Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kekayaan
alam berupa keanekaragaman jenis tumbuhan tropis yang telah
banyak memberikan manfaat untuk kemaslahatan manusia. Banyak
dari tumbuhan tersebut dimanfaatkan diantaranya sebagai kebutuhan
makanan, perumahan dan pengobatan. Salah satunya adalah
tumbuhan tembelekang (L. camara). Tumbuhan ini dikenal sebagai
salah satu tanaman obat tradisional yang cukup dikenal luas
masyarakat khususnya di Sulawesi Selatan. Termasuk dalam famili
verbenaceae dari tumbuhan yang disebut semak belukar ataupun
pohon, yang terdiri dari sekitar 100 genera dan 2.600 jenis dan banyak
terdapat didaeah tropis. (Iwan dini, dkk. 2011)
Di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan, tumbuhan L.
camara yang banyak sekali tumbuh sebagai tumbuhan liar terkesan tidak
diperhatikan dan tidak termanfaatkan, padahal tumbuhan ini dikenal dan
banyak digunakan sebagai tanaman obat. Oleh masyarakat Sulawesi
Selatan, daun tumbuhan digunakan sebagai obat yang dapat mempercepat
penyembuhan luka. Selain itu, juga berkhasiat mengatasi; sakit kulit, gatal-
gatal, bisul, luka, batuk, rematik, memar, dan bengkak. (Iwan dini, dkk.
2011)
Pemeriksaan kandungan senyawa kimia tumbuhan ini telah
dilakukan. Pada tahun 1994, Rini Asterina melakukan pemeriksaaan
flavonoid dan verbaskosid daun Lantana camara L., memperoleh andanya
senyawa golongan flavonoid pada daun yang diekstrak dengan
menggunakan etanol 95%. Golongan flavonoid ini tergolong sebagai
senyawa flavonol. Tahun 1996, Tedjo Narko melakukan studi efek anti
bakteri dari minyak atsiri daun L. camara Linn dan memperoleh bahwa
minyak atsiri dari daun L. camara Linn mempunyai efek anti bakteri lebih
besar terhadap S. pygenes, sebaliknya menunjukkan efek anti bakteri yang
lebih kecil terhadap S. aureus dan E. coli.. Berdasarkan pemeriksan secara
fitokimia pada tumbuhan ini ditemukan senyawa golongan alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin dan kuinon (Pian Sopyan Nurochman, 1996). Pada
senyawa lantaden XR glikosida, yaitu senyawa turunan flavonoid. (Iwan
dini, dkk 2011)

B. Maksud percobaan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami dan
mengetahui cara mengekstraksi zat aktif yang terkandung dalam
rimpang jahe dengan menggunakan metode soxhletasi dan
mengidentifikasi senyawa kimia yang terkandung dalam rimpang jahe
dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

C. Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengekstraksi zat
aktif yang terkandung dalam rimpang jahe dengan menggunakan
metode soxhletasi dan mengidentifikasi senyawa kimia yang
terkandung dalam rimpang jahe dengan metode KLT.

D. Prinsip Percobaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman
1. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Family : Verbenaceae
Genus : Lantana
Spesies : Lantana camara L (Anonim. 2017)
2. Morfologi
Tembelekan kadang tumbuh liar atau di tanam sebagai
tanaman hias atau tanaman pagar. Perdu, tegak atau memanjang,
tinggi 0,5 sampai 4 meter, berbau. Batang berkayu, bercabang,
banyak ranting, bentuk segi empat, berduri, berambut. Daun
tunggal, berhadapan, bundar telur, ujung runcing, pangkal tumpul,
tepi bergerigi, pertulangan menyirip, kedua permukaan berambut,
perabaan kasar, panjang 5-8 cm, lebar 3,5-5 cm, warnanya hijau
tua. Perbungaan majemuk bentuk butir, mahkota bagian dalam
berambut, warnanya putih, merah muda, jingga, kuning, dan
sebagainya. Buah buni, tangkai berambut, masih muda hijau, bila
masak hitam mengkilap.
3. Nama daerah
Sumatera: bunga (Melayu). Jawa: Kembang satek,
saliyara, saliyere, tai hayam, t. kotok, cente (Sunda), kembang
telek, oblo, puyengan, pucengan, tembelek, tembelekan,
teterapan, waung, wileran (Jawa), kamanco, mainco, tamanjho
(Madura).
4. Khasiat dan kegunaan
a. Menurut literatur
Daun tembelekan berkhasiat sebagai obat luka,
menghilangkan gatal (anti-pruritus), anti-toksik, menghilangkan
bengkak, perangsang muntah, peluruh haid, peluruh keringat
(sudorifik).
b. Menurut empiris
Daun tembelekan di gunakan sebagai obat sakit kulit,
gatal-gatal, keseleo, rematik, panas tinggi, perangsang
muntah pada keracunan makan.
5. Kandungan kimia
Daun tembelekan mengandung lantadene A, lantadene B,
lantanolic acid, lantic acid, humulene, (mengandung minyak atsiri),
-caryophyllene, -terpidene, -pinene, dan p-cymene.
B. Uraian Metode Ekstraksi Bahan Alam
1. Pengertian ekstraksi
Ekstraksi atau penyarian adalah suatu cara yang
dilakukan untuk mengerluarkan atau menarik zat aktif yang
terdapat didalam sel bahan alam dengan menggunakan metode
ekstraksi dan pelarut pengekstraksi yang sesuai. (Tim dosen.
2016)
2. Tujuan ekstraksi
Untuk menarik zat aktif yang terdapat dalam sel simplisia
dengan menggunakan metode ekstraksi dan pelarut pengekstraksi
yang sesuai. (Tim dosen. 2016)
3. Jenis-jenis ekstraksi
a. Ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin adalah metode ekstraksi
yang didalam proses kerjanya tidak memerlukan pemanasan.
Metode ini di peruntukkan untuk simplisia yang mengandung
komponen kimia yang tidak tahan terhadap pemanasan dan
simplisia yang mempunyai tekstur yang lunak atau tipis. Cara
ekstraksi yang termasuk dalam metode ekstraksi dingin antara lain:
maserasi, perkolasi, dan soxhletasi. (Tim dosen. 2016)
1. Maserasi
Maserasi adalah cara penyaringan yang sederhana.
Maserasi di lakukan dengan cara merendam simplisia dalam
cairan penyari selama beberapa hari (biasanya 5 hari) pada
temperature kamar dan terlindung dari cahaya.
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol,
air-etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari yang
digunakan adalah air maka untuk mencegah timbulnya
kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang
diberikan pada awal penyarian (Sediaan galenika, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan. Sedangkan kerugian cara maserasi
adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang
sempurna (Sediaan galenika, 1986).
Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan
pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk meratakan
konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga
dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat
perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan
di dalam sel dengan larutan di luar sel (Sediaan galenika,
1986).
Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan
selama waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk
mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut
terlarut dalam cairan penyari seperti malam dan lain-lain
(Sediaan Galenika, 1986).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:
a. Digesti
b. Maserasi dengan mesin pengaduk
c. Remaserasi
d. Maserasi melingkar
e. Maserasi melingkar bertingkat
Prinsip kerja maserasi yaitu serbuk simplisia direndam
dalam wadah maserasi dengan pelarut yang sesuai selama
5 hari. Dan setiap 24 jam dilakukan pengadukan, setelah 5
hari disaring. Maserasi dilakukan 3 kali 5 hari (Sediaan
galenika, 1986).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang
telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan cara perkolasi
adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder yang pada bagian bawahnya diberi sekat berpori.
Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk
tersebut, sehingga cairan penyari akan melarutkan zat aktif
dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerakan kebawah cairan penyari yang telah
melarutkan zat aktif disebabkan karena adanya kekuatan
gaya berat dari cairan penyari itu sendiri dan tekanan
penyari dari cairan penyari yang ada diatasnya, dikurangi
dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan
gerakan kebawah (Tim Dosen, 2016).

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator


terbuat dari gelas atau logam tahan karat atau bahan
lainnya yang tidak berpengaruhi zat aktif ataupun cairan
penyari. Dikenal ada beberapa bentuk perkolator seperti :
a. Perkolator bentuk tabung
b. Perkolator bentuk corong
c. Perkolator bentuk paruh.
Pemilihan bentuk perkolator tergantung pada jenis
simplisia yang akan disari, misalnya serbuk kina yang
mengandung zat aktif yang larut dan pekat, tidak baik bila
diperkolasi dengan perkolator yang sempit sebab perkolat
akan menjadi lebih pekat dan akan berhenti mengalir. Pada
pembuatan tinetur dan ekstra cair, diperlukan cairan penyar
yang lebih banyak untuk melarutkan zat aktif yang terdapat
di dalam simplisia, untuk itu digunakan perkelator lebar
untuk mempercepat proses perkolasi (Tim Dosen, 2016).
Prinsip kerja perkolasi yaitu serbuk simplisia ditempatkan
dalam perkolator kemudian cairan penyari dialirkan dari atas
serbuk simplisia secara terus menerus dan cairan yang
keluar pada bagian bawah perkolator ditampung sebagai
perkolat (Tim Dosen, 2016).
3. Soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah
penyaringan secara berkesinambungan secara dingin. Alat
soxhlet dibuat dari gelas yang terbagi atas tiga bagian:
bagian tengah untuk menampung serbuk simplisia yang
akan diekstraksi yang dilengkapi dengan pipa di bagian kiri
dan kanan. Satu untuk jalannya uap air dan yang lain untuk
jalannya larutan yang berkondensasi uap menjadi cairan,
agar cairan penyari yang dipakai tidak terlalu banyak
sedangkan bagian bawah terdapat labu alas bulat yang
berisi cairan penyari dan ekstrak.
b. Ekstraksi secara panas
Metode ekstraksi secara panas adalah metode ekstraksi yang
didalam prosesnya di bantu dengan pemanasan. Pemanasan
dapat mempercepat terjadinya proses ekstraksi karena cairan
penyari akan lebih mudah menembus rongga-rongga simplisia
dan melarutkan zat aktif yang ada dalam sel simplisia tersebut.
(Tim dosen. 2016) Cara ekstraksi yang termasuk dalam metode
ekstraksi secara panas adalah refluks, dan destilasi uap air.
1. Refluks

Refluks adalah penyarian yang termasuk dalam metode


berkesinambungan, cairan penyari secara kontinyu menyari
zat aktif dalam simplisia. Cairan penyari dipanaskan
sehingga menguap dan uap air cairan penyari tersebut
selanjutnya mengalami kondensasi (pengembunan) pada
pendingin balik menjadi molekul-molekul cairan penyari
yang selanjutnya jatuh ke dalam labu alas bulat dan menyari
zat aktif yang ada di dalam sel simplisia, proses ini
berlangsung secara berkesinambungan sampai ekstraksi
dinyatakan selesai (Tim Dosen, 2016).
Pemanasan dimaksudkan untuk mempermudah cairan
penyari menembus dinding sel simplisia, karena dengan
pemanasan sel simplisia mengalami pengembangan
sehingga rongga-rongga selnya terbuka dengan demikian
pelarut mudah mencapai zat aktif didalam sel dan
melarutnya sehingga keseimbangan konsentrasi zat aktif
didalam dan di luar sel cepat tercapai dan menyebabkan
proses ekstarksi cepat pula tercapai. Selain itu pemanasan
dapat memunirkan cairan penyari kembali melalui proses
kondensasi. Pada proses penguapan terjadi perubahan
wujud dari fase menjadi fase gas atau uap dan selanjutnya
setelah mencapai kondensor berubah menjadi fase cair
kembali. Pada fase uap zat aktif tidak ikut menguap karena
titik didihnya belum tercapai kecuali minyak menguap ikut
pula menguap, sedangkan fase uap tersebut akan
mengembun karena adanya pengaruh ekstrem dengan
suhu yang rendah sehingga terjadi perubahan wujud dari
uap menjadi cair (Tim Dosen, 2016).
Prinsip kerja refluks yaitu sampel dan cairan dipanaskan
bersama-sama dalam labu alas bulat pada suhu tertentu
sehingga cairan penyari akan menguap dan selanjutnya uap
cairan penyari terkondensasi pada pendingin balik menjadi
molekul-molekul cairan penyari dan jatuh ke dalam labu alas
bulat kembali, seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan hingga proses ekstraksi sempurna (Tim
Dosen, 2016).
2. Destilasi uap air
Destilasi dilakukan dengan cara mendidihkan sampel
dalam ketel atau dengan cara mengalirkan uap jenuh
(saturated or superheated) dari ketel pendidih air kedalam
ketel penyulingan. (Tim dosen 2016).
Berdasarkan proses kerjanya penyulingan (destilasi)
dapat di golongkan menjadi 3 cara, yaitu:
a. penyulingan dengan air
b. penyulingan air dan uap
c. penyulingan langsung dengan uap.
C. Penguapan ekstrak
Penguapan dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi
ekstrak yang lebih pekat dari hasil ekstraksi. Macam-macam ekstrak
(Dirjen POM, 1979)
Ekstrak cair adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian
bahan alam yang masih bercampur dengan larutan penyari.
Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan sehingga tidak mengandung lagi cairan penyari, tetapi
konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.
Ekstrak kering adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan tidak mengandung cairan penyari dan konsistensinya
kering.
1. Tujuan penguapan ekstrak
Tujuan dilakukannya penguapan ekstrak adalah untuk
menghilangkan cairan penyari yang ada dalam ekstrak atau
dengan kata lain untuk memperoleh zat aktif murni, selain itu untuk
memudahkan pengerjaan pemisahan selanjutnya (Tim dosen,
2016).
2. Metode penguapan ekstrak
Penguapan dapat dilakukan dengan cara sirkulasi
alamiah (seperti menggunakan panci penguap dan alat penyuling),
sirkulasi lapis tipis seperti menggunakan alat penguap pipa
panjang dan alat penguap lapis tipis rata, dan sirkulasi paksa
(seperti menggunakan alat vacum seperti rotavapor, alat spray
dryer dan alat freeze dryer) (Tim Dosen, 2016).
Penguapan dengan alat rotavapor dapat terjadi dengan
cepat karena adanya pemanasan dan putaran dari labu alas bulat
sehingga cairan penyari dapat menguap pada suhu 5 - 10C
dibawah titik didih pelarutnya, hal ini disebabkan karena adanya
penurunan tekanan dalam labu alas bulat oleh pompa vacum (Tim
Dosen, 2016).
Cara menjalankan rotavapor yaitu sampel atau ekstrak
cair yang akan diuapkan dimasukkan ke dalam labu alas bulat
yang digunakan, kemudian water bath dipanaskan sesuai dengan
suhu pelarut dari sampel dengan menekan tombol on/off water
bath (Tim dosen, 2016).
Setelah suhu tercapai ditandai dengan padamnya lampu
pengontrol suhu, labu alas bulat yang telah diisi ekstrak dipasang
kuat pada ujung rotor yang berhubungan dengan kondensor. Aliran
air pendingin dan pompa vacum dijalankan kemudian tombol rator
diputar pada angka 5 8 putaran per menit. Bila ekstrak dalam
labu alas bulat sudah menguap atau berkurang maka dapat
ditambah ekstrak lagi melalui slang pemasuk pada ujung atas
kondensor dengan terlebih dahulu memutar tombol rotavapor ke
angka nol dengan demikian ekstrak akan terhisap sendiri masuk ke
dalam labu alas bulat. Setelah itu penguapan ini dilakukan hingga
diperoleh ekstrak kental atau kering yang ditandai dengan
terbentuknya gelembung-gelembung udara pada permukaan
ekstrak di dalam labu alas bulat (Tim dosen, 2016).
Cara menghentikan rotavapor yaitu setelah proses
penguapan tercapai, maka alat rotavapor dihentikan dengan cara
terlebih dahulu tombol rotor diputar kea rah nol dan tombol
pengatur suhu diputar kea rah nol pula serta pompa vacuum dan
aliran air pendingin dihentikan. Slang pemasuk ekstrak diputar
hingga terbuka sehingga udara di dalam labu alas bulat keluar dan
tekanan di dalam dan di luar labu alas bulat sama. Kemudian labu
alas bulat di keluarkan dari evaporator dan ekstrak dalam labu alas
bulat dikeluarkan pula (Tim Dosen, 2016).
D. Uraian Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang
mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase
diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus
dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan
pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika
gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai
kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromarografi lapis
tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair (Abdul Rohman, 2009).
Kromatografi lapis tipis (KLT) bersama-sama dengan
Kromatografi kertas (KKr) dengan berbagai macam variasinya pada
umumnya dirujuk sebagai kromatografi planar. Kromatografi lapis tipis
dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938 (Abdol
Rohman, 2009).
Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan
yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang di dukung
oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Penjerap/fase
diam yang paling sering digunakan pada KLT adalah silica dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme sopsi-desorpsi yang utama pada KLT
adalah partisi dan adsorbs. Lapisan tipis yang digunakan sebagai
penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin
penukar ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk
pemisahan kiral (Abdul Rohman, 2009).
Fase gerak pada KLT dapat berupa campuran 2 pelarut organik
karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat terjadi secara
optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan
mengoptimasi fase gerak: (Abdul Rohman, 2009)
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi
karena KLT merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga
harga Rf solut terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti
silica gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi
solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut
yang bersifat sedikit polar seperti metal benzene akan
meningkatkan harga Rf secara ignifikan.
4. Solute-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan
campuran pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran air dan
methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit
asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan
elusi solut-solut yang bersifat basa dan asam
BAB III
METODE KERJA
A. Alat yang di gunakan
Alat Soxletasi (labu alas bulat, kondensor bulat), aluminium
foil, batang pengaduk, botol selai kaca, botol sirup ABC, buku
gambar,, corong, corong pisah, Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur,
gunting, Katter, keranjang, kertas saring, label, lakban, mesin air,
mistar, object glass, oven, penotol, pensil, pensil warna, pipet tetes,
selang, spidol, statif, dan toples.

B. Bahan yang digunakan


Aquadest, eter, methanol, n-butanol, silica gel, simplisia daun
tembelekan (Lantana Camara L) dan tissue.

C. Prosedur Kerja
1. Pengambilan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan adalah daun temblekan (Lantana
camara L) yang berasal dari Desa Kec. Kab. Takalar Prov.
Sulawesi Selatan. daun tembelekan (Lantana camara L) di ambil
pada pukul 08:00-11:00 WITA.

2. Pengolahan sampel
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diambil daun jambu biji, lalu dicuci dengan air mengalir
c. Dipotong-potong kecil membentuk haksel
d. Dikeringkan pada suhu kamar sampai betul-betul kering
e. Setelah kering dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup
dengan baik.
3. Ekstraksi sampel
a. Ekstraksi secara maserasi
Wadah maserasi berupa toples di cuci sampai bersih, di
keringkan dan di bilas dengan methanol, kemudian sampel
yang telah di gunting-gunting kecil di timbang sebanyak 3 gram
dan di masukkan kedalam toples dan I tekan dengan batang
pengaduk hingga rata permukaannya, lalu ditambahkan pelarut
methanol kira-kira dua bagian dari sampel kemudian di tutup
dengan aluminium foil dengan rapat dan diikat dengan benar
kasar dan simpan pada tempat yang tidak terkena cahaya
langsung pada temperatur kamar, setelah 24 jam sampel di
aduk-aduk hingga sampel bagian bawah berada pada bagian
atas. Setelah 5 hari sampel di saring dengan menggunakan
kertas saring atau kapas bebas lemak kedalam botol-botol
penapung. Ampasnya dimasukkan kembali di dalam toples dan
di lakukan seperti semula. Maserasi dilakukan 3 kali 5 hari.
Ekstrak yang di peroleh di kumpulkan dan di enaptuangkan
selama semalam, filtrate dan endapan di pisahkan. Fltrat di
ambil dan di uapkan hingga kering atau kental dan selanjutnya
di identifikasi komponen kimianya.
b. Ekstraksi secara perkolasi
Perkolator dicuci sampai bersih, dikeringkan kemudian dibilas
dengan metanol. Simplisia yang telah diserbuk, ditimbang
kemudian dibasahi dengan pelarut metanol dalam gelas kimia
dan biarkan mengembang selama 3 jam Setelah itu massa
diindahkan ke dalam perkolator dan diratakan dengan batang
pengaduk, kemudian diberikan kertas saring atau kapas pada
bagian atas massa(simplisia) Tambahkan cairan penyari
Setelah perkolator sudah penuh dengan cairan penyari maka
kran perkolatordibuka dan tetesan perkolatnya diatur dengan
kecepatan 1 ml per menit. Perkolat yang keluar ditampung
dalam wadah penampung, sementara cairan penyari ditambah
pada bagian atas perkolator secara kontinu Perkolat
dikumpulkan dan dan dienap tuangkan selama semalam Filtrat
dan endapan dipisahkan, kemudian filtrat diuapkan hingga
kering Hasil akhirnya berupa ekstrak yang sangat kental
c. Ekstraksi secara soxhletasi
Labu alas bulat dan kondensor dicuci dengan sabun,
dikeringkan kemudian dibilas dengan methanol. Kondensor
dipasang pada statif dengan kuat. Sampel ditimbang dan
dimasukkan ke dalam labu alas bulat, kemudian ditambahkan
cairan penyari methanol sebanyak 2/3 bagian dari sampel lalu
ditutup dengan gabus yang berlubang kemudian dipasang pada
kondensor di atas tangas air. Setelah terpasang kuat, aliran air
dan tangas air dijalankan hingga 4 jam. Setelah itu sampel
disaring, ekstrak ditampung dalam wadah dan ampasnya
dibuang.
d. Ekstraksi secara refluks
Dimasukkan Sampel dan cairan penyari Kedalam labu alas
bulat 250 ml, susun alat untuk refluks, lakukan refluks dengan
api secukupnya selama 2 jam dan hentikan. Letakkan
Erlenmeyer dibagian bawah kondensor untuk tempat akhir zat
aktif sampel. Ditunggu selama 3-4 jam. Untuk mencegah
bumping, maka batu didih diletakkan pada ember atau wadah
yang berisi air tempat dimana Erlenmeyer diletakkan. Hasil
penarikan zat aktif diletakkan dipirex dan dianginkan hingga
terbentuk dua fase. Fase filtrate kemudian diambil dan
dipanaskan diheating mantle. Hasil akhirnya berupa ekstrak
yang sangat kental.
4. Ekstraksi dengan pelarut eter
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diambil ekstrak methanol kering, lalu ditambahkan 50 ml
aquadest.
c. Dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 3 x 50 ml
dietil eter
d. Ditutup corong pisah, lalu dibalik kemudian dikocok pada satu
arah beberapa kali.
e. Setelah dikocok, dibuka kran corong untuk mengeluarkan gas
dari cairan tersebut
f. Ditutup kran corong lalu corong dibalik seperti semula dan
dibiarkan beberapa saat hingga terjadi pemisahan lapisan air
dan eter, lalu dikeluarkan dan ditampung dalam wadah yang
berbeda.
g. Dimasukkan lagi lapisan air kedalam corong pisah dan
dilakukan seperti semula, dilakukan 3 kali ekstraksi.
h. Dikumpulkan ekstraksi eter dan diuapkan.
5. Ekstraksi dengan pelarut n-butanol
a. Diambil lapisan air dari ekstrak eter.
b. Dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan dengan n-
butanol sebanyak 3 x 50 ml.
c. Ditutup corong pisah, lau dibalik kemudian dikocok pada satu
arah beberapa kali.
d. Setelah dikocok, dibuka kran corong untuk mengeluarkan gas
dari cairan tersebut
e. Ditutup kran corong dan corong dibalik seperti semula dan
dibiarkan beberapa saat hingga terjadi pemisahan lapisan air
dengan n-butanol, lalu dikeluarkan dan ditampung dalam
wadah yang berbeda.
f. Dimasukkan lagi lapisan air dalam corong pisah dan dilakukan
seperti semulah, dilakukan 3 kali ekstraksi.
g. Diambil ekstraksi n-butanol lalu diuapkan.
BAB IV
HASIL DAN PENBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Table 1 hasil pengamatan
No Pengamatan Sampel
Daun tembelekan (Lantana
camara L)
1. Metode ekstraksi Soxhletasi
2. Bobot sebelum di ekstraksi (g) 100 gram
3. Jumlah cairan penyari (ml) 1000 ml
4. Jumla ekstrak cair (ml) 1000 ml

No Nama sampel Metode Berat sampel Ekstrak


segar kering
1. Daun jambu biji Maserasi 5 gram 0,5-1
(Psidium guajava L) gram
2. Daun kirinyuh Perkolasi 2-3,5 gram 0,5-1
(Chlomoraena gram
odorata)
3. Daun tembelekan Soxhletasi 2-3,5 gram 0,5-1
(Lantana camara L) gram
4. Kulit batang kina Refluks 400 gram 0,5-1
gram
B. Pembahasan
Ekstraksi atau penyarian adalah suatu cara yang
dilakukan untuk mengeluarkan atau menarik zat aktif yang terdapat di
dalam sel bahan alam dengan menggunakan metode ekstraksi dan
pelarut pengekstraksi yang sesuai. Bahan alam dapat berupa tumbuh-
tumbuhan, hewan, mineral, dan biota laut adalah merupakan sumber
bahan baku obat khususnya obat tradisional.
Pada percobaan ekstraksi komponen kimia di gunakan
sampell daun tembelekan (Lantana camara L) dengan pelarut
methanol dengan menggunakan metode sohxletasi, setelah di peroleh
hasil ekstraksi, dilakukan penguapan ekstrak dengan menggunakan
alat penguapan modifikasi.
Tujuan dilakukannya penguapan ekstrak ialah untuk
menghilangkan cairan penyari yang ada dalam ekstrak, dengan kata
lain untuk memperoleh zat aktif memperoleh selain itu untuk
memudahkan pengerjaan pemisahan, selain itu dilakukan ekstraksi
ekstrak dengan menggunakan corong pisah (corpis) untuk
memisahkan senyawa polar dan senyawa non polar, dengan tujuan
memisahkan komponen kimia menurut tingkat kepolarannya.
Pada percobaan ini digunakan pelarut polar yakni n-
butanol dan untuk pelarut non polar digunakan dietil eter. Setelah
didapatkan ekstrak eter dan ekstrak n-butanol dilakukan lagi
identifikasi senyawa kimia dengan metode kromotografi lapis tipis
(KLT).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat di
simpulkan bahwa:
1. Ekstraksi atau penyarian adalah suatu cara yang dilakukan untuk
mengeluarkan atau menarik zat aktif yang terdapat di dalam sel
bahan alam dengan menggunakan metode ekstraksi dan pelarut
pengekstraksi yang sesuai.
2. Ekstrak daun tembelekan, bunga kirinyuh, kulit batang kina, dan
daun jambu biji menghasilkan ekstrak kering sebanyak 0,5-1
gram.

B. Saran
1. Asisten
Diharapkan kepada asisten agar membimbing kami dalam
melakukan praktikum dan pembuatan laporan.
2. Laboratorium
Diharapkan agar kebersihan laboratorium dan alat-alat praktikum
dapat diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai