Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Permasalahan

Sampah dan limbah menjadi permasalahan serius yang terjadi di berbagai

negara khususnya di Indonesia. Limbah merupakan bahan sisa yang dihasilkan

dari suatu kegiatan baik pada skala industri, rumah tangga, instansi dan lain

sebagainya yang dilakukan oleh manusia. Limbah yang tidak diolah dengan baik

dapat menjadi salah satu faktor terjadinya pencemaran lingkungan yang

berdampak buruk bagi lingkungan. Manusia sebagai makhluk hidup selain

mendayagunakan unsur-unsur dari alam, manusia juga membuang kembali segala

sesuatu yang tidak dipergunakannya lagi ke alam. Tindakan ini akan berakibat

buruk terhadap manusia apabila jumlah buangan sudah terlampau banyak

sehingga alam tidak dapat lagi membersihkan keseluruhannya (proses self

purification terlampaui). Pengotoran lingkungan yang terjadi dan sumber daya

alam yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari dan manusia sebagai

akibatnya mengalami gangguan kesehatan karenanya (Soemirat, 2004: 16).

Limbah medis adalah limbah yang dihasilkan dari aktivitas pengobatan atau

tindakan perawatan lainnya di instalasi kesehatan baik itu rumah sakit, puskesmas,

klinik, apotek, dan sebagainya. Pengelolaan limbah medis yang tidak benar dapat

menimbulkan masalah yaitu menularkan penyakit kepada orang lain, tenaga

1
2

kesehatan dan masyarakat sekitarnya. Limbah medis mengandung

mikroorganisme sumber penyakit.Limbah layanan kesehatan dapat mencemari

penduduk lingkungan di sekitar layanan kesehatan dan dapat menimbulkan

masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan limbah tersebut dapat mengandung jasad

renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, cholera, disentri,

dan hepatitis, sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan

(Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan1999 dalam Sudewi,2013:11)

Rumah sakit menjadi salah satu tempat yang di dalamnya terdapat proses

kegiatan yang dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya

yaitu rumah sakit sebagai sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan

pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan sebagai lembaga pendidikan tenaga

kesehatan dan penelitian. Dampak negatifnya yaitu pada sampah dan limbah yang

dihasilkan rumah sakit, baik itu limbah medis atau non medis yang dapat

menimbulkan penyakit dan pencemaran lingkungan sekitarnya.

Jenis limbah rumah sakit bermacam-macam, yaitu limbah padat non

medis, limbah padat medis, limbah cair, dan limbah gas. Limbah-limbah tersebut

terdiri dari limbah non infeksius, limbah infeksius, bahan kimia beracun dan

berbahaya, dan sebagian bersifat radioaktif sehingga membutuhkan pengolahan

sebelum dibuang ke lingkungan.

Temuan hasil penelitian Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan

Jawa Barat yang bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI dan Badan

Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998-1999, dari keseluruhan limbah


3

rumah sakit maka sekitar 10-15% diantaranya merupakan limbah infeksius yang

mengandung logam berat. Limbah organik sebanyak 40% merupakan yang

berasal dari makanan pasien, keluarga pasien, dan instalasi gizi, sedang sisanya

sekitar 45-50% merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol infus dan

plastik. (Pristiyanto dalam Nur, 2013:1)

Limbah medis anorganik juga dapat berasal dari fasilitas layanan

kesehatan lainnya. Data dari Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular

dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2MPL) Kementerian Kesehatan Repubilik

Indonesia menunjukkan bahwa limbah alat suntik di Indonesia khusus imunisasi

diperkirakan sebesar 66 juta per tahun yang terdiri dari 36,8 juta untuk imunisasi

bayi, sekitar 10 juta untuk imunisasi ibu hamil/wanita usia subur, dan kurang lebih

20 juta berasal dari imunisasi anak sekolah, sedangkan timbulan limbah alat

suntik untuk kuratif diperkirakan sebesar 300 juta per tahun (Depkes 2006 dalam

Nur, 2013:1)

Pengelolaan limbah padat medis dapat dilakukan dengan berbagai cara,

salah satu pelaksanaan pengelolaan limbah medis padat yaitu dengan

menggunakan mesin insenerator. Insenerator digunakan sebagai alat untuk

membakar dan mengelola sampah medis yang dihasilkan dari kegiatan

puskesmas. Gas yang dipancarkan oleh Sproeier dapat mencapai 700C, limbah

yang dibakar menghasilkan panas yang ikut mempertahankan panas yang ada.

