Anda di halaman 1dari 18

1.

Anatomi

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan
rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru memiliki dua
bagian yaitu paru-paru kanan (Pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri
(Pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paruparu dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (Pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan
dengan tulang rusuk disebut pleura luar (Pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai
tulang rawan, tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi
menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus
alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.

Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk mengembang dan
mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembang dan mengempis ini di
sebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2. Namun selain itu
mengembang dan mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot otot dinding thoraks
dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di dalam cavum pleura.
Mulut dan hidung -> faring -> laring -> trakea ->bifurcatio trakealis -> bronkus kanan kiri ->
bronkiolus -> bronkiolus erminalis -> sakus alveolus -> alveolus
Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat lapisan
cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada

dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan
atmosfer (Guyton, 2007).

Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas
tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon

dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan

karbon dioksida tersebut (West, 2004).

Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus)
yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di
dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka
oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk

mengempis (McArdle, 2006).


Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar,
yaitu:

1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer

2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah

3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel

4. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007).

Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran pernafasan dalam
proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke
posisi semula. Aktivitas bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu
bernafas dalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume intratoraks. Selama
bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada
permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih
mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir
ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana
tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang
menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Syaifuddin, 2001).

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan
paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,
2005).

Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke dalam pembuluh
darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang
bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam
paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses
transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan
aliran darah (Guyton, 2007).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru adalah,

1. Usia

Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang sebanyak 20% setelah usia 40
tahun. Selama proses penuan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial,
penurunan kapasitas paru.

2. Jenis kelamin

Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada wanita, karena ukuran anatomi paru laki-
laki lebih besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas laki-laki lebih tinggi sehingga recoil dan
compliance paru sudah terlatih.

3. Tinggi badan dan berat badan

Seorang yang memiliki tubuh tinggi dan besar, fungsi ventilasi parunya lebih tinggi daripada orang
yang bertubuh kecil pendek (Guyton, 2007).

2.1.3 Volume dan kapasitas paru

Menurut Guyton (2007) volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:

1. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali pernafasan
normal. Besarnya 500 ml pada rata-rata orang dewasa.

2. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi setelah volume tidal, dan
biasanya mencapai 3000 ml.

3. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi
maksimum pada akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya 1100 ml.

4. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru setelah ekspirasi
kuat. Besarnya 1200 ml. Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru

dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi. Besarnya 3500 ml,
dan merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan
mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.

2. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume residu. Besarnya
2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi

normal.

3. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume cadangan
ekspirasi. Besarnya 4600 ml, dan merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan

dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya
sebanyak-banyaknya.
4. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg
dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum.
Hasil ini didapat setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara
kuat dan cepat ( Ganong, 2005).

5. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1)
adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini
didapat setelah seseorang terlebih dahulu melakukakn pernafasan dalam dan inspirasi maksimal
yang kemudian diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin, dengan cara
ini kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan dalam satu detik.

6. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya 5800ml, adalah
volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.Volume dan
kapasitas seluruh paru pada wanita 20 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet
dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton, 2007).

2.1.4 Makna dari volume dan kapasitas paru

Faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah bentuk anatomi tubuh, posisi selama
pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernafasan dan pengembangan paru dan rangka dada.
Volume udara normal dalam paru bergantung pada bentuk dan ukuran tubuh. Posisi tubuh juga
mempengaruhi volume dan kapasitas paru, biasanya menurun bila berbaring, dan meningkat bila
berdiri. Perubahan pada posisi ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu

kecenderungan isi abdomen menekan ke atas melawan diafragma pada posisi berbaring dan
peningkatan volume darah paru pada posisi berbaring, yang berhubungan dengan pengecilan ruang
yang tersedia untuk udara dalam paru (Guyton, 2007).

Berdasarkan nilai-nilai diatas fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru
obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang
dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan
menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan
nilai standar (Alsagaff dkk., 2005).
Histologi Paru-paru

1. Bronchus
Bronchus terdiri dari bronchus primer, sekunder dan tersier. Terdapat dua
percabangan dari bronchus primer yang terbagi menjadi bronchus primer kiri dan
kanan yang masing-masing akan masuk ke paru-paru bagian kanan dan kiri. Bronchus
kanan bentuknya lebih vertical, pendek dan lebar dibandingkan dengan bronchus kiri.
Sama seperti trachea, bronchus primer berisi incomplete ring of cartilage dan
dilapisi oleh sel epitel pseudostratified columnar bersilia.
Pada bagian entering paru-paru, bronchus primer membelah menjadi bronchus
yang lebih kecil yang disebut dengan bronchus sekunder, yang terdapat satu di tiap
lobus dari paru-paru. Kemudian bronchus sekunder membelah menjadi bronchus yang
lebih kecil lagi yang disebut dengan bronchus tersier yang akan membelah menjadi
bronkhiolus. Percabangan-percabangan ini yang dinamakan dengan bronchial tree.
Beberapa struktur yang berubah pada bronchial tree, yaitu:
a. Membrane mukosa berubah dari sel epitel pseudostratified columnar bersilia
dengan beberapa sel goblet di bronkhiolus lebih besar di bronchus primer,
sekunder dan tersier menjadi epitel simple columnar bersilia tanpa sel goblet
di bronkhiolus yang lebih kecil, kemudian ke epitel simple kuboidal tak
bersilia.di terminal bronkhiolus.
b. Piringan kartilago perlahan digantikan oleh cincin kartilago incomplete di
bronchus primer dan akhirnya menghilang di bronkhiolus distal.
c. Peningkatan jumlah dari smooth muscle. Smooth muscle mengelilingi lumen
di spiral band.
2. Bronkhiolus
Bronkhiolus terbagi dua menjadi terminal bronkhiolus dan respiratory bronkhiolus.
Terminal bronkhiolus adalah saluran yang menyambung dari bronchus dan bercabang
menjadi respiratory bronkhiolus yang akan berpenetrasi dalam ke dalam paru-paru.
Terjadi perubahan epitel dari simple cuboidal ke simple squamous.
3. Alveolus
Alveolus adalah sebuah kantung yang berbentuk cup yang dilapisi oleh epitel simple
squamous dan ditopang oleh thin elastic basement membrane. Dinding dari alveolus
memiliki dua macam tipe sel. Sel alveolus tipe I adalah sel epitel selapis gepeng yang
membentuk a nearly continuous lining of the alveolar wall dan merupakan sel yang
paling banyak. Sel alveolus tipe II yang juga disebut septal sel adalah sel epitel
cuboidal atau round dengan free surface yang berisi microvilli. Juga terdapat alveolar
makrofag pada dinding alveolus yang memfagosit dust particle dan debris lainnya dari
alveolar space. Juga terdapat fibroblast yang memproduksi reticular dan elastic fiber.
2. asma bronkiale
Asma bronchial adalah suatu penyakit inflamasi kronis dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang di sebabkan inflamasi, bronkokontriksi dan penumpukan mukus
3. Klasifikasi

1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
*Klasifikasi berdasarkan derajat beratnya asma

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru


I. Intermiten Bulanan APE 80%
* Gejala < 1x/minggu* * VEP1 80% nilai prediksi
Tanpa gejala di luar APE 80% nilai
2 kali sebulan
serangan terbaik
* Serangan singkat * Variabiliti APE <20%
II. Persisten Mingguan APE > 80%
Ringan * Gejala > * VEP1 80% nilai prediksi
1x/minggu,tetapi < 1x/ APE 80% nilai
hari > 2 kali sebulan terbaik
* Serangan * Variabiliti APE 20-
dapatmengganggu 30%
aktivitas dan tidur
III. Persisten Harian APE 60 80%
Sedang * Gejala setiap hari * * VEP1 60-80% nilai
Serangan prediksi
mengganggu APE 60-80% nilai
> 1x / seminggu
aktivitas dan tidur terbaik
*Membutuhkan * Variabiliti APE >30%
bronkodilator setiap
hari
IV. Persisten Kontinyu APE 60%
Berat * Gejala * VEP1 60% nilai prediksi
terusmenerus APE 60% nilai
Sering
* Sering kambuh* terbaik
Aktivitas fisik * Variabiliti APE >30%
terbatas
4. Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan

Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera
setelah selesai aktifitas tersebut.
5. Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang umum di masyarakat dunia, diperkirakan terdapat
300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak
maupun orang dewasa. Prevalensi Asma lebih tinggi pada kelompok usia anak-anak.

International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada anak berusia 13-14
tahun melaporkan prevalensi Asma di Indonesia sebesar 2,1% pada tahun 1995, pada tahun
2003 meningkat menjadi 5,2%

Pada tahun 2009, tercatat ada 12,5 juta penderita Asma di Indonesia.34 Beberapa penelitian
di kota-kota Indonesia menunjukkan prevalensi Asma yang bervariasi, di Bandung 2,6%;
Jakarta 16,4%; Yogyakarta 10,5%.
6. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap
benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan
cara sebagai berikut :
-seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.

-Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.

-Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

-Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.

-Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi.

-Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.

-Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
7. Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak

bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-
otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.

Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain :
silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan
cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
8. Diagnosis
Diagnosa penyakit Asma Bronkial perlu dipikirkan bilamana ada gejala batuk yang disertai
dengan wheezing (mengi) yang karakteristik dan timbul secara episodik. Gejala batuk
terutama terjadi pada malam atau dini hari, dipengaruhi oleh musim, dan aktivitas fisik.
Adanya riwayat penyakit atopik pada pasien atau keluarganya memperkuat dugaan adanya
penyakit Asma. Pada anak dan dewasa muda gejala Asma sering terjadi akibat hiperaktivitas
bronkus terhadap alergen, banyak diantaranya dimulai dengan adanya eksim, rhinitis,
konjungtivitis, atau urtikaria. Penderita Asma yang tidak memberikan reaksi terhadap tes
kulit maupun uji provokasi bronkus, tetapi mendapat serangan Asma sesudah infeksi saluran
napas, disebut Asma Idiosinkrasi.
Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak
ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis Asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis Asma sering ditegakkan oleh gejala berupa
sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan
untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat membantu
diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor risiko. Pada penderita
dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran respons dapat membantu
diagnosis.

Gejala Asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan
pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada
sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif
(faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot
polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka
sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk
mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi, dan hiperinflasi. Pada serangan
ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi
dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai
gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu
napas.
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
-Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
-Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
-Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
-Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma
3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
-perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
-Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right
bundle branch block).
-Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
9. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

11. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik
pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2 yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik:


- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Fisiotherapy
- Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
b. Santin (teofilin)
Nama obat : - Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara
oral.
10. Pencegahan Asma Bronkial

Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah penderita tersensitisasi dengan


bahan yang menyebabkan Asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi
untuk tidak berkembang menjadi Asma, dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi
serangan/bermanifestasi klinis

11. Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad sanationam dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai