Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


pada kegiatan konstruksi merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh seluruh pelaku konstruksi di Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum. Kewajiban ini semakin dipertegas dengan
dimasukkannya unsur K3 dalam proses pengadaan barang dan jasa,
sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan Jasa maupun pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya


Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi, mempunyai tugas dan peran
strategis dalam pembinaan penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, termasuk
yang menyangkut penerapan SMK3 Konstruksi ini. Mengingat urgensi
penyebarluasan informasi mengenai kebijakan maupun pengetahuan terkait
SMK3 Konstruksi, maka Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi setiap
tahunnya mengadakan kegiatan Bimbingan Teknis SMK3 Konstruksi yang
diperuntukkan bagi Pengguna Jasa maupun Penyedia Jasa.

Pada hakikatnya, materi Bimbingan Teknis SMK3 Konstruksi terdiri dari 3 (tiga)
bagian utama, yaitu materi mengenai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 09/PRT/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan persyaratn
lainnya, materi-materi terkait Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Konstruksi, serta Workshop Penyusunan Rencana K3 Kontrak (RK3K).

ii

Materi ini kemudian dipecah menjadi 12 (dua belas) modul, disesuaikan dengan
jumlah kebutuhan tatap muka setiap harinya dalam pelaksanaan Bimbingan
Teknis, yaitu:
Modul 1. Kebijakan Pemerintah tentang K3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
Modul 2. Peraturan Perundangan K3 dan Persyaratan Lainnya
Modul 3. Pengetahuan Dasar K3
Modul 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2008 tentang
Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
Modul 5. Sistem Manajemen K3 Konstruksi
Modul 6. Pengetahuan Dasar tentang HIV dan AIDS
Modul 7. Manajemen Risiko K3
Modul 8. Penerapan SMK3 dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Modul 9. K3 Pekerjaan Konstruksi
Modul 10. Manajemen Lingkungan dan Hygiene
Modul 11. Pra RK3K dan RK3K
Modul 12. Observasi Lapangan

Modul-modul ini telah dikaji dan disusun sedemikian rupa oleh Tim Penyusun
agar dapat dipahami dengan baik oleh para pembaca, tanpa mengubah
substansinya. Namun demikian, sebagaimana pepatah Tak Ada Gading Yang
Tak Retak, maka Tim Penyusun sangat terbuka bagi saran dan kritik yang
membangun, demi tersempurnakannya Modul Bimbingan Teknis SMK3
Konstruksi ini.

Akhir kata, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu, sehingga Modul Bimbingan Teknis SMK3 Konstruksi ini dapat
tersusun dengan baik dan semoga dapat memberikan manfaat bagi
penggunanya.

Jakarta, Mei 2012


Tim Penyusun

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..... ii


Daftar Isi . iv
Daftar Gambar ... v
Daftar Tabel vi
Tujuan Pengajaran vii

I. PENDAHULUAN . 1
II. DEFINISI
2.1. Definisi AMDAL 2
2.2. Definisi UKL dan UPL . 2
PERATURAN PERATURAN TENTANG MANAJEMEN
III. 3
LINGKUNGAN .
PROGRAM PEMANTAUAN DAN PENGELOLAAN
IV. 4
LINGKUNGAN .
V. HIGIENE KEGIATAN KONSTRUKSI .. 10
VI. UPAYA PENCEGAHAN . 14
VII. PENGELOLAAN PEMAKAIAN SUMBER DAYA ALAM .. 15
VIII. GERAKAN 5R .. 16
IX. GREEN CONSTRUCTION 17
X. KESIMPULAN . 21

Daftar Pustaka ........................................................................................ viii


Tim Penyusun ......................................................................................... ix

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fasilitas Umum .. 7


Gambar 2. Kebersihan Tempat Kerja Konstruksi . 7
Gambar 3. Kerapian Tempat Kerja Konstruksi . 8
Gambar 4. Target Rapi dan Bersih . 9
Gambar 5. Penyemprotan (foging) . 10
Gambar 6. Berbagai Jenis Pencemaran 13
Gambar 7. Gerakan 5R 16
Gambar 8. Manajemen Lingkungan Proyek . 18
Gambar 9. Efisiensi dan Konservasi Energi . 19
Gambar 10. Tepat Guna Lahan dan Konservasi Air . 20

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daya Racun Kimia ..... 12

vi

TUJUAN PENGAJARAN

A. Tujuan Umum
Setelah mempelajari materi tentang manajemen lingkungan dan higiene
proyek, maka peserta diharapkan dapat memahami lingkungan kegiatan
dan sekitarnya serta apa yang dapat dilakukan dalam rangka menjaga
kebersihan dan memeliharanya secara umum.

B. Tujuan Khusus
Peserta akan mampu :
1. Mengetahui peraturan-peraturan yang mengatur manajemen lingkungan;
2. Mengetahui program-program pemantauan dan pengelolaan lingkungan
kerja dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi;
3. Mengetahui program hygiene dan kebersihan kegiatan serta program
lainnya yang dapat mendukung kelestarian lingkungan

vii

MANAJEMEN LINGKUNGAN DAN HYGIENE KEGIATAN

I. PENDAHULUAN

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup


keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, sinar matahari, mineral
serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan,
dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia, seperti keputusan
bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Rumusan ini dapat
diterapkan dalam pengertian lingkungan kerja konstruksi.
Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik
adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim,
kelembaban, cahaya dan bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah
segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan
mikro-organisme (virus dan bakteri).
Di Indonesia, lingkungan sering juga disebut "lingkungan hidup". Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup mendefinisikan Lingkungan Hidup sebagai kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Peraturan Pemerintah Nomor. 27 Tahun 2012 tentang Perijinan
Lingkungan menjelaskan bahwa iIzin Lingkungan adalah izin yang
diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau kegiatan
yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. Perijinan inilah yang harus dilakukan oleh pemilik lahan
atau kegiatan sebelum kegiatan dilaksanakan.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 1



AMDAL adalah kewajiban pemilik bangunan atau pemilik lahan atau
pengguna jasa, sedangkan UKL dan UPL adalah kewajiban bagi kegiatan
yang tidak memenuhi persyaratan AMDAL, dalam hal ini penyedia jasa
yang melakukannya.

II. DEFINISI

2.1. DEFINISI AMDAL


Definisi AMDAL adalah sebagai berikut:
1. AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan;
2. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan dan digunakan untuk
pengambilan keputusan;
3. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi,
sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat sebagai
pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan;
4. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk
pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan;
5. AMDAL memuat Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). RKL dan RPL ini menjadi
dasar pelaksanaan AMDAL.

2.2. DEFINISI UKL DAN UPL


1. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung
jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL
(Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 2



tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup);
2. Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus
melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan
lingkungan;
3. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan
menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan
teknologi yang tersedia;
4. UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk
pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan
usaha dan atau kegiatan konstruksi.

III. PERATURAN-PERATURAN TENTANG MANAJEMEN LINGKUNGAN


Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang pengelolaan
lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Pemerintah RI No. 85 Tahun 1999 tentang Pengolahan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3. Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
(memberikan kewenangan yang berbeda untuk penilaian AMDAL).
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2006
tentang Pedoman Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hidup.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.11 Tahun 2006
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi Dengan AMDAL.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010
tentang UKLH dan UPLH serta Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 3



7. Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 Tahun
2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi
dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan.

IV. PROGRAM PEMANTAUAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Manajemen Lingkungan sebagai sebuah sistem yang menggunakan siklus
P-D-C-A (Plan Do Check Action), memudahkan kita untuk
mengintegrasikannya ke dalam sistem lainnya yang juga menggunakan
siklus yang sama. Kita mengenal nama ISO 14001-2004 (sudah
dinyatakan sebagai SNI (Standar Nasional Indonesia). SNI 19-14001-
2005), tentang Sistem Manajemen Lingkungan ini bisa diintegrasikan
dengan Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Manajemen K3.
Namun dalam modul ini tidak disajikan secara mendalam sebagai sebuah
sistem manajemen, tetapi hanya dalam lingkup yang lebih kecil berupa
pengenalan dan upaya sederhana tentang apa yang bisa dilakukan pada
kegiatan konstruksi.

Dilihat dari berbagai kepentingan, apabila pengelola kegiatan/Pejabat


Pembuat Komitmen (PPK) dan Penyedia Jasa/Kontraktor sepakat bahwa
selama proses konstruksi berjalan searah dengan Pengelolaan
Lingkungan Hidup maka kebersihan, efisiensi dan kenyamanan kerja
dapat dinikmati dan tentu saja proses ini akan berdampak pada
masyarakat sekitarnya (yang juga merasa nyaman).

Program pengelolaan lingkungan terdiri atas:


1. Pengelolaan Air, dapat dilakukan melalui upaya-upaya berikut:
Penggunaan air yang berasal dari Perusahaan Air Minum (Air
PAM) dan air tanah untuk keperluan pekerja dan campuran bahan
bangunan kegiatan dikendalikan.
Matikan keran air yang melimpah ataupun yang menetes, dan
menggunakan seperlunya.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 4



Penggunaan air tanah dengan ijin dan selisih/sisa antara air tanah
yang dipompa dengan yang digunakan tidak dibuang begitu saja,
ke saluran pembuangan, namun masih bisa dikembalikan lagi ke
dalam tanah (dengan membuat lubang lain).
2. Pengelolaan Lahan, dapat dilakukan melalui upaya-upaya berikut:
Lingkungan kegiatan dibuat asri, terutama daerah sekitar kantor
atau direksi keet.
Diberi penghijauan tanaman dan bunga-bunga dan ditata rapi.
Serta dimanfaatkan sebaik mungkin dengan tanaman yang
membantu suasana nyaman pada kegiatan konstruksi.
3. Pengelolaan Biologis
Kotor adalah sumber penyakit, sehingga lingkungan yang kumuh,
seperti penginapan atau barak pekerja, harus dibersihkan secara
bersama-sama seminggu sekali ataupun disediakan petugas
khusus;
Kebersihan kantin dan makanan yang disediakan juga harus
dikelola dengan baik;
Penyemprotan (foging) untuk nyamuk bisa dilakukan secara
berkala;
Kamar mandi dan WC selalu dalam keadaan bersih dan dirawat
dengan baik,
Penerangan lampu untuk bekerja dan barak pekerja disesuaikan
dengan standar penerangan.
Tata cahaya pagi hari dan siang hari dengan memanfaatkan
sebanyak mungkin sinar matahari, yang berarti penghematan
penggunaan listrik.
4. Pengelolaan Udara, dapat dilakukan melalui upaya-upaya berikut:
Debu kegiatan dapat diminimalisasi dengan penyiraman secara
berkala terutama pada saat terik matahari dan suasana kerja yang
panas.
Kandungan udara atau suhu dalam ruangan kerja bisa
distandarkan 26 C (+/- 1).

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 5



Sirkulasi keluar masuk udara (bersih dan kotor) diatur ventilasinya
agar angin bisa mengalir dengan baik, mengurangi penggunaan
kipas angin dan listrik.
5. Pengelolaan Kebisingan, dapat dilakukan melalui upaya-upaya berikut:
Tingkat kebisingan terus menerus selama 7-8 jam dibatasi
maksimal 85 decibel harus dipantau secara berkala. Kalaupun
tingkat kebisingan terlampaui, masih ada upaya lain dengan
mengatur jam kerja
Menggunakan alat penutup telinga (earplug atau earmuff),
menggunakan alat yang lebih rendah kebisingannya merupaka
alternatif lain atau ditambah dengan peredam.
6. Pengelolaan limbah, dapat dilakukan melalui upaya-upaya berikut:
Sisa bahan beton pengecoran dapat dimanfaatkan langsung dan
dicetak sesuai design;
Potongan sisa besi ditargetkan menurun, misalnya dengan
memanfaatkan sisa potongan untuk saringan got;
Penggunaan bekisting berulang-ulang.
7. Pemantauan penduduk/masyarakat, dapat dilakukan melalui upaya-
upaya berikut:
Kondisi masyarakat sekitar kegiatan harus dipantau serta diajak
dalam pertemuan dan disajikan upaya-upaya pengelolaan
lingkungan yang sudah dilakukan oleh kegiatan.
Setiap keluhan masyarakat terkait lingkungan harus disikapi
dengan bijaksana.

Selama pelaksaan kegiatan dapat juga dilakukan upaya lain dan mungkin
saja dapat melibatkan pihak lain seperti :
1. Kerjasama pengelolaan limbah dengan suplier dan klien;
2. Kerjasama audit limbah dan energi;
3. Mempelajari dampak penggunan bahan baku;
4. Mengganti bahan baku yang menimbulkan dampak lingkungan;
5. Melakukan pelatihan/penyuluhan secara berkala kepada pekerja;

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 6



6. Mempublikasikan hasil yang dicapai secara internal dan eksternal;
7. Memantau perkembangan program dan selalu melakukan
pemutakhiran program;
8. Melaksanakan gerakan 5 R (Ringkas, Rapi, Resik (bersih), Rawat dan
Rajin).

Gambar 1. Fasilitas Pekerja Pada Lokasi Kegiatan Konstruksi

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 7



Lokasi Kerja Bersih Setelah cor bersih Pagar proyek rapi

Kan n pekerja bersih Area parkir bersih Penyemprotan nyamuk Pos satpam bersih

Sarana Housekeeping Bedeng pekerja bersih Toilet dilantai kerja KM pekerja bersih

Gambar 2. Kebersihan Tempat Kerja Konstruksi

ersedia Stop Kontak Formwork disusun dengan RAPI Besi dak diletakan langsung
Los Kerja Los kerja bersih diatas tanah

PEMILAHAN, PENATAAN, PEMBERSIHAN, PEMANTAPAN & PEMBIASAAN


Material ditata rapi

Lokasi Kerja Bersih dan Rapi Formwork ditata dan dipilah Hasil Pabrikasi ditata
Besi dipilah menurut ukuran Rapi
Pasir diletakan dalam kotak Alat bantu disusun rapi

previous
Gudang Diatur next
serapi mungkin
Material ditata sesuai dengan Material Diletakan dan Ditata Rapi
Lokasi Kantor ada Penghijauan, Penerangan
Ukuran Cukup, Ruang Rapat Rapi dan Kantor Bersih

Gambar 3. Kerapian Tempat Kerja Konstruksi


Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 8

PEMILAHAN, PENATAAN, PEMBERSIHAN, PEMANTAPAN & PEMBIASAAN
Material ditata rapi

Pasir diletakan dalam kotak Alat bantu disusun rapi

previous
Gudang Diatur next
serapi mungkin
Material ditata sesuai dengan Material Diletakan dan Ditata Rapi
Ukuran

Gambar 4. Target Rapi dan Bersih

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 9



FOGGING
DUA MINGGU
SEKALI

Gambar 5. Penyemprotan (fogging)

V. HYGIENE KEGIATAN KONSTRUKSI


Program Hygiene merupakan kegiatan yang bertujuan untuk :
1. Mempertahankan tingkat kesehatan dan kebersihan;
2. Mengurangi kompensasi jika terjadi sakit akibat kerja;
3. Meningkatkan kepuasan dalam bekerja;
4. Mengurangi mangkir kerja, karena pekerja selalu sehat;
5. Meningkatkan produktivitas masing-masing pekerja.

Risiko K3 pada tempat kerja terkait dengan hygiene, terdiri dari beberapa
faktor sebagai berikut:
a. Faktor Fisik
Faktor Fisik menyangkut
1) Iklim/cuaca kerja, dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban, panas
radiasi dan kecepatan gerakan udara berkaitan dengan panas

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 10



metabolisme tubuh dalam bekerja, yang mengakibatkan gangguan :
dehidrasi, heat exhaustion, heat cramp dan heat stroke;
2) Kebisingan mengakibatkan gangguan konsentrasi dan
pendengaran;
3) Getaran mekanik mengakibatkan gangguan sendi, otot, pembuluh
darah dan syaraf;
4) Pencahayaan dengan intensitas cahaya kurang yang
mengakibatkan mata sakit, tidak kelihatan atau cahaya berlebih
mengakibatkan silau, pekerjaan tidak teliti, mata kabur dan
gangguan ketajaman penglihatan.
5) Medan listrik dan medan magnet yang dapat menyebabkan mual
dan kehilangan nafsu makan saat bekerja;
6) Beberapa sebab yang belum banyak diketahui dan masih dalam
penelitian, seperti :
a) Gangguan fisiologis
b) Keluhan kulit, seperti kemerahan, gatal, panas, dan lain-lain;
c) Neurobehaviour, terdiri dari: pusing, sakit kepala, lelah, lemas,
berdebar, sesak napas, dan lain-lain;
d) Keringat berlebihan, depresi, daya ingat menurun, dan lain-lain.

b. Faktor Kimia
Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh manusia dapat melalui
pernafasan, kulit, dan pencernaan. Efek bahan kimia tersebut bisa
dibedakan menjadi:
1) Efek local adalah pengaruh pada tempat kontak dengan bagian
tubuh;
2) Efek sistemik adalah pengaruh setelah diserap tubuh

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 11



Tabel 1. Daya Racun Kimia

Tingkat Toksid Keterangan


LD 50: kecil dari 1 mg/kg.bb Sangat toksid
LD 50 : 1 - 50 mg/kg.bb Toksisitas tinggi
LD 50: 50 - 500 mg/kg.bb Toksisitas sedang
LD 50: 500 - 5000 mg/kg.bb Agak toksid
LD 50 antara 5000 - 15.000
mg/kg.bb Hampir tidak beracun
LD 50 tidak lebih dari 15.000
mg/kg.bb Tidak berbahaya

Sifat Kimia yang mudah dikenal adalah mudah meledak, mudah


terbakar, beracun, iritasi (menyebabkan peradangan), korosif
(menghancurkan), allergen (menyebabkan alergi), embrio
toksik/teratogenik (perkembangan tidak normal pada embrio),
karsinogen (penyebab kanker), asfiksian (tercekik akibat kekurangan
oksigen) dan fibrogenik (kerusakan pada paru-paru).

c. Faktor Biologis
Pengaruh makhluk hidup terhadap manusia pada tempat kerja bisa
berasal dari virus, bakteri, jamur, parasit, serangga, tumbuhan,
binatang berbisa dan binatang buas.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 12



BERBAGAI JENIS PENCEMARAN
PENCEMARAN KIMIA GAS BUANG

PENCEMARAN BIOLOGIS PENCEMARAN KIMIA GAS

PENCEMARAN SUARA PAPARAN B3 SANGAT


GENSET BERBAHAYA BAGI
KESEHATAN
PEKERJA

Gambar 6. Berbagai Jenis Pencemaran

d. Faktor ergonomis
Bahaya yang timbul sebagai akibat interaksi antara pekerja dengan
desain tempat kerja dan alat kerja, misalnya adalah sebagai berikut:
1) Letak lemari yang terlalu jauh dari jangkauan (penempatan berkas
terlalu jauh dan untuk mengambilnya pekerja harus meliukan
pinggang);
2) Meja yang terlalu tinggi;
3) Sandaran lengan terlalu tinggi atau terlalu rendah;
4) Kursi duduk yang tidak mengikuti bentuk tulang punggung belakang
dapat menyebabkan sakit, antara lain seperti: sakit leher, sakit
pinggang, sakit kepala, terkilir dan yang paling ringan adalah pegal-
pegal.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 13



e. Faktor Psikologis
Sikap/perilaku dapat berisiko terhadap pekerjaan, menyebabkan
hubungan yang kurang harmonis dengan atasan, bawahan maupun
teman. Pengorganisasian kerja yang timpang atau tidak merata (ada
yang terlalu sibuk dan ada yang terlalu santai), kelebihan beban kerja,
kelelahan, kepuasan kerja dan imbalan yang tidak setimpal, waktu
istirahat yang digunakan untuk terus bekerja, serta hilangnya saat
rekreasi merupakan contoh faktor psikologis di tempat kerja.

VI. UPAYA PENCEGAHAN


Upaya Pencegahan dapat dilakukan pada kegiatan konstruksi melalui
beberapa langkah:
1) Promosi tentang sebab dan jenis-jenis penyakit akibat kerja;
2) Penyuluhan kesehatan secara berkala;
3) Perubahan tata letak tempat kerja;
4) Penggunaan alat kerja yang ergonomis;
5) Pemeriksaan kesehatan gratis secara berkala;
6) Pemberian tambahan gizi;
7) Penyediaan sarana olah raga dan kegiatan bersama;
8) Rekreasi bersama-sama;
9) Identifikasi bahaya terhadap kesehatan, dengan melibatkan semua
pekerja, dan melakukan pelatihan dan keterlibatan pekerja sebanyak
dan sesering mungkin;
10) Melakukan evaluasi tingkat bahaya dan kemungkinan terjadinya dan
tingkat/dampak keparahan terhadap orang dan kegiatan konstruksi;
11) Pengendalian cara kerja sampai tingkat yang aman dan nyaman untuk
bekerja;
12) Tindakan sedini mungkin
a) Jika ada pekerja yang sakit (penyakitnya mudah menular seperti
diare, muntah-muntah, batuk, pilek) dan jumlahnya menyebar
cepat, perlu segera diumumkan secepat mungkin adanya penyakit

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 14



menular di seluruh area kegiatan dan lingkungannya. Tindakan
yang dapat dilakukan adalah :
Menghindari paparan terhadap faktor risiko bahaya dengan
memberikan perlengkapan dan pelindung kerja yang pas;
Pengobatan tingkat pertama setempat harus selalu
siap/tersedia sarananya dan petugas cepat bereaksi terhadap
yang sakit.

b) Jika sudah terjadi kecelakakan atau sakit maka ada tanggung


jawab untuk melakukan tindakan rehabilitasi secara tuntas
terhadap korban berupa:
Penanganan medis pengobatan sampai tuntas;
Recovery secara fisik sampai dapat bekerja kembali;
Penanganan sosial masyarakat agar terbantu dalam
menyelesaikan kondisinya ke keadaan semula;
Vokasional, penyuluhan dan penjelasan yang memadai.

VII. PENGELOLAAN PEMAKAIAN SUMBER DAYA ALAM


Kegiatan konstruksi pasti menggunakan bahan alam, misalnya kayu,
upaya penekanan jumlah sampah bahan, penekanan jumlah pemakaian
bahan, penggunaan ulang atau pemanfaatan untuk pekerjaan lainnya
seperti menjadi kotak simpan dapat dilakukan untuk efisiensi pemakaian
Sumber Daya Alam.
Dalam pelaksanaan kegiatan, penggunaan bahan yang mengandung besi
(besi beton, kawat, paku, rangka) diupayakan tidak menghasilkan sampah
potongan dan menghasilkan sisa potongan akan lebih baik. Pemanfaatan
sisa besi dengan merangkai kembali menjadi pijakan kerja, pelindung
parit, kotak penyimpan peralatan, pelindung kerja, dan sebagainya.
Berbagai upaya di atas ini bisa dilakukan dalam usaha penyelamatan
lingkungan

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 15



VIII. GERAKAN 5R
Gerakan 5R yang biasa disebut dengan Ringkas, Rapi, Resik(Bersih),
Rawat dan Rajin merupakan upaya bersama yang bisa dilakukan sebagai
awal diterapkannya K3.

Ringkas
Pisahkan dan singkirkan barang yang tidak perlu dari tempat kerja
Rapi
Atur dan susun tata letak peralatan dan perlengkapan kerja agar selalu siap
pada saat diperlukan
Resik
Bersihkan tempat kerja dan senantiasa melaksanakan kebersihan
Rawat
Pertahankan Ringkas, Rapi, Resik
Rajin
Jadikanlah sebagai suatu kebiasaan
Gambar 7. Gerakan 5R

Adapun sasaran gerakan 5R adalah :


1. Mewujudkan tempat kerja yang nyaman dan pekerjaan yang
menyenangkan, melatih manusia (pekerja) yang mampu mandiri
mengelola pekerjaannya dan mewujudkan organisasi bercitra positif di
mata pelanggan yang tercermin dari kondisi tempat kerjanya.
2. Pemilahan agar ringkas melalui upaya menentukan barang yang
diperlukan atau yang tidak diperlukan, menyingkirkan barang yang
tidak diperlukan, serta memastikan bahwa barang yang diperlukan
disimpan dalam jangkauan (mudah dijangkau) dengan memperhatikan
frekuensi pemakaian, tujuannya agar waktu kerja lebih efisien.
3. Barang yang tidak dipakai di tempat kerja akan berdampak terhadap
keruwetan, menurunkan produktivitas dan menimbulkan bahaya.
4. Penataan yang rapi dengan melakukan pengaturan lingkungan kerja
dan peralatan secara rapi dengan sasaran tata letak dan penempatan
yang efisien sehingga pemborosan waktu untuk mencari barang bisa
dihilangkan dan untuk memperlancar pekerjaan.
5. Kebersihan, yang bertujuan dari kebersihan adalah untuk
menghilangkan semua debu dan kotoran dan menjaga tempat kerja

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 16



selalu bersih. Diupayakan agar membersihkan tempat kerja setiap hari
dengan memakai tiga kategori luas untuk mencapai tingkat Bersih,
yaitu: area penyimpanan, peralatan dan lingkungan.

Apabila kegiatan RINGKAS, RAPI dan RESIK telah selesai, selanjutnya


kondisi ini harus dipertahankan sebagai suatu kebiasaan rutin (RAWAT).
Diperlukan adanya standar berikut sarana untuk pengecekan,
disosialisasikan dan dilakukan review/tinjau ulang secara berkala (RAJIN).
Peringatanperingatan visual yang menarik dan diatur secara kreatif
sangat diperlukan untuk membantu setiap orang memahami tentang
perlunya standarisasi untuk kebersihan dan bagaimana
melaksanakannya.
Alat bantu visual (gambar) juga sangat diperlukan untuk mempermudah
menunjukkan penyebab penyimpangan itu bisa terjadi dan apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.
DISIPLIN adalah terciptanya suatu kebiasaan yang baik dari setiap orang
yang terlibat untuk melakukan setiap hal dengan benar sesuai standar
yang telah ditetapkan. Perilaku disiplin diharapkan tercipta bagi seluruh
orang terutama anggota dalam kelompoknya dan RAWAT menjadi suatu
kebiasaan yang baik.

IX. GREEN CONSTRUCTION


Akhir-akhir ini muncul cara berpikir dan bekerja secara Green atau hijau
atau ramah lingkungan. Hal ini disebabkan karena pembangunan fisik/
konstruksi yang ramah lingkungan sebenarnya sudah bisa direncanakan,
yaitu dengan:
1. Menggunakan konstruksi berbahan ramah lingkungan;
2. Memanfaatkan sumber energi yang ramah lingkungan;
3. Menggunakan sumber energi lainnya secara efisien;
4. Mengalokasikan perbandingkan ruang tertutup dan ruang terbuka serta
ruang hijau yang seimbang;

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 17



5. Memanfaatkan limbah dengan pengelolaan mandiri, misalnya melalaui
daur ulang sesuai dengan aturan;
6. Pengelolaan air secara efisien dari melakukan daur ulang air;
7. Menyiapkan sistim dan cara kerja yang bersinergi dengan aturan
lingkungan;
8. Memantau dan melaksanakan sistim lingkungan serta melaporkannya
secara rutin kepada pemerhati lingkungan;
9. Menyiapkan sumberdaya manusia yang kompeten.

GREEN TARGET

MANAJEMEN LINGKUNGAN PROYEK

Pengelolaan sampah (selama proses konstruksi)


a) Penyediaan tempat sampah konstruksi
b) Penyediaan tempat sampah nonkonstruksi (organik, unorganik, B3)
c) Pemilahan sampah konstruksi dan nonkonstruksi sesuai sejenisnya a b
d) Kerjasama dengan pihak ke3 (pengumpul)
e) Monitoring volume yang dikeluarkan
g
Mendorong mengurangi terjadinya sampah sehingga mengurangi beban TPA f
(Tempat Pembuangan Akhir)
f) Penyajian makanan dengan sistem katering (minim sampah) h
g) Menyediakan minuman isi ulang (galon)
h) Pemakaian kertas bolakbalik untuk kebutuhan internal
i) Menyediakan cetakan untuk limbah/limpahan beton
j) Pemanfaatan sisa buangan besi beton < 1 m
k) Tidak menggunakan minuman kemasan
l) Pemanfaatan bekas bobokan/puing i
m) Pembuatan lubang resapan biopori j
n
n) Penggunaan veldples

Program promosi green construc on


o) Menggunakan leaflet p
p) Pemasangan simbol 3R (Reduce, Reuse, Recycle) pada helm
q) Pemasangan papan wajib baca/slogan green
r) Mencantumkan persyaratan green contractor dalam kontrak kerja q
o
s) Melakukan terobosan (inovasi) penerapan green

Gambar 8. Manajemen Lingkungan Proyek

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 18



GREEN TARGET

EFISIENSI DAN KONSERVASI ENERGI

Pemantauan/pencatatan pemakaian listrik h


a) Pemasangan KWH meter
b) Monitoring pemakaian listrik per bulan c

e
b
Penghematan konsumsi energi
c) Pemanfataan sinar matahari untuk penerangan (op malisasi desain jendela a d
dan tata ruang)
d) Melakukan pengukuran instensitas cahaya (25 lux / sesuai ketentuan)
e) Penggunaan water reservoir untuk penyimpanan air bersih
f) Penggunaan LHE untuk kantor dan lapangan f
g) Tata ter b penggunaan peralatan elektronik kantor
h) Mengatur temperatur AC (25 1 C)
i) Penggunaan sensor cahaya untuk lampu penerangan di lokasi proyek i g

Mengendalikan penggunaan sumber energi yang memberikan dampak terhadap


lingkungan
j) Melakukan pengukuran getaran
k) Melakukan pengukuran kebisingan
l) Penyediaan absorban untuk penyimpanan material B3
m) Kendaraan dan alat berat proyek telah lulus pengecekan emisi gas buang j k l m

Gambar 9. Efisiensi dan Konservasi Energi

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 19



GREEN TARGET

TEPAT GUNA LAHAN

Memelihara kehijauan lingkungan serta mengurangi/menyerap


CO2 dan polutan
c
a) Penghijauan di sekitar keet b
b) Tidak menebang pohon

Mengurangi pencemaran pada drainase kota


c) Filterisasi air sebelum memasuki saluran kota a

KONSERVASI AIR

Pemantauan dan pencatatan pemakaian air


a) Pemasangan meteran air
b) Monitor pemakaian air per bulan
b
Penghematan konsumsi air
c
c) Pemasangan s ker gunakan air secukupnya
a

Gambar 10. Tepat Guna Lahan dan Konservasi Air

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 20



X. KESIMPULAN
Setelah mempelajari materi diatas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:

1. Peraturan perundangan tentang lingkungan dan kebersihan telah


tersedia dan tersedia pula aturan lainnya tentang pengelolaan
lingkungan atau lingkungan kerja. Peraturan tersebut bisa diberlakukan
juga dalam lingkungan kerja konstruksi.
2. Upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan, yang dilakukan oleh
penyelenggara kegiatan konstruksi, sangat bermanfaat bagi lingkungan
kerja dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.
3. Penyedia Jasa Konstruksi hanya bertanggung jawab terhadap Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) sedangkan Pemilik atau Pengguna Jasa bertanggung jawab
terhadap AMDAL kegiatan (untuk kegiatan yang dibawah syarat
tersebut maka diperlukan UKL-UPL).
4. Hygiene kegiatan konstruksi menjadi perhatian penting dalam
penerapan K3 karena menyangkut bahaya-bahaya kesehatan terhadap
pekerja dan lingkungan kerjanya.
5. Sumber Daya Alam dan material utama dalam kegiatan konstruksi
harus digunakan sebaik mungkin dengan melakukan efisiensi volume
penggunaan, menekan sisa sampah dan jika memungkinkan dapat
dipakai ulang atau dirangkai menjadi material untuk kegunaan lainnya.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 21



DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Perijinan
Lingkungan.
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006
tentang Pedoman Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hidup.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
tentang Jenis Kegiatan Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010
tentang UKLH dan UPLH serta Surat Pernyataan Kesanggupan.

viii

TIM PENYUSUN

Dewi Chomistriana, ST, M.Sc


Dra. Savitri Rusdyanti, M.Soc.Sci
Disaintina Ari Nusanti, ST, MM
Joko Setiyo, ST, M.Si
Ir. J.B. Nugraha, Dipl.SE, M.Eng
Dominggus Manuputty
Daony R. Silitonga, ST
Reni Maulidina Surosa, S.Kom
Melinda Bramanti, S.Sos
Teni Agustina Rahyadi, S.IP

ix


Anda mungkin juga menyukai