Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi Meningitis

Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai sebagian atau seluruh selaput otak
(meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal.14
Meningitis bakteri pada anak-anak masih sering dijumpai, meskipun sudah ada kemoterapeutik,
yang secara in vitro mampu membunuh mikroorganisme-mikroorganisme penyebab infeksi
tersebut.3 WHO (2003), mendefinisikan anak-anak antara usia 014 tahun karena di usia inilah
risiko cenderung menjadi besar.15 Ini akibat infeksi dengan Haemophilus influenzae maupun
pneumococcus, karena anak-anak biasanya tidak kebal terhadap bakteri.4
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi menjadi dua golongan
yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.16 Meningitis serosa adalah radang selaput otak
arakhnoid dan pia mater yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan pia mater yang meliputi otak dan
medulla spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia (pneumokok), Nesseria
meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa.16
Universitas Sumatera Utara
Saluran nafas merupakan port dentre (jalan masuk) utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-
bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-
sekresi tenggorokan yang masuk melalui jalur hematogen, memperbanyak diri didalam darah
masuk ke dalam cairan serebrospinal selanjutnya memperbanyak diri didalamnya sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.16
2.2. Meningitis Pada Anak

Meningitis bakterial lebih sering terjadi pada anak-anak. Karena anak-nak biasanya tidak
mempunyai kekebalan terhadap bakteri. 4 Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai
kecenderungan pada golongan umur tertentu. 17 Selama 2 bulan pertama kehidupan, organisme
yang paling sering menyebabkan meningitis adalah organisme flora ibu atau lingkungan dimana
bayi berada yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenzae.
Kebanyakan meningitis bakteri pada anak-anak usia 2 bulan-12 tahun disebabkan oleh
H.influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau Nesseria meningitidis. Pada anak-anak berusia
lebih dari 12 tahun, meningitis biasanya terjadi akibat infeksi S. pneumoniae, atau N.meningitidis.
3
2.3. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak 18,19

Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan
serebrospinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan:
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Dura mater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah
vena dari otak.
2.3.2. Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan dura mater dengan
pia mater membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan
saraf sentral.
2.3.3. Pia mater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak. Ruangan diantara arakhnoid dan pia mater disebut sub arakhnoid. Pada reaksi
radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum
tulang belakang.
2.4. Patofisiologi Meningitis

Meningitis bakteri paling sering terjadi akibat penyebaran mikroorganisme secara hematogen. 3
Meningitis bakteri pada umumnya, sebagai akibat dari penyebaran penyakit lain. Bakteri
menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis,
pneumonia, dan lain-lain. Penyebaran bakteri dapat pula secara perkontinum dari peradangan
organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, sinusitis, dan
lain-lain. Penyebaran bakteri bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi bedah otak.14
Meningitis dapat terjadi setelah terjadi invasi bakteri yang berasal dari pusat infeksi menular.
Meningitis juga dapat terjadi melalui invasi langsung ke selaput otak dan menyebar ke selaput
otak secara hematogen.3 Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi dalam
Universitas Sumatera Utara
waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang
subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. 20
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel
plasma. Eksudat terbentuk dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear
dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag. Pada meningitis yang disebabkan oleh
virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
20
2.5. Epidemilogi Meningitis 2.5.1. Distribusi Frekuensi Meningitis

a. Orang / manusia

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap pathogen spesifik yang
lemah terkait dengan umur muda. Karena anak-anak biasanya tidak mempunyai kekebalan
terhadap bakteri. Risiko terbesar adalah pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan, 95% kasus terjadi
antara umur 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Risiko
tambahan adalah kemiskinan, dan kemungkinan tidak adanya pemberian ASI untuk bayi umur 2-
5 bulan. 21
Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita. Pada negara berkembang,
penyakit meningitis akibat infeksi Haemophilus influenza pada anak yang tidak divaksinasi
paling lazim terjadi pada bayi umur 2 bulan sampai 2 tahun, insiden puncak terjadi pada bayi usia
6-9 bulan, dan 50% kasus terjadi pada usia tahun pertama.21
Insidens rate kasus Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenza di AS pada umur < 5
tahun berkisar 32-71/100.000 setiap tahun. Pada neonatus rata-
Universitas Sumatera Utara
rata 2-4 kasus/1000 bayi lahir hidup, dan dua pertiganya disebabkan oleh Streptococcus beta
haemoliticus grup B dan E. coli.22 Di Uganda (2001-2002) Insidens rate meningitis Haemophylus
influenza tipe b pada usia <5 tahun sebesar 88 per 100.000. 23
b. Tempat

Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk terjadinya penyakit
epidemik.17 Di seluruh daerah tropis, meningitis bakterial lebih sering terjadi pada anak yang
berumur 6 bulan - 3 tahun.4 Beban penyakit meningitis tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika,
yang dikenal sebagai Meningitis Belt. Pada Tahun 1996, Afrika mengalami wabah meningitis
yang tercatat sebagai epidemic terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus dan 25000
kematian yang terdaftar (CFR=10%).8 Penelitian yang dilakukan di Malaysia (Nur, 2005) 60%
kasus meningitis paling banyak terdapat pada kelompok umur anak-anak yaitu umur 0-9 tahun
dengan mortalitas 15%.24
c. Waktu

Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring, sehingga merupakan
predisposisi untuk terjadinya infeksi. Wabah Meningitis di Afrika terjadi selama musim panas
dari bulan Desember hingga juni. 17 Di daerah Sub-Saharan Meningitis Belt (Upper volta,
Dahomey, Ghana dan Mali Barat, hingga Niger, Nigeria, Chad, dan Sudan Timur) epidemi
meningitis dimulai pada musim panas/musim kering dan mencapai puncaknya pada akhir April
awal Mei dan diakhiri dengan dimulainya musim penghujan.17 Tahun 2008, Afghanistan
melaporkan 2.154 kasus meningitis dan 140 kematian (CFR=6,5%) dimana sebagian besar kasus
terjadi pada musim panas.25
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Determinan Meningitis
a. Host/penjamu

Meningitis yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, 5 36 kali lebih besar pada anak
kulit hitam daripada anak kulit putih. 21 Bakteri ini juga paling sering menyerang bayi <2 tahun.26
Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) mengenai daya lindung vaksin TBC terhadap meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72
kali bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan BCG.27
Pada meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa muda
(12-18 tahun). Meningitis ini dapat terjadi pada saat menderita campak, gondongan (mumps) atau
penyakit infeksi virus lainnya.21
Penelitian yang dilakukan oleh Erleena Nur di Malaysia tahun 2005, menemukan bahwa
meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan sex ratio 1,6.24
Penelitian yang dilakukan di Korea (Lee, 2005) menunjukkan resiko laki-laki untuk menderita
meningitis dua kali lebih besar dibanding perempuan dengan rasio 2:1. 28
b. Agent

Pada umumnya, penyebab meningitis adalah bakteri dan virus. Meningitis serosa penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti virus, Toxoplasma
gondhii, Ricketsia. Meningitis purulenta penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia
(pneumokok), Nesseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia,dan Pseudomonas
aeruginosa.16
Universitas Sumatera Utara
Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita. Pada Neonatal (0-2 bulan)
bakteri penyebab meningitis adalah Streptococcus Group B. E. Coli, Staph. Aureus, Enterobacter
dan pseudomonas. Pada anak-anak sering disebabkan oleh Haemophilus influenzae, N.
meningitidis, dan S. pneumoniae.
Pada dewasa muda (6-20 tahun) yaitu N. meningitidis. S. pneumonia dan H. influenzae.
Sedangkan pada dewasa (>20 tahun) adalah S. pneumonia, N. meningitidis, Sterptococcus, dan
Staphylococcus. Angka mortalitas di AS pada suatu survey epidemiologik secara prospektif dari
tahun 1978 adalah: untuk H. influenzae 6,0%, N. meningitidis 10,3% dan S. pneumoniae 26,3% .
17
c. Lingkungan

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya penyakit meningitis adalah faktor lingkungan dengan
kebersihan yang buruk dan terlalu padat. Dimana timbulnya kontak antara penderita yang
memilki penyakit saluran pernafasan ataupun influenza.
Sehingga anak dapat terpapar oleh bakteri Haemophilus influenza, pemaparan kuman juga dapat
terjadi pada saat anak kontak dengan teman sekolah ataupun kontak di tempat penitipan anak dan
juga dipengaruhi oleh imunitas kelompok yang rendah, misalnya tinggal di daerah kumuh
ataupun sosial ekonomi yang rendah.16 Resiko penularan meningitis bakteri N. meningitidis juga
meningkat pada lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-kamp tentara, dan jemaah haji. 22
Universitas Sumatera Utara
2.6. Komplikasi Meningitis 4

Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain:
2.6.1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.
2.6.2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural karena adanya
infeksi oleh kuman.
2.6.3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
2.6.4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak.
2.6.5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
2.6.6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak karena adanya
infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
2.6.7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.
2.6.8. Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu.
2.7. Pencegahan Meningitis
a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu
yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.29 Pencegahan
penyakit infeksi meningitis dapat dilakukan dengan pemberian vaksin pada bayi agar
mendapatkan kekebalan tubuh terhadap bibit penyakit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningitis dengan bakteri Haemophilus influenza dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi vaksin gabungan H. influenza tipe b yang dapat diberikan mulai pada sekitar usia 2
bulan atau sesegera mungkin sesudahnya. Untuk mencegah terinfeksi meningitis bakteri N.
meningitidis pada anak resiko tinggi umur di atas 2 tahun dianjurkan untuk mendapatkan vaksin
quadrivalen meningokokus terhadap serogrup A, C, Y, dan W135. Vaksin ini dapat diberikan
untuk kontak terpajan dan selama epidemik penyakit meningokokus. 21
Untuk penderita resiko tinggi meningitis bakteri S. pneumonia harus mendapat vaksin
pneumokokus. Sedangkan pada meningitis virus, dapat dicegah dengan pemberian vaksin virus
yang efektif untuk polio, campak, parotitis, dan rubella.22 Pencegahan juga dapat dilakukan
dengan mengurangi kontak langsung dengan penderita, mengurangi tingkat kepadatan di
lingkungan perumahan dan lingkungan seperti barak, sekolah, tenda, dan kapal.29
b. Pencegahan Sekunder 16

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Antara lain:
b.1. Diagnosis Meningitis
Gejala-gejala dan tanda-tanda meningitis bakteri didahului oleh gejala saluran nafas bagian atas
atau saluran cerna selama beberapa hari sebelumnya. Biasanya radang selaput otak akan disertai
panas mendadak mual, muntah, anoreksia, fotofobia, dan kaku kuduk. Bila infeksi memberat,
timbul peradangan korteks dan edema otak dengan gejala-gejala penurunan tingkat kesadaran,
koma, kejang-kejang, kelumpuhan saraf otak yang bersifat sementara atau menetap, dan pada
bayi fontanella mencembung. 3 Pada anak dengan demam dan kejang, bila
Universitas Sumatera Utara
diagnosis kejang demam dan epilepsi telah disingkirkan, maka diagnosinya hampir pasti
meningitis atau meningoensefalitis.30
Pada bayi umur 28 hari gejala mungkin samar dan tidak spesifik, seperti tidak mau menyusu,
menjadi sangat tenang atau sangat gelisah, muntah, atau tampak tidak sehat. Temperatur
cenderung rendah daripada tinggi. Jika ada muntah, maka fontanel akan mendatar atau
mencekung. Sehingga lingkaran kepala bayi harus diukur setiap hari. Pada bayi yang lebih besar
(sampai umur dua tahun), gejala meliputi kegelisahan, demam, muntah, fotofobia, ketegangan,
dan kejang.
Anak tampak kejang dan gugup. Pada bagian akhir penyakit, fontanel akan menggelembung,
terasa nyeri bila menekuk leher dan akan timbul Kernigs sign yang positif (tidak dapat
menaikkan tungkai dengan membengkokkannya di sendi pinggul).4 Pada anak yang berumur
lebih dari dua tahun, sebagai tambahan dari gejala di atas, mungkin mengeluh sakit kepala,
pusing, bahkan sampai koma.4 Gejala klinis meningitis virus yang benigna, gejalanya dapat
sedemikian rupa ringannya sehingga diagnosis meningitis menjadi tidak terlihat. Jika gejala agak
berat biasanya ditandai dengan nyeri kepala dan nyeri kuduk. 14
b.2. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal 31
b.2.1. Pemeriksaan Kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda
kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala
disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
Universitas Sumatera Utara
b.2.2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul kemudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif (+)
bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135o (kaki tidak dapat diekstensikan sempurna)
disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
b.2.3.Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan
kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada
leher.
b.2.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan Kernig). Tanda brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
b.3. Pemeriksaan Penunjang Meningitis
b.3.1. Pemeriksaan cairan serebrospinalis

Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi menjadi dua golongan
yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.16
a. Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan
langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit
yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.

Universitas Sumatera Utara


b. Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun
mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.

b.3.2. Pemeriksaan darah 16


Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, dan kultur.
a. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

b. Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu, pada meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

b.3.3. Pemeriksaan Radiologis 16


a. Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal) dan foto
dada.

b. Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungkin dilakukan CT Scan.

b.4. Pengobatan Meningitis14


Penderita diberikan pengobatan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab
meningitis, yaitu:
b.4.1. Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok : Ampisilin.
b.4.2. Meningitis yang disebabkan Haemophilus influenza : Kombinasi ampisilin dan
kloramfenikol.
b.4.3. Meningitis yang disebabkan enterobacteriaceae : Sefotaksim, campuran trimetoprim dan
sulfametoksazol.
b.4.4. Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus : Vankomisin, sefotaksim atau
setrifiakson.
Universitas Sumatera Utara
b.4.5. Bila etiologi tidak diketahui : Ampisilin ditambah kloramfenikol (pada anak) dan ampisilin
disertai gentamisin (pada neonatus).
c. Pencegahan Tersier

Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat
meningitis dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang
tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka
panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar.32 Fisioterapi dan rehabilitasi juga
dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi cacat.16
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
1. Kemkes RI., 2009. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.

2. Markam, S., 1992. Penuntun Neurologi. Koordinator Pendidikan Dokter. Ahli Syaraf
Bagian Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

3. Nelson., 1996. Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2. EGC. Jakarta.

4. Jeliffe, D., 1994. Kesehatan Anak Didaerah Tropis, Edisi Keempat. Bumi Aksara. Jakarta

5. Rusepno, H, Husein, A., 1997. Ilmu Kesehatan Anak. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
6. WHO., 2009 . Meningococcal, Staphylococcal and Streptococcal
Infections.http://www.who.int/vaccine_research/documents/Meningo20091103.pdf

7. Swierzewski, S., 2002. Meningitis, Insidens and, Prevalence.


http://www.neurologychannel.com/meningitis/incidences.html
8. WHO., 2005. Meningococcal meningitis Fact sheet.
http://www.emro.who.int/sudan/media/pdf/FactSheet-Meningitis.pdf
9. WHO., 2010. Meningococcal meningitis.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs141/en/index.html

10. Seamic Health Statistic., 2002. Seamic publication No.85, International Medical
Foundation of Japan. Japan.

11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan., 1998. Meningitis.

http://www.depkes.go.id
12. Erika, S., 2004. Karakteristik Penderita Meningitis Anak Yang Di Rawat Inap Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Pada Tahun 2000 2002. Skripsi FKM USU. Medan.

13. Mesranti, M., 2009. Karakteristik Penderita Meningitis Yang Di Rawat Inap Di RSUP H.
Adam Malik Medan pada tahun 2005 2008. Skripsi FKM USU. Medan.
14. Soegijanto, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan. Edisi Pertama.
Salemba Medika. Jakarta.

15. Hasibuan, WF., 2010. Malaria Pada Anak. USU Digital Library.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20820/4/Chapter%20II.pdf

Universitas Sumatera Utara


16. Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. MediaAesculapius.
Jakarta.

17. Japardi, I., 2002. Meningitis Meningococcus. USU Digital Library.


http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf

18. Sloane, E., 1995. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC. Jakarta.

19. Suwono, W., 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Edisi Kedua. EGC. Jakarta.

20. Harsono., 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi Pertama. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

21. Nelson., 1996. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Bagian 2. EGC. Jakarta

22. Didik, H., Iskandar Syarif., 1995. Gambaran Klinis dan Laboratorium Meningitis
Purulenta yang di Rawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUA / RSUP dr. M. Djamil
Padang. Majalah Kedokteran Andalas Vol.21. No.2. Juli Desember 1997. Padang.

23. Lewis, R., dkk., 2008. Action For child Survival Elimination of Haemophilus Influezae
Type b Meningitis in Uganda. Bulletin of The World Health Organization, Vol. 86, No. 4. Hal:
292-301. Uganda.

24. Nur, Erlena., Jamaiah., 2008. Bacterial meningitis: A five year (2001-2005) Retrospective
Study At University Malaya Medical Center (UMMC). The Joint International Tropical
Medicine Meeting 2008. Kuala Lumpur, Malaysia.

25. WHO., 2008. Diseases Early Warning System Annual Report 2008.

http://www.emro.who.int/afghanistan/pdf/dews_2008.pdf
26. Muliawan, S., 2008. Haemophilus Influenzae as a Cause of Bacterial Meningitis in
Children. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 58, No. 11, Hal 438-443. Jakarta.

27. Rafiq, A., 2001. Daya Lindung Vaksin BCG Terhadap Meningitis Tuberkulosa Anak di
Beberapa Rumah Sakit Jakarta. http://www.depkes.go.id

28. Saul, F., 2007. Aseptic Meningitis. http://emedicine.medscape.com/article/972179-overview


29. Beaglehole, R., dkk., 1997. Dasar-Dasar Epidemiologi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
30. Juwono, T., 1993. Penatalaksanaan Kasus-Kasus Darurat Neurologi. Widya Medika.
Jakarta.

31. Muttaqin, A., 2003. Asuhan Keperawatan Meningitis. FK Universitas Airlangga. Surabaya.

32. Fletcher, Robert H., dkk., 1992. Sari Epidemilogi Klinik. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
33. WHO., 2010. Development of a WHO growth reference for children
andadolescents.http://www.who.int/growthref/growthref_who_bull/en/index.html
34. Harsono., 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
35. Sitorus, D., 2005. Karakteristik Penderita Meningitis Anak Yang Di Rawat Inap Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Pada Tahun 2000 2004. Skripsi FKM USU. Medan.

36. Nofareni., 2003. Status Imunisasi BCG dan Faktor Lain yang Mempengaruhi
Terjadinya Meningitis Tuberkulosa. USU Digital Library.
URL:http://Library.usu.ac.id/download/FK/nofareni.pdf

37. Riswanto, F., 2008. Listeria Monocytogenes Ancaman Bagi Bayi. Farmasi USD.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai