Anda di halaman 1dari 11

TUGAS BESAR SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN

DAMPAK PERMUKIMAN LIAR TERHADAP DAERAH RESAPAN AIR

DI BANTARAN SUNGAI CILIWUNG

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sumber Daya Lingkungan

Dosen Pengampu : Ir. Agung Sugiri, MPSt

Disusun Oleh:

Cyndiana Pawestri ( 21040114120003 )


Naufalafiq Karindang Putra ( 21040114130079 )
Siti Aisyah Adelina Putri ( 21040114120039 )
Romi Firmanyah ( 21040114120053 )
Ajeng P. Diovani ( 21040114140093 )

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015
BAB I
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pesatnya pertumbuhan penduduk telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek
kehidupan bangsa terutama di daerah perkotaan. Salah satu aspek yang sangat terasa adalah
semakin sulitnya memenuhi kebutuhan perumahan atau tempat tinggal bagi penduduk. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk membangun perumahan yang layak serta
keterbatasan lahan perkotaan untuk membangun pemukiman yang mencukupi dan memenuhi
syarat. Pertambahan penduduk yang pesat disertai dengan arus urbanisasi yang tinggi
menyebabkan berkurangnya tempat hunian sehingga penduduk tetap dan para pendatang
mencari tempat tinggal seadanya dengan biaya seminimal mungkin. Sehingga daerah-daerah
kosong seperti bantaran sungai menjadi tempat tujuan bagi para para pendatang dari kalangan
ekonomi kelas bawah dan akhirnya menjadi pemukiman liar dan kumuh.
Arti dari pemukiman sendiri adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Sedangkan pengertian pemukiman liar secara umum adalah perumahan dengan kualitas buruk
yang dibangun di lahan ilegal.
Kota Jakarta sebagai kota besar yang padat akan pemukiman sangat sulit untuk
memperoleh ruang terbuka hijau. Menurut penelitian hanya ada 9.6 % ruang terbuka hijau di
Jakarta karena banyaknya pemukiman liar dan kumuh yang disebabkan oleh peningkatan
jumlah penduduk. Keadaan ini berimbas kepada terjadinya penyalahgunaan fungsi lahan
contohnya di sekitar bantaran sungai yang seharusnya menjadi lahan terbuka hijau berubah
menjadi pemukiman liar. Pertumbuhan pemukiman yang tidak terkendali dan liar tersebut
mengakibatkan berkurangnya area limpasan dan resapan air ke dalam tanah.
2. Rumusan masalah
1. Gambaran umum daerah resapan air dan permukiman liar
2. Bagaimana keadaan sungai ciliwung dan lingkungan sekitar
3. Bagaimana sikap masyarakat terkait hubungan sungai ciliwung terhadap
permukiman liar di sekitarnya
4. Bagaimana dampak pemukiman liar terhadap daerah resapan air
5. Bagaimana penanganan atau solusi dalam mengatasi kurangnya daerah resapan air
di bantaran sungai ciliwung.
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gambaran umum daerah resapan air dan permukiman liar
2. Untuk mengetahui keadaan sungai ciliwung dan lingkungan sekitar
3. Untuk mengetahui sikap masyarakat terkait hubungan sungai ciliwung terhadap
permukiman liar di sekitarnya
4. Untuk memahami dampak pemukiman liar terhadap daerah resapan air
5. Untuk memahami serta merealisasikan penanganan atau solusi dalam mengatasi
kurangnya daerah resapan air di bantaran sungai ciliwung.
4. Sistematika penulisan
Untuk merealisasikan tujuan dan penulisan dari makalah ini, maka disusun
sistematika penulisan sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika
penulisan.
2. BAB II KAJIAN LITERATUR
Berisi tentang pembahasan mengenai topik tulisan yang bersumber pada kajian
literatur serta data dan informasi yang relevan.
3. BAB III PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
B. KAJIAN LITERATUR
1. Gambaran umum daerah resapan air dan pemukiman liar
Pemukiman atau settlement adalah kelompok satuan-satuan tempat tinggal atau
kediaman manusia, mencakup fasilitasnya seperti bangunan rumah, jalur jalan dan fasilitas
lain yang digunakan sebagai sarana pelayanan manusia tersebut (Finch, 1957 dalam
Rindarjono 2002). Sedangkan menurut UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman menyebutkan pengertian pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Pemukiman Liar Squatter dalam kamus sosiologi diartikan sebagai seseorang yang
menempati tanah tanpa izin resmi (Soerjono 1985 : 9). Wilayah squatter adalah wilayah
yang dijadikan lahan permukiman secara liar, gubuk-gubuk liar ini umumnya didirikan diatas
lahan orang lain atau diatas lahan yang tidak jelas kepemilikannya, lahan Negara atau semakin
meluas menempati lahan-lahan kosong di tepi rel kereta api dan dipinggir sungai-sungai besar,
di bawah jembatan dan diatas kuburan. Di samping gubuk-gubuk darurat yang dibangun
menempel ditembok orang lain atau lorong-lorong kota yang umumnya dihuni orang-orang
pendatang dekat dengan lokasi dimana mereka mencari nafkah (Herlianto 1985: 398).
Kriteria pemukiman liar menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
2003 adalah sebagai berikut :
1. Ekonomi anggotanya pra sejahtera
2. Mayoritas anggotanya tinggal dalam kondisi hunian dan lingkungan yang buruk
3. Tidak memiliki hak yang sama tinggal pada lahan pemukiman yang sesuai Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) dan Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) tidak
diperuntukkan perumahan.
Daerah resapan air pada hakikatnya adalah sebuah daerah yang disediakan untuk
masuknya air dari permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu aliran
air di dalam tanah. Fungsi dari daerah resapan air sendiri adalah untuk menampung debit air
hujan yang turun di daerah tersebut. Secara tidak langsung daerah resapan air memegang
peran penting sebagai pengendali banjir dan kekeringan di musim kemarau. Dampak yang
terjadi bila alih fungsi lahan yang terjadi tak terkendali diantaranya adalah banjir. Banjir
terjadi karena tidak adanya tanah yang menampung air hujan. Dampak yang lain yakni
kekeringan diwaktu musim kemarau. Ini terjadi karena air hujan yang turun di musim hujan
tidak tertampung di dalam tanah akibatnya air tanah sedikit bahkan tak ada lagi.
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka hal yang harus dilakukan adalah dengan
menjaga agar ruas daerah resapan air tidak terkonversi menjadi bangunan-bangunan liar yang
tidak ramah lingkungan.
2. Analisis Keadaan Sungai Ciliwung dan Lingkungan Sekitar
Ciliwung adalah nama sungai di Jakarta yang berhulu di Gunung Pangrango, Jawa
Barat. Sungai ini mengalir melalui Puncak, Ciawi, lalu membelok ke utara melalui Bogor,
Depok, Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta. Dari Kota Jakarta, alirannya bercabang dua di
daerah Manggarai: yang satu melalui tengah kota, antara lain sepanjang daerah Gunung
Sahari, dan yang lain melalui pinggir kota, antara lain melalui Tanah Abang. Sungai Ciliwung
mempunyai panjang sekitar 170 km dengan luas sekitar 337 2 . Terjadi perbedaan yang
cukup mengagetkan pada sungai Ciliwung ini dari bagian hulu sampai hilirnya. Dibagian
hulunya sungai ini masih amat baik bila dibanding dengan sungai yang menuju Kota Depok
akan terlihat perbedaannya dan lebih parah lagi apabila sampai di kota Jakarta.
Daerah bantaran adalah daerah di sekeliling sungai yang dapat digunakan sebagai
daerah penghijauan serta sebagai daerah resapan air yang harus diberi jarak sekitar 1 km
jauhnya dari perbatasan sungai. Bantaran sungai seharusnya bukan untuk dimanfaatkan
sebagai tempat tinggal penduduk. Tetapi di bantaran sungai Ciliwung ada banyak warga yang
sudah menganggap tempat ini menjadi tempat tinggal mereka, sekitar 71 ribu jiwa menetap di
sepanjang bantaran sungai Ciliwung menempati 14 ribu perumahan liar.
Ada perbedaan kondisi sungai Ciliwung pada tahun 1900 dengan tahun 2000. Pada
tahun 1900, sungai Ciliwung lebih nyaman dipandang daripada kondisi sungai Ciliwung pada
tahun 2000. Permukaan air sungai Ciliwung di tahun 1900 lebih bersih dibandingkan pada
tahun 2000. Di tahun 2000, permukaan sungai Ciliwung berhiaskan sampah-sampah
anorganik yang sulit untuk diuraikan. Kondisi bantaran sungai Ciliwung kini juga
memprihatinkan. Di tahun 1900, bantaran sungai dijadikan sebagai daerah penghijauan.
Sedangkan ditahun 2000, bantaran sungai bahkan tidak dapat terlihat karena banyaknya
pemukiman liar yang didirikan di sekitar bantaran. Lebih parah lagi, banyak rumah yang
melebihi batas bantaran dan dibuat seperti pondok di atas air yang disanggah dengan kayu.
Pencemaran Sungai Ciliwung dinilai sudah sangat parah dan termasuk dalam
kategori tercemar berat. Limbah rumah tangga dinyatakan sebagai penyebab utama
pencemaran berat yang terjadi di Sungai Ciliwung. Hal itu terjadi karena sebagian besar
masyarakat yang tinggal di bantaran sungai tersebut masih memanfaatkan sungai sebagai
tempat sampah. Mulai dari limbah deterjen cucian, sampah rumah tangga, hingga tinja masuk
ke dalam aliran sungai tersebut. Warga di sekitar bantaran sungai Ciliwung melakukan hal
tersebut karena tidak mempunyai pilihan lain selain menjadikan sungai sebagai tempat
sampah. Keterbatasan ekonomi serta kepadatan penduduk yang tinggal di wilayah bantaran
sungai dijadikan alasan masyarakat untuk menjadikan sungai Ciliwung sebagai tempat
sampah raksasa.
3. Sikap Masyarakat Terkait Hubungan Sungai Ciliwung Terhadap Permukiman Liar di
Sekitarnya
Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai penting di DKI Jakarta karena Sungai
Ciliwung mengalir dari Kota Bogor hingga Teluk Jakarta ini berada di tengah kota. Dari 13
sungai yang mengalir di Jakarta, Ciliwung merupakan salah satu sungai yang kondisinya
sudah sangat mengkhawatirkan. Salah satu penyebabnya karena Ciliwung melewati pusat kota
dan kawasan padat penduduk. Kondisi buruk Sungai Ciliwung ini diperparah dengan sikap
warga sekitar yang seakan acuh terhadap keadaan sungai. Setiap hari sampah rumah tangga
baik yang organik maupun anorganik yang dibuang ke Ciliwung terus bertambah. Bahkan tak
jarang ditemukan barang-barang yang tidak lazim dibuang ke sungai seperti kasur, kulkas dan
lemari menghambat aliran sungai. Sampah-sampah tersebut tentu berdampak buruk bagi
keadaan Sungai Ciliwung. Sungai menjadi tersumbat dan menimbulkan bau tidak sedap serta
dapat terjadi pendangkalan sungai. Sehingga dapat menimbulkan banjir saat hujan tiba.
Selain kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah ke Sungai Ciliwung, hal lain
yang memperburuk daerah aliran sungai (DAS) Sungai Ciliwung adalah maraknya
permukiman liar di sepanjang bantaran sungai. Sebagian besar masyarakat ang tinggal di
permukiman liar bantaran Sungai Ciliwung adalah migran yang mengadu nasib di Jakarta.
Dengan jumlah penduduk Jakarta yang sudah sangat banyak ditambah para migran yang
semuanya butuh hunian, tak heran jika kolong jembatan, TPU dan bantaran sungai dijadikan
tempat tinggal. Tidak hanya membangun pemukiman di bantaran sungai, tetapi juga
bangunan-bangunan permanen. Lahan yang semula hijau penuh dengan pepohonan, yang
berfungsi sebagai resapan air, kini tampak berubah menjadi bangunan beton. Tak sedikit
bangunan yang menjorok ke sungai, tanpa mempedulikan ketentuan garis sempadan sungai
(GSS).
Sungai Ciliwung bisa dibilang sudah rusak dari hulu di kawasan Bogor hingga hilirnya
di Kota Jakarta. Di bagian hulu, jangankan daerah aliran sungai (DAS)-nya, badan sungainya
sendiri pun sudah terganggu oleh bangunan-bangunan beton yang merusak fungsi sungai itu.
Air pun tersendat, tidak mengalir lancar, lalu meluaplah airnya ke mana-mana, sehingga kerap
dituding sebagai pembawa banjir ke bagian hilir di Jakarta. Di kawasan hulu, terjadi
pendangkalan dan penyempitan sungai akibat maraknya bangunan vila mewah, mulai bernilai
ratusan juta hingga miliaran rupiah. Begitu pula dengan kawasan hilir, daerah bantaran Sungai
Ciliwung di DKI Jakarta penuh dengan pemukiman liar baik yang masih sederhana maupun
yang sudah permanen. Bangunan permanen tentu akan mengurangi kawasan resapan air
daerah aliran sungai (DAS) Sungai Ciliwung.
Kegiatan masyarakat yang melakukan pembangunan di DAS Ciliwung
mengakibatkan pada penurunan daya dukung lingkungan, berupa penurunan kemampuan
lahan dalam meresapkan air dan peningkatan laju erosi. Berkurangnya daerah resapan air akan
sangat merugikan daerah sekitar sungai, apalagi saat musim hujan tiba. Kondisi ini
menyebabkan tingginya limpasan air permukaan yang berakibat timbulnya banjir tahunan di
DKI Jakarta.
4. Penyebab Hilangnya Daerah Resapan Air Di Bantaran Sungai Ciliwung
Salah satu sungai yang tercemar berat di Indonesia adalah Sungai Ciliwung (DKI
Jakarta) dan Sungai Citarum (Jawa Barat). Hasil pemantauan kualitas air melalui pengukuran
Indeks Kualitas Air pada 13 sungai yang ada di wilayah DKI Jakarta menunjukkan bahwa
83% sungai berada dalam kategori buruk. Selain penurunan kualitas air, terjadi pula
kecenderungan peningkatan bencana di sekitar DAS, seperti tanah longsor, erosi dan
sedimentasi (Hendrawan dalam Wahyu, 2005). Melihat fakta tersebut dan faktor lain berupa
jumlah permukiman liar atau kumuh di sepanjang bantaran sungai ciliwung yang bergitu
banyak ini di menjadikan daerah tersebut tidak lagi layak di konsumsi dalam artian tidak dapat
di gunakan untuk aktivitas-aktivitas harian. Sungai yang kita ketahui memiliki fungsi sebagai
sanitasi pengairan akan tetapi di alih fungsikan sebagai tempat pembuangan limbah. Limbah-
limbah tersebut seperti limbah domestik yang dapat berupa buangan air rumah tangga,
padatan berupa sampah yang dibuang ke sungai, air cucian kamar mandi maupun buangan
tinja akan mempengaruhi tingkat kandungan BOD (Biochemiycal Oxygen Demand) COD
(Chemical Oxygen Demand ) serta bakteri E. Coli dalam sungai. Sedangkan limbah industri
baik yang bersifat organik dan anorganik juga akan mempengaruhi kualitas air permukaan.
Limbah domestik, industri, maupun pertanian akan memberikan pengaruh terhadap
keberadaan komponen lingkungan (Hendrawan dalam Wahyu, 2005).
Sebagian besar masyarakat yang menetap di sepanjang sungai mayoritas adalah
penduduk pendatang (migrasi) dan penduduk miskin. Dengan melihat tingkat kesejahteraan
dan pendidikan masyarakat sekitar yang rendah dapat di prediksikan bahwa perilaku
masyarakat juga merupakan salah satu penyebab tercemarnya sungai ciliwung. Salah satu
contohnya adalah mendirikan bangunan kumuh di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung.
Banyaknya bangunan kumuh yang tidak teratur dan berdiri di areal yang salah tentunya dapat
menimbulkan akibat yang merugikan diri sendiri. Akibat situasi ini adalah sering terjadi
luapan Sungai Ciliwung pada musim penghujan di sekitar wilayah sungai. Lahan yang
berperan sebagai derah resapan air semakin sedikit dan mengalami penurunan kualitas
sehingga tidak dapat lagi menahan beban debit air yang besar sehingga menyebabkan
terjadinya banjir.
Dampak yang Ditimbulkan akibat Hilangnya Daerah Resapan Air Di Bantaran
Sungai Ciliwung
Daerah bantaran adalah daerah di sekeliling sungai yang semestinya bukan sebagai
tempat tinggal penduduk melainkan sebagai daerah penghijauan yang dapat digunakan
sebagai daerah resapan air yang harus diberi jarak sekitar 1 km jauhnya dari perbatasan sungai.
Daerah resapan air adalah pada hakikatnya adalah sebuah daerah yang disediakan untuk
masuknya air dari permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu aliran
air di dalam tanah. Fungsi dari daerah resapan air sendiri adalah untuk menampung debit air
hujan yang turun di daerah tersebut. Secara tidak langsung daerah resapan air memegang
peran penting sebagai pengendali banjir dan kekeringan di musim kemarau. Dampak yang
terjadi bila alih fungsi lahan yang terjadi tak terkendali diantaranya adalah banjir. Banjir
terjadi karena tidak adanya tanah yang menampung air hujan. Dampak yang lain yakni
kekeringan diwaktu musim kemarau. Ini terjadi karena air hujan yang turun di musim hujan
tidak tertampung di dalam tanah akibatnya air tanah sedikit bahkan tak ada lagi.
Permukiman liar dan bangunan-bangunan kumuh dengan jumlah besar di daerah
bantaran sungai Ciliwung ini menyebabkan hilangnya daerah resapan air. Alih fungsi lahan
ini sangat berakibat fatal untuk keberlanjutan SDA (Sumber Daya Alam) maupun SDM
(Sumber Daya Manusia). Adapun dampak akibat kondisi ini adalah timbulnya banjir. Banjir
merupakan bencana alam yang lumrah terjadi di negara Indonesia terutama di ibukota negara,
DKI Jakarta. Terjadinya bencana banjir ini tidak seperti biasanya yang hanya terjadi pada
musim penghujan melainkan pada musim-musim panca roba dan kemarau juga. Hal ini terjadi
karena jumlah daerah resapan air yang sedikit bahkan hilang sehingga tidak dapat menampung
debit air hujan maupun air pasang surut. Kejadian ini masih berlangsung di akhir-akhir tahun
belakangan ini. Banyak program-program dari pemerintah dalam mengentaskan masalah ini
akan tetapi belum ada yang memberikan dampak yang begitu signifikan dan memberikan
perubahan yang berarti. Selain banjir akibat dari hilangnya daerah resapan air adalah
berkurangnya air bawah tanah. Air bawah tanah di gantikan oleh air asin yang berasal dari
pasang surut air laut. Air bawah tanah juga sudah tercemar oleh bahan-bahan kimia yang
berasal dari limbah industri, sampah dan limbah rumah tangga atau biasa di sebut dengan air
lindian. Air lindian tentunya tidak baik untuk di gunakan baik untuk mencuci, memasak,
mandi dan minum karena dapat menyebabkan penyakit diare dan alergi kulit bila di konsumsi
dan di gunakan.
5. Penanganan atau Solusi dalam Mengatasi Kurangnya Daerah Resapan Air Di
Bantaran Sungai Ciliwung.
Sudah bertahun-tahun pemerintah DKI jakarta dalam menangani semua masalah yang
berhunbungan dengan Sungai Ciliwung. Sungai yang selama ini menjadi dampak utama dari
banjrnya di Jakarta. Tak heran sudah banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah DKI
Jakarta dalam menangani kasus ini. Solusi yang terus dilakukan saat ini ialah membujuk
masyarakat bantaran sungai untuk bersedia pindah ke rumah susun (rusun) yang sudah
disediakan oleh pemerintah karena dengan solusi itu dianggap akan memberi banyak manfaat
bagi Sungai Ciliwung agar tidak kembalinya banjir. Pemerintah DKI Jakarta Harus segera
bertindak tegas dengan semua oknum yang melibatkan adanya bangunan liar di bantaran
sungai jika tidak bangunan liar akan terus berkembang dan akan membuat sungai ciliwung
semakin kehabisan daerah resapan air di sepanjang bantaran sungai. Pendekatan secara
personal harus terus dilakukan pemerintah DKI ke seluruh warga bantaran sungai agar pihak
yang bersangkutan bersedi direlokasikan. Pemerintah DkI juga harus memikirkan ganti rugi
yang setimpal dengan pemindahan warga bantaran sungai. Pendekatan personal ini bisa
dilakukan secara baik-baik dengan pola halus, karena dengan tindak kekerasan akan membuat
permasalahan yang baru.
BAB III
C. PENUTUP
1. KESIMPULAN DAN SARAN
Sungai Ciliwung merupakan urat nagi bagi Ibukota Jakarta, karena sungai tersebut
mengaliri pusat kota Jakarta. Tetapi banyak permasalahan yang harus dihadapi oleh
Pemerintah DKI dalam kaitannya dengan Sungai Ciliwung. Permukiman liar yang
mengurangi daerah aliran sungai begitupun juga mengurangi daerah resapan yang terdapat
di wilayah tersebut. Permasalahan tersebut yang selalu menjadi alasan datangnya banjir di
Ibukota Jakarta setiap tahunnya. Sudah banyak upaya yang terus dilakukan Pemerintah DKI
untuk menyelesaikan masalah yang ada di Sungai Ciliwung, alhasil warga bantaran sungai
terus menolak apa yang yang ditawarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Pemerintah DKI jakarta harus segera menyelesaikan permasalahan yang berkaitan
dengan Sungai ciliwung, jika tidak banjir yang terus melanda Ibukota Jakarta akan terus
menjadi hantu bagi masyaratnya. Pemerintah DKI Jakarta diharapkan mampu membujuk
seluruh warga bantaran sungai supaya bersedia direlokasikan ke rumah susun (rusun) yang
telah disediakan, begitupun Pemerintah juga harus memfasilitasi rumah susun (rusun)
tersebut dengan memadai. Pasalnya tidak mudah bagi Pemerintah DKI untuk membujuk
warga bantaran sungan untuk pindah ke rumah susun tersebut.
Warga bantaran sungai diharapkan juga harus mendukung apa yang sudah menjadi
keputusan Pemerintah DKI Jakarta. Sebagai warga bantaran sungai seharusnya
pemikirannya bisa jauh lebih terbuka, karena relokasi ini diyakini dapat menyelesaikan
permasalahan yang ada di sungai ciliwung. Daerah aliran sungai pun dapat berjalan dengan
lancar karena tidak adanya bangunan liar yang menganggunya, begitupun juga daerah
resapan air akan berfungsi sebagai mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Putri, Vidya Nabila Tyto. 2012. Pentingnya Daerah resapan Air. Dalam
http://www.kompasiana.com/viedytoto/pentingnya-daerah-resapanair_552987626
ea834fc6d552d00. Di Akses 23 Juni 2015.

Wahyu, Adib. 2014. Usulan Progam Kreativitas Mahasiswa Judul Program G r e e n


W a t e r F r o n t : Sebagai Upaya Penanggulangan Banjir Dan Tata Lingkungan
Kumuh Daerah Aliran Sungai Ciliwung, dalam
https://www.academia.edu/9995897/pkm_pimnas. Di akses 23 Juni 2015.

Nisa. -. Lingkungan Hidup Analisis Pencemaran Sungai Ciliwung , dalam


http://www.slideshare.net/NisaIchaEl/plh-10-analisis-sungai-ciliwung-10770032.
Di akses 23 Juni 2015.

Lesmana, Setia dan Epi Helpian. 2007. Normalisasi Merupakan Keharusan, Ciliwung sakit
dari Hulu ke Hilir, dalam https://konservasidasciliwung.com/artikel/setia-lesmana-
dan-epi-helpian/. Diakses pada 26 Juni 2015.

Bowo. 2011. Kondisi DAS Ciliwung Tercemar Berat. Dalam


http://www.ahmadheryawan.com/lintas-jabar/lintas-jawa-barat/lingkungan-
hidup/1007-kondisi-das-ciliwung-tercemar-berat. Di akses pada 22 Juni 2015.
El, Nisa, dkk. 2012. Analisis Sungai Ciliwung. Dalam
http://www.slideshare.net/NisaIchaEl/plh-10-analisis-sungai-ciliwung-10770032.
Di akses pada 22 Juni 2015.
Wignyosukarto, Budi. 2008. Akses Terhadap Keadilan.
http://budiws.wordpress.com/2008/02/12/akses-terhadap-keadilan/. Di akses pada
30 Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai