Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH REKAYASA PROTEIN

PURIFIKASI PROTEIN

Dosen: Dr. M. Sahlan, M. Eng

Oleh:
Atikah Ridhowati / 1306392922
Daisy Christina / 1306405370
Elisabeth / 1306371035
Getta Austin Mangiring / 1306405364
M. Luthfansyah / 1306449220

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya
makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul Protein
Purifikasi ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan penulis mengenai konsep dan
berbagai metode dalam mempurifikasi protein, juga sekaligus memenuhi tugas mata kuliah
Rekayasa Protein.
Makalah ini berisikan hasil diskusi dan pemikiran penulis mengenai konsep recovery, isolasi,
purifikasi, dan polishing protein, metode disrupsi sel, metode presipitasi pada separasi protein,
metode kromatografi untuk purifikasi protein, dan metode polishing untuk protein. Penulisan
makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan adanya bantuan dan arahan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami ingin berterima kasih kepada:
1. Bapak Muhamad Sahla, selaku dosen pengampu mata kuliah Rekayasa Protein yang
telah membimbing dan mengarahkan kami selama proses penulisan makalah,
2. Orang tua penulis yang senantiasa memberi doa dan dukungan selama proses
penyusunan makalah ini, dan
3. Seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
penyusunan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu,
penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Depok, September 2016

Hormat kami,
Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ 3

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4

1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................... 5

2.1 Konsep Recovery, Isolasi, Purifikasi, dan Polishing untuk Protein ................................ 5

1.1.1 Purifikasi Protein .................................................................................................... 5

1.1.2 Prinsip Purifikasi Protein ........................................................................................ 5

2.1.3 Strategi .................................................................................................................. 6

2.1.4 Penilaian, Perhitungan, dan Dokumentasi ............................................................. 7

2.2 Metode Disrupsi Sel...................................................................................................... 7

2.2.1. Disrupsi Sel ........................................................................................................... 7

2.2.2. Metode Disrupsi / Menghancurkan Sel .................................................................. 8

2.3 Metode Presipitasi pada Separasi Protein................................................................... 12

2.4 Metode Kromatografi untuk Purifikasi Protein ............................................................. 15

2.5 Metode Polishing untuk Protein .................................................................................. 22

BAB III. KESIMPULAN .............................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang
berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini dapat menyebar ke
bagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan kematian. Kanker sering dikenal oleh
masyarakat sebagai tumor, namun tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah segala
benjolan tidak normal atau abnormal. Tumor dibagi dalam 2 golongan, yaitu tumor jinak dan
tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua jenis tumor ganas.
Terdapat berbagai macam pengobatan kanker, secara umum merupakan kombinasi
antara operasi, radiasi, dan kimia (kemoterapi). Namun teknik pengobatan dengan kemoterapi
tidak hanya menyerang sel tumor, tetapi juga sel normal yang memiliki kemampuan membelah
secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang, dan sela pada traktus gastrointestinal.
(Noteborn, 2009).
Sekarang ini, terdapat pengobatan yang lebih menjanjikan untuk menyembuhkan tumor
yaitu pengobatan dengan molekul yang bersifat selektif dengan hanya membunuh sel kanker
saja. Salah satunya adalah protein apoptin yang berasal dari virus anemia ayam. Pada ayam
muda, infeksi virus ini menyebabkan penipisan timus yang disebabkan oleh apoptosis. Apoptin
ditunjukkan untuk menginduksi apoptosis sel ganas dari burung, tikus, dan manusia yang
terkena carcinoma, sarcoma, melanoma, lymphoma, dan kanker darah, tanpa mengenai sel
target normal (Leliveld dkk, 2003).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dari recovery, isolasi, purifikasi, dan polishing untuk protein?
2. Apa saja dan bagaimana metode cell disruption?
3. Apa saja dan bagaimana metode presipitasi pada separasi protein?
4. Apa saja dan bagaimana metode kromatografi untuk mempurifikasi protein?
5. Apa saja dan bagaimana metode polishing untuk protein?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dari recovery, isolasi, purifikasi, dan polishing untuk protein.
2. Mengetahui metode cell disruption.
3. Mengetahui metode presipitasi pada separasi protein.
4. Mengetahui metode metode kromatografi untuk mempurifikasi protein.
5. Mengetahui metode metode polishing untuk protein.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Recovery, Isolasi, Purifikasi, dan Polishing untuk Protein


1.1.1 Purifikasi Protein
Purifikasi protein adalah rangkaian proses untuk mengisolasi single type protein dari
campuran kompleks. Campuran kompleks yang dimaksud ialah komponen bioproduk
dikarenakan protein hanya disintesis oleh makhuluk hidup. Prosedur pemurnian protein dapat
dilakukan oleh karena adanya berbagai variasi hal, seperti kelarutan, ukuran, muatan, binding
specificity (afinitas), sifat hidrofobik/hidrofilik.
Strategi dari purifikasi protein ini dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
Starting materials
Capture
Intermediate Purification
Polishing
Setelah keempat tahap tersebut dilakukan, maka perlu dilakukan penilaian, perhitungan,
dan dokumentasi untuk proses purifikasi protein yang telah dilakukan.

1.1.2 Prinsip Purifikasi Protein


Define objectives: for purity, activity and quantity required of final product.
Define properties of target protein and critical impurities: untuk membuat teknik seleksi lebih
simpel dan optimasi.
Develop analytical assays: untuk fast detection dari aktivitas protein/recovery dan untuk
bekerja lebih efisien.
Menghilangkan kontaminan yang berbahaya lebih dini.
Menggunakan teknik berbeda setiap langkah: untuk mengambil kelebihan untuk karakteristik
sampel yang berbeda-beda yang dapat digunakan untuk separasi.
Meminimalisasi penanganan sampel pada tiap tahap: untuk menghindari prosedur yang
terlalu panjang, yang berisiko kehilangan aktivitas/mengurangi recovery
Meminimalisasi penggunaan bahan aditif: bahan aditif mungkin butuh untuk dihilangkan
pada tahap ekstra purifikasi atau mungkin dapat mempengaruhi aktivitas penilaian
Meminimalisasi jumlah langkah: langkah yang berlebih akan mereduksi yield dan menambah
waktu, oleh sebab itu kombinasikan langkah secara logis.

5
2.1.3 Strategi
a. Starting Materials
- Bersumber dari bahan alami atau sistem ekspresi artificial.
- Host untuk ekspresi: bacteria, yeast, plants, transgenic animals
- Kontaminan
- Lysis and prosedur klarifikasi: kondisi asli / terdenaturasi
- Subcellular fraksionasi
- Selektif presipitasi: PEI / Streptomycin Sulfate untuk RNA dan DNA; ammonium Sulfate
untuk Proteins

b. Capture
Pada tahap ini secara cepat dapat menghilangkan kontaminan yang paling berbahaya.
Beberapa metode yang dapat digunaan adalah jika dibagi berdasarkan:
- muatan: kromatografi penukar ion
- kepolaran: kromatografi interaksi hidrofobik
- ukuran: dialysis, ultrafiltrasi, gel elektroforesis, kromatograsi filtrasi gel, ultrasentrifugasi
- spesifitas: kromatografi afinitas
Isolasi protein adalah usaha untuk memisahkan protein of interest dari seluruh material non
protein dan seluruh protein lainnya yang ada pada material yang sama.

Gambar 2.1. Isolasi Protein

c. Intermediate Purification
Pada tahap ini dapat menggunakan teknik yang berbeda-beda. Kondisi awal harus spesifik
untuk setiap teknik. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan antara lain adalah:
Buffer harus kompatibel dengan adsorpsi
Dapat mengubah buffer dengan dialisis atau desalting dengan Gel Filtration
Chromatography (GFC).
Hasil dari teknik adsorpsi adalah dalam sampel konsentrat dengan volume kecil.

6
d. Polishing
Polishing adalah tahap final dalam purifikasi protein, yakni hasil dari tahap ini diharapkan sudah
murni dan dalam kondisi yang terbaik. Buffer exchange adalah bagian dari proses ini. Volume
sample volume selalu perlu ditingkatkan untuk memulai dengan concentrated sample. Sampel
dapat dikonsentrat dengan presipitasi (selektif / nonseleltiif) dan/atau ultrafiltrasi (dialisis under
pressure).
2.1.4 Penilaian, Perhitungan, dan Dokumentasi
Pada tahap ini, hal-hal yang dilakukan adalah:
a. Menilai aktivitas enzim pada tiap tahap
Kontaminan pada tahap awal dapat menutupi atau menghambat aktivitas.
Inaktivasi dapat terjadi pada temperatur tinggi karena proteolisis, oksidasi, dan
agregasi.
b. Menilai total protein
c. Run SDS gel untuk visualisasi kontaminan spesifik.

Keterangan:
- Aktivitas spesifik didefinisikan sebagai unit dari aktivitas enzim per unit dari total protein.
- Yield dapat didefinisikan sebagai total massa protein dan total unit enzim.
- Goalnya adalah memperoleh yield yang tinggi dan aktivitas spesifik yang tinggi.

2.2 Metode Disrupsi Sel


2.2.1. Disrupsi Sel
Organisme bersel tunggal (mikroorganisme) terdiri dari semipermeabel, tangguh, kaku,
dinding sel luar yang mengelilingi protoplasma (sitoplasma) membrane dan sitoplasma.
sitoplasma terdiri dari asam nukleat, protein, karbohidrat, lipid, enzim, ion anorganik, vitamin,
pigmen, inklusi badan dan air sekitar 80%. Dalam rangka untuk mengisolasi dan ekstrak dan zat
ini dari dalam sel, perlu untuk memecah dinding sel dan membran protoplasma. Dalam
beberapa kasus sel dapat mengekskresikan yang diinginkan zat; namun, dalam banyak kasus,
dinding sel harus terganggu untuk melepaskan zat ini.

7
Gambar 2.2. Desain Katup Homogenisasi
Tiga desain katup homogenisasi yang berbeda. standar ataugaya konvensional
digunakan untuk sebagian emulsi dan disperse aplikasi, dan CR dan gaya CD digunakan untuk
gangguan sel.
2.2.2. Metode Disrupsi / Menghancurkan Sel
Selama bertahun-tahun, banyak teknik yang berbeda telah dikembangkan untuk men-
disrupsi sel. Salah satu referensi awal untuk disrupsi sel menggambarkan penggunaan dari
bejana tekanan (pressure vessel) dengan debit melalui katup jarum (needle valve). Bubur
(slurry) ditempatkan di vessel dan sebuah pendorong di vessel digunakan untuk membawa
tekanan hingga 20.000 psi (137,9 MPa). Material dalam vessel tersebut dilepaskan ke atmosfir
melalui katup jarum (needle valve). Perubahan tekanan menyebabkan disrupsi sel. Jenis
perangkat ini adalah prekursor sampai modern FRENCH Laboratorium Tekan (dari metode
yang dikembangkan oleh Dr. Perancis). Alat ini terbatas pada ukuran sampel yang kecil tapi
dapat mencapai tekanan tinggi. Namun, tidak ada teknologi khusus yang terlibat dalam desain
katup jarum (needle valve). Satu masalah yang terkait dengan teknik ini adalah besar kenaikan
suhu dalam sampel setelah melewati katup (valve). Duerre dan Ribi mendinginkan katup (valve)
dan membuang panas dari produk tetapi masih ditemukan degradasi protein ketika dioperasikan
pada kisaran 25.000 hingga 55.000 psi (172,4-379,3 MPa). Wimpenny menemukan bahwa
Gram negatif berbentuk batang bakteri dan mikobakteri adalah sel yang paling mudah untuk
dihancurkan, dan Gram cocci positif dan chlorella alga yang paling sulit untuk dihacurkan.
Garver dan Epstein menggunakan hand grinding untuk memecah sel. Mereka
memproses sampai dengan mencampurkan glass beads dengan bubur sel (cell slurry)dan
memproses campuranmelalui koloid. Setelah 15 menit, 99% dari sel E. coli pecah; dan, setelah
20 menit, 99% dari bakers yeast pecah. Rodgers dan Hughes men-disrupsi sel dengan glass
beads juga. Pada tahun 1961 dan 1962Hughes menemukan pada disrupsi probe ultrasonik,
menghasilkan cairan kavitasi pada 20.000 Hz, untuk men-disrupsi sel. Pembentukan dan

8
runtuhnyagelembung kavitasi dapat menghasilkan suhu dan tekanan gradien besar yang dekat
dengan collapsing bubbles. Teorinya yaitu, bahwa sel yang ter-disrupsi karena kekuatan geser
dari pusaran turbulen yang dihasilkan oleh collapsing bubbles. Jumlah disrupsi tergantung pada
jenis organisme dan waktu pengobatan. Sebuah pengobatan satu jam dari E. coli menghasilkan
sejumlah disrupsi yang besar.
Tannenbaum dan Miller pada tahun 1967 membuat salah satu referensi pertama yang
penggunaan homogenizer Gaulin untuk gangguan sel. Tujuan dari menggunakan homogenizer
untuk gangguan sel adalah untuk melepaskan protein dariSel-sel yang digunakan dalam
eksperimen makan dengan tikus. dibandingkan dengandisusui dengan seluruh sel (terputus),
sel-sel terganggu meningkat protein cerna dan pemanfaatan protein bersih dan peningkatan
lipid tubuh total. Lainpenulis juga menggambarkan manfaat menggunakan gangguan sel untuk
meningkatkan daya cerna sel dari protein sel tunggal (SCP) fermentation12-15.Meskipun
banyak perhatian difokuskan pada SCP sebagai sumber makanan potensial,Kegiatan dalam
proyek ini menurun karena meningkatnya harga minyak bumi, kurangnyarasa atau tampilan
visual dan kurangnya persetujuan dari otoritas kesehatan untukhewan atau konsumsi manusia
dari SCP.
Wiseman dan Zetelaki pada tahun 1969 Ulasan beberapa metode yang berbeda
digunakan untuk gangguan sel dan melaporkan tentang efisiensi relatif dari berbagai teknik.
Pada 1971, Jakoby menunjukkan bahwa dua perangkat yang digunakanuntuk gangguan sel
skala besar adalah penggiling dan tekanan tinggi homogenizer.
Ikuti, et al. dan Hetherington, et al. melaporkan pada studi rinci menggunakan
homogenizer Gaulin untuk gangguan ragi roti '. Berikut menggunakan homogenizer dalam mode
recycle untuk mengekstrak tujuh enzim dan protein dariyang bubur sel. Hetherington
menghasilkan studi yang paling rinci, sampai dengan yangwaktu, pada penggunaan
homogenizer bertekanan tinggi untuk gangguan sel. SEBUAHpersamaan orde pertama berasal
dari data yang berkaitan tekanan dan nomor dari melewati untuk menghasilkan. Hasil lain dari
tes ini adalah:
1. rilis Protein tergantung suhu (lebih tinggi lebih baik).
2. rilis Protein adalah independen konsentrasi ragi.
3. Protein rilis tergantung tekanan (lebih tinggi lebih baik).
4. Sebuah kursi pisau-tepi lebih baik dari kursi standar.
Whitworth juga menggunakan homogenizer Gaulin untuk gangguan sel. Di tes ini,
ditemukan bahwa tingkat gangguan tergantung pada tekanan operasi dan jumlah melewati
melalui homogenizer tersebut. Homogenizer, beroperasi pada tekanan tinggi, tidak mengubah
sifat protein.

9
Dalam sebuah laporan oleh Cunningham et al., Teknik yang berbeda untuk gangguan
sel dari SCP dibahas dan dievaluasi. Kesimpulannya adalah bahwa tinggipompa tekanan
yanghomogenizer adalah aparat yang paling layak untuk skala-up dari semua metode belajar.
Juga, seperti yang disebutkan sebelumnya, gangguan sel adalah diperlukanlangkah untuk rilis
dan pelarutan protein intraseluler. Jika seluruh sel yang tertelan, dinding sel keras
memungkinkan sel untuk melewati saluran pencernaan utuh tanpa pemanfaatan protein sel.
Pada titik ini akan sangat berguna untuk meninjau semua metode yang digunakan untuk
sel gangguan (Gambar 2.1). Seperti dapat dilihat dari daftar, ada banyak nonmechanicalmetode
untuk gangguan sel. Teknik-teknik ini telah dijelaskan dalam literatur, dan mereka tidak akan
ditinjau di sini secara rinci.Namun, dapat dikatakan bahwa beberapa masalah yang terkait
dengan metode termasuk bahan biaya tinggi, denaturasi protein, kerusakan produk enzim, batch
skala kecil dan kurangnya skala-up untuk terus menerusoperasi.

Beberapa item yang terdaftar sebagai metode mekanis, seperti selanjutnya disonikasi
dan pers Perancis, telah dibahas di sini sudah. Membekukan menekan melibatkanpressurizing
ruang bubur beku sampai perubahan fasa terjadi, memungkinkan bubur untuk melewati lubang
tetap. kristal es dalam campuran mungkinberkontribusi pada grinding sebuah Pengacau dari sel-

10
sel. siklus berulang pembekuan dan pencairan telah digunakan untuk melepaskan komponen
sel.
Dekompresi hanya melibatkan menempatkan bubur sel ke dalam pembuluh tekanan,
pengisian dengan gas nitrogen dengan tekanan yang diinginkan dan kemudian
melepaskantekanan sementara baik mempertahankan bubur di kapal atau
mengeluarkannyamelalui sebuah lubang. Sebagian besar metode mekanis ini, kecuali dua,
memiliki keterbatasan sehubungan dengan ukuran batch dan skala-up. Hanya dua yang
bisamengakomodasi batch bubur besar adalah penggiling kecepatan tinggi dan homogenizer.
Metode penggilingan basah termasuk penggunaan pabrik kecepatan tinggi. Bubur ini
dipompa melalui ruang yang berisi manik-manik dan cakram agitator. Itu cakram dijalankan
pada kecepatan 1500-2000 rpm, dan gangguan sel disebabkandengan menggiling antara
manik-manik, tabrakan antara manik-manik danorganisme, dan gaya geser karena gradien
kecepatan yang disebabkan oleh manik-manik gerakan. Manik-manik yang dimuat ke dalam
kamar di 80 sampai 85% dari volume bebas dari ruangan. Kaca manik-manik di diameter lebih
besar dari 0,5mm yang terbaik untuk ragi, dan manik-manik pada diameter kurang dari 0,5 mm
yang terbaikuntuk bakteri. Gambar 2.2 daftar beberapa parameter yang mempengaruhi
gangguanefisiensi pabrik manik. Beberapa masalah yang terkait dengan manik-manik pabrik
termasuk kenaikan besar suhu, miskin skala-up dan kontaminasi dari produk dengan bahan
manik.

Teknik lain untuk gangguan sel yang telah diteliti melibatkan penggunaan cairan
superkritis (SCF) dan dekompresi ledakan. SEBUAH fluida superkritis adalah gas yang
bertekanan di atas tekanan kritis, memberikan sifat unik dari solvasi dan transportasi. Gas dan
sel bubur diperkenalkan ke dalam sel tekanan. Tekanan diadakan untuk jangka waktu danmaka
gas dilepaskan. Bubur tersebut kemudian dianalisis untuk protein dirilis.Satu penyelidikan
melaporkan hasil sebagai berikut. Pada 25 C, dengan ragi roti 'dan gas karbon dioksida, hasil
maksimum dari CD terjadi setelah 15 jam pada 1000 psi, 12 jam di 3000 psi dan 5 jam pada
5000 psi32. Ini pendekatan untuk gangguan sel mungkin bermanfaat dalam menjaga sel
diriliskonstituen karena efek termal dan mekanik diminimalkan.

11
Metode yang berbeda untuk gangguan sel dibahas di sini, memenuhi homogenizer
sebagian besar persyaratan untuk sel skala besar gangguan. homogenizer dapat dioperasikan
pada tekanan tinggi; efisiensi gangguan baik; dapat ditempatkan dalam kontinyusistem dan
desain khusus yang tersedia khusus untuk bioteknologi aplikasi.

2.3 Metode Presipitasi pada Separasi Protein

Pengertian Presipitasi Protein


Kelarutan protein tergantung pada, antara lain, konsentrasi garam dalam larutan. Pada
konsentrasi rendah, kehadiran garam menstabilkan berbagai kelompok bermuatan pada molekul
protein, sehingga menarik protein ke dalam larutan dan meningkatkan kelarutan protein. Hal ini
umumnya dikenal sebagai pengasinan-in. Namun, karena konsentrasi garam meningkat, titik
kelarutan protein maksimum biasanya dicapai. peningkatan lebih lanjut dalam konsentrasi
garam menyiratkan bahwa ada kurang dan kurang air yang tersedia untuk melarutkan protein.
Akhirnya, protein mulai mengendap ketika tidak ada molekul air yang cukup untuk berinteraksi
dengan molekul protein. Fenomena ini presipitasi protein dengan adanya kelebihan garam
dikenal sebagai salting-out.
Beberapa metode yang tersedia untuk presipitasi protein memanfaatkan perubahan pH
dan suhu, atau penambahan garam dan pelarut organik. Protein diendapkan dari larutan air
ketika konsentrasi garam melebihi tingkat kritis, yang dikenal sebagai salting-out, karena semua
air "terikat" dengan garam, dan karena itu tidak tersedia untuk melembabkan protein.Amonium
sulfat adalah garam yang paling sering digunakan untuk pengasinan dari proteinkarena memiliki
kelarutan tinggi dan relatif murah. Pada saturasi (3,9 M di 0 C dan 4,04 M pada 20 C) itu terjadi
pengendapan kebanyakan protein dan melindungi protein dalam larutan dari denaturasi dan
pertumbuhan bakteri.
Amonium presipitasisulfat adalah metode yang digunakan untuk memurnikan protein
dengan mengubah kelarutannya. Ini adalah kasus khusus dari teknik yang lebih umum dikenal
sebagai penggaraman.Amonium sulfat umumnya digunakan sebagai kelarutannya sangat tinggi
sehingga larutan garam dengan kekuatan ion yang tinggi diperbolehkan.
Masalah utama dengan metode ini adalah bahwa konsentrasi besar garam mencemari
solusi, yang harus dihapus sebelum protein yang dapat resolubilzed, misalnya, dengan dialisis
atau ultrafiltrasi.

Prinsip Kerja
Kelarutan protein bervariasi sesuai dengan kekuatan ion dari larutan, dan karenanya
sesuai dengan konsentrasi garam. Pada kekuatan ion cukup tinggi, protein akan hampir
sepenuhnya diendapkan dari larutan (salting out). Ada dua prosedur salting-out, dalam prosedur
12
pertama, baik larutan garam jenuh atau kristal garam bubuk secara perlahan ditambahkan ke
campuran protein untuk menambah konsentrasi garam campuran.Misalnya, konsentrasi garam
mencapai saturasi 25% ketika 1 ml larutan garam jenuh ditambahkan ke 3 ml larutan protein
bebas garam; 50% selama 3 ml ditambahkan; 75% selama 9 ml ditambahkan; dan
seterusnya.Protein diendapkan dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai dengan konsentrasi
larutan garam di mana ia terbentuk.Koleksi parsial ini disebut fraksinasi. Misalnya, fraksi protein
endapan dikumpulkan antara 20 dan 21% dari kejenuhan garam sering disebut sebagai fraksi
20-21%.
Metode pertama penggunaan saja dijelaskan peningkatan konsentrasi garam, metode
alternatif kedua ini menggunakan penurunan konsentrasi garam. Dalam metode alternatif ini,
sebanyak mungkin proteinpertama diendapkan dengan larutan garam pekat. Kemudian
serangkaian dingin (dekat 0C) solusi amonium sulfat konsentrasi menurun yang digunakan
untuk mengekstrak selektif komponen protein yang paling larut pada konsentrasi sulfat amonium
lebih tinggi. protein diekstrak direkristalisasi dan dengan demikian pulih secara bertahap
pemanasan solusi dingin untuk suhu kamar. Metode ini telah ditambahkan keuntungan bahwa
media ekstraksi dapat buffered atau menstabilkan agen ditambahkan untuk mempertahankan
aktivitas enzim maksimal. Efisiensi pemulihan biasanya berkisar dari 30 sampai 90%,
tergantung pada protein. Rekristalisasi protein pada mentransfer ekstrak ke suhu kamar dapat
terjadi segera atau kadang-kadang dapat mengambil banyak waktu. Namun demikian, sangat
jarang yang rekristalisasi gagal terjadi. Kehadiran kristal halus dalam larutan dapat secara visual
dideteksi dari kekeruhan.

Langkah Melakukan Presipitasi Protein


Pada uji pendahuluan, konsentrasi amonium sulfat meningkat bertahap, dan protein
diendapkan di recover pada setiap tahap.
1. Setiap endapan protein dilarutkan secara individual dalam buffer dan diuji untuk
kandungan protein dan jumlah protein yang diinginkan. Tujuannya adalah untuk
menemukan konsentrasi amonium sulfat yang akan mengendap proporsi maksimum
protein yang tidak diinginkan, sementara meninggalkan sebagian besar protein yang
diinginkan masih dalam larutan atau sebaliknya.
2. Protein diendapkan kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi dan kemudian
konsentrasi sulfat amonium ditingkatkan untuk mengendapkan protein yang kelarutannya
lebih tinggi lagi. Sementara jumlah protein yang kelarutannya lebih tinggi lagi dari
sebelumnya masih akan terdapat pada larutan|. Protein yang diinginkan diendapkan dan

13
rirecover dengan sentrifugasi, kemudian dilarutkan dalam buffer untuk tahap berikutnya
pemurnian.

Gambar x.x Metode melakukan presipitasi protein


(Sumber: researchgate.net, 2016)

Fungsi Presipitasi Protein


Teknik ini berguna untuk cepat menghapus sejumlah besar protein kontaminan, sebagai
langkah pertama dalam banyak skema pemurnian. Hal ini juga sering digunakan pada tahap
selanjutnya pemurnian untuk berkonsentrasi protein dari larutan encer mengikuti prosedur
seperti filtrasi gel.

Metode Presipitasi lainnya


Presipitasi etanol dan aseton
Pelarut organik, seperti etanol dan aseton, telah digunakan selama lebih dari seratus
tahun, tapi mungkin paling dikenal untuk penggunaannya dalam fraksionasi serum
manusia dalam karya klasik Cohen dan Edsall. Harus sangat berhati-hati untuk
melaksanakan presipitasi pada suhu yang sangat dingin untuk menghindari denaturasi
protein.
Presipitasi isoelektrik
Protein kurang larut pada titik isoelektrik mereka di mana mereka memiliki nol muatan
bersih dan dapat paling mudah mendekati satu sama lain dengan muatan tolakan.
14
Karena protein juga kurang larut pada kekuatan ion yang sangat rendah, presipitasi
isoelektrik biasanya dilakukan pada kadar sangat rendah atau tanpa garam.
Presipitasi thermal
Dalam metode ini, ekstrak sel dipanaskan sampai suhu di mana banyak protein
denaturasi dan mengendap, di mana protein yang diinginkan lebih stabil dan tetap larut.
Pendekatan ini sangat berguna dalam memurnikan enzim dari thermophiles dinyatakan
dalam E. coli di mana ekstrak dipanaskan sampai suhu yang cukup tinggi, sering
mengubah sifat dan mengendapkan hampir semua E. coli protein, meninggalkan panas
enzim yang stabil dalam larutan.
Polyethylene glycol (polimer nonionik) presipitasi

2.4 Metode Kromatografi untuk Purifikasi Protein


Untuk dapat mengisolasi protein tertentu dari campuran minyak mentah sifat fisik dan /
atau kimia dari protein individu harus dimanfaatkan. Tidak ada cara tunggal atau sederhana
untuk memurnikan semua jenis protein. Prosedur dan kondisi yang digunakan dalam proses
pemurnian satu protein dapat mengakibatkan inaktivasi lain. Tujuan akhir juga harus
dipertimbangkan ketika memilih metode pemurnian. Kemurnian diperlukan tergantung pada
tujuan yang protein yang dibutuhkan. Untuk enzim yang akan digunakan dalam deterjen, sampel
yang relatif murni cukup, asalkan tidak mengandung kegiatan menghambat. Namun, jika protein
yang ditujukan untuk digunakan terapi itu harus sangat murni dan pemurnian kemudian harus
dilakukan dalam beberapa langkah berikutnya.
Tujuan dari proses pemurnian tidak hanya menghilangkan kontaminan yang tidak
diinginkan, tetapi juga konsentrasi protein yang diinginkan dan transfer ke lingkungan di mana
itu adalah stabil dan dalam bentuk siap untuk aplikasi yang dimaksud.
Pada hari-hari awal kimia protein, satu-satunya cara praktis untuk memisahkan berbagai
jenis protein adalah dengan mengambil keuntungan dari kelarutan relatif mereka. Bagian dari
campuran disebabkan untuk mengendapkan melalui perubahan beberapa sifat dari mis pelarut
Selain garam, pelarut organik atau polimer, atau memvariasikan pH atau suhu. curah hujan
pecahan masih sering digunakan untuk pemisahan kotoran kotor, protein membran dan asam
nukleat.
Dalam kondisi tertentu, protein menyerap ke berbagai fase padat, sebaiknya dengan
cara selektif. gel kalsium fosfat telah sering digunakan untuk secara khusus menyerap protein
dari campuran heterogen. Prinsip adsorpsi lebih lanjut dalam kromatografi kolom. Karena
kekuatan menyelesaikan mereka tinggi, teknik kromatografi yang berbeda telah menjadi
dominan untuk pemurnian protein.

15
Kromatografi mengacu pada sekelompok teknik pemisahan yang melibatkan retardasi
molekul sehubungan dengan pelarut yang berlangsung melalui materi. nama harfiah berarti
"warna gambar" dan awalnya digunakan untuk menggambarkan pemisahan pigmen alami pada
kertas filter dengan keterbelakangan diferensial. Prinsip yang sama sekarang umum digunakan
untuk pemisahan protein. kromatografi kolom adalah konfigurasi fisik yang paling umum, di
mana fase stasioner dikemas ke dalam tabung, kolom, di mana fase gerak, eluen, dipompa.
Tingkat dimana molekul adsorbsi atau berinteraksi dengan fase diam akan menentukan
seberapa cepat itu akan dilakukan oleh fase gerak. pemisahan kromatografi campuran protein
telah menjadi salah satu cara yang paling efektif dan banyak digunakan untuk memurnikan
protein individu.
sifat umum dari protein yang digunakan untuk mengisolasi mereka dari lainnya,
kontaminan non-protein. perbedaan kecil antara berbagai protein, seperti ukuran, biaya,
hidrofobisitas dan interaksi biospecific (Gambar. 1) digunakan untuk memurnikan satu protein
dari yang lain.
Dalam proses kromatografi khas langkah pertama adalah langkah menangkap, di mana
produk mengikat adsorben sedangkan kotoran tidak. Selanjutnya, protein terikat lemah hanyut
sebelum kondisi berubah sehingga protein target dielusi. Beberapa versi dari kromatografi cair,
berbeda terutama dalam jenis fase diam, digunakan untuk pemurnian protein. Proses
Kromatografi Ukuran pengecualian sedikit berbeda karena pemisahan berdasarkan sifat
penyaringan dari fase diam dan tidak pada adsorpsi. Dua varian kromatografi kolom,
Kromatografi Pertukaran Ion dan Chromatography Pengecualian Ukuran, diilustrasikan pada
Gambar 2.

Gambar 1. Sifat protein Selektif. Gambar 2. Ilustrasi dari dua metode kromatografi
Contoh sifat yang digunakan klasik
untuk memisahkan satu protein A. Kromatografi Pertukaran Ion. Biaya protein
dari yang lain. yang digunakan untuk pemurnian.
B. Chromatography Ukuran Pengecualian.
Ukuran Protein digunakan untuk fraksinasi

16
ION EXCHANGE CHROMATOGRAPHY
interaksi ionik merupakan dasar untuk pemurnian protein dengan Kromatografi
Pertukaran Ion (IEXC) (Gambar. 2A). Pemisahan ini karena persaingan antara protein dengan
biaya permukaan yang berbeda untuk kelompok malah dibebankan pada adsorben ion
exchanger.
Teori dasar IEXC memiliki sejarah yang sangat panjang. Salah satu contoh pertama dari
pemurnian pertukaran ion tersebut diberikan kepada Musa, yang dimurnikan air tajam dengan
bantuan khusus jenis kayu (2 Mos. 15:25). Penukar ion sintetis pertama terdiri dari matriks
polimer hidrofobik, sangat disubstitusi dengan gugus ionik. Karena permeabilitas yang rendah
matriks ini memiliki kapasitas rendah untuk molekul yang lebih besar seperti protein. Selain itu,
sifat hidrofobik dari matriks didenaturasi protein. Tidak sampai bahan hidrofilik struktur berpori
diperkenalkan, di akhir 1950-an, yang kromatografi pertukaran ion makromolekul biologis
menjadi alat pemisahan berguna.

METODE KROMATOGRAFI BERDASARKAN HIDROFOBIK

Protein dapat dipisahkan oleh perbedaan hidrofobisitas mereka menggunakan dua


metode yang berbeda; Kromatografi Interaksi hidrofobik (HIC) dan terhormat Tahap
Chromatography (RPC). Dalam kedua metode protein dipertahankan berbeda oleh dukungan
hidrofobik tergantung pada hidrofobik mereka. Sifat sebenarnya dari interaksi hidrofobik itu
sendiri adalah masalah perdebatan namun kebijaksanaan konvensional mengasumsikan
interaksi merupakan hasil dari efek entropi menguntungkan.

2.1. hidrofobik

Kata hidrofob secara harfiah berarti "takut air" dan mengacu pada properti fisik dari
molekul yang ditolak oleh air. Saat ini, pengukuran tunggal setuju tidak universal ada untuk
hidrofobik protein, meskipun banyak pendekatan telah digunakan untuk estimasi hidrofobisitas
asam amino individu. timbangan hidrofobik yang berbeda telah dibangun atas dasar transfer
energi bebas untuk asam amino dari pelarut organik air. Umumnya, asam amino hidrofobik
adalah mereka dengan rantai samping yang kurang kelompok aktif untuk pembentukan
hidrogen-obligasi dengan air (mis isoleucine, valine, leucine, dan fenilalanin) dan dengan
demikian tidak suka berada di lingkungan berair. Untuk alasan ini, salah satu umumnya
menemukan asam amino tersebut terkubur dalam inti hidrofobik dari protein asli, atau dalam

17
bagian lipid dari membran. Namun, karena hanya sebagian kecil dari asam amino dapat
dimakamkan, beberapa asam amino hidrofobik juga akan muncul di permukaan. Hidrofobisitas
protein asli dengan demikian jumlah dari hydrophobicities dari rantai samping terbuka dan
bagian dari tulang punggung protein.
Gambar 5. interaksi
hidrofobik
A. Sekitar permukaan
hidrofobik molekul air
sangat memerintahkan.
B. Ketika dua permukaan
hidrofobik berinteraksi dan
melindungi satu sama lain
molekul air yang
dilepaskan ke bulk.

Dalam larutan air, daerah hidrofobik pada protein ditutupi dengan film memerintahkan molekul
air yang efektif masker kelompok hidrofobik (Gambar. 5A). Ini meningkat urutan molekul air
menyebabkan penurunan entropi (S <0). Dengan demikian, senyawa hidrofobik spontan akan
mengasosiasikan (Gambar. 5B) di lingkungan berair untuk meminimalkan daerah hidrofobik
yang terkena pelarut. Hal ini menguntungkan dari sudut pandang energi pandang, karena
molekul air memerintahkan sekitar kelompok non-terkait hidrofobik kemudian akan dirilis ke lebih
banyak air curah yang tidak terstruktur. Hal ini akan menyebabkan peningkatan entropi dari
sistem yang akan mengakibatkan penurunan bersih dalam energi bebas (AG = H-TS) dari
sistem. adsorpsi hidrofobik dari protein dengan demikian merupakan, proses termodinamika
menguntungkan entropi-driven di mana kekuatan pendorong adalah pengurangan luas
permukaan.
interaksi hidrofobik sekarang umum diterima menjadi yang terpenting di banyak sistem
biologi. Hal ini bertanggung jawab untuk -association diri dari fosfolipid dan lipid lainnya untuk
membentuk bilayer membran biologis dan mengikat protein membran integral. Selain itu, itu
adalah kekuatan pendorong utama di balik lipat protein globular, dalam mengikat banyak
molekul kecil dengan protein dan juga dalam dinamika gerak protein dalam larutan. interaksi
hidrofobik juga telah dimanfaatkan dalam teknik untuk pemisahan protein.

2.2. HYDROPHOBIC INTERACTION CHROMATOGRAPHY

Kromatografi Interaksi hidrofobik (HIC) didasarkan pada interaksi reversibel antara


permukaan protein dan agen penyerap kromatografi alam hidrofobik. Protein dipisahkan

18
menurut perbedaan jumlah asam amino hidrofobik terkena. Untuk memfasilitasi interaksi
hidrofobik, campuran protein dimuat pada kolom dalam buffer dengan konsentrasi garam yang
tinggi.
Konsep pemisahan protein bawah HIC-kondisi yang digariskan oleh Tiselius sudah pada
tahun 1948, ketika ia pertama kali melaporkan bahwa protein terbelakang dalam buffer yang
mengandung garam dalam apa yang disebut penggaraman kromatografi. Dia mencatat bahwa
"... protein dan zat-zat lain yang diendapkan pada konsentrasi tinggi garam netral (salting out),
sering diserap cukup kuat sudah di larutan garam konsentrasi lebih rendah dari yang diperlukan
untuk curah hujan mereka, dan bahwa beberapa adsorben yang pada garam- solusi gratis tidak
menunjukkan atau hanya sedikit afinitas untuk protein, pada konsentrasi garam yang cukup
tinggi menjadi adsorben yang sangat baik ".
Sejak itu, perbaikan besar telah dibuat dalam mengembangkan teknik ini. Matriks
pertama penggunaan praktis adalah karakter hidrofobik-ion campuran. Kemudian, biaya-
adsorben hidrofobik gratis disintesis dan dengan demikian karakter hidrofobik adsorpsi bisa
dibuktikan. Hal ini menyebabkan bahwa Hjertn pada tahun 1973 mengusulkan nama sekarang
berlaku umum dari teknik ini: Kromatografi Interaksi hidrofobik. Hal itu juga menunjukkan bahwa
pengikatan protein ditingkatkan dengan konsentrasi tinggi garam netral, seperti yang diamati
sebelumnya oleh Tiselius, dan bahwa elusi protein terikat dicapai hanya dengan mencuci kolom
dengan penyangga bebas garam atau dengan mengurangi polaritas eluen.

2.3. REVERSED PHASE CHROMATOGRAPHY

Untuk ahli biokimia nama Reverse Phase Chromatography (RPC) dapat sedikit
membingungkan karena berkaitan dengan teknik yang lebih tua digunakan dalam kimia organik,
dilambangkan normal (atau polar) kromatografi fase, di mana adsorben adalah hidrofilik dan
cairan dalam kolom adalah pelarut organik. RPC, serta terkait erat teknik HIC, keduanya
didasarkan pada interaksi antara ligan hidrofobik kovalen melekat adsorben dan patch hidrofobik
dari molekul yang diterapkan dalam fase gerak berair. Adsorben yang digunakan dalam dua
teknik berbeda dalam cara yang adsorben untuk RPC adalah urutan besarnya lebih tinggi
diganti dengan ligan hidrofobik dibandingkan yang digunakan untuk HIC. Hal ini menyebabkan
bahwa dalam RPC interaksi hidrofobik cukup kuat untuk menyerap protein dalam air murni.
Namun, interaksi yang sangat kuat yang demikian disediakan biasanya memerlukan
penggunaan pelarut organik dan aditif lain untuk desorb protein. Ini akan paling sering memiliki
efek denaturasi pada protein. Namun, interaksi molekul dasar yang sangat mirip dengan HIC,
dan RPC mungkin konseptual dianggap sebagai jenis yang kuat dari HIC atau sebaliknya.

19
Teknik balik RPC pada awalnya dikembangkan untuk pemisahan molekul organik yang relatif
kecil yang lebih atau kurang terlarut dalam fase hidrokarbon. Ini adalah pertama pada akhir
tahun 1970 bahwa penggunaan RPC diaplikasikan pemurnian polipeptida dan sejak itu dicapai
cukup menarik karena kekuatan menyelesaikan tinggi teknik. Namun, mekanisme interaksi
untuk peptida dan protein menyimpang jelas dari yang dari molekul organik yang khas. molekul
kecil mungkin tunduk pada partisi sementara peptida dan protein, yang agak besar
dibandingkan dengan molekul target organik tradisional, mungkin terutama ditahan oleh
adsorpsi ke fase diam, sering dengan multi-point attachment.

AFFINITY CHROMATOGRAPHY

Fungsi biologis protein sering melibatkan interaksi spesifik dengan molekul lain, yang
disebut ligan. Interaksi ini mungkin terjadi dengan zat berat molekul rendah seperti substrat atau
inhibitor tetapi terutama terjadi dengan protein lainnya. Sebuah protein berinteraksi memiliki
situs mengikat dengan permukaan melengkapi ligan. Pengikatan dapat melibatkan kombinasi
dari interaksi elektrostatik atau hidrofobik serta jarak pendek interaksi molekul seperti Waals van
der dan ikatan hidrogen. kromatografi afinitas berutang nama menjadi eksploitasi berbagai
afinitas biologi untuk pemurnian laboratorium protein. Sebuah ligan spesifik kemudian kovalen
melekat matriks kromatografi lembam (Gbr. 6). Sampel diterapkan dalam kondisi yang
menguntungkan tertentu dan reversibel pengikatan protein target untuk ligan. Karena hanya
protein dimaksudkan teradsorpsi dari ekstrak melewati kolom, zat-zat lain akan hanyut. Untuk
mengelusi molekul target kondisi eksperimental berubah sehingga interaksi protein-ligan rusak.

Gambar 6. Sebuah matriks afinitas mengikat protein target


A. manik The. B. Spacer lengan. C. ligan The. D. Target protein.

Teknik ini pada awalnya dikembangkan oleh Cuatrecasas, Wilchek dan Anfinsen pada
tahun 1968 untuk pemurnian enzim tetapi sejak itu telah diperluas untuk reseptor protein,
imunoglobulin, glycoconjugates, nukleotida dan bahkan untuk seluruh sel-sel dan fragmen sel.
Aplikasi dari teknik ini hanya dibatasi oleh ketersediaan ligan bergerak.

20
Kromatografi afinitas jangka disebut awalnya penggunaan sebuah ligan alam bergerak,
yang secara khusus berinteraksi dengan protein yang diinginkan, namun kemudian diberi cukup
berbeda konotasi oleh penulis yang berbeda. Kadang-kadang sangat luas dan mencakup
semua jenis teknik kromatografi adsorpsi berdasarkan ligan non-tradisional, dan dengan
demikian digunakan dalam arti yang lebih umum tarik. Dalam kasus lain hanya mengacu kepada
interaksi spesifik antara pasangan biologis fungsional yang berinteraksi di situs mengikat alami.

Amobil METAL kromatografi afinitas

Amobil kromatografi afinitas logam (IMAC) bergantung pada pembentukan koordinasi


ikatan lemah antara ion logam bergerak dan beberapa asam amino pada protein, residu
terutama histidin. Karena tidak beroperasi melalui interaksi biospecific dalam arti umum
biasanya disebut teknik pseudo-afinitas.
Landasan IMAC diperkenalkan oleh Porath sudah pada tahun 1975 tetapi akhir-akhir ini
ditemukan lebih dalam berkat minat untuk pengembangan adsorben lebih stabil dan
berkembang metode rekayasa genetika.

4.1. Afinitas ION LOGAM

Meski masih belum sepenuhnya dipahami, interaksi yang digunakan dalam IMAC
tergantung pada pembentukan kompleks terkoordinasi antara ion logam dan kelompok donor
elektron pada permukaan protein. Beberapa asam amino yang sangat cocok untuk mengikat
dan histidin adalah salah satu yang menunjukkan interaksi terkuat, sebagai kelompok donor
elektron pada cincin imidazol di histidin mudah membentuk ikatan koordinasi dengan logam
transisi bergerak. Sistein juga dapat berkontribusi untuk mengikat jika kelompok sulfhidril gratis
tersedia di tepat, negara berkurang. Meskipun rantai samping juga aromatik Trp, Phe dan Tyr
dapat berinteraksi dengan logam ion retensi protein sebenarnya dalam IMAC terutama
didasarkan pada ketersediaan residu histidyl. Karena banyak protein mengandung asam amino,
mungkin diharapkan bahwa semua protein mampu mengikat kolom kelat logam. Namun, residu
harus berada di permukaan protein untuk koordinasi sukses dan kekuatan interaksi akan
tergantung pada jumlah koordinasi tersebut.

21
SIZE EXCLUSION CHROMATOGRAPHY

Sebuah proses setup yang sedikit berbeda digunakan dalam Chromatography Ukuran
Pengecualian (SEC). Semua teknik yang telah dibahas sebelumnya memisahkan protein
menurut beberapa properti yang menyediakan interaksi dengan matriks tertentu dan dengan
demikian keterbelakangan dari protein tanpa properti ini. Di SEC, matriks terdiri dari partikel
berpori dan pemisahan bukan dicapai sesuai dengan ukuran dan bentuk molekul (Gbr. 2B).
Teknik ini kadang-kadang juga disebut sebagai filtrasi gel, kromatografi saringan molekul atau
kromatografi gel-permeasi.

5.1. MOLECULAR SIEVING

Untuk pemisahan di SEC, sifat saringan molekul dari berbagai bahan berpori
dimanfaatkan. SEC matriks terdiri dari berbagai manik-manik dengan ukuran pori yang sedikit
berbeda. Proses pemisahan tergantung pada kemampuan yang berbeda dari berbagai protein
untuk memasukkan semua, beberapa atau tidak ada saluran di manik-manik berpori. Molekul
berjalan melalui kolom SEC harus memecahkan labirin yang menjadi lebih kompleks kecil
molekul adalah, sebagai molekul kecil memiliki saluran lebih potensial yang mereka dapat
mengakses. molekul yang lebih besar di sisi lain, adalah untuk alasan sterik dikecualikan dari
saluran, dan lulus dengan cepat antara manik-manik. Jalan memutar melalui saluran sehingga
akan menghambat molekul yang lebih kecil dibandingkan dengan protein yang lebih besar.
Meskipun pemisahan di SEC umumnya diasumsikan sesuai dengan berat molekul, itu lebih
akurat untuk mengklaim bahwa itu dicapai dengan pengecualian diferensial atau inklusi dalam
partikel berpori. Kemudahan difusi tergantung pada volume hidrodinamik, yang merupakan
volume yang diciptakan oleh gerakan molekul dalam air. Perbedaan antara volume hidrodinamik
dan berat molekul adalah bentuk. Protein cenderung molekul bulat sementara DNA atau
polisakarida cenderung molekul linear. molekul linier memiliki volume hidrodinamik jauh lebih
besar daripada molekul globular, sehingga molekul DNA 10.000 MW akan terelusi lebih awal
dari protein 10.000 MW.

2.5 Metode Polishing untuk Protein

Polishing adalah tahap terakhir untuk menghilangkan kontaminan dan penyesuaian ph,
garam, atau aditif untuk digunakan atau disimpan. Produk yang dihasilkan setelah polishing
yaitu produk dengan level kemurnian yang tinggi. Banyak kontaminan dan pengotor yang telah
22
dihilangkan sebelum tahap polishing, dan di tahap polishing ini akan menghilangkan zat yang
tidak di inginkan lainnya, serta menghapus fragmen atau agregat dari protein target.
Metode yang akan dipilih pada tahap ini harus yang memiliki kemampuan untuk
memisahkan antara protein target dan zat pengotor yang nantinya akan dihilangkan. Untuk
didapatkan hasil dengan resolusi yang tinggi, maka dibutuhkan efesiensi yang tinggi pada
kromatografi. Resolusi tinggi dari filtrasi gel sering digunakan pada tahap polishing. Pada filtrasi
gel, ukuran kolom menentukan volume sample yang akan di uji. Hal ini merupakan yang paling
efisien untuk menerapkan metode ini di akhir proses purifikasi, ketika volume sampel telah
berkurang karena proses purifikasi sebelumnya. Filtrasi gel memiliki kelebihan yaitu, dapat
menghilangkan fragmen dan agregat dari protein target, dan kemudian protein di trensfer ke
larutan penyangga yang diinginkan. Untuk emnghilangkan zat pengetor yang memiliki besar
yang sama dengan protein target, maka alternatif dengan resolusi yang tinggi sangan
dianjurkan, seperti contohnya IEX.
Kromatografi gel filtrasi atau sering disebut filtrasi gel merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk memisahkan senyawa menurut ukuran dan bentuk. Sampel kemudian
dimasukan pada ujung atas kolom dan elusi dilakukan dengan memberikan larutan bufer melalui
kolom. Larutan bufer ini memiliki prinsip tidak boleh lebih polar dibandingkan dengan fase diam
atau yang disebut juga kolom. Besar molekul akan terbagi menjadi 3 bagian yang ditunjukkan
oleh berbagai warna pada Gambar 2..

Gambar 2.
Molekul yang berukuran besar tidak mampu menembus matriks dari kolom sehingga
akan melewati kolom lebih dahulu. Bobot molekul menengah dan bobot molekul kecil akan
tertahan oleh kolom lebih lama. Batas pemisahan dari sebuah ukuran merupakan indikasi bobot
molekul untuk tipe polimer. Keuntungan dari metode ini adalah dapat memisahkan dengan baik
molekul besar dari molekul kecil serta dapat menggunakan berbagai pelarut tanpa harus

23
mengganggu proses pemisahan. Penggunaan kromatografi gel filtrasi ini akan didapatkan
pemisahan yang baik, sensitifitas yang baik, dan waktu yang diperlukan untuk pemisahan cepat.
Selain itu tidak ada sampel yang tertinggal karena pelarut tidak berinteraksi dengan fase diam.
Namun kehilangan molekul dapat terjadi selama proses pemurnian dengan menggunakan teknik
kromatografi gel filtrasi karena autolisis. Prinsip dasar kromatografi gel filtrasi adalah partikel
dengan ukuran yang berbeda akan dielusi melalui fase stasioner pada tingkat yang berbeda.
Hal ini menyebabkan pemisahan partikel berdasarkan ukuran. Setiap kolom memiliki jangkauan
berat molekul yang dapat dipisahkan. Molekul besar tidak dapat terjebak dalam matriks fase
diam sehingga akan terlebih dahulu terlewati kolom. Bobot molekul menengah dan kecil terjebak
dalam matriks sehingga akan lebih lama untuk terlewati fase diam.

24
BAB III

KESIMPULAN

Langkah pertama dalam pemurnian protein tertentu kebanyakan dilakukan dengan teknik
pengendapan. Teknik ini terutama ditujukan untuk memisahkan protein dari senyawaan bukan
protein yang terlarut. Protein dapat diendapkan dengan penambahan garam (salting out),
pengaturan pH, pengaturan suhu dan penambahan pelarut organic seperti alcohol atau aseton.
Namun beberapa jenis protein tidak dapat diendapkan dengan garam, bahkan penambahan
garam akan mempertinggi kelarutannya (salting in). Sifat protein seperti ini dapat juga
digunakan untuk pemurnian protein tersebut. Sentrifugasi banyak digunakan untuk
mempercepat pengendapan protein (Tim Penyusun, 2009). Prinsip utama sentrifugasi adalah
memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya
sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi
yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah
mesin yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi

25
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. nd. Strategies for Protein Purification Handbook. GE Healthcare.


Chisti, Yusuf., Young, Murray Moo. Disruption of microbial cells for intracellular products.
Department of Chemical Engineering, University of Waterloo, Waterloo, Ontario, Canada.
Dennison, Clive. 2002. A Guide to Protein Isolation. School of Molecular mid Cellular
Biosciences, University of Natal, Pietermaritzburg, South Africa.
Hedhammar, My., Karlstrm, Amelie Eriksson., Hober, Sophia. nd. Chromatographic methods
for protein purification. Royal Institute of Technology, AlbaNova University Center, Dept. of
Biotechnology, Stockholm, Sweden.
Kleinig, A. R. and Middelberg, A. P. J. (1998) On the mechanism of microbial cell disruption in
high-pressure homogenisation. Chem. Eng. Sci. 53, 891898.
McAlister, Mark., Phelan, John., and Sarra, Roberto. Nd. Purification/Polishing of His-tagged
proteins.
Cuatrecasas, P., Wilchek, M., and Anfinsen, C. B., Selective enzyme purification by affinity
chromatography, Proc Natl Acad Sci U S A, 61, 636 (1968).
Endo, T., Fractionation of glycoprotein-derived oligosaccharides by affinity chromatography
using immobilized lectin columns, J Chromatogr A, 720, 251 (1996).
Glatz, C. E., Separation processes in biotechnology. Precipitation, Bioprocess Technol,
9, 329 (1990).
Hahn, R., Deinhofer, K., Machold, C., and Jungbauer, A., Hydrophobic interaction
chromatography of proteins. II. Binding capacity, recovery and mass transfer properties,
J Chromatogr B Analyt Technol Biomed Life Sci, 790, 99 (2003).
Janson, J. C., Rydn, L., Protein purification, Principles, high resolution methods and
applications, Wiley-Liss, New York (1998).
Jungbauer, A., Machold, C., and Hahn, R., Hydrophobic interaction chromatography of
proteins. III. Unfolding of proteins upon adsorption, J Chromatogr A, 1079, 221 (2005).
Karlsson, E., Ryden, L, Ion-Exchange Chromatography, in Protein Purification: Principles,
High-Resolution Methods and Applications, Janson, J. C., Ryden, L, Ed., Wiley-VCH
(1998).
Lee, W. C., and Lee, K. H., Applications of affinity chromatography in proteomics,
Anal Biochem, 324, 1 (2004).
Machold, C., Deinhofer, K., Hahn, R., and Jungbauer, A., Hydrophobic interaction
chromatography of proteins. I. Comparison of selectivity, J Chromatogr A, 972, 3 (2002).
Mahn, A., and Asenjo, J. A., Prediction of protein retention in hydrophobic interaction
chromatography, Biotechnol Adv, 23, 359 (2005).
Porath, J., From gel filtration to adsorptive size exclusion, J Protein Chem, 16, 463 (1997).
Queiroz, J. A., Tomaz, C. T., and Cabral, J. M., Hydrophobic interaction
chromatography of proteins, J Biotechnol, 87, 143 (2001).
Righetti, P. G., and Caravaggio, T., Isoelectric points and molecular weights of proteins,
J Chromatogr, 127, 1 (1976).
Roe, S., Protein Purification Techniques, Oxford University Press, Oxford (2001).
Scopes, R., Protein Purification, Principle and Practice, Springer-Verlag, New York (1994).
Simpson, R. J., Proteins and Proteomics, Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York
(2003).
26
Sofer, G., Preparative chromatographic separations in pharmaceutical, diagnostic, and
biotechnology industries: current and future trends, J Chromatogr A, 707, 23 (1995).
Sofer, G., Hagel, L., Handbook of Process Chromatography: A Guide to Optimization, Scale-up
and Validation, Academic Press, San Diego (1997).
Stulik, K., Pacakova, V., and Ticha, M., Some potentialities and drawbacks of
contemporary size-exclusion chromatography, J Biochem Biophys Methods, 56, 1
(2003).
Wilson, K., Walker, J, Principles and Techniques of Practical Biochemistry, Cambridge
University Press.

27

Anda mungkin juga menyukai