Apabila ada rumah sakit atau puskesmas yang tidak memiliki alat insenerator,

pemilik atau pengelola rumah sakit atau puskesmas yang bersangkutan dapat

meminta bantuan kepada rumah sakit atau puskesmas lain yang memilikinya
4

(Hanadi, 2002:23).Sampah dibakar secara terkendali dan berubah menjadi gas

dalam mesin insenerator. Proses pengelolaan sampah dengan insenerator yang

menghasilkan abu bukan merupakan proses akhir. Abu dan gas yang dihasilkan

masih memerlukan penanganan lebih lanjut untuk dibersihkan dari zat-zat

pencemar yang terbawa. (Sidik dalam Sudewi, 2013:31)

Data sarana fasilitas layanan kesehatan dari Dinas Kesehatan DIY tahun

2011 menunjukkan jumlah rumah sakit di DIY sebanyak 65 rumah sakit milik

pemerintah dan swasta dengan total jumlah bed 4.997 buah. Jika diasumsikan

rata-rata Bed Occupancy Rate (BOR) adalah 70% dan menurut Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan timbulan limbah

medis padat yang harus dimusnahkan tiap tahun sebesar 1.762.941,6 kg. Jumlah

ini akan terus bertambah seiring meningkatnya jumlah rumah sakit yang ada di

Yogyakarta dan meningkatnya Bed Occupancy Rate karena dipengaruhi trend

penyakit yang berkembang baik penyakit menular maupun tidak menular (Nur,

2013:5). Pada tahun 2009 di DIY telah dilakukan inventarisasi limbah layanan

kesehatan, berdasarkan hasil kegiatan tersebut diketahui bahwa dari 30 rumah

sakit/ rumah sakit khusus di DIY baru sebanyak 13 rumah sakit/rumah sakit

khusus (43,3%) yang telah mengelola limbah padat dan cair dengan aman.

(Dinkes Provinsi DIY, 2009).

Jumlah rumah sakit yang mengelola limbah menurut Bondan Agus

Suryanto (KaDinKes Prop. DIY) sebanyak 64 persen dari 14 rumah sakit khusus

di DIY tidak mengelola limbah dengan baik dan aman. Hanya 36 persen rumah

sakit khusus di DIY yang mengelola limbah dengan baik dan aman. Rumah
5

sakitumum di DIY yang berjumlah 16 rumah sakit, yang mengelola limbah

dengan baik dan aman sekitar 50 persen, sedangkan yang tidak memenuhi syarat

pengelolaan limbah juga 50 persen. Rumah sakitbesar yang ada di DIY seperti

rumah sakit Dr. Sardjito, rumah sakit Panti Rapih, rumah sakit Bethesda

Yogyakarta, dan rumah sakit umum daerah Wirosaban masuk kriteria rumah sakit

yang mengelola limbah dengan baik dan aman. (Kesmas dalam Nur, 2013:70)

Survei pendahuluan yang dilaksanakan di Badan Lingkungan Hidup

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakrta bahwa rumah sakit di wilayah kota yang

memiliki mesin Insenerator sendiri dan masih aktif beroperasi adalah Rumah sakit

Bethesda Yogyakarta dan RSUD Kota Yogyakarta di daerah Wirosaban. Rumah

Sakit/ Rumah Sakit Khusus lainnya sebenarnya ada yang memiliki Insenerator

sendiri tetapi dihentikan operasionalnya dikarenakan belum memenuhi standart

operasional dan masih dibawah baku mutu, sehingga untuk pengelolaan limbah

medisnya, rumah sakit yang belum memiliki dan belum dapat mengolah limbah

medis sendiri bekerjasama dengan rumah sakit lain yang memiliki insenerator

atau bekerjasama dengan pihak ketiga dengan bantuan tembusan dari Dinas

Kesehatan setempat. Pihak ketiga merupakan transporter pengangkut limbah

medis yang akan dikirimkan ke pusat pengelolaan limbah medis sehingga limbah

medis akan diolah lebih lanjut sehingga tidak menimbulkan pencemaran limbah.

Penelitian ini mengambil lokasi di rumah sakit Bethesda Yogyakarta di

Jalan Jenderal Sudirman No.70 Yogyakarta. Pertimbangan utama yaitu jumlah


6

rumah sakit di Yogyakarta yang memiliki alat insenerator sendiri dan masih aktif

beroperasi adalah di rumah sakit Bethesda Yogyakarta.

Rumah Sakit Bethesda Yogyakartamemiliki kegiatan berupa

penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum. Rumah sakit

Bethesda Yogyakarta telah mendapat persetujuan Studi Evaluasi Lingkungan

(SEL), Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan

dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 256/KPTS/1995 pada tanggal

7 September 1995. (Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan, 2010:3)

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta menurut Trisnantoro termasuk dalam

golongan rumah sakit swasta milik yayasan keagamaan dan kemanusiaan yang

sistem manajemennya sudah menyerupai badan usaha yang progresif. Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta terus melakukan peningkatan kualitas layanan medis

selain melaksanakan diversifikasi usaha. Yakkum (2004) menyebutkan tujuan

Rumah sakit Bethesda Yogyakarta adalah : a) mampu bersaing, b) melindungi dan

mensejahterakan sumber daya manusia, c) mampu melayani semua pelanggan

termasuk yang kekurangan, d) Unggul, berkualitas, dan paripurna dalam

pelayanan kesehatan, e) Jejaring pelayanan kesehatan yang luas, f) Diversifikasi

pelayanan kesehatan yang luas (Trisnantoro dalam Hidayat, 2006: 2).

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta memiliki alat pembakar limbah medis

padat sendiri yaitu insenerator, sedangkan untuk mengolah limbah medis cair

rumah sakit Bethesda Yogyakarta memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air

Limbah). Penelitian kali ini lebih fokus terhadap limbah padat medis yang
7

sebagian diolah menggunakan mesin insenerator. Limbah padat medis dari hasil

kegiatan rumah sakit yang dikelola dengan mesin inseneratordapat diolah dengan

baik, sehingga lingkungan tidak tercemar.

Ekosentrisme merupakan salah satu teori etika lingkungan yang

memusatkan etika pada seluruh komunitas alam semesta, baik yang hidup maupun

tidak hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada

makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku

terhadap semua realitas alam semesta. Salah satu versi teori etika lingkungan

Ekosentrisme yakni Deep Ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat

pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan

dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Deep Ecology memusatkan

perhatian pada semua spesies termasuk spesies bukan manusia, demikian pula

Deep Ecology tidak hanya memusatkan perhatian jangka pendek, tetapi jangka

panjang, maka prinsip moral yang dikembangkan Deep Ecology menyangkut

kepentingan seluruh komunitas ekosistem (Keraf, 2006: 75-76).

Pengelolaan limbah medis dengan menggunakan mesin insenerator ini jika

dikaji dengan teori etika lingkungan Ekosentrisme menjadi penting untuk

dilakukan, karena mesin insenerator pengolahan limbah medis memiliki nilai

dalam menjaga ekosistem, makakualitas air tanah, sungai dan juga udara sekitar

rumah sakitmenjadi bersih dan terjaga dari pencemaran limbah medis. Insenerator

sebagai alat pengolah limbah medis juga perlu diperhatikan, karena termasuk

dalam komunitas ekosistem yang bermanfaat bagi kehidupan makhluk hidup. Jadi

kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup,
8

melainkan juga berlaku bagi semua realitas lingkungan hidup baik biotik maupun

abiotik, termasuk mesin. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendidikan

yang akan diarahkan pada kepekaan terhadap lingkungan dan pengembangan

moral sosial.

2. Rumusan Masalah

Uraian dan penjelasan dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan

permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :

a. Bagaimana proses pengolahan limbah padat medis dengan insenerator di

rumah sakit Bethesda Yogyakarta?

b. Apa analisis dari perspektif etika lingkungan Ekosentrisme terhadap

pengelolaan limbah padat medis dengan insenerator?

c. Apa relevansi pengolahan limbah padat medis sebagaiusaha menghindarkan

pencemaran berkelanjutan?

3. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Pengolahan Limbah Padat Medis menggunakan

Insenerator dalam Kajian Etika Lingkungan Ekosentrisme di Rumah Sakit

Bethesda Yogyakartasejauh penelusuran yang penulis lakukan belum pernah ada.

Penelitian yang mirip dengan objek material yaitu diantaranya sebagai berikut:

a) Lestaryono, 2004, Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, dengan judul : Kajian Pengelolaan Limbah Medis di

RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo, Tesis ini berisi tentang faktor-faktor yang

menjadi penyebab permasalahan pada proses pengelolaan limbah medis di RSUD


9

Wates dan menjelaskan upaya apa saja untuk perbaikan pengelolaan limbah medis

sehingga dapat sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Departemen

Kesehatan RI.

b) Heriansyah, 2011, TesisS2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, dengan judul :Perilaku Petugas Kesehatan dalam

Penanganan Limbah Medis Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Pemerintah Aceh,

Tesis ini berisi tentang hubungan antara pengetahuan, sikap, kebijakan rumah

sakit dan ketersediaan fasilitas penanganan limbah medis dengan perilaku petugas

kesehatan dalam penanganan limbah medis di Rumah Sakit Ibu dan Anak

Pemerintah Aceh.

c) Najamudin, 2012, TesisS2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, dengan judul :Evaluasi Pengelolaan Limbah Medis

Layanan Kesehatan Puskesmas Di Kabupaten Kulon Progo, Tesis ini berisi

tentang evaluasi manajemen pengelolaan limbah layanan kesehatan di Puskesmas

Kabupaten Kulonprogo yang menghasilkan limbah B3 sehingga memerlukan

pengelolaan secara efektif dan efisien dapat memenuhi standar kesehatan.

d) Siti Nur Hayah Isfandiari, 2013, Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, dengan judul : Estimasi Emisi

Dioksin/Furan dari Insinerator Limbah Medis di Kota Yogyakarta Tahun 2009-

2011 dan Kebijakan Manajemen Pengendaliannya, Tesis ini berisi tentang

hitungan emisi dioksin atau furan dari insinerator rumah sakit yang ada di kota

Yogyakarta pada tahun 2009-2011 dan mengeksplorasi manajemen yang telah


10

dilakukan rumah sakit maupun instansi yang berwenang serta kebijakan dalam

pengendalian dampak dari dioksin/furan hasil dari pengolahan limbah medis.

e) Sri Sudewi, 2013, Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, dengan judul : Pemanfaatan Insenerator untuk Limbah

Medis Puskesmas di Kabupaten Bantul (Studi Kasus Puskesmas Srandakan),

Tesis ini secara garis besar membahas mengenai pemanfaatan Insenerator baik

dari segi teknis operasional, regulasi dan kebijakan dalam pemanfaatan

Insenerator, dan mengenai sistem pengelolaan limbah hasil pembakaran

Insenerator di Puskesmas Srandakan, Bantul, Yogyakarta.

f) Rusdiana Hm, 2013, Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada, dengan judul :Kebijakan Pembakaran

Limbah Medis Padat Dengan Insenerator Di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh

Banjarmasin, Tesis ini berisi tentang bagaimana pemanfaatan Insenerator,

prosedur pengelolaan limbah, dampak serta upaya yang dilakukan untuk

memperkecil resiko yang ditimbulkan dari operasional Insenerator di RSUD. Dr.

H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

Skripsi ini membahas mengenai pengolahan limbah padat medis

menggunakan inseneratordi rumah sakit BethesdaYogyakarta dalam kajian etika

lingkungan Ekosentrisme. Sejauhpengamatan peneliti belum pernah ada penelitian

mengenai pengolahan limbah padat medis dengan menggunakan insenerator yang

dikaji dengan etika lingkungan Ekosentrisme dan penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya.
11

4. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi dalam

penelitian masalah-masalah lingkungan yang ada dalam masyarakat saat

ini, dan menjadi kajian lingkungan untuk solusi dalam mengatasi limbah

medis.

b. Bagi Pengembangan Ilmu Filsafat

Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dan memperkaya studi dalam

pengembangan ilmu filsafat yang membahas persoalan atau permasalahan

tentang lingkungan, khususnya pada mata kuliah etika lingkungan.

c. Bagi Bangsa dan Negara Indonesia

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan

baru bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi persoalan dan

permasalahan yang berhubungan dengan pencemaran limbah medis,

sehingga masyarakat dapat peka dan timbul kesadaran moral untuk peduli

terhadap lingkungan. Khususnya untuk petugas kesehatan agar lebih

memperhatikan dalam mengelola limbah medis sehingga tidak

menimbulkan pencemaran berkelanjutan.


12

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan secara deskriptif alat insenerator yangdigunakan sebagai alat

pengelolaan limbah padat medis di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

Yogyakarta.

2. Menganalisis serta merefleksikan insenerator sebagai alat pengelolaan

limbah medis dengan menggunakan teorietika lingkungan Ekosentrisme.

3. Menjelaskan dan menganalisis relevansi mengenai pengelolaan limbah

medis padat rumah sakit Bethesda Yogyakarta dengan alat insenerator

sebagai usaha menghindarkan pencemaran berkelanjutan

C. Tinjauan Pustaka

Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa

diantaranya dapat membahayakan kesehatan di lingkungannya. Pembuangan

limbah yang berjumlah cukup besar dilakukan dengan cara memilah-milah limbah

ke dalam kategori untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara

pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah

sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi antrauma atau

Injuri(KMNLH, 1995 dalam Asmadi, 2013: 2).

Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis,

perawatan, poliklinik, farmasi atau yang sejenis, penelitian, pengobatan,

penelitian, atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius,


13

berbahaya atau bisa membahayakan, kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu.

Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya menimbulkan berbagai buangan, dan

sebagian dari hasilnya merupakan limbah berbahaya atau B3, seperti :

1. Limbah infeksius, yang terdiri dari exkreta, spesimen laboratorium,

bekas balutan, jaringan busuk, dan lain-lain.

2. Limbah tajam, yang terdiri atas pecahan peralatan gelas seperti

thermometer, jarum bekas, dan alat suntik.

3. Limbah plastik, bekas kemasan obat dan barang, cairan infus, spuit

sekali pakai/disposable, perlak.

4. Limbah jaringan tubuh, seperti sisa amputasi, plasenta, yang tidak

etis dibuang sembarangan.

5. Limbah sitotoxik, yakni sisa obat pembunuh sel yang digunakan

untuk mengobati penyakit kanker.

6. Limbah kimia dari laboratorium, rumah obat.

7. Limbah radioaktif.

8. Limbah cucian pakaian.

9. Limbah dapur.

10. Limbah domestik

Limbah dapat bersifat padat, cair, ataupun gas, sehingga pengelolaan

limbah rumah sakit harus dilakukan sesuai dengan jenis limbah. Beberapa

pedoman tentang pengolahan limbah telah dikeluarkan oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Proses pengendalian limbah ini masih sulit


14

dilaksanakan, karena tempat insenerasi limbah infeksius, ataupun bagian tubuh

masih sangat terbatas jumlahnya. (Soemirat, 2004: 148)

Limbah sebelum dimusnahkan dapat diolah dahulu, baik untuk

memperkecilvolume, untuk didaur ulang, atau dimanfaatkan kembali. Pengolahan

dapat sangat sederhana seperti pemilihan, sampai pada pembakaran atau

insenerasi. Insenerasi adalah suatu proses dimana limbah padat medis dibakar

dengan oksigen dari udara dan diubah menjadi gas hasil pembakaran serta residu

yang berupa abu. Insenerasi sangat mengurangi volume dan berat limbah medis

padat hingga tinggal kurang dari 5% dan dapat menghilangkan mikroba dari sisa

limbah(Soemarwoto, 2004:157).

Sukantoro dalam penelitiannya tahun 2008 halaman 12, menyimpulkan

bahwa pengelolaan limbah klinis tajam puskesmas di Yogyakarta belum

memenuhi kaidah pengelolaan limbah layanan kesehatan yang aman. Angka

kecelakaan limbah klinis tajam dalam satu tahun dialami oleh 17,20% petugas

yang melayani pasien dan 11,11% petugas pengumpul limbah.

Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan insenerator harus

memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan

BAPEDAL No.03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas

insenerator dan emisi yang dikeluarkannya. Insenerator yang diperbolehkan untuk

digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran

dan efisiensi penghancuran/penghilangan (Destruction, Reduction, Efisience)

yang tinggi. Insenerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang
15

dalam waktu relatif singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut

hingga menjadi abu. Persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan

insenerator adalah emisi udara yang dikeluarkan harus sesuai dengan baku mutu

emisi untuk Insenerator, sehingga tidak memberikan pengaruh polusi pada

lingkungan sekitar (Sudewi, 2013: 64).

Sidik dalam penelitiannya menjelaskan bahwa di dalam insenerator limbah

dibakar secara terkendali dan berubah menjadi gas (asap) dan debu. Insinerasi

sangat mengurangi volume dan berat limbah medis padat hingga tinggal kurang

dari 5% dan dapat menghilangkan mikroba dalam sisa limbah. Proses

pembakaran, waktu pembakaran, dan panas pembakaran merupakan faktor yang

penting. Panas yang tinggi akan dihasilkan proses pembakaran yang sempurna.

Proses pembakaran terdapat kemungkinan memiliki dampak terhadap masyarakat.

Masyarakat mungkin terganggu dengan bau, asap, panas, dan sebagainya.

Pengelolaan limbah medis merupakan bagian dari kegiatan penyehatan

lingkungan di layanan kesehatan yang bertujuan untuk melindungi masyarakat

dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah layanan

kesehatan dan upaya penanggulangan penyebaran penyakit (Sidik dalam Sudewi,

2013: 15).

Keuntungan pengelolaan limbah medis dengan menggunakan mesin

insenerator adalah dapat mencegah pencemaran udara dengan syarat bahwa

insenerator harus beroperasi berkesinambungan selama enam atau tujuh hari

dalam seminggu. Insenerator harus dalam kondisi temperatur yang dikontrol

dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat
16

efisiensi, untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dan bau (Sudewi, 2013:

63)

D. Landasan Teori

Gerakan teori etika lingkungan Ekosentrisme yakni Deep Ecologyadalah

yang paling mungkin sebagai alternatif untuk memecahkan dilemma etis

lingkungan hidup. Hal yang paling penting dalam Ekosentrisme adalah tetap

bertahannya semua yang hidup dan tidak hidup sebagai komponen ekosistem yang

sehat, seperti halnya manusia, semua benda kosmis memiliki tanggung jawab

moralnya sendiri (J. Sudriyanto dalam Santosa, 2000: 71-72).

Prinsip moralitas dalam definisi pemikiran Ekosentrisme juga mencakup

benda mati. Benda mati seperti batu, tanah, air, dan udara juga merupakan

makhluk yang setara dengan manusia. Hubungan manusia dengan alam tidak

hanya merupakan hubungan antara makhluk yang lebih mulia dengan makhluk

yang rendah. Pandangan Ekosentrisme memaksa manusia untuk juga menerapkan

prinsip moralitas dan hubungan etika dengan alam yang terdiri dari hewan,

tumbuh-tumbuhan, gunung air, dan lain-lain (Faisal, 2010: 178).

Prinsip etika lingkungan bertumpu pada dua unsur pokok dari teori

Biosentrisme dan Ekosentrisme. Pertama, komunitas moral tidak hanya dibatasi

pada komunitas sosial, melainkan mencakup komunitas lingkungan seluruhnya.

Kedua, hakikat manusia bukan hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga

makhluk lingkungan. Kedua unsur pokok tersebut mewarnai hampir seluruh

prinsip etika lingkungan (Keraf, 2010: 166).


17

E. Metode Penelitian

1. Bahan dan Materi Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan model penelitian

masalah aktual(Kaelan, 2005: 292). Penelitian ini melalui studi pustaka

dan diperkuat dengan wawancara dan observasi lapangan. Wawancara dan

observasi lapangan dilakukan di rumah sakit Bethesda Yogyakarta.

Pengolahan limbah padat medis denganinseneratorsebagai objek material,

sedangkan teori etika lingkungan Ekosentrisme sebagai objek formal

a. Sumber Pustaka Primer berupa :

1) Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan

Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Rumah sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Bulan Januari-Juni 2015.

2) Laporan Realisasi Kegiatan Pengoperasian Alat Pengolahan

(insenerator) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Rumah sakit

Bethesda Yogyakarta Periode Bulan Juli-September 2015.

b. Sumber Pustaka Sekunder berupa :

1) Borrong, Robert. P. 2000. Etika Bumi Baru. Jakarta: PT. BPK

Gunung Mulia.

2) Soemirat, Juli. 2004.Buku Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press

3) Keraf, Sonny. 2006. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas.
18

4) Attfield, Robin. 2010. Etika Lingkungan Global. Yogyakarta:

Kreasi Wacana.

5) Chandra, Budiman. 2014. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Jalan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

a) Inventarisasi dan kategorisasi, yaitu pengumpulan data kepustakaan

sebanyak mungkin dan penunjang lainnya yang berhubungan dengan

objek material maupun objek formal penelitian. Data hasil penelitian di

lapangan berupa observasi dan wawancara. Data kepustakaan dan

penelitian di lapangan dengan wawancara tentang insenerator sebagai

alat untuk mengelola limbah padat medis di rumah sakit Bethesda

Yogyakarta, sehingga dapat memperoleh gambaran lengkap dan

informasi tentang latar belakang adanya insenerator, pengelolaan

limbah medis dengan menggunakan insenerator, gambaran lengkap

mengenai teori etika lingkungan ekosentrisme dan pemaparan secara

berimbang dan objektif.

b) Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data primer dan data sekunder.

c) Reduksi data, yaitu penampilan data yang diperoleh.

d) Analisis sintesis, yaitu menganalisis data primer dan data sekunder,

kemudian mengeksekusi atau mengiliminasi data yang tidak perlu, dan

mengisentesiskan sesuai dengan gagasan dalam upaya memperkuat

penelitian.
19

3. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada buku Metode Penelitian

Kualitatif bidang Filsafat karangan Kaelan (2005: 297-299) yang

menggunakan unsur-unsur metodis sebagai berikut :

a) Verstehen

Data yang dikumpulkan dipahami berdasarkan karakteristik masing-

masing. Penulis berusaha memahami makna penelitian dari insenerator

yang memiliki fungsi untuk mengelola limbah padat medis serta

memahami makna teori etika lingkungan Ekosentrisme. Sehingga

mendapat gambaran yang jelas mengenai objek material dan objek formal.

b) Interpretasi

Dalam data yang diperoleh, penulis akan mencoba menemukan gambaran

yang jelas dan mendalam tentang hal-hal yang melatarbelakangi

pengelolaan limbah padat medis dengan insenerator di rumah sakit

Bethesda Yogyakarta. Proses pelaksanaan insenerator, dampak positif dan

negatif penggunaan mesin insenerator, kondisi lingkungan sekitar sebelum

dan sesudah ada insenerator, peranan petugas dalam pengelolaan limbah

medis menggunakan insenerator, yang kemudian dianalisis menggunakan

teori etika lingkungan Ekosentrisme.

c) Hermeneutika

Penulis berusaha menangkap makna esensial dari teori etika lingkungan

Ekosentrisme dalam memandang insenerator pengolah limbah medis padat


20

sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan yang disebabkan

limbah padat medis yang dihasilkan rumah sakit.

d) Holistika

Data secara keseluruhan diamati, terutama tentang insenerator dan dampak

pencemaran limbah medis terhadap lingkungan sekitar terutama

masyarakat di rumah sakit Bethesda Yogyakarta serta analisa teori etika

lingkungan Ekosentrisme dalam memandang pengelolaan limbah medis

dengan insenerator dan kemudian dilakukan penyimpulan.

F. Hasil yang Dicapai

Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diperoleh penjelasan yang mendalam tentang proses pengolahan limbah

padat medis menggunakan insenerator di rumah sakit Bethesda Yogyakarta.

2. Diperoleh pemahaman analitis tentang pengelolaan limbah padat medis

dengan insenerator di rumah sakit Bethesda Yogyakarta yang dikaji dengan

teori etika lingkungan Ekosentrisme.

3. Diketahui relevansi pengelolaan limbah medis dengan insenerator di

rumah sakit Berthesda Yogyakarta sebagai usaha menghindarkan pencemaran

berkelanjutan.
21

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

permasalahan, rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian,

tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil

yang ingin dicapai, dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang profil Rumah sakit Bethesda Yogyakarta, uraian

mengenaiinsenerator dan limbah medis secara umum, dampak positif dan

negatif penggunaan insenerator, kemudian dijelaskan pengolahan limbah

dengan insenerator yang ada di rumah sakit Bethesda Yogyakarta dari

proses pemilahan sampai pembakaran.

BAB III berisi tentang uraian pengertian etika, pengertian etika lingkungan

hidup, jenis etika yang meliputi ekologi, ekosistem. Kemudian dijelaskan

juga teori-teori etika lingkungan, prinsip-prinsip etika lingkungan, dan

uraian tentang gerakan Deep Ecology.

BAB IV berisi tentang pandangan Ekosentrisme dalam menilai adanya

insenerator pengolah limbah medis padat di rumah sakit Bethesda

Yogyakarta sebagai upaya pengendalian pencemaran limbah medis dan

dampak yang ditimbulkan akibat pengolahan limbah padat medis dengan

mesin insenerator, serta dijelaskan juga mengenai upaya pengelolaan

limbah medis padat dengan mesin insenerator.

BAB V berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran dengan

menjelaskan secara garis besar pembahasan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai