Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Dokter merupakan profesi yang dianggap membanggakan pada sebagian besar
masyarakat. Namun, pada pelaksanaannya dokter memiliki tanggung jawab besar yang harus
ditunaikan dimana hal ini tak semudah yang dipikirkan oleh masyarakat. Sebagai dokter, ia
berkewajiban untuk menangani hal-hal yang berhubungan dengan bidangnya yaitu sebagai
tenaga medis. Tak dipungkiri pula, jika ada tugas atau perintah dari Negara, seyogyanya
seorang dokter dapat melaksanakannya, karena hal itu merupakan kewajibannya kepada
Negara sebagai tenaga medis
Selain itu, terlepas dari profesinya sebagai seorang dokter, ia harus melaksanakan
hak dan kewajibannya seperti warga Negara pada umumnya, karena Ia juga merupakan
bagian dari warga Negara. Maka dari itu, dokter dituntut untuk selalu professional dalam
menjalankan profesinya.
Dalam era global yang terjadi waktu ini, profesi kedokteran merupakan salah satu
profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat banyak yang menyoroti profesi
dokter, baik sorotan yang disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia sebagai
induk organisasi para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media
elektronik.
Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda
bahwa saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap pelayanan medis dan pengabdian
profesi dokter di masyarakat. Pada umumnya ketidak puasan para pasien dan keluarga
pasien terhadap pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para
dokter, atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
didapatkan oleh pasien.
Memperoleh pelayanan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia. Pemerintah
menyadari rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama dalam mencapai masyarakat
adil makmur. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh
pemerintah dan masyarakat termasuk swasta. Agar penyelenggaraan upaya kesehatan itu

1
berhasil guna dan berdaya guna, maka pemerintah perlu mengatur, membina dan mengawasi
baik upayanya maupun sumber dayanya.
1.2. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu memahami tentang sejarah ilmu kedokteran.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu memahami tentang etika kedokteran dan
profesionalisme.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu memahami tentang komunikasi dokter pasien.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu memahami tentang teori informed consent
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu memahami tentang rekam medis
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu memahami tentang konflik antar dokter dengan
pasien.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah ilmu kedokteran
2. Utuk mengetahui tentang etika kedokteran dan profesionalisme
3. Untuk mengetahui komunikasi dokter dengan pasien
4. Untuk mengetahui teori informed consent
5. Untuk mengetahui tentang rekam medis
6. Untuk mengetahui konflik antara dokter dengan pasien

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Skenario
Skenario 1 keluarga pasien kecewa
Dr. A, merupakan dokter muda yang energik, meskipun masih berusia kurang dari 25
tahun, kewibaan dan kecerdasan terlihat nyata diwajahnya. ke tertarikan dalam ilmu
kedokteran disebabakan sejarah panjang ilmu kedokteran, sejak masa hipokrates dan
avisena yang telah meletakkan pelayanan pada keselamatan pasien. Sehari-hari ia bertugas
dbagian gawat darurat RSCM (rumah sakit ct mutia), dokter A menghadapi seorang pasien
yang didiagnosa sebagai tuberculosis paru berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisisk dan
penunjang (BTA staining dan ro thorax) yang telah dilakukan. Mengingat kondisi pasien
yang sangat lemah, dokter andi menganjurkan pemasangan pipa NGT san IVFD. Saat
pemasangan NGT pasien merasa tercekik dan sulit bernafasa dan terlihat gelisah. Melihat
hal itu keluarga pasien langsung emosional mereka menuding dokter tidak profesional,
memasang NGT saja tidak becus dan lagi mereka mempertanyakan apakah dr. A telah
meminta izin pada keluarga untuk memasang NGT?, dengan marah-marah mereka
menyatakan akan menuntut dr. A dokter andi mersa dia telah memberikan infornet consent
dan prosedur rekam medik dengan baik. Apa sebenarnaya yang terjadi antara dokter ini
denagan pasiennya?

2.2. Terminologi
2.2.1. NGT : adalah nasogastric tube yaitu alat yang digunakan untuk memasukkan
nutrisi cair dengan selang plastik yang di pasang melalui hidung sampai lambung.
2.2.2. IVFD (intervenous fluid drops) / infus : adalah jalur masuk cairan melalui
pembuluh darah yang tujuannya untuk menjamin asupan cairan yang cukup dan
untuk membuat jalur masuk obat.

2.3. Permasalahan
2.3.1. Bagaimana cara melakukan imformed consent dengan keluarga pasien ?
Jawab :
Cara melakukan imformed consen ada 3 :

3
Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung
resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88
butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien
memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko
yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);
Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-
invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;
Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien
yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan
lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap
dirinya.
Pada kahsus disekenario, dokter A harus melakukan imformed consent tertulis
karena dokter A melakukan pemasangan NGT yang mempunyai resiko dan
ketidak nyamanan pada pasien dan keluarga pasien mengetahui prosedur tindakan
yang akan dilakukan.

2.3.2. Pada siapa imformed consent diminta oleh dokter ?


Jawab :
Menurut skenario, imformed consent diberikan kepada keluarga pasien karena
pasien dalam keadaan sangat lemah. Informed consent sangat perlu dilakukan oleh
seorang dokter yang akan melakukan tindakan medis untuk menghindari kesalah
pahaman pihak keluarga ketika dokter sedang melakukan tindakan medis.

2.3.3. Apakah benar jika diagnosa pada skenario dilakukan NGT dan IVFD ?
Jawab :
Pada kahsus disekenario sebenarnya tidak perlu dilakukan pemasangan NGT,
karena pasien kemungkinan masih dalam keadaan sadar dan bisa diberikan
makanan-makanan yang lunak yang memungkinkan bisa untuk dimakan oleh

4
pasien. Sedangkan pemasangan IVFD bisa dilakukan melihat kondisi pasien yang
sangat lemah.

2.4. Learning Objective


2.4.1. Sejarah Ilmu kedokteran (Forensik/medikolegal)
Ilmu kedokteran merupakan campuran dari rasa ingin tahu, tahayul, dan ilmu
kedokteran yang lalu pada akhirnya terbentuk menjadi ilmu kedokteran yang telah lama
ada sebelum manusia mulai berorganisasi menjadi komunitas-komunitas dan
membentuk suatu pemerintahan yang dipimpin oleh hukum yang terdiri dari norma-
norma yang dapat diterima oleh masyarakat. Sayangnya sejarah mengenai interaksi
antara hukum dan kedokteran sangatlah terbatas dikarenakan sistem pencatatan yang
buruk dan tidak efektif. Asal dari ilmu kedokteran forensik hanya dapat ditelusuri
kembali mulai dari 5000 atau 6000 sebelum masehi. Pada masa itu Imhotep yang
merupakan pemuka agama tertinggi, Hakim tertinggi, pimpinan penyihir, dan tabib
kepala dari raja Zozer dianggap sebagai dewa oleh bangsa mesir. Dia merupakan orang
pertama yang mengaplikasikan antara kedokteran dan hukum pada lingkungan
sekitarnya.
Pada mesir kuno, peraturan hukum yang menyangkut praktek kedokteran disusun
dan dicatat pada papyri ( daun lontar ). Karena ketika itu kedokteran masih diliputi oleh
unsur mistis, orang yang menjalankan profesi tersebut sangat dihormati dan dianggap
sebagai golongan yang istimewa. Walaupun pengaruh dari tahayul dan magis masih
sangat kuat, prosedur pembedahan pasti dan informasi penting mengenai obat-obatan
berhubungan dengan interaksi, jika manusia menentang Tuhan atau iblis dapat
mengakibatkan bermacam-macam respon dari tubuh.
Pada tahun 2200 sebelum masehi Kitab undang-undang Hammurabi (Code of
hammurabi) merupakan kitab hukum formal pertama dari ilmu kedokteran yang
mengatur tentang organisai medis, batasan-batasan tugas, kewajiban dari profesi medis.
Termasuk sanksi dan kompensasi dari korban malpraktek. Prinsip-prinsip medikolegal
juga dapat ditemukan pada awal-awal peraturan hukum yahudi, yang membedakan
antara luka yang mematikan dan luka yang tidak mematikan, dan masalah keperawanan.

5
Kemudian pada abad pertengahan dari evolusi penting yurisprudensi (ilmu
hukum), Hippocrates dan pengikutnya mempelajari tentang lamanya kehamilan,
viabilitas bayi lahir prematur, Superfetation (kemungkinan terbentuknya lagi fetus yang
kedua pada wanita yg sedang hamil yang biasa ditemukan pada hewan mamalia), anak
yang pura-pura sakit, hubungan antara luka yang fatal dengan bagian tubuh lainnya.
Dan perhatian yang besar pada ilmu mengenai racun. Yang termasuk di dalam Sumpah
Hippocrates yaitu sumpah untuk tidak menggunakan dan menyarankan penggunaan
racun.
Sama seperti di mesir, praktek medis di india dibatasi hanya untuk anggota dari
kastakasta pilihan. Pendidikan ilmu kedokterannya juga diatur. Dokter secara formal
menyimpulkan waktu kehamilan seharusnya antara 9 hingga 12 bulan. Dan ilmu yang
mempelajari racun dan antidotumnya mendapatkan proritas utama.
Meskipun hanya sedikit, medikolegal juga berkembang pada masa romawi.
Investigasi dilakukan karena kematian yang mencurigakan, dari Julius Caesar yang
diakibatkan oleh 23 luka. 1 orang tabib yang cukup berpengalaman melaporkan bahwa
hanya 1 luka fatal yang menyebabkan kematian dari 2 luka yang ada. Antara 529 dan
564, Justinian Code (Kitab Justinian) dijadikan undang-undang hukum untuk mengatur
praktek dokter, pembedahan dan kebidanan, standar malpraktek, tanggung jawab ahli
medis, dan batas jumlah dokter yang ada di setiap kota dengan jelas ditetapkan.
Sepanjang abad pertengahan medikolegal mengalami perkembangan untuk
masalah yang dilatar belakangi masalah impotensi, sterilitas, kehamilan, aborsi,
penyimpangan seksual, keracunan, dan perceraian. Untuk kasus pembunuhan dan luka
perorangan, diserahkan pada prosedur investigasi tingkat lanjut. Pada tahun 925 inggris
mendirikan Office of Coroner (kantor pemeriksa mayat). Kantor ini bertanggung jawab
untuk memperkirakan sebab kematian yang mencurigakanuntuk membantu proses
penyelidikan.
Kontribusi Cina pada kedokteran forensik tidak pernah muncul ke permukaan
sampai pertengahan awal abad ke 13. Nampaknya ilmu pengetahuan medikolegal
diturunkan secara diam-diam dari generasi ke generasi lainnya. Xi Juan Lu
(Pembersihan ketidak benaran ) pengaruhnya masih dikenal hingga sekarang karena
isinya yang sangat komprehensif, dan merupakan acuan untuk melakukan prosedur-

6
prosedur penanganan kematian yang tidak wajar secara detail, dan menekankan pada
langkahlangkah penting yang harus dilakukan dalam investigasi secara teliti. Ditambah
lagi, pada buku ini juga dicantumkan kesulitan-kesulitan pemeriksaan akibat
pembusukan, luka palsu, luka antemortem, luka postmortem, dan cara membedakan
antara jasad yang ditenggelamkan setelah dibunuh atau mati karena tenggelam. Pada
setiap kasus wajib dilakukan pemeriksaan terhadap jasad walaupun keadaan tubuhnya
sudah membusuk Pada akhir abad ke-15 Justinian code sudah ditinggalkan dan hanya
menjadi barang peninggalan bersejarah saja.
Dan dimulailah era baru ilmu kedokteran forensik Eropa yang diambil dari dua
kitab hukum Jerman. Yaitu pada tahun 1507 dari Bamberger code (Coda Bambergensis)
dan pada tahun 1553 dari Caroline code ( Constitutio Criminalis Carolina ). Caroline
code yang berdasarakan Bamberger code mengharuskan adanya kesaksian dari ahli
medis pada setiap persidangan kasus pembunuhan, keracunan, luka, gantung diri,
tenggelam pembunuhan terhadap bayi, aborsi dan setiap keadaan yang disertai
perlukaan pada manusia.
Dari hasil itu semua negara-negara lainnya mulai mempermasalahkan penilaian
hukum yang masih dipengaruhi oleh tahayul seperti Trial by Ordeal (salah atau tidak
bersalah ditentukan dengan cara menjalankan siksaan, jika tidak terluka atau luka yang
ada cepat sembuh dinyatakan tidak bersalah). Terjadilah perubahan undang-undang,
khususnya di prancis. Dan isi dari medikolegal diterbitkan di seluruh eropa. Buku yang
perlu mendapatkan perhatian khusus adalah buku adari Ambroise Pare (1575) yang
membahas masalah monstrous birth, sakit palsu, dan metode-metode yang dipakai
dalam menyiapkan laporan medikolegal.
Pada tahun 1602 informasi medikolegal semakin bertambah hingga penerbit
Fortunato Fidele menerbitkannya menjadi empat buah volume. Bahkan sekitar tahun
1621 atau 1635 dokter pribadi dari Paus paulus, Paul Zacchia berkontribusi
menambahkan pembahasan mengenai kematian sewaktu persalinan, pemalsuan
penyakit, kemiripan anak dan orang tuanya, keajaiban, keperawanan, pemerkosaan,
umur,impotensi, tahayul, moles pada seri Questiones Medico Legales yang semakin
bertambah. Karena keterbatasan pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi tubuh,
buku ini kurang akurat walaupun demikian buku ini dipakai sebagai sumber yang cukup

7
berpengaruh diri keputusan medikolegal yang berlaku pada saat itu. Pada tahun 1650
Michaelis memberikan kuliah pertama mengenai hukum kedokteran di Leipzig ,
pengajar yang menggantikannya menyusun De Officio Medici Duplici Clinici Mimirum
ac Forensis yang diterbitkan pada tahun 1704 diikuti textbook selanjutnya Corpus Juris
Medico-Legal yang ditulis oleh valenti pada tahun 1722.
German secara signifikan menstimulasi penyebaran ilmu kedokteran forensik,
namun setelah terjadinya revolusi prancis sistem pendidikan kedokteran prancis dan
pengangkatan ahli medis, secara nyata memajukan parameter bidang ini. Namun harus
diingat juga bahwa witch mania yang berasal dari tahun 1484 yang dimulai oleh papal
edict masih dianut secara luas sepanjang abad 18. Dengan persetujuan dari komunitas
medikolegal, ribuan orang yang dianggap sebagai penyihir dipancung dan dibakar
hiduphidup. Walaupun hukum ini telah dihapuskan oleh inggris pada tahun 1736,
mereka yang dicurigai sebagai penyihir dihakimi dan dibunuh oleh massa hingga akhir
tahun 1760.
Dan perlu diketahui juga bahwa prancis juga pernah mengadakan pengadilan
untuk penyihir pada tahun 18181, dan dijelaskan dengan sangat akurat pada Chaille.
Namun di inggris hukum kedokteran terus mengalami kemajuan yang menghasilkan
dasar-dasar dari informasi secara mendalam yang kita pakai hingga sekarang ini. Di
inggris pada tahun 1788 diterbitkan buku medikolegal pertama yang cukup dikenal.
Sepanjang tahun itu Profesor Andrew Duncan dari Edinburg memberikan instruksi yang
sistematis mengenai hukum kedokteran pada setiap universitas yang berbahasa inggris.
Sebagai tanda penghargaan dari kerajaan diberikan Regius Chair yang pertama kali
pada ilmu kedokteran forensik yang didirikan pada tahun 1807.
Delapan tahun kemudian undang-undang pemeriksaan mayat menjelaskan tugas-
tugas dan dasar hukum dari pemeriksa mayat (Coroner) terus berkembang, yang
termasuk kewajibannya adalah :
1. Menginvestigasi pada setiap kasus kematian mendadak,kematian akibat
kekerasan, dan kematian yang yidak wajar.
2. Menginvestigasi kematian yang terjadi pada tahanan.
Dan juga ditetapkan adanya kualifikasi minimum yang harus dipunyai untuk
menjadi pemeriksa mayat dan secarasangat hati-hati hal ini diuraikan pada hukum

8
kedokteran dalam masalah kriminal. Tidak sampai tahun 1953 perundang-undangan
sipil pemeriksa mayat telah dijelaskan. Koloni Amerika awal, membawa sistem
pemeriksa jenazah secara utuh ke Amerika. Di amerika profesi ini diangkat atas dasar
politik. Dan hampir semuanya kurang mendapat pelatihan medis, menyebabkan
penentuan sebab kematian hanya berdasarkan opini personal. Pada tahun 1877 masalah
ini memicu Massachuset untuk mengganti semua pemeriksa jenazah. Dan dengan cepat
diikuti oleh New york yang mendirikan pelatihan untuk melatih profesi ini agar
menghasilkan pemeriksa jenazah yang ahli dan berkualitas sehingga dapat memecahkan
misteri dibalik kematian akibat kekerasan yang semakin bertambah dari tahun ke tahun
sejalan dengan meningkatnya populasi manusia. Pemeriksa jenazah diberikan
kekuasaan untuk memberikan perintah otopsi. Selama akhir pertengahan abad ke dua
puluh, ilmu kedokteran forensik semakin mengalami peningkatan. Dengan adanya
perbaikan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang menyediakan bahan baru dan
dasar kerja untuk perkembangan yurisprudensi.
Program pengajaran medikolegal sekarang sudah terdapat pada banyak
universitas, sekolah kedokteran dan sekolah hukum. Program ini secara sederhana
menjadi dasar dasar teori. dan forum pembahasannya harus berasal dari akademi
sampai ke ahli di di bidang ini.

2.4.2. Etika dan Profesionalisme Kedokteran


Etika
Etika berasal dari bahawa yunani yaitu ETHOS yang brarti berarti norma-norma, nilai-
nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Adapun
menurut para ahli :
Drs. O.P. SIMORANGKIR: etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat: etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
Drs. H. Burhanudin Salam: etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya

9
Pengertian profesi
adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian
Pengertian Profesionalisme, Profesional dan Profesi Profesionalisme
adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu
dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa
keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut untuk
dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang
tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).
Profesi:
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam
Profesional :
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya
Ciri-ciri profesi :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki
berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi

10
Prinsip-prinsip etika profesi
1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
Etik kedokteran
Tata perilaku kelompok profesional dibidang medis (para dokter), yang mengandung
studi nilai-nilai, moral para dokter, serta sesuai dengan prinsip dan pokok prilaku
profesi seorang dokter.
Tujuan etika kedokteran
Mengutamakan keselamatan dan kepentingan penderita
Melindungi profesi dokter itu sendiri
Landasan Etik diindonesia
Sumpah Hipocrates
Konferensi Genewa
Lafal Sumpah Dokter
KODEKI ( Kode Etik kedokteran Indonesia )
KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia)
Merupakan pedoman bagi dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan
praktek kedokteran. Tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19
April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik
Kedokteran Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1969 dalam Musyawarah
Kerja Susila Kedokteran Indonesia. Dan sebagai bahan rujukan yang dipergunakan
pada saat itu adalah Kode Etik Kedokteran Internadional yang telah disempurnakan
pada tahun 1968 melalui Muktamar Ikatan Dokter Sedunia ke 22, yang kemudian
disempurnakan lagi pada MuKerNas IDI XIII, tahun 1983.

KEWAJIBAN UMUM

11
Pasal1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.
Pasal2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standard
profesi yang tertinggi.
Pasal3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal6
Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan tehnik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal7a
Seorang dokter harus, dalam setiappraktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal7c
Seorang dokter harus menghormati hak hak pasien, hak hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

12
Pasal7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk insani.
Pasal8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenar benarnya.
Pasal9
setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN


Pasal10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT


Pasal14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal15

13
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI


Pasal16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
kedokteran/kesehatan.

Prinsip dasar etika kedokteran :


1. Prinsip tidak merugikan (non maleficence), merupakan prinsip dasar menurut tradisi
Hipocrates, primum non nocere. Jika kita tidak bisa berbuat baik kepada seseorang,
paling tidak kita tidak merugikan orang itu. Dalam bidang medis, seringkali kita
menghadapi situasi dimana tindakan medis yang dilakukan, baik untuk diagnosis atau
terapi, menimbulkan efek yang tidak menyenangkan
2. Prinsip berbuat baik (beneficence), merupakan segi positif dari prinsip non maleficence.
Tapi kewajiban berbuat baik ini bukan tanpa batas. Ada 4 (empat) langkah sebagai
proses untuk menilai risiko, sehingga kita bisa memperkirakan sejauh mana suatu
kewajiban bersifat mengikat :
Orang yang perlu bantuan itu mengalami suatu bahaya besar atau risiko
kehilangan sesuatu yang penting
Penolong sanggup melakukan sesuatu untuk mencegah terjadinya bahaya atau
kehilangan itu
Tindakan penolong agaknya dapat mencegah terjadinya kerugian itu dan
Manfaat yang diterima orang itu melebihi kerugian bagi penolong dan membawa
risiko minimal
3. Prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), merupakan suatu kebebasan
bertindak dimana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang
ditentukannya sendiri. Di sini terdapat 2 unsur yaitu : kemampuan untuk mengambil
keputusan tentang suatu rencana tertentu dan kemampuan mewujudkan rencananya

14
menjadi kenyataan. Dalam hubungan dokter-pasien ada otonomi klinik atau kebebasan
professional dari dokter dan kebebasan terapetik yang merupakan hak pasien untuk
menentukan yang terbaik bagi dirinya, setelah mendapatkan informasi selengkap-
lengkapnya
4. Prinsip keadilan (justice), berupa perlakuan yang sama untuk orang-orang dalam situasi
yang sama, artinya menekankan persamaan dan kebutuhan, bukannya kekayaan dan
kedudukan sosial

2.4.3. Komuniksi Dokter-Pasien


Komunikasi dokter-pasien adalah hubungan yang berlangsung antara dokter/dokter gigi
dengan pasiennya selama proses pemeriksaan/pengobatan/ perawatan yang terjadi di
ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas dalam rangka
membantu menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Komunikasi efektif dokter-pasien adalah pengembangan hubungan dokter-pasien
secara efektif yang berlangsung secara efisien, dengan tujuan utama penyampaian
informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerja
sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan
nonverbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya, peluang
dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk
mengatasi permasalahannya.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh
kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan
komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus
diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang
efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat
mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya
sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan
pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan
patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut
dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.

15
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan
waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter
terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian
pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan
kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan
masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. Namun disadari
bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untukmelakukannya. Dalam
kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun komunikasi efektif dokter-
pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman
(guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau
keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan
komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-
pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi
keduanya (Kurtz, 1998)
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi
yang digunakan:
Disease centered communication style atau doctor centered communication style,
yaitu komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-
gejala.
Illness centered communication style atau patient centered communication style,
yaitu komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang
secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien,
kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang
dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta
kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak memerlukan
waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style. Keberhasilan

16
komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan
kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi
pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan apabila dokter memiliki
ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa pentingnya
empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi
berikut:
(1) kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a
physician cognitive capacity to understand patients needs),
(2) menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective
sensitivity to patients feelings),
(3) kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya
kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).

Tujuan Komunikasi dokter pasien


Dari sekian banyak tujuan komunikasi maka yang relevan dengan profesi dokter
adalah:
(1) Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).
(2) Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk
kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan
finansial.
(3) Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan
pasien.

(4) Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang


penyakit/masalah yang dihadapinya.
(5) Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau hal-
hal yang telah disetujui pasien.
Manfaat Komunikasi Dokter Pasien
Berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien di antaranya:
(1) Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter

17
atau institusi pelayanan medis.
(2) Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar
hubungan dokter-pasien yang baik.
(3) Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
(4) Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.

Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan
komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes
RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut :
Salam: Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan waktu
untuk berbicara dengannya.
Ajak Bicara: Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri.
Dorong agar pasienmau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya.
Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya,
serta mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun
tertutup dalam usaha menggali informasi.
Jelaskan: Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin
diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh
pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai
penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.
Ingatkan: Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir
percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang
keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun

18
klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta
mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting.

2.4.4. Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa
yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum
bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan
sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.

Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu
pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter
untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi
secukupnya.

Tiga elemen Informed consent

1. THRESHOLD ELEMENTS
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena
sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang
kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat
keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya
merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga
memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat
kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan
alasan yang reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa,
sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa
diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah.
Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila

19
mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat
keputusan menjadi terganggu.

2. INFORMATION ELEMENTS
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan)
dan understanding (pemahaman).
Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada
tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga
pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik
informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :
Standar Praktik Profesi

Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi


ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis.
Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak
sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak
bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna
dari sisi sosial pasien.

Standar Subyektif

Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien
secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut oleh pasien.

Standar pada reasonable person

Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
umumnya orang awam.

20
3. CONSENT ELEMENTS

Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)
danauthorization (persetujuan).

Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan.


Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap
seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.

Consent dapat diberikan :

a. Dinyatakan (expressed)
Dinyatakan secara lisan
Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila
dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif
atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna.
Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua
jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.
b. Tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun
melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun
consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling
banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang
menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil
darahnya.

Proxy Consent
Adalah consent yang diberikan oelh orang yang bukan si pasien itu
sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara

21
pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan
oleh pasien, bukan baik buat orang banyak).
Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah
suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh
dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.

Konteks dan Informed Consent

Doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :

1. Keadaan darurat medis

2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat

3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)

4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada


pasien yang melepaskan haknya memberikan consent.

5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.

Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan


informed consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap
memiliki mental lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam
keadaan terminal seringkali tidak dianggap cakap menerima informasi yang
benar apalagi membuat keputusan medis. Banyak keluarga pasien melarang
para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan sakitnya.

Keluhan pasien tentang proses informed consent :

Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis


Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada
waktu untuk tanya jawab.

22
Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu
mencerna informasi
Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.

Keluhan dokter tentang informed consent

Pasien tidak mau diberitahu.


Pasien tak mampu memahami.
Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

2.4.5. REKAM MEDIS


Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam
medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh
dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien
dalam rangka palayanan kesehatan.
Rekam medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam
pelayanan kesehatan. Catatan-catatan tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi
pasien karena dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam
menentukan keputusan baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya.
Dokter atau dokter gigi diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku.
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus
dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat
jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap
dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut:
1. Pasien Rawat Jalan
Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-
kurangnya antara lain :

a. Identitas Pasien

23
b. Tanggal dan waktu

c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)

d. Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis

e. Diagnosis

f. Rencana penatalaksanaan

j. Persetujuan tindakan bila perlu

h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

i. Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan

g. Pengobatan dan atau tindakan

2. Pasien Rawat Inap


Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-
kurangnya antara lain:

a. Identitas Pasien
b. Tanggal dan waktu.
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila perlu
i. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharge summary)
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan ksehatan.
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
m. Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik

24
3. Ruang Gawat Darurat
Data pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-
kurangnya antara lain:

a. Identitas Pasien
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu.
e. Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
f. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
g. Diagnosis
h. Pengobatan dan/atau tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat
dan rencana tindak lanjut.
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain dan
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu

2.4.6. KONFLIK DOKTER DAN PASIEN


Dalam peranan sosial dokter terdapat sejumlah konflik yang berkaitan dengan
peranan tersebut, namun hal itu merupakan bagian dari ketentuan yang harus
dilaksanakan pelakunya. Konflik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Konflik antara kepentingan pasien sebagai perorangan dengan kepentingan pasien-


pasien kelompok. Masalah ini muncul dalam pembhasan tentang pasien yang
sekarat atau akan meninggal.
2. Konflik menyangkut masalah pengelolaan sumberdaya seperti waktu, keahlian dan
material untuk setiap pasien. Jika suatu rumah sakit mengalami kekurangan
sumberdaya untuk mengobati semua pasien maka dokter harus memilih pasien yang
mengalami keadaan kritis dan menanganinya sesuai dengan prosedur yang berlaku
dan peralatan yang ada.

25
3. Konflik menyangkut kebutuhan dokter untuk membuat keseimbangan antara
kepentingan pasien di masa kini dan kepentingannya di masa depan. Kesulitan yang
muncul dalam hal ini seperti yang digambarkan dalam studi Duff dan Hollingshead
di New Heaven Connecticut, bahwa pasien yang diagnoisnya tidak dilakukan
dengan teliti seringkali diobati dengan mengorbankan seluruh kepentingan masa
depan mereka.
4. Konflik menyangkut ketelibatan dokter dalam mmperhatikan kesejahteraan pasien,
namun mungkin kurang memperhatikan akibat tindakannya bagi rumah tangga
pasien dan kerabatnya.
5. Konflik menyangkut situasi disaat dokter tidak dapat menolong pasien sehingga ia
terpaksa berpegang pada pandangan sendiri tentang perannya sebagai penyembuh
penyakit. Hal ini bisa terjadi karena dokter kurang memiliki kemampuan teknis
untuk mengatasinya atau karena pasien mengharapkan terlalu banyak hal-hal yang
berada diluar wewenang dokter.
6. Konflik antara kewajibannya untuk menolong pasien dan kewajibannya sebagai
seorang petugas medis dari suatu badan atau instansi.
7. Konflik antara tanggung jawab dokter terhadap pasiennya dan kariernya sendiri.
Masalah ini terdapat pada setiap jenis pekerjaan.
8. Konflik antara peranan tertentu dengan peran lainnya misalnya antara peranan seagai
dokter, ayah, suami, pemain tennis dan sebagainya. Konflik seperti ini sangat
menentukan dalam bidang kedokteran karena sakit dan kematian tidak mengenal
malam minggu atau liburan. Dokter mungkin terpaksa menangani keadaan gawat
darurat setiap saat.

Hak dan Kewajiban Dokter

Sesuai dengan Bab VII Penyelenggaraan Praktik Kedokteran pada bagian Ketiga yaitu :

Pasal 50 dikatakan bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak : Memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.
Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur

26
operasional. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya
dan menerima imbalan jasa.
Pasal 51 dikatakan bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban : Memberikan pelayanan medis sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien merujuk
pasien ke dokter atau dokter gigi yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih
baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan menambah
ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi

Hak dan Kewajiban Pasien

Hak-hak pasien tersebut di antaranya:

Hak untuk mendapatkan pelayanan yang manusiawi.


Hak memperoleh asuhan perawatan yang bermutu baik.
Hak untuk memilih dokter yang merawat.
Hak untuk meminta dokter yang merawat agar mengadakan konsultasi dengan dokter
lain.
Hak atas privacy dan kerahasiaan berkenaan penyakit yang diderita.
Hak untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang: penyakit yang diderita;
tindakan medis apa yang akan dilakukan dan kemungkinan timbulnya penyulit
sebagai akibat tindakan tersebut; alternatif pengobatan lain; prognosis atau
perjalanan penyakit; serta perkiraan biaya pengobatan.
Hak meminta untuk tidak diinformasikan tentang penyakitnya kepada orang atau
pihak lain.
Hak untuk menolak tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Hak untuk mengajukan keluhan-keluhan dan memperoleh tanggapan segera.
Hak untuk didampingi keluarga pada saat kondisi kritis.

27
Hak mengakhiri pengobatan dan rawat inap atas tanggung jawab sendiri.
Hak untuk menjalankan ritual agama dan kepercayaannya di Rumah Sakit, selama
tidak mengganggu pengobatan dan pasien yang lain.

Kewajiban-kewajiban pasien yaitu antara lain:


Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib
di Rumah Sakit.
Pasien wajib untuk menceritakan secara jujur tentang segala sesuatu mengenai
penyakit yang dideritanya.
Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dalam rangka
pengobatannya.
Pasien dan/atau penanggungnya berkewajiban untuk memenuhi segala perjanjian
yang ditandatanganinya.

28
BAB III

KESIMPULAN

Profesi yang dianggap membanggakan pada sebagian besar masyarakat yaitu seorang
dokter. Namun, pada pelaksanaannya dokter memiliki tanggung jawab besar yang harus
ditunaikan dimana hal ini tak semudah yang dipikirkan oleh masyarakat.

Selain itu, terlepas dari profesinya sebagai seorang dokter, ia harus melaksanakan
hak dan kewajibannya seperti warga Negara pada umumnya, karena Ia juga merupakan
bagian dari warga Negara. Maka dari itu, dokter dituntut untuk selalu professional dalam
menjalankan profesinya.
Pentingnya perstujuan (inform consent) dalam memulai tindakan yang bersifat gawat
darurat dan non gawat darurat untuk tetap menjaga profesionalisme dokter kepada pasien
demi kenyamanan bersama.
Informed consent disini adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan
apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum
bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak
atas layanan yang ditawarkan pihak lain.

29
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. Kode Etik Kedokteran Indonesia. http://idicabangkotabaru.blogspot.com. Akses


Oktober 2013.

Anonimus. Sejarah Singkat Ilmu Kedokteran Forensik. http://wartawarga.blogspot.com. Akses


ktober 2013.

Hanafiah, M. Jusuf., dkk. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan : edisi 4. Jakarta. EGC

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. 2002. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan
Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarata : MKEK Pusat

Sahim, Asnil. 2010. Etika Kedokteran. Panitia Etik RS M Djamil.Setyobudy, Irwan. 2010.
Materi Ajar Etika dan Profesionalisme. Mataram: Fakultas Kedokteran Unizar

Wasisto, Broto., dkk . 2006. Komunikasi Efektif Dokter Pasien. Jakarat: Konsil Kedokteran
Indonesia.

30

Anda mungkin juga menyukai