Anda di halaman 1dari 24

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal

sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal

sebagai rapa atau kubis rapa. Sayuran ini sangat penting di Cina dan Korea, dan

belakangan ini hanya kalah penting oleh Radish dan kubis di Jepang. Sawi putih

diyakini berasal dari Cina dan mungkin berevolusi melalui persilangan alami

dengan Pakchoi yang tidak membentuk kepala dan atau turnip, yang keduanya telah

ditanam selama lebih dari 1600 tahun. Bentuk sawi (Brassica juncea) meliputi

pembentuk kepala, ukuran besar, kecil, daun keriting, tangkai daun besar, tangkai

daun hijau, akar, batang besar, tajuk lunak dan daftar nama lain yang hamper tak

terhingga. Karakteristik ini telah diidentifikasi melalui subdisi sebagai varietas

botanis. Tanaman ini banyak di tanam dan dihasilkan dalam volume besar

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Saat ini, kebutuhan akan sawi semakin lama semakin meningkat seiring

dengan peningkatan populasi manusia dan manfaat mengkonsumsi bagi kesehatan

Sebagai sayuran, caisim atau dikenal dengan sawi hijau mengandung berbagai

khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat pada caisim adalah protein,

lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C. (Zaliza,2011).

Permintaan masyarakat terhadap caisim semakin lama semakin meningkat.

Dengan permintaan caisim yang semakin meningkat, maka untuk memenuhi

kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan

peningkatan produksi. Salah satu upaya peningkatan hasil yang dapat dilakukan
2

adalah melalui pemupukan. Bahan pemupukan yang dapat digunakan salah satunya

adalah berupa limbah teh dan kascing (Fahrudin,2009).

Media tumbuh yang baik untuk budidaya tanaman adalah media yang

mampu menunjang pertumbuhan dan perkembangan akar serta mencukupi

kebutuhn tanaman akan air dan unsur hara. Media organik yaitu media tanaman

untuk tempat pertumbuhan banyak terkandung bahan organik sebagai unsur hara

tanaman. Bahan organik yang merupakan sumber unsur hara tanaman penting dan

sangat berpengaruh terhadap sifat tanah. Menahan dari pencucian serta

memperbaiki tata air dan udara dalam tanah. Bahan organik merupakan

perombakan menjadi senyawa yang sederhana (Bambang, 2006).

Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan

terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas

agroekosistem, keragaman hayati, siklus bologi, dan aktifitas biologi tanah secara alami,

sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan

berkelanjutan. sistem pertanian organik menggunakan bahan secara alami atau

menghindari penggunaan pestisida, pupuk kimia, atau hormon/zat tumbuh kimia.

Oleh karena itu, pertanian organik merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan

pertanian sistem berkelanjutan dengan menerapkan teknologi atau

teknik yang menyesuaikan agar ekosistem tetap berjalan seperti apa adanya dan

tidak menggangu keseimbangan lingkungan. Pertanian organik dapat memberi

perlindungan terhadap lingkungan dan konservasi sumber daya yang tidak dapat

diperbaharui, memperbaiki kualitas hasil pertanian, menjaga pasokan produk

pertanian sehingga harganya relatif stabil, serta memiliki orientasi dan memenuhi

kebutuhan hidup ke arah permintaan pasar (Syafri, 2009).


3

Bahan organik yang terkandung dalam media diperoleh dari pupuk

kandang, kompos, arang sekam, serasah dan pupuk hijau. Penggunaan media

organik jika dibandingkan dengan konvensional kelebihannya yaitu tidak

menggunakan pupuk kimia selama penanaman penyediaan unsur hara dalam tanah,

mengingat pupuk tidak merusak struktur tanah akibat residu tanah berasal dari

bahan kimia yang terkandung di dalam pupuk (Wijayani,2003).

Pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang ramah atau

akrab dengan lingkungan dengan cara berusaha meminimalkan dampak negatif bagi

alam sekitar dengan ciri utama pertanian organik yaitu menggunakan varietas lokal,

pupuk, dan pestisida organik dengan tujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Pertanian organik di sisi lain juga berusaha meningkatkan kesehatan dan

produktivitas di antara flora, fauna, dan manusia. Oleh karena itu, dengan

menerapkan sistem pertanian organik ini masyarakat bisa lebih leluasa

mengkonsumsi sayuran yang sudah dipastikan bebas dari pestisida yang berbahaya.

Pertanian organik penting untuk dikembangkan khususnya bagi mahasiswa

agroekoteknologi karena mengacu pada teknologi. Teknologi yang dimaksud

adalah teknologi yang tidak merusak lingkungan pertanian saat budidaya tanaman

karena saat ini kesadaran terhadap arti penting kelestarian lingkungan dan pola

hidup yang lebih sehat menjadi alasan yang utama sehingga perlu dikembangkan

agar cenderung lebih selaras dengan alam, ekonomi masyarakat, memelihara

keragaman hayati, menghargai potensi dan kekhasan lokal yang ada didaerah

tersebut.

Perumusan Masalah
4

Adapun perumusan masalah dari praktikum ini adalah : apakah

pengaplikasian jarak tanam yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan dan hasil

tanaman sawi secara organik ?

Hipotesis

Hipotesis dari praktikum ini adalah : pengaplikasian jarak tanam yang

berbeda mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau secara organik.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan pengaruh

pengaplikasian jarak tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

sawi hijau secara organik.

Manfaat

Adapun manfaat praktikum ini adalah dapat mengetahui pengaruh

pengaplikasian jarak tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

sawi hijau secara organik.


TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sawi Hijau

Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Steenis (1975) tanaman sawi dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Brassicales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Species : Brassica juncea L.

Tanaman sawi umumnya akar tunggang awalnya ramping, tumbuh menjadi

kentara, tetapi jika dipindah tanamkan, menjadi tidak terlihat dan menghasilkan

sistem perakaran yang melebar luas dan percabangan yanga sangat halus, sebagian

besar perkembangan akar terjadi pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Tanaman sawi termasuk tanaman sayuran daun dari

keluarga Cruciferae atau tanaman kubis-kubisan yang memiliki nilai ekonomis

tinggi karena kaya akan serat, kandungan gizinya tinggi, dan juga tanaman ini

dipercaya mempunyai khasiat obat. Bagian tanaman dari sawi yang dikonsumsi

adalah daun-daunnya yang masih muda. Mengingat manfaat dan kegunaan dari
6

tanaman sawi yang begitu besar, sebaiknya mulai saat ini budidaya tanaman sawi

perlu untuk dikembangkan dalam upaya ikut serta menjaga kesehatan masyarakat

(Haryanto., et al, 2007).

Syarat Tumbuh Tanaman Sawi

Daerah penanaman sawi yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter

sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan

pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl.

Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun.

Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.

Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk.

lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi tanaman

ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian, tanaman ini

cocok bils di tanam pada akhir musim penghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami

sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan

airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya

adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Nurbaity,2011).

Budidaya Tanaman Sawi

Pada umumnya benih sawi yang baik memiliki bentuk bulat, kecil, warna

kulit coklat kehitaman, agak keras, dan permukaannya licin mengkilap. Benih sawi

yang akan digunakan untuk bercocok tanam harus memiliki kualitas yang

baik. Jika benih tersebut didapat dari membeli, maka saat membeli harus

diperhatikan lamanya penyimpanan, kadar air, varietas, suhu dan tempat untuk
7

menyimpan. Jika benih yang digunakan didapat dari hasil penanaman, hal-hal yang

harus diperhatikan adalah yang terkait dengan kualitas benih tersebut, misalnya

tanaman yang bijinya akan diambil untuk dijadikan benih harus berumur sekurang-

kurangnya 70 hari. Tanaman sawi yang akan dibuat benih harus terpisah dari

tanaman sawi lainnya. Perhatikan pula proses yang lain yang akan dilakukan,

seperti proses penganginan, tempat untuk menyimpan dan pastikan benih yang akan

ditanam tersebut tidak lebih dari 3 tahun di tempat penyimpanan (Suprijadi, 2009).

Penyiangan biasanya dilakukan 2-4 kali selama masa pertanaman sawi,

disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman. Biasanya

penyiangan dilakukan 1 atau 2 minggu setelah penanaman. Apabila perlu

dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan

penyiangan. Pemupukan tambahan diberikan setelah 3 minggu tanam, yaitu

dengan urea 50 kg/ha. Dapat juga dengan satu sendok teh sekitar 25 gram

dilarutkan dalam 25 liter air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan (Kloppenburg,

2008).

Hama dan penyakit pada tanaman sawi seperti ulat tanah cara mengatasi

hama ini adalah dengan melakukan pencegahan dengan cara sanitasi. Ulat grayak

merupakan serangga yang berwarna hijau kecoklatan dengan totol-totol hitam

disetiap ruas buku badannya, akibat dari serangan hama ini menyebabkan daun

pada tanaman berlubang. Cara mencegah timbulnya serangan hama ini dengan cara

melakukan sanitasi lahan dengan baik dan memasang perangkap kupu-kupu di

beberapa tempat, perangkap ini dapat dibuat dari botol-botol bekas air mineral yang

diolesi dengan produk semacam lem (Sutardji, 2008).


8

Tanaman dengan gulma merupakan komonitas tumbuhan yang saling

berkompetisi. Kompetisi antara tanaman dan gulma dapat menjadi faktor kritis

dalam pertumbuhan tanaman. Selain berkompetisi dalam pengambilan air, cahaya

matahari dan ruang tumbuh, hara juga saling diperebutkan apabila tersedia dalam

jumlah terbatas. Oleh karena itu pemupukan nitrogen pada tanaman sawi selain

dimanfaatkan oleh tanaman sawi juga gulma teki ikut memanfaatkan nitrogen

tersebut (Temewu. P dan Kabugu. L. P. 2009).

Pertanian Organik

Sutanto (2002) mendefinisikan pertanian organik sebagai suatu sistem

produksi pertanian yang berazaskan daur ulang secara hayati. Daur ulang hara dapat

melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu

memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Sutanto (2002) menguraikan

pertanian organik secara lebih luas, bahwa menurut para pakar pertanian Barat,

sistem pertanian organik merupakan hukum pengembalian (law of return) yang

berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan

organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun

ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman.

Pupuk organik merupakan pupuk yang sebagian atau seluruh penyusunnya

berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui proses rekayasa. Bentuknya

dapat berupa cair maupun padat yang digunakan mensuplai bahan organik untuk

memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Menurut (Harahap, 2000), pupuk

organik yang umum digunakan dalam pemupukan tanaman adalah pupuk kandang
9

karena pupuk kandang dapat menambah tersedianya unsur hara dan dapat memacu

pertumbuhan vegetatif tanaman.

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan seperti

unggas, sapi, kerbau. Hewan yang tidak kencing seperti unggas waktu

penguraiannya lebih lama kandungan nitrogen lebih rendah namun kaya akan fosfor

dan kalium. Pupuk kandang jenis ini cocok digunakan pada tanaman yang

dimanfaatkan buah dan bijinya seperti mentimun, kacang-kacangan , dan tanaman

buah. Sedangkan karakteristik kotoran hewan yang tidak kencing waktu

penguraiannya lebih cepat, kandungan nitrogen tinggi namun kurang kaya fosfor

dan kalium. Pupuk kandang jenis ini cocok untuk tanaman sayur daun seperti

selada, kangkung, sawi dan bayam. Pupuk kandang memiliki kandungan unsur hara

yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah

jenis hewannya (Djuamani, 2005). Erdasarka

Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi

Variasi jarak tanam harus diperhatikan karena jarak tanam merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tanaman. Jarak tanam

berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, semakin rapat jarak tanam

semakin besar pertumbuhan tingginya. Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal

pertanaman pada hakekatnya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil

tanaman secara maksimal (Effendi,1977).

Pemberian pupuk kandang dan pengaturan jarak tanam merupakan suatu

alternatif yang perlu dipertimbangkan dalam usaha meningkatkan hasil tanaman

sawi, sehingga perlu diketahui secara pasti peranan masing-masing faktor dalam
10

mempengaruhi komponen pertumbuhan, komponen hasil dan kemampuan tanaman

bersaing dengan gulma. Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui jenis pupuk

kandang dan jarak tanam yang tepat, sehingga kerugian yang disebabkan oleh

gulma dapat ditekan sekecil mungkin yang pada akhirnya akan diperoleh hasil

tanaman sawi yang lebih tinggi (Dad Resiworo, 1992).

Harahap (2003) menyatakan bahwa jarak tanam berkontribusi pada

pengaturan ruang guna menjaga kompetisi sumberdaya berupa hara, air, cahaya dan

lain untuk peningkatan biomassa tanaman. Pengaturan kerapatan tanam didalam

satu areal penanaman sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi

terjadinya kompetisi diantara tanaman dan untuk memperoleh peningkatan hasil

dari tanaman budidaya, yaitu dengan menambah kerapatan tanaman atau populasi

tanaman.

Standarisasi dan sertifikasi

Menurut (Nurhidayati dkk, 2008) Dalam sistem pertanian organik modern

diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor

dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke

negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan

residu pestisida maupun bahan kimia lainnya. Banyaknya produk-produk yang

mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat

keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi

menjadi dua kriteria yaitu: (a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri.

Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia buatan pabrik

dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture
11

(LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida buatan pabrik.

Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun

agen hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh

Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain

yang terkait, dan (b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan

tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL

ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa

konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida

serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk

pertanian organik. Standarisasi Pertanian Organik LeSOS terdiri atas lima

komponen, sebagai berikut: 1. Definisi berarti kata-kata yang digunakan dalam

standar dengan tujuan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman bagi

produsen/operator. 2. Prinsip dan Tujuan Pertanian dan Pengolahan Organik

merupakan target produksi organik yang harus direalisasikan oleh

produsen/operator dan menggunakannya sebagai panduan untuk mencapai target

yang diinginkan. 3. Rekomendasi merupakan panduan untuk melaksanakan

produksi organik yang menguntungkan dan direkomendasikan oleh LeSOS. 4.

Standar merupakan kondisi yang harus dilaksanakan oleh produsen/operator untuk

memperoleh sertifikat LeSOS. 5. Lampiran merupakan tambahan penjelasan.

Sertifikasi organik adalah proses untuk mendapatkan pengakuan bahwa proses

budidaya pertanian organik atau proses pengolahan produk organik dilakukan

berdasarkan standar dan regulasi yang ada. Apabila memenuhi prinsip dan kaidah

organik, produsen dan atau pengolah (prosesor) akan mendapatkan sertifikat


12

organik dan berhak mencantumkan label organik pada produk yang dihasilkan dan

pada bahan-bahan publikasinya.


13
14
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil dalam praktikum kali ini dapat dilihat dalam bentuk table sebagai

berikut:

Tabel 1. Tunggi Tanaman


Jarak Tanaman Tinggi Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman
Tanaman 1 2 MST (cm) 3 MST (cm)
MST (cm)

Tanpa Jarak Tanam


(p1) 7,33 9,44 10,53
15 cm x 15 cm (p2) 5,42 8,83 11,06
20 cm x 20 cm (p3) 3,43 6,31 8,80
25 cm x 25 cm (p4) 5,49 9,16 11,64
30 cm x 30 cm (p5) 4,88 8,33 10,49
35 cm x 35 cm (p6) 6,14 10,50 12,54

Tabel II. Lebar Daun


Jarak Tanaman Lebar Daun Lebar Daun Lebar Daun
1 MST (Helai) 2 MST (Helai) 3 MST (Helai)

Tanpa Jarak Tanam


(p1) 3,57 4,73 5,26
15 cm x 15 cm (p2) 2,13 3,52 4,64
20 cm x 20 cm (p3) 1,45 2,82 3,97
25 cm x 25 cm (p4) 2,41 3,94 5,13
30 cm x 30 cm (p5) 2,08 3,47 4,42
35 cm x 35 cm (p6) 2,39 4,46 5,75
16

Tabel III. Jumlah Daun


Jarak Tanaman Jumlah Daun Jumlah Daun Jumlah Daun
1 MST (Helai) 2 MST (Helai) 3 MST (Helai)

Tanpa Jarak Tanam


(p1) 4,29 5,75 6,72
15 cm x 15 cm (p2) 4,86 6,53 8,28
20 cm x 20 cm (p3) 3,89 5,33 6,89
25 cm x 25 cm (p4) 4,50 6,78 8,72
30 cm x 30 cm (p5) 4,33 6,42 7,97
35 cm x 35 cm (p6) 4,47 6,89 8,53

Tabel II. Berat Basah


Jarak tanam Berat Basah Tanaman Produksi (t.ha-1)
(g.petak-1)

Tanpa Jarak Tanam (p1) 1458.67 2.92

15 cm x 15 cm (p2) 1423.67 2.85

20 cm x 20 cm (p3) 795.33 1.59

25 cm x 25 cm (p4) 736.67 1.47

30 cm x 30 cm (p5) 699.00 1.40

35 cm x 35 cm (p6) 594.67 1.19

Pembahasan

Dalam praktikum respon pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau secara

organik dengan jarak tanam yang berbeda kali ini kita mengamati beberapa varibel
17

pengamatan seperti tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), lebar daun (cm) dan

berat produksi (gr). Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali pada waktu

16.00 WITA.

Tinggi tanaman sawi hijau dengan taraf P4.3 (30 x 30) diukur menggunakan

penggaris dengan satuan centimeter setip 1 minggu sekali selama 4 minggu / 1

bulan .Tanaman yang diamati ada 12 sampel tanaman dari 48 tanaman. Sampel 1

didapatkan rata-rata pertumbuhan 2,50 cm setiap minggunya dan hasil tinggi

tanaman yg didapatkan pada minggu terakhir 12 cm, sampel 2 didapatkan rata-rata

pertumbuhan 1,67 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan

pada minggu terakhir 9,7 cm, sampel 3 rata-rata pertumbuhan 0,07 cm setiap

minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu ke-4 6,1 cm,

sampel 4 rata-rata pertumbuhan 0,07 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman

yg didapatkan pada minggu ke-4 6,1 cm, 5 rata-rata pertumbuhan 1,97 cm setiap

minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu ke-4 10,9 cm,

sampel tanaman dengan sampel 6 rata-rata pertumbuhan 4,03 cm setiap minggunya

dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu ke-4 9,5 cm, sampel 7 rata-

rata pertumbuhan 3,10 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman yg

didapatkan pada minggu ke-4 14,3 cm, sampel 8 rata-rata pertumbuhan 4,17 setiap

minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu ke-4 16 cm,

sampel 9 rata-rata pertumbuhan 1,50 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman

yg didapatkan pada minggu ke-4 11 cm, sampel 10 rata-rata pertumbuhan 1,87 cm

setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu ke-4 11,1

cm, sampel 11 rata-rata pertumbuhan 1,37 cm setiap minggunya dan hasil tinggi

tanaman yg didapatkan pada minggu ke-4 8,6 cm, sampel 12 rata-rata pertumbuhan
18

2,20 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu ke-

4 14,1 cm.

Pada perlakuan jarak tanam ini didapatkan dengan hasil tinggi tanaman

dengan kode sampel 8 dan yang terendah kode sampel 3. Hal ini diduga terrjadi

karena adanya pengaruh faktor genetik yaitu adanya perbedaan fase pertumbuhan

yang menyebabkan perbedaan usia panen yang berbeda untuk setiap varietas. wujud

luar atau fenotipe suatu individu (dalam hal ini tinggi tanaman) merupakan hasil

kerjasama antara faktor genetik dengan lingkungan (Sulaeman, 2006).

Jumlah daun tanaman sawi hijau dengan taraf P4.3 (30 x 30) dihitung

seminggu sekali selama 4 minggu / 1 bulan .Tanaman yang diamati ada 12 sampel

tanaman dari 48 tanaman untuk sampel tanaman. Sampel tanaman sampel 1

didapatkan rata-rata jumlah daun 3 helai setiap minggunya dan hasil jumlah daun

tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 13 helai daun, sampel 2

didapatkan rata-rata jumlah daun 2,67 helai setiap minggunya dan hasil jumlah

daun tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 12 helai daun, sampel

3 didapatkan rata-rata jumlah daun 3 helai setiap minggunya dan hasil jumlah daun

tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 13 helai daun, sampel 4

didapatkan rata-rata jumlah daun 2 helai setiap minggunya dan hasil jumlah daun

tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 9 helai daun, sampel 5

didapatkan rata-rata jumlah daun 2 helai setiap minggunya dan hasil jumlah daun

tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 10 helai daun, sampel 6

didapatkan rata-rata jumlah daun 2 helai setiap minggunya dan hasil jumlah daun

tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 9 helai daun, sampel 7


19

didapatkan rata-rata jumlah daun 2,67 helai setiap minggunya dan hasil jumlah

daun tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 12 helai daun, sampel

8 didapatkan rata-rata jumlah daun 2,33 helai setiap minggunya dan hasil jumlah

daun tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 12 helai daun, sampel

9 didapatkan rata-rata jumlah daun 2,67 helai setiap minggunya dan hasil jumlah

daun tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 15 helai daun, sampel

10 didapatkan rata-rata jumlah daun 1,67 helai setiap minggunya dan hasil jumlah

daun tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 11 helai daun, sampel

11 didapatkan rata-rata jumlah daun 2,33 helai setiap minggunya dan hasil jumlah

daun tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 12 helai daun, sampel

12 didapatkan rata-rata jumlah daun 2,67 helai setiap minggunya dan hasil jumlah

daun tanaman yg didapatkan pada pengamatan minggu ke-4 13 helai daun,

Pertambahan jumlah helai daun disebabkan faktor genetik varietas dan jarak

tanam tertentu dapat mempertahankan suhu dan kelembaban udara. Pertambahan

komponen pertumbuhan atau pertumbuhan vegetative tanaman sangat dipengaruhi

oleh faktor tanaman itu sendiri, selain faktor lingkungan (Lakitan, 1993).

Lebar daun tanaman sawi hijau dengan taraf P4.3 (30 x 30) diukur

menggunakan penggaris dengan satuan centimeter setip 1 minggu sekali selama 4

minggu / 1 bulan .Tanaman yang diamati ada 12 sampel tanaman dari 48 tanaman.

Tanaman kode sampel 1 didapatkan rata-rata lebar daun 1,77 cm setiap minggunya

dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu terakhir 7,2 cm, sampel 2

didapatkan rata-rata lebar daun 1,07 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman

yg didapatkan pada minggu terakhir 5,4 cm, sampel 3 didapatkan rata-rata lebar
20

daun 1 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu

terakhir 6 cm, sampel 4 didapatkan rata-rata lebar daun 0,23 cm setiap minggunya

dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu terakhir 2,7 cm, sampel 5

didapatkan rata-rata lebar daun 0,63 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman

yg didapatkan pada minggu terakhir 4,1 cm, sampel 6 didapatkan rata-rata lebar

daun 0,87 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada

minggu terakhir 4,6 cm, sampel 7 didapatkan rata-rata lebar daun 1,57 cm setiap

minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu terakhir 6,7 cm,

sampel 8 didapatkan rata-rata lebar daun 1,7 cm setiap minggunya dan hasil tinggi

tanaman yg didapatkan pada minggu terakhir 6,6 cm, sampel 9 didapatkan rata-rata

lebar daun 1,43 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada

minggu terakhir 7,5 cm, sampel 10 didapatkan rata-rata lebar daun 1,40 cm setiap

minggunya dan hasil tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu terakhir 6,2 cm,

sampel 11 didapatkan rata-rata lebar daun 0,60 cm setiap minggunya dan hasil

tinggi tanaman yg didapatkan pada minggu terakhir 4,3 cm, sampel 12 didapatkan

rata-rata lebar daun 1,13 cm setiap minggunya dan hasil tinggi tanaman yg

didapatkan pada minggu terakhir 6,4 cm.

Kepadatan tanaman mempunyai hubungan erat dengan hasil tanaman.

Kepadatan tanaman dapat diartikan sebagai jumlah tanaman yang terdapat dalam

satuan luas lahan. Peningkatan kepadatan tanaman mempunyai arti meningkatkan

jumlah tanaman. Bila jumlah tanaman meningkat dan diikuti dengan luas daun serta

ILD-nya yang meningkat sehingga akan meningkatkan berat kering total tanaman

(Gardner et al. 1991).


21
DAFTAR PUSTAKA

Bambang dkk . 2006. Pengaruh Takaran Bahan Organik Tingkat Kelengasan


Tanah Terhadap Serapan Fosfor Oleh Kacang Tunggak di Tanah Pasir.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 6(1) :52-58.

Dad Resiworo J.S. 1992. Pengendalian gulma dengan pengaturan jarak


tanamdan cara penyiangan pada pertanaman kedelai. Prosiding
KonferensiHimpunan Ilmu Gulma Indonesia. Ujung Pandang. Hal 247-250.
Djuamani, Nan dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Effendi , S. 1977. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna. Jakarta. 95 hal.


Fahrudin, Fuat.2009. Budidaya Caisim (Brassica Juncea L.) Menggunakan Ekstrak
Teh Dan Pupuk Kascing. Jurnal Pertanian.Vol.5 (2):8-14.

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya


(Terjemahan Dari Bahasa Inggris). Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 428 h.

Harahap, Edi Susilo. 2003. Respon Tanaman Sawi (Brassica juncea L) Terhadap
Konsentrasi Pupuk Stadya dan Jarak tanam. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Harahap. 2000. Pengaruh Pupuk Organik dan Kalium terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Wortel. Penelitian Hort. 24(4):65-71.

Haryanto. E., Suhartini. T., Rahayu. E dan Sunarjono. H. H. 2007. Sawi dan selada.
Penebar swadaya. Jakarta.

Kloppenburg, 2008. Petunjuk Lengkap mengenai Tanam-tanaman di Indonesia dan


Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisional. Yayasan Dana
Sejahtera. Yogyakarta.

Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Palembang:


Universitas Sriwijaya.

Mahat, Zaliza. 2011. Menanam Sawi Secara Mudah. Erlangga. Jakarta.

Margiyanto, 2010. Alam Ilmu Pengetahuan . Grafindo. Jakarta.

Nuebaity. A., Setiawan. A dan Mulyani. O. 2011. Efektifitas Arang Sebagai Bahan
Pembawa Pupuk Hayati Mikoriza Arbuskula pada Produksi Sorgum. Jurnal
Agriminal. Vol. 1(1): 2-3.

Nurhidayati,Istirochah Pujiwati, Anis Solichah, Djuhari, Abd. Basit. 2008. E-Book


Pertanian Organik. Agroekoteknologi Faperta UIM.
Rubatzky, VE., dan Yamaguchi, M. 1997. Sayuran dunia 2. Penerbit ITB Bandung.
Sulaeman, Agus. 2006. Pengaruh takaran pupuk kandang ayam dan kombinasi
pupuk SP-36 dan KCl terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakchoy
(Brassica campestris L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi.
Tasikmalaya.
Suprijadi, 2009. Budidaya Tanaman Sawi . Erlangga. Jakarta.

Sutanto, R, 2002. Pertanian organik Menuju Pertanian Alternatif dan


berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sutardji. 2008. Petunjuk Praktis Budidaya Sayur. Agromedia Pustaka. Bandung.

Syafri,Edi dan Yusri ,Ahmad. 2009. Budidaya Sawi Secara Semi Organik.
Agroinovasi Press. Bogor.
Temewu. P dan Kapugu. L. B. 2009. Pertumbuhan Gulma Teki Akibat Pemupukan
Nitrogen pada Budidaya Tanaman Sawi di Desa Modayag. Jurnal Soil
Envirinmen. Vol 7(1):2.

Wijayani, Ari dan Widodo Wahyu. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa
Varietas Tomat Dengan Sistem Budidaya Organik Increasing Of Tomatoes
Quality In Organic Culture. Jurnal Ilmu Pertanian. Vol.12(1):77-83.

Anda mungkin juga menyukai