Anda di halaman 1dari 3

Kelompok Masyarakat Samin.

Zaki Amani /20170510359

Pengertian dan Sejarah


Masyarakat Samin adalah keturunan para pengikut Samin Seorontiko yang mengajarkan
sedulur sikep, dimana mereka mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam
bentuk lain di luar kekerasan.
Samin Seosantiko sering juga disebut sebagai Raden Kohar. Ia masih berdarah
bangsawan Majapahit yang hidup pada zaman kolonial Belanda. Karena alasan tertentu
memutuskan meninggalkan gemerlap dunia kebangsawaan. Ia mendalami keilmuan spiritual
yang saat itu sudah dimulai diintervensi oleh kepentingan kelompok tertentu, khususnya oleh
agama-agama baru dan tata kehidupan kolonial. Mbah Samin mendalami sendiri nilai-nilai
luhur serta beladiri menentang penjajahan Belanda dan pada akhirnya mengajarkan kepada
murid-muridnya, begitu menoloknya sikap Mbah Samin terhadap tata kehidupan saat itu,
sehingga sampai kini orang lain mengatakan dasar orang Samin pada tindak-tanduk serupa.
Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang
dibuat oleh pemerintah kolonial. Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga baru
pada tahun 70-an, mereka baru tahu Indonesia telah merdeka. Kelompok Samin ini tersebar
sampai Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah
dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-masing bermukim di perbatasan kedua wilayah,
jumlah mereka tidak banyak dan tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua
provinsi. Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata Samin bagi mereka
mengandung makna negatif.
Pokok Ajaran Saminisme
Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu tidak suka
mencuri, menolak membayar pajak dan menjadi bahan lelucon terutama dikalangan
masyarakat Bojonegoro. Pokok ajaran Samin diantaranya adalah :
a) Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama,
oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama, yang penting
adalah tabiat dalam hidupnya.
b) Bersikap sabar dan jangan sombong.
c) Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan
hanya satu, dibawa abadi selamanya. Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal
tidaklah meninggal namun hanya menanggalkan pakaiannya.
d) Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati.
e) Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan terdapa unsur ketidak
jujuran. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam berbentuk uang.
Kebudayaan
Sabagaimana paham lain yang paham dianggap oleh pendukungnya sebagai agama, orang
Samin juga memiliki kitab suci. Kitab Suci itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri
dari beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri
Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip dan merupakan nama-nama kitab yang
amat populer dan dimuliakan oleh orang Samin.
Ajaran yang ada dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati)
ditulis dalam bentuk puisi tembang yaitu genre puisi tradisional kesusasteraan jawa.
Dengan mempedomani kitab itulah, orang Samin hendak membangun sebuah negara
batin yang jauh dari sikap dengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka
hendak mewujudkan perintah lakonan sabar. Sabare dieling-eling Trokali dilakoni
Sistem Kekerabatan
Dalam hal kekerabatan masyarakat Samin memiliki persamaan dengan kekerabatan Jawa
pada umumnya, sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama hanya saja mereka tidak
terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah kakek atau nenek.
Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin maupun masyarakat di luar Samin terjalin
dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Samin
memiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat
sekalipun tempat tinggalnya jauh.
Upacara dan Tradisi
Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih
desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat
pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan,
kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian mereka melakukan tradisi tersebut secara
sederhana. Contoh salah satu tradisi yang ada pada Suku Samin adalah ketika malam
Syuronan (tahun baru hijriah) meraka mengadakan sedekah bumi.
Pernikahan
Menurut masyarakat Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan
itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan Atmaja
(U)Tama (anak yang mulia). Dalam ajaran Samin, dalam perkawinan seorang pengantin
laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : sejak
Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (kali ini) mengawini seorang perempuan
bernama...... saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.
Dalam beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya
yang sampai sekarang masih dipatuhi warga Samin. Menurut orang Samin perkawinan sudah
dianggap sah walaupun yang menikahnya hanya orang pengantin.
Sikap terahadap lingkungan
Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan sangat positif mereka memanfaatkan
alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini
sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana tidak berlebih-lebihan dan
apa adanya. Tanah bagi mereka bagai Ibu sendiri, artinya tanah memberi mereka kehidupan
kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.
Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa saja yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan
musim saya yaitu penghujan an kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekanyaan
alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.
Bahasa
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Jawa Ngoko dan bagi mereka menghormati
orang lain bukan hanya sekedar dari bahasa apa yang digunakan tetapi juga dengan sikap dan
perbuatan apa yang ditunjukan
Kesimpulan
Perjuangan Demi Sebuah Eksistensi Ditengah peradaban yang semakin modern, masih ada
beberapa suku atau daerah yang masih mempertahankan tradisi ajarannya. Adanya himpitan
kebudayaan tradisional yang makin ditinggalkan, mengakibatkan orang lupa dengan
kebudayaan aslinya. Tapi masih banyak orang yang tetap berpegang teguh pada ajarannya.
Salah satu suku yang masih mempertahankan eksistensinya adalah Samin. Terlepas dari sikap
samin yang masih terkesan primitif dan jarang untuk bersosialisasi dengan masyarakat luar.

Samin adalah sebuah suku yang terletak di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo,
Kabupaten Blora. Desa ini terletak kurang lebih 25 kilometer di sebelah utara Randublatung.
Sebuah perkampungan yang terletak di tengah hutan jati. Mereka adalah sekelompok
masyarakat yang mempunyai paham Saminisme, masyarakat Samin sangat menjunjung tinggi
kejujuran, kerukunan, perdamaian dan kearifan dalam memakai alam, semangat gotong-
royong dan saling menolong yang masih tinggi.
Kegiatan masyarakat Samin dimulai dengan bercocok tanam, mereka memanfaatkan
hasil dari hutan mereka sendiri. Mereka mengambil kayu untuk membangun rumah.
Masyarakat Samin tidak ada yang berdagang, tidak bersekolah, tidak berpologami. Mereka
juga menolak pemungutan pajak yang diterapkan oleh pemerintah.
Perkawinan masyarakat Samin juga memilki berbedaan, yaitu pihak laki-laki
mengucapkan dua kalimat syahadat. Selain itu perkawinan mereka tidak dicatat di catatan
sipil. Itu berarti mereka tidak sah secara negara. Dalam hal ini, pemerintah mengusulkan agar
perkawinan tersebut didaftarkan oleh KUA. Agar perkawinan tersebut sah baik secara adat
maupun negara.

Anda mungkin juga menyukai