccel mengandung Na+ dan Ca++ yang cukup besar, karena itu jangan diinfuskan

langsung sebelum atau sesudah darah.1,4

Gelafundin merupakan cairan pengganti plasma koloid iso-onkotik dan

isotomik. Kapasitas mengikat air Gelafundin kira-kira sama dengan protein plasma, 1

gr gelatin mengikat sekitar 14 ml air. Karenanya, sebagaimana juga dengan


Haemaccel, lebih mudah dikendalikan daripada larutan hiperonkotik. Penggantian

volume plasma lebih gradual, tanpa memberi beban berlebih pada sirkulasi.1,4

Keseimbangan fisiologis dipertahankan antara kompartemen cairan

intravaskular dan ekstravaskular sehingga bukan termasuk ekspander plasma seperti

dekstran.

Penambahan volume sesudah Gelafudin kira-kira sama dengan volume yang

diinfuskan. Tidak seperti Haemaccel, Gelafudin tidak mengandung K+. kandungan

Ca++ sebesar 1,4 mmol/L yang sama dengan kandungan Ca++ fisiologis.1,4

Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu

gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil dieliminasikan lewat

usus. Jumlah yang sangat kecil mengalami metabolisme lewat kerja peptidase. Empat

puluh delapan jam sesudah infus, tidak ada lagi gelatin yang ditemukan dalam darah

yang beredar, karena gelatin tidak berpengaruh pada system kongulasi, maka tidak

ada pembatasan dosis. Namun bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya efek

dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan

pada pasien yang mengalami hemodialisis.1,4

Table 1. Efek volume infus 1L cairan pada kompartemen tubuh (70 kg)1

Larutan Vol Plasma Vol Interstisial Vol Intrasel


Albumin 5% 1000
Haemaccel 700 300
Plasmafusin 1000
Dextran 40 1000 -260 -340
Dextran 70 1600 -130 -170
Expafusin 1300
Haes steril 6% 1000 -450
Haes steril 10% 1000

A.5.5. Kanji hidroksietil


Suatu polimer sinetik yang terbuat dari hidrolisasi amilopektin dari jenis

jagung tertentu. Expafusin mengandung 6% kanji hidroksietil dengan BM 40.000 dan

merupakan larutan yang isotonic dan iso-onkotik. Haes steril 6% (isotonic iso-

onkotik) dan 10% (isotonic hiperonkotik) mengandung kanji hidroksietil dengan BM

200-000. Larutan koloid dengan BM tinggi mempunyai waktu paruh dalam plasma

yang lebih panjang dari koloid sintetik lainnya. Sesudah 24 jam kira-kira 40% tetap

tinggal dalam plasma. Filtrasi glomerular merupakan rute utama eliminasi. Pada

gangguan fungsi ginjal yang berat (GFR < 10 ml/mnt), dosis perlu dikurangi. Sekitar

30% dosis total meninggalkan ruang intravaskular dan didepositokan dalam sistem

retikuloendotelial. Belum diketahui apakah hal ini mempunyai efek klinis yang

bermakna.1,3,4,7

Kanji hidroksietil dapat memberi efek delusional pada faktor-faktor koagulasi

dan volume yang besar dapat mengganggu koagulasi dengan jalan menurunkan kadar

faktor VIII C. ini dapat bermakan pada pasien yang memerlukan kompetensi

hemostatik yang penuh.1,7

Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi

anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006%. Kanji hidroksietil

memang tidak menyebabkan pelepasan histamin seperti gelatin, tetapi dapat

menimbulkan reaksi anafilaktoid seperti halnya dengan dekstran.1,4,7


Efek volume darah kanji hidroksietil molekul sedang (6%/10% HES 200/0.5)

menetap selama 4-8 jam, preparat substitusi yang lebih besar (6% HES 200/0.6) atau

preparat dengan molekul lebih besar (6% HES 450/0.7) menetap selama 8-12 jam.1,4

Efek volume darah 6% dekstran 70 menetap selama 6-8 jam, efek volume

10% dekstran 40,5% albumin (500 ml) atau 25% albumin (100 ml) dipertahankan

selama 3,5-4,5 jam. Preparat gelatin memantapkan volume darah hanya untuk 1,5-2

jam.1,4,8

Di antara koloid preparat kanji hidroksietil molekul sedang dan besar

memberikan efek plasma transport O2 yang bertahan lebih lama daripada koloid lain.

Fraksi HES molekul sedang tertentu seperti HES 200/0.5 mempunyai tambahan efek

menyumpal khas HES pada kebocoran kapiler. Karena itu, HES 200/0.5 mungkin

bermanfaat terutama pada pasien sakit kritis dengan gagal organ yang ataupun gagal

organ mengancam, karena efek potensialnya untuk mencegah kebocoran kapiler,

hipovolemia, dan edema jaringan.1,4

B. SYOK HIPOVOLEMIK KARENA PERDARAHAN

Syok hipovolemik terjadi bila terdapat kehilangan volume darah sebanyak 15-

25% secara akut, sehingga memberikan gejala dan tanda-tanda terjadinya syok.2,3

Syok hemoragik jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang serius dan

dapat menyebabkan kematian.. Angka kematian dan kesakitan pada perdarahan dapat

berkurang bila lebih awal dikenali dan intervensi dan perbaikan dilakukan.5
Syok hemoragik disebabkan oleh kehilangan sirkulasi volume darah dan

kapasitas transport oksigen. Manusia masih bisa mengkompensasi perdarahan melalui

mekanisme neural dan hormonal.6

B.1. PATOFISIOLOGI

Pada awal terjadinya perdarahan masif, terdapat pengurangan tekanan rata-

rata arteri, stroke volume, cardiacoutput, tekanan vena sentral, dan tekanan kapiler

paru. Aliran darah menuju kapiler pada berbagai organ dikontrol oleh arterio, ada

tahanan pembuluh darah yang balik dikontrol oleh sistem saraf sentral. Sekitar 70

persen dari total volume darah terdapat di dalam venula, dengan tahanan pembuluh

darah pasif dikontrol oleh faktor humoral. Katekolamine yang lepas selama

perdarahan menyebabkan vasokonstriksi arteriol-arteriol dan venula-venula dalam

sirkulasi mikro. Vasokonstriksi pada pembuluh-pembuluh darah berlangsung karena

ransangan simpatikus. Keadaan ini akan menghasilkan autotranfusi pada alat-alat

vital. Perubahan ini dikompensasi dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan

vaskular sistemik dan paru, dan kontraktilitas miokardinal. Hal ini mengakibatkan

berkurangnya perfusi pada ginjal, splanknikus, kulit, uterus, sedangkan aliran darah

tetap pada jantung, otak.

Vasokonstriksi arteriol-arteriol dan venula-venula dalam sirkulasi mikro

menyebabkan tekanan hidrostatik dalam kapiler menurun. Keadaan ini

mengakibatkan perembesan cairan dari ruang ekstravaskular ke ruang intravaskular,

sehingga menambah volume darah yang beredar dan curah jantung dapat

dipertahankan, sehingga hipotensi dapat diatasi dan perfusi jaringan terjamin. Dalam
keadaan syok juga terjadi peningkatan produksi hormon antidiuretik oleh hipofisis

dan peningkatan aldosteron suprarenalis, sehingga terjadi penyimpanan air dan garam

oleh ginjal. Hal yang menguntungkan dalam mempertahankan volume darah dalam

sirkulasi.

Dalam stadium syok hemoragik reversible yang masih dini resusitasi cairan

intravena mempercepat homeostatis. Bila perdarahan berlangsung terus dan tidak

terkendalikan, maka volume darah beredar makin berkurang dan tekanan darah tidak

dapat dipertahankan lagi. Dengan makin berkurangnya perfusi dengan darah, hipoksia

jaringan makin berat dan pengumpulan metabolit makin banyak. Penumpukan

metabolit akhirnya menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh-pembuluh darah dalam

sirkulasi mikro. Mula-mula pembuluh darah prakapiler mengalami dilatasi, kemudian

disusul pembuluh darah pascakapiler. Dengan terjadinya vasodilitasi pembuluh darah

dalam sirkulasi mikro, darah tertimbun di daerah kapiler, sehingga volume darah

yang mengalir kembali ke jantung berkurang. Disparitas antara volume darah yang

beredar dengan kapasitas daerah vaskular makin besar, sehingga hipotensi menjadi

makin berat. Akibat tekanan darah diastolik yang menurun, maka aliran darah dalam

arteri koronaria berkurang, sehingga menimbulkan anoksia pada otot jantung yang

mengakibatkan kelamahan jantung.

Perdarahan juga mengaktifkan lokus CD-18 limfosit dan mnonosit, yang

merupakan media interaksi sel leukosit endotelial. Keadaan ini mengakibatkan

hilangnya integritas membran kapiler dan hilangnya volume intravaskular. Sejumlah

efek buruk tampak dimediasi oleh leukotrin peptide dan sitokin. Juga terdapat
peningkatan agregasi platelet pada hipovolemik syok, yang menghasilkan pelepasan

sejumlah mediator vasoaktif yang menyebabkan oklusi pembuluh darah kecil dan

kerusakan perfusimikrosirkulasi. Dalam fase terakhir dari syok hemoragik yang tidak

reversible lagi terdapat tanda-tanda kegagalan fungsi alat-alat tubuh vital.2,3,5

B.2. GAMBARAN KLINIK

Tanda-tanda dan gejala dari syok hemoragik bervariasi tergantung volume dan

tingkat kehilangan darah. Sistem yang dipengaruhi oleh syok hemoragik adalah

sistem saraf sentral, jantung dan ginjal. Sistem saraf sentral masih dapat berfungsi

meskipun terjadi hipoperfusi, sampai tekanan arteri rata-rata 60-70 mmHg.

Bertambah beratnyahipovolemia, penderita menjadi gelisah, ketakutan, sampai letargi

dan penurunan kesadaran. Jantung sangat berperan dalam mengkompensasi pada

awal syok. Awal hipovolemia terus berlangsung, hipoperfusi arteri koronaria dan

miokardium mengawali terjadinya disfungsi jantung, iskemik dan kegagalan jantung.

Gejala nyeri dada dan dispneu, takipneu dan murmur atau aritmia merupakan indikasi

dalam proses ini.

Ginjal akan mengkompensasi hipovolemia dengan mengaktifkan sistem renin

angiotensin aldosteron. Awalnya injuri renal reversible dihubungkan dengan

rendahnya konsentrasi sodium urine dan tingginya osmolalitas urine (>500m Osm).

Oliguria adalah tanda bahwa mekanisme kompensasi sudah berlebihan.

Dalam syok semua sistem organ terganggu. Sistem pernafasan, hepatik dan

gastrointestinal dipengaruhi pada proses awal sejak curah jantung dialihkan ke organ

penting yaitu jantung, otak dan ginjal.


Manifestasi dari injuri paru yaitu dispneu, takipneu, infiltrat paru dan edema

mengawali berkurangnya compliance jaringan dan hipoksia. Elevasi sedang dari

bilirubin dan alkali phosphat dapat terlihat pada injuri hepatik iskemik. Manifestasi

iskemik gastrointestinal sebagai perdarahan atau hematemesis berwarna gelap atau

hematochezia atau nyeri abdominal pada iskemik usus. Erosi pada mukosa intestinal

dapat menimbulkan bakterimia dan sepsis. Injuri multi sistem dapat menyebabkan

koagulopati dan gangguan metabolik seperti asidosis.

Tabel 1

GAMBARAN KLINIK SYOK HIPOVOLEMIK KARENA PERDARAHAN

Sistem Syok Dini Syok Lanjut


Sistem saraf sentral Status mental berubah Menurun
Jantung Takikardi Gagal jantung
Hipotensi ortostatik Aritmia
Hipotensi
Ginjal Oliguria Anuria
Pernafasan takipneu Takipneu
Gagal nafas
Hepatik Tidak ada perubahan Gagal liver
Gastrointestinal Tidak ada perubahan Perdarahan mukosa
Hematologi Anemia Koagulopati
Metabolik Tidak ada Asidosis
Hipokalsemia
Hipomagnesimia

B.3. KLASIFIKASI

Klasifikasi syok terjadi tergantung volume darah yang hilang. Syok ringan

biasanya masih bisa dikompensasi, terutama pada pasien yang lebih muda, wanita

sehat pada usia reproduktif. Kehilangan lebih lanjut dapat menyebabkan takikardi,
respon katekolamin dengan peningkatan tonus simpatetik. Tekanan darah pada waktu

istirahat biasanya normal, tapi perubahan ortostatik pada tekanan darah dan denyut

mungkin dapat dibuktikan.

Perdarahan yang terus menerus membuat jantung bekerja untuk

mengkompensasi dan takikardi dihubungkan dengan turunnya takanan darah

diklasifikasikan sebagai syok moderate. Dengan perdarahan yang berlangsung terus,

hipoperfusi jaringan, mengawali terjadinya metabolisme anaerobik dan asidosis,

diklasifikasikan sebagai syok berat. Pasien dengan takikardi dan takipneu dengan

gagal pernafasan, menjadi oliguria dan kemudian anuria. Penurunan kesadaran dan

hilangnya kesadaran dapat terjadi. Disfungsi selular, yang diikuti kematian sel,

mengawali terjadi gagalnya organ multipel yang mengakibatkan syok yang

ireversibel. Angka kematian pada tingkat ini lebih 30%.1,2,5,6,8


Tabel II

KLASIFIKASI SYOK HIPOVOLEMIK KARENA PERDARAHAN

Kompensasi Ringan Sedang Berat


Kehilangan 1000 1000-1500 1500-2000 2000
darah (mL)
Denyut 100 100 200 140
jantung (mnt)
Tekanan darah Normal Perubahan Turun Sangat turun
ortostatik
Pengisian Normal Dapat Biasanya Selalu
kapiler tertunda tertunda tertunda
Respirasi Normal Peningkatan Takipneu Takipneu
ringan moderate kolaps
pernafasan
Urine output 30 20-30 5-20 Anuria
(mL/jam)
Status mental Normal atau Gelisah Bingung Letargi
gelisah kesadaran
menurun
Sumber dari 5

B.4. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari penatalaksanan syok hemoragik adalah memperbaiki agar

perfusi jaringan dari organ vital kembali normal. Penatalaksanaan harus secara kausal

dan simptomatik berdasarkan patofisiologi. Bila diagnosis perdarahan sudah

ditegakkan, tindakan yang harus segera dilaksanakan adalah mengatassi keadaan syok

, memperbaiki keadaan hipovolemik dan memperbaiki perubahan-perubahan yang

terjadi.

Prinsip pengelolaan dasar syok hemoragik adalah menghentikan perdarahan

dan mengganti kehilangan volume darah. Pemilihan cairan resusitasi salah satu faktor

yang sangat menentukan dalam penatalaksanaan syok hemoragik. Awal resusitasi


adalah mengkontrol perdarahan dan memperbaiki sirkulasi volume darah untuk

oksigenisasi jaringan. Laboratorium dan pelayanan bank darah harus tersedia. Agar

penatalaksanaan berhasil dilakukan ORDER, yaitu oksigenisasi (oxygenate),

perbaikan volume sirkulasi (Restore circulating volume), terapi obat (Drug therapy),

evaluasi respon terapi (Evaluate response to therapy), pengobatan penyebab utama

(Remedy underlying cause).5

BAB III

PEMILIHAN KOLOID
SEBAGAI CAIRAN RESUSITASI PADA SYOK HIPOVOLEMIA KARENA

PERDARAHAN

Resusitasi cairan bertujuan untuk :

1) Koreksi cairan intravaskuler untuk hipovolemia

2) Koreksi cairan ekstravaskuler untuk memperbaiki perfusi organ dan jaringan

3) Koreksi asidosis

4) Koreksi kelainan elektrolit seperti kalium dan sebagainya

Dalam pemberian cairan yang harus dipikirkan adalah :

1) Jenis cairan yang akan diberikan

2) Jumlah cairan yang akan diberikan

3) Kecepatan pemberian cairan


4) Perlukah darah diberikan

Sebagai pedoman dalam menentukan jumlah volume cairan yang diperlukan,

dipergunakan ukuran tekanan vena sentral (CVP) dan keadaan diuresis. CVP

digunakan untuk menilai hubungan antara volume darah yang mengalir ke jantung

dan daya kerja jantung. Normal tekanan vena sentral adalah 5 mmHg (0-8 mmHg).

Jika CVP lebih dari normal (15-16 mmHg), hal itu merupakan isyarat untuk

menghentikan atau saat untuk mengurangi pemberian cairan infus.1,5,9


Pada syok karena perdarahan terapi ditujukan untuk restorasi volume darah

dengan cairan resusitasi ideal. Cairan ideal adalah yang dapat membawa O2. Darah

lengkap merupakan ekspander volume fisiologis dan komplit, namun terbatas karena

masa simpan yang tidak lama, fluktuasi dalam penyediaannya, resiko kontaminasi

viral, reaksi alergi dan mahal.

Sel darah merah atau darah lengkap diindikasikan jika kapasitas membawa

O2 tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Pada darah lengkap terkandung

hematokrit setinggi 40 % dan sekitar 70 % pad sel darah merah konsentrat (packed

red cell). Tidak ada indikasi untuk pemberian profilak platelet, plasma atau komponen

spesifik dalam resusitasi syok hemoragik. Transfusi platelet diindikasikan bila terjadi

trombositopenia yang signifikan (jumlah platelet kurang dari 20000-50000 per mm3)

dan perdarahan yang berlanjut. Konsentrasi faktor koagulasi disediakan bila

diidentifikasi defisiensi, dan fresh frozen plasma dapat diberikan pada situasi akut

dimana waktu thromboplastin parsial dan waktu prothrombin meningkat.

Tranfusi jarang diindikasikan jika Hb > 10 mg/dL (Ht > 30 %) dan tidak perbaikan

dalam morbiditas ataupun mortalitas pad pasien tua pasca bedah yang mendapatkan

tranfusi bila kadar Hb diantara 8 mg/dL 10 mg/dL. Tranfusi diindikasikan pada

keadaan terjadinya anemia akut karena perdarahan dan Hb < 7mg/dL. Pada dewasa

sehat kehilangan darah dibawah 50 % atau Ht diatas 20 % masih dapat diganti dengan

cairan koloid. Kapasitas angkut O2 minimal terjadi pada hematokrit dibawah 15 %

dan dengan hematokrit 25 % angkutan O2 masih normal, bahkan pada hematokrit 30


% kapasitas angkut O2 lebih tinggi dari normal. Penurunan hematokrit menyebabkan

penurunan visikositas darah yang berakibat tahanan pembuluh darah menurun dan

pada tekanan pengisian yang sama alir balik dan volume semenit meningkat.

Meskipun demikian, menentukan waktu dan jumlah tranfusi tidaklah selamanya


1,2,4,14
mudah.

Tabel 1. Komponen darah yang ditransfusikan

Produk Indikasi Komponen Efek


Wholeblood Anemia simptomatik Semua komponen Meningkatkan
(450 ml) dengan defisit volume hematokrit 3-4 vol%
yang besar per unit
Packed red cells Anemia simptomatik Eritrosit Meningkatkan
(250 ml) hematokrit 3-4 vol%
per unit
Fresh frozen Defisit faktor koagulasi Semua faktor Persediaan fibrinogen
plasma (250 ml) labil dan stabil pembekuan 150 mg per unit dan
faktor lain
Cryoprecipitat Hipofibrinogen Faktor VII, vWF, Persediaan faktor
(50 ml) XIII, fibronectin, pembekuan yang sudah
fibrinogen diseleksi
Platelet Perdarahan dari Platelet Meningkatkan jumlah
trombositopenia platelet 5000-8000/l
per unit

Biarpun larutan koloid tidak dapat membawa O2 namun sangat bermanfaat

karena mudah tersedia dan resiko infeksi relatif rendah. Larutan koloid merupakan

bentuk penggantian volume darah yang lebih efisien dan untuk mencapai titik akhir

tertentu diperlukan lebih sedikit larutan koloid. Hemodilusi sebelum transfusi darah

koloid bermanfaat secara teoritis pada restorasi volume darah. Resusitasi

hermodinamik lebih cepat dilaksanakan dengan koloid karena larutan koloid

mengekspansikan volume vaskular dengan lebih baik.1,3,4

Tabel 2. Efek volume darah1


Larutan Waktu
6%/10% HES 200/0.5 4-8 jam
6% HES 200/0.6 8-12 jam
6% HES 450/0.7 8-12 jam
6% Dextran 70 6-8 jam
10% Dextran 40 3,5-4,5 jam
4% Plasmafusin 4-6 jam
5% albumin (500 ml) 3,5-4,5 jam
25% albumin (100 ml) 3,5-4,5 jam
Gelatin 1,5-2 jam

Pada syok karena pendarahan yang cukup banyak, tetapi yang tidak

memerlukan transfusi, dapat dipakai koloid dengan waktu paruh dalam plasma yang

lama misalnya : Haes steril 6%. Bilamana pada kasus ini dipakai koloid dengan BM

yang lebih kecil, maka mungkin sekali perlu untuk menambah larutan koloid lagi jika

tekanan darah menurun.1,3,4

Bila pasien memerlukan transfusi, selama menunggu darah, dapat diberikan

koloid dengan BM sekitar 40.000 misalnya : Expafusin, Plasmafusin, Haemaccel,

gelafudin atau Dextran L. Dengan begitu, manakala darah siap untuk ditransfusikan

sekitar 2 3 jam kemudian, tranfusi dapat dilakukan langsung tanpa khawatir terjadi

kelebihan cairan dalam ruang intravaskular.1,3,4

Bila ingin memberi efek volume hanya pada ruang intravaskular tanpa

menarik air dari ruang interstisial, dipakai larutan koloid yang iso-onkotik misalnya :

Expafusin, Plasmafusin, Haemaccel, Gelafudin atau Haes steril 6%. Bila ingin secara

cepat menaikan tekanan darah dapat dipakai koloid hiperonkotik misalnya : Dextran
L, Dextran 70, Haes steril 10% namun ruang interstisial harus diisi dengan cairan

kristaloid.1,3,4

Hipovolemi merupakan penyebab tersering aliran rendah yang harus

dikoreksi. Strategi dasar untuk mencapai hal tersebut adalah membuat optimal

variable hemodinamik dan transpor O2 dalam 8-12 jam pertama. Kemudian terapi

tambahan secara gradual ke titik sampai tidak terjadi lagi peningkatan konsumsi VO2

(konsumsi O2). Tujuannya adalah untuk meminimalkan derajat dan lama hipoksia.

Tujuan tersebut akan lebih mudah dicapai dengan koloid yang mengekspansikan

volume plasma tanpa over ekspansi ruang interstisial. 4 Kanji hidroksietil

menghasilkan efek volume darah dan hemodinamik yang lebih besar dan lebih lama

daripada albumin, dekstran atau gelatin.1,4

Shoemaker dan Beez8 mendapatkan bahwa pada stadium awal syok kristaloid

biasanya meninggikan tekanan darah, namun hanya sebentar memperbaiki aliran

darah dan transpor O2. Namun data mereka menunjukkan pada penderita sindrom

gawat nafas pada orang dewasa, cairan koloid sangat efektif mengatasi kebocoran

perifer. Namun tidak demikian halnya pada stadium terminal, dimana cairan koloid

tidak efektif. Efek volume kanji hidroksietil menetap selama 4-8 jam, preparat

substitusi yang lebih besar seperti 6% HES 200/0.6, atau preparat yang dengan

molekul yang lebih besar 6% HES 450/0.7 menetap selama 8-12 jam.12,13
Infus 10% HES 200/0.5 pada pasien dengan hipovolemia untuk memperoleh

nilai tekanan baji arteri paru-paru setinggi 11-18 mmHg memperbaiki hemodinamik

(DO2 dan VO2) ke nilai-nilai normal sebagaimana ditunjukkan pada berbagai

penelitian klinis prospektif. Efek-efek tersebut sama atau lebih baik daripada dengan

albumin 5%. Infus 6% HES 200/0.6 atau 6% HES 450/0.7 juga secara bermakna

memperbaiki DO2,VO2. Pasien yang sudah diberi kristaloid dalam jumlah yang

berlebihan yang telah menderita ederna perifer massif atau ederna paru juga akan

lebih baik bila diberi 25% albumin. Namun pada kebanyakan kasus, 6% kanji

hidroksietil merupakan pilihan tepat untuk mencapai tujuan terapi cairan.1,4

BAB IV
KESIMPULAN

Dengan pemahaman fisiologi kompartemen cairan tubuh dan sifat-sifat cairan

koloid, kita akan dapat secara rasional menentukan pilihan cairan koloid untuk

penanganan syok hipovolemik karena perdarahan. Memang sampai saat ini belum ada

satu larutan koloid yang superior terhadap lainnya. Masing-masing jenis koloid

mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA

1.a.Sunatrio S : Pemilihan Cairan Koloid dalam praktek klinis dalam Resusitasi

Cairan. Media Aesculapius. 2000 : 59-75

1.b. Dachlan R, Nizar R. Syok. Dalam Anestesiologi. FKUI, Jakarta, 1989 : 186-

195

2. Strong TH : Transfusion Of Blood Components and Derivaties in the Obstetrics

Intensive Care Patiens. WB. Saunders Company. 1997 : 26-29

3. Sunatrio S : Kristaloid versus koloid pada periode perioperativ. Media

Aesculapius. 2000 : 43-57

4. a. Sunatrio S : Terapi Cairan pada Syok Hipovolemik. Media

Aesculapius. 2000 : 10-14

4.b. Sharma Sat. Shock and Pregnancy. E. Medicine, 2004 : Oct. 25


5.a Suntoro A : Terapi Cairan Perioperatif dalam Anestesiologi, Editor Muhiman

M, dkk. CV Infomedika Jakarta. 1998 : 87-92

5.b. Martel MJ. Hemorrhage Shock. J Obstet Gynaecol Can, 2002 ; 24 (6) : 504-511

5) Guyton AC : Mikrosirkulasi dan Sistem Limfatik : Pertukaran Cairan Kapiler,

Cairan Interstisial dan Aliran Limfe Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.

EGC. 1997 : 239-243

6) Moretti EW, et al : Intraoperative Colloid Administration Reduce

Postoperative Nausea and Vomiting and Improves Postoperative Outcomes

Compared With Crystalloid Administration. Anesth Analg J. 2003 ; 96 : 611-7

7) Shomaker WC, Beez MG : Relation Of Capillary Leak To Hypovolemia,

Low Flow, Tissues Hypoxia, Oxygen Debt, Organ Failure and Death : Part II.

International Journal Of Intensive Care 1996 : 3 : 140

8) Mollison PL : Blood Transfusion In Clinical Medicine (7th ed). Oxford,

Blackwell Sciencific Publication 1983 : 57-62

9) Lazrove S, et al : Hemodynamic Blood Volume and Oxygen Transport

Responses to Albumin and Hydroxyethylstarch Infusion In Critically II Patients.

Crit Care Med 1980 : 8 : 302

10) Zikria BA, et al : A Biophysical approach to capillary permeability. Surgery

1989 ; 105 : 625


11) Kohler H, et al : A Blood Volume, Colloid Osmotic Presure And Kidney

Function Of Healthy Volunteers Following Infusion of HES 200/0.5 and 10%

Dextran 40. Anaesthetist 1982 ; 31-61

12) Mortelmans Y, et al : Effect Of An Equal Volume Replacement With 500 ml

6% Hydroxyethyl Starch On The Blood and Plasma Volume Of Healthy

Volunteers. Eur J Anaesthesiol. 1995 ; 2 : 259

13) Sunatrio S : Tranfusi Rasional pada Perdarahan. Media Aesculapius. 2000 :

87-75-103

Anda mungkin juga menyukai