Anda di halaman 1dari 6

DEMAM TIFOID

Demam tifoid atau demam enterik adalah suatu penyakit sistemik yang ditandari dengan demam dan
nyeri abdomen yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Pada awalnya
penyakit ini disebut sebagai demam tifoid, karena gejalanya yang mirip dengan penyakit tifus. Barulah
pada tahun 1869 namanya diganti menjadi demam enterik.

Salmonella typhi merupakan bakteri yang berasal dari family Enterobactericeae, genus Salmonellae,
species Enteritica, dan subspecies Typhimurium. Nama lengkapnya adalah Salmonella enteritica subsp.
Typhimurium atau Salmonella typhi untuk singkatnya. Ia merupakan basil gram negative yang tidak
membentuk spora, bersifat anaerob fakultatif, serta memfermentasi glukosa, maltose, dan manitol pada
uji peragian gula-gula. Ia tidak membentuk gas tetapi menghasilkan asam jika ditanam pada media TSIA
(Triple Sugar Iron Agar). Bakteri ini berukuran 2-3 x 0,4-0,6m, dan bergerak dengan flagel peritrikh,
sehingga jika ditanam pada media MIO (Motility Indol Ornithin) akan menghasilkan turbiditas dibagian
atasnya.

Transmisi
Bakteri ini akan menyebar melalui pola penularan yang:

1. Fecal-oral
Melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi langsung atau oleh carrier asimptomatik
kronik.
2. Hand-to-mouth
Jika tidak mencuci tangan sebelum makan dengan tangan yang terkontaminasi oleh bakteri ini.
3. Oral
Jika memakan buah atau sayuran mentah yang dipupuki dengan pupuk yang terkontaminasi
oleh bakteri ini.
4. Seksual
Jika berhubungan seksual dengan orang yang merupakan carrier atau dengan yang berpenyakit
aktif atau yang tidak mencuci tangan sebelum berhubungan setelah kontak dengan orang yang
menderita penyakit ini.

Epidemiologi
Diasia tenggara, ada lebih dari 100 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Daerah yang lebih sering
terdapat kasus ini atau yang merupakan daerah endemik adalah daerah yang sanitasinya kurang dan air
bersih sulit didapat. Penyakit ini lebih sering diderita oleh anak-anak (balita atau bayi) dan remaja,
dengan predisposisi kepada pria. Negara-negara dimana penyakit ini menjadi penyakit endemik adalah
Negara-negara di afrika, asia selatan, dan asia tenggara, terutama India.

Faktor Resiko
Faktor-faktor yang dapat mempermudah seseorang tertular penyakit ini adalah:
Kerja atau bepergian di/ke daerah endemik atau pekerjaannya berhubungan langsung dengan
bakteri tersebut, seperti dokter, pekerja lab yang menangani langsung Salmonella typhi, atau
turis yang bepergian kenegara-negara endemik.
Kontak langsung dengan penderita atau orang yang baru sembuh
Sistem imunitas yang lebih
Tidak tersedianya sanitasi dan air bersih yang layak
Banjir
Pernah terkena infeksi Helicobacter pylori. Infeksi bakteri ini dan pengobatannya akan
meningkatkan pH asam lambung, sehingga tidak adekuat untuk membunuh bakteri yang masuk
kedalam lambung.

Gejala dan Tanda Klinis


Sindrom klasik penyakit ini adalah demam selama rata-rata 7-14hari (ini dapat berlangsung selama 3-
21hari) dengan panas setinggi 38,8o-40,5oC. selama seminggu pertama, demam ini akan berlangsung
dengan pola seperti anak tangga, yang akan semakin lama akan semakin panas, dan turun pada pagi hari
berikutnya. Setelah itu akan diikuti dengan munculnya gejala-gejala saluran cerna, seperti nyeri
abdomen yang diffusa, nyeri tekan abdomen yang diffusa, atau nyeri kolik berat pada kuadran kanan
atas. Nyeri ini disebabkan oleh peradangan pada plak pyeri di daerah ileum distal. Gejala-gejala yang
berikutnya dapat timbul adalah batuk kering, coated tongue (typhoid tongue), nyeri tenggorokan, nyeri
tumpul pada kepala bagian frontal, delirium, serta stuporous malaise.

Pada akhir minggu pertama, demamnya akan tetap tinggi atau memplateau pada suhu 39o-40oC. Lalu
akan muncul lesi kulit yang makulopapuler, berwarna salem pudar diarea batang tubuh, terutama
diantara thorax dan abdomen. Diameter lesi ini adalah 1-4cm, dengan jumlah <5buah perkelompok,
yang akan muncul 10-20 kelompok dan akan sembuh dalam 2-5 hari. Lesi ini disebut sebagai rose spots
atau roseola yang merupakan emboli bakteri kekulit yang dapat juga muncul pada shigellosis dan
salmonellosis nontyphoidal.

Pada minggu kedua, gejala-gejala pada minggu pertama akan memberat dan akan muncul gejala-gejala
tambahan lain seperti, distensi abdomen, soft splenomegali, mual dan muntah, myalgia, arthralgia, diare
yang berwarna dan konsistensinya seperti pea soup atau konstipasi berat, penurunan berat badan yang
banyak, serta bradikardia relatif atau munculnya dicrotic pulse (double beat dengan denyut yang kedua
lebih lemah).

Pada minggu ketiga akan terjadi penurunan berat badan yang jauh lebih banyak sehingga pasien terlihat
kurus, bakteremia, toksikemia, infeksi konjunctiva, takipnea dengan denyut nadi yang lemah dan
crackles pada basis paru, distensi abdomen berat, dan pea-soup diarrhea (diare yang berwarna hijau
kekuningan dengan konsistensi cair dan berbau busuk). Pasien dapat masuk dalam status tifoideus
dimana pasien terlihat apatis, bingung, psikosis atau hanya terbaring diranjang dengan mata setengah
terbuka dan tidak berreaksi terhadap apapun. Serta akan mulai muncul, komplikasi-komplikasi yang
berat, seperti perforasi usus, peritonitis, myocarditis, pendarahan gastrointestinal, dan sebagainya.
Pada minggu keempat, pasien akan mulai masuk ke fase resolusi, dimana gejala-gejala yang sebelumnya
dia derita akan membaik, demamnya akan menurun dan akan mencapai suhu normal dalam 7-10hari,
walaupun masih ada kemungkinan relapse dua minggu kemudian. Pasien masih akan mengalami
penurunan berat-badan besar-besaran dan kelemahan tubuh yang berat, serta masih mungkin terjadi
komplikasi yang muncul pada fase ini.

Beratnya dan seberapa cepatnya gejala-gejala diatas muncul dan sembuh tergantung dari sistem
pertahanan tubuh pasien itu sendiri. Semakin kuat daya tahan pasien, semakin sedikit gejala yang
ditimbulkan, dan semakin lama gejala itu muncul.

Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda yang dapat ditemukan adalah rose spots, hepatosplenomegali,
epistaksis, dan bradikardia relatif pada puncak demam.

Radiologi
Lakukan X-ray KUB (Kidney Ureter Bladder) untuk melihat apakah terjadi perforasi usus, dan CT-scan
atau MRI untuk melihat apakah terjadi abses liver atau abses tulang.

Histopatologi
Jika dilihat melalui mikroskop, terjadi infiltrasi makrofag ke jaringan secara besar-besaran. Makrofag
tersebut berisi bakteri, sel darah merah, serta limfosit yang rusak. Makrofag akan beragregasi
membentuk typhoid nodules, dan paling sering terkumpul di usus, kelenjar getah bening mesenteric,
spleen, liver, san sumsum tulang. Tetapi bisa saja terbentuk di ginjal, testis, serta parotitis, yang akan
menyebabkan terjadinya pyelonefritis atau glomerulonefritis, orchitis, serta parotitis.

Pada kelejar limfe mesenteric sinusoidnya akan membesar dan distensi oleh sekumpulan besar
makrofag dan sel-sel sistem retikuloendotelial. Scara makroskopik, spleen akan membesar, berwarna
merah, lunak konsistensinya, serta terjadi kongesti, pada permukaan serosanya terdapat eksudat
fibrinosa, secara mikroskopik, terjadi kongesti pulpa rubra yang berisi nodul-nodul tifoid. Kandung
empedu akan hiperemis dan terjadi tanda-tanda kolesistisis. Sedangkan pada hepar akan terbentuk
cloudy swelling, balloon degeneration with vacuolation of hepatocytes, moderate fatty change, serta
focal typhoid nodules.

Ada empat stadium patologis:

1. Perubahan hiperplastik
2. Nekrosis mukosa
3. Pelepasan mukosa (sloughing)
4. Pembentukan ulser (ini dapat menyebabkan perforasi hingga ke rongga peritonealis)

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul (dari yang paling sering ke yang paling jarang) adalah:

Pendarahan gastrointestinal (10-20%), Perforasi usus (1-3%), yang paling sering muncul pada
minggu ketiga dan keempat.
Gejala neurologis seperti meningitis, Guillain-Barr syndrome, neuritis, gejala-gejala
neuropsikiatrik (delirium dengan mengigau, coma vigil) dengan menjumput seprei atau selimut
dan benda-benda khayalan.
Disseminated Intravascular Coagulation, sindrom hematofagositik, pancreatitis, abses dan
granuloma hepatik dan splenik, endocarditis, pericarditid, myocarditid, orchitis, hepatitis,
glomerulonefritis, pyelonefritis, hemolytic uremic syndrome, pneumonia, arthritis, osteomyelitis,
dan parotitis.

Differensial Diagnosis
Malaria, hepatitis, bacterial enteritis, demam dengue, infeski rickettsia (tifus), leptospirosis, amebic liver
disease, infeksi HIV akut, abses abdomen, toksoplasmosis, appendisitis, TBC, dan Flu.

Diagnosa
Anda harus curiga bahwa pasien menderita penyakit ini jika pasien mengalami demam dan sebelumnya
bepergian ke daerah endemik atau tinggal didaerah endemik. Setelah itu lakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik untuk mencari gejala-gejala yang telah disebutkan diatas. Untuk mendukung hasil
anamnesa dan peneriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, seperti tes widal dan uji
fungsi liver dan enzim otot, serta PTT/aPTT. Pada penderita demam tifoid, hasil tes widalnya akan positif
(tes ini memeriksa adanya antigen O dan H dalam darah pasien), uji fungsi liver dan enzim ototnya akan
meningkat sedang, serta PTT/aPTTnya kana meningkat sedikit. Tetapi tes ini tidak definitive. Diagnosa
definitive hanya didapatkan jika ditemukan bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dalam
specimen yang diambil dari darah, sumsum tulang, feses, urin, atau sekresi usus.

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran atau tertular penyakit ini adalah:

1. Vaksinasi

Ada dua tipe vaksin yang saat ini beredar untuk masyarakat, yaitu:

a. Vaksin Ty21a, yang diberikan pada hari 1, 3, 5, 7, dengan booster tiap 5 tahun. Usia
minimum adalah 6 tahun karena vaksin ini merupakan yang tipe oral live attenuated,
yang jika diberikan pada anak yang sistem pertahanan tubuhnya belum baik, malah akan
menyebabkan penyakit.
b. Vaksin ViCPS, yang diberikan per IV dalam satu kali suntikan, dengan booster tiap 2
tahun sekali. Vaksin ini merupakan purified Vi polisaccharides dari kapsul bakteri. Dan
usia minimum pemberian adalah dua tahun.
2. Untuk mencegah diri sendiri tidak tertular anda harus mencuci tangan dengan baik dan benar,
jangan meminum air mentah, dan jika harus membeli makanan matang, pilihlah makanan yang
panas, serta bersihkan rumah anda tiap hari.
3. Untuk mencegah penularan ke orang lain, pasien jangan menyentuh atau mengolah makanan
atau minuman, pisahkan barang-barang yang dipakai pasien, selalu cuci tangan, dan bersihkan
rumah tiap hari.
Terapi Antibiotik
Indikasi Obat Dosis Durasi (hari)
Terapi empiris Seftriakson 1-2gram/hari, IV 7-14
Azitromisin 1gram/hari PO 5
Sangat rentan Siprofloksasin (1st-line) 500mg bid PO atau 400mg q12h IV 5-7
Amoksisilin (2nd-line) 1gr tid PO atau 2gr q6h IV 14
Kloramfenikol 25mg/kgBB tid PO atau IV 14-21
Trimetoprim 160 atau 800mg bid PO 14
MDR Siprofloksasin 500mg bid PO atau 400mg q12h IV 5-7
Seftriakson 2-3gr/hari IV 7-14
Azitromisin 1gr/hari PO 5
Resisten asam Seftriakson 1-2gr/hari IV 7-14
nalidiksat Azitromisin 1gr/hari PO 5
Siprofloksasin dosis tinggi 750gr bid PO atau 400mg q8h IV 10-14

Resistensi terhadap antibiotika


Pada tahun 1989, pertamakali ditemukan bakteri Salmonella yang resisten terhadap kloramfenikal,
ampisilin, dan trimetoprim. Kemampuan ini berasal dari plasmid yang berisi kode-kode resistensi
terhadap ketiga jenis antibiotic ini. sekarang bahkan ada bakteri salmonella yang resisten terhadap
fluorokuinolon sehingga bakteri tersebut resisten terhadap siprofloksasin dengan MIC 0,125-1,0g/ml.
serotip ini banyak bermunculan di India dan Vietnam. Oleh karena itu, kloramfenikol dan penisilin bukan
lagi merupakan obat pilihan utama atau drug of choice untuk penyakit ini.
Pathogenesis dan Patofiologi Demam Tifoid

Anda mungkin juga menyukai