Anda di halaman 1dari 2

Pernahkah kawan-kawan micro bankers baik di BPR maupun di Koperasi Simpan Pinjam

(terutama yang institusinya belum memiliki divisi/bagian legal sendiri) mendapat masalah
dalam legalitas perjanjian kreditnya ketika suatu kredit menjadi bermasalah dan ternyata ada
beberapa hal yang seharusnya diperjanjikan dalam suatu klausula tersendiri dan ternyata tidak
dipenuhi dalam perjanjian kredit bakunya?

Atau kejadian serupa terjadi karena pada saat membuat perjanjian kredit kita hanya melakukan
copy-paste atau hanya merubah data debitur pada form perjanjian kredit yang telah
disediakan?

Untuk membahas ini, sebaiknya kita membahas dulu mengenai apa dan bagaimana kekuatan
hukum dari perjanjian baku yang tiap hari digunakan itu.

So.Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah


dibakukan oleh pemakainya (dalam transaksi perbankan adalah bank yang
bersangkutan) dan pihak lain (dalam transaksi perbankan adalah nasabah dari bank tersebut)
pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.

Perjanjian baku dapat dirumuskan dalam pengertian bahwa perjanjian baku


merupakan perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Perjanjian baku terkadang tidak memperhatikan isinya, tetapi hanya
menekankan pada bagian pentingnya dengan janji-janji atau klausula yang harus dipenuhi
oleh para pihak yang menggunakan perjanjian baku dan seringkali bunyinya sangat umum
dan digeneralisasi. Perjanjian baku biasanya digunakan dalam volume besar dan untuk
transaksi yang ditentukan oleh salah satu pihak dan persyaratan-persyaratan yang tertuang
dalam perjanjian baku tersebut harus diterima oleh pihak lain secara keseluruhan tanpa adanya
negosiasi diantara para pihak
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit merupakan perjanjian baku atau perjanjian standar,
karena dalam praktik perbankan, setiap bank telah menyediakan blanko atau formulir perjanjian
kredit yang isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu. Formulir tersebut diberikan kepada setiap
calon nasabah yang akan mengajukan permohonan fasilitas kredit.
Calon nasabah hanya diminta pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang
tersebut dalam formulir yang diberikan atau tidak.

Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka
debitur berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit
tersebut, akan tetapi jika debitur menolak maka ia tidak perlu menandatangani perjanjian
kredit tersebut.

Perjanjian kredit tidak mempunyai suatu bentuk tertentu karena tidak ditentukan oleh undang-
undang. Hal ini menyebabkan perjanjian kredit antara bank yang satu
dengan lainnya tidak sama, karena disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank. Akan
tetapi pada umumnya perjanjian kredit bank dibuat dalam bentuk tertulis baik secara notariil
maupun di bawah tangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan


tidak terdapat ketentuan tentang perjanjian kredit bank. Menurut ketentuan Hukum Perdata
Indonesia perjanjian kredit merupakan salah satu bentuk perjanjian pinjam
meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata. Menurut Buku III KUH
Perdata, perjanjian kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam yang mempunyai sifat riil,
yaitu terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah.

Dalam salah satu bukunya Marhenis Abdul Hay berpendapat bahwa ketentuan dalam Pasal
1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjam mengganti mempunyai pengertian yang identik
dengan perjanjian kredit bank, yaitu :

Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak


yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini
akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Sedang Wiryono Prodjodikoro menafsirkan ketentuan dalam Pasal 1754 KUH Perdata adalah
sebagai persetujuan yang bersifat riil, karena ketentuan dalam Pasal 1754 KUH Perdata tidak
disebutkan bahwa pihak pertama mengikatkan diri untuk memberikan suatu jumlah tertentu
barang-barang yang menghabis, melainkan pihak pertama memberikan suatu jumlah tertentu
barang-barang yang menghabis karena pemakaian.

Dengan demikian, Perjanjian Kredit Baku atau yang telah diformulirkan dapat disimpulkan sah
secara hukum, namun penggunaanya harus disesuaikan dengan syarat dan kondisi kredit yang
akan diperjanjikan agar klausula-klausula dalam Perjanjian Kredit dapat memberikan
pengamanan maksimal bagi lembaga kita Jika kemudian diketahui bahwa Perjanjian Kredit
Baku tersebut tidak dapat mengakomodasi perjanjian yang dipersyaratkan maka sebaiknya dan
sewajarnya dilakukan update secukupnya pada Perjanjian Kredit

Thats all Micro Bankers. Segala tambahan dan komentar yang melengkapi artikel ini sangat
diharapkan untuk menyempurnakannya dan semoga bermanfaat bagi pembacanya

https://semarangmicrobankingconsultant.wordpress.com/2010/12/15/perjanjian-
baku%E2%80%A6dapatkah-digunakan-untuk-setiap-perjanjian-kredit/

Anda mungkin juga menyukai