Anda di halaman 1dari 40

Skenario 3

A man 40 years old came to hospital with history of intermittent high fever,
dysuria, abdominal pain and confusion for three days. He had anorexia, malaise
and myalgia. On the hospital he had generalized tonic-clonic seizures, occuring 2-
3 times per day, for 5 days. He also had a history of loss of consciousness 2-3
time a day, each episode lasting for 2-3 min. He had no past history of malaria
and has not traveled to a malaria endemic area.
On examination, he was drowsy, temperature was 390C, mild icterus and
conjuctival suffusion were present. There was no neck stiffness. His pulse was
100 bpm and blood pressure was 110/70 mmHg. The lungs were normal.
Abdominal examination revealed 2 cm hepatomegaly and suprapubic tenderness.
Spleen was not palpable. During ward stay he had rigors with drenching sweats.
He became increasingly drowsy and restless. Reflex pathologicwas positive.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal
seharihari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu
di hipotalamus (Dinarello, 2005).
Demam intermittent
Pada demam intermiten adalah suhu tubuh turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam satu hari (Nelwan, 2006).
2. Dysuria
Disuria adalah perasaan nyeri saat kencing (Purnomo, 2000).
3. Myalgia
Nyeri otot (Myalgia) adalah suatu istilah umum untuk suatu gejala
yang disebabkan berbagai kelainan dan kondisi medis. Penyebab yang
paling sering disebabkan oleh ketegangan ( kontraksi ) yang
berlebihan, saat latihan atau bekerja berat (Dorland, 2008)
4. Confusion
Confusion adalah statusmental yang ditandai dengan perubahan pada
deficit berpikir dan perhatian, yang diikuti problem dalam
comprehension (Sidharta, 2013).
5. Anorexia
Anorexia diartikan hilangnya nafsu makan yang mengakibatkan
individu dengan kelainan seperti ini mengurangi intake makan mereka
(Grosvenor, 2002).
6. Malaise
perasaan tidak enak karena kondisi yang kurang sehat. Biasanya terkait
dengan berbagai kondisi medis yang berbeda dan sering menjadi tanda
pertama penyakit yang berbeda seperti infeksi virus (Dorland, 2008).
7. Kejang
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal
dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz, 2002).
8. Ikterus
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit
dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme
yaitu bilirubin (Cloherty, 2004)
9. Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah suatu keluhan nyeri kepala yang menjalar ke
tengkuk dan punggung.akibat mengejangnya otot-otot ekstensor
tengkuk (Harsono, 2003)
10. Reflek Patologi
Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan refleks yang
seharusnya tidak terjadi (Fife, 2000)
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluh demam tinggi intermitten, dysuria, nyeri
perut dan bingung?
2. Mengapa pasien mengeluh penurunan nafsu makan, malaise dan
mialgia?
3. Mengapa pasien kejang tonic-clonic 2-3 kali dalam sehari selama lima
hari?
4. Mengapa pasien mengalami penurunan kesadaran?
5. Mengapa pada pemeriksaan didapatkan bahwa pasien mengalami
bmengantuk, dengan temperatur 390C, ikterus dan conjuctival
suffusion serta tidak kaku kuduk?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien?

III. ANALISIS MASALAH


1. Mengapa pasien mengeluh demam tinggi intermitten, dysuria, nyeri
perut dan bingung?
A. Demam Tinggi intermitten
Sebelum membahas mengenai demam intermitten, akan dibahas
bagaimana proses demam terjadi. Proses demam terjadi karena
adanya reaksi antara reaksi pirogen eksogen dan endogen yang
akan mengeluarkan sitokin sitokin. Pirogen endogen akan bekerja
di OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis). Daerah
OVLT ini akan menghasilkan protaglandin, sehingga akan terjadi
peningkatan termostat di hypothalamus. Peningkatan termostat di
hypothalamus ini akan membuat tubuh menganggap bahwa suhu
didalam tubuh lebih rendah dari suhu di luar, sehingga terjadilah
demam.

Jenis jenis demam


Menurut Nelwan (2007), terdapat beberapa tipe demam yang
mungkin dijumpai, antara lain:
a. Demam septic
Pada tipe demam septik, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat
yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat
di atas normal pada pagi hari. Demam sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari
tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam intermiten
Pada demam intermiten, suhu tubuh turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam
seperti ini terjadi dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi
dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut
kuartana.
d. Demam kontinyu
Pada demam tipe kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak
berbeda lebih dari satu derajat.
e. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama
beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk
beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula.

B. Dysuria
Penyebab dysuri, antara lain:
a. Infeksi, misalnya pyelonephritis, cystitis, prostatitis, urethritis,
cervicitis, epididymo-orchitis, vulvovaginitis.
b. Kondisi Hormonal, misalnya hypoestrogenism, endometriosis.
c. Malformasi, misalnya obstruksi leher vesica urinaria (misalnya
benign prostatic hyperplasia), urethral strictures atau diverticula.
d. Neoplasma, misalnya tumor sel renal, vesica urinaria, prostat,
vagina/vulva, dan kanker penis.
e. Peradangan, misalnya spondyloarthropathies, efek samping
obat, penyakit autoimun.
f. Trauma, misalnya karena pemasangan kateter, honeymoon
cystitis
g. Kondisi psychogenic, misalnya somatization disorder, major
depression, stress atau anxietas, hysteris.

C. Nyeri abdominal
Nyeri dapat terjadi karena adanya kerusakan pada daerah tertentu,
dimana daerah tersebut akan mengeluarkan zat zat kimia yang
akan merangsang nociceptif (transduksi) dan akan disalurkan ke
otak (transmisi) sehingga otak akan mempresepsikan nyeri
(presepsi). Nyeri sendiri dapat dirasakan pada daerah yang
mengalami kerusakan itu sendiri atau bisa juga merupakan nyeri
alih dari tempat lain.
Abdomen, dibagi menjadi menjadi empat kuadran dan sembilan
regio. Daerah yang sakit menunjukkan proses terjadinya kerusakan
organ pada daerah tersebut.
D. Confusion
Keadaan bingung dapat terjadi karena kerusakan pada otak karena
kehilangan oksigen atau adanya pembengkakan, juga dapa terjadi
keduanya (gangguan fungsional). Selain itu adanya kerusakan pada
sistem saraf karena tidak mampunya sel untuk bekerja dengan baik.

2. Mengapa pasien mengeluhkan penurunan nafsu makan, malaise dan


mialgia?
A. Penurunan nafsu makan
Penurunan nafsu makan dapat terjadi karena adanya peningkatan
asam lambung yang diakibatkan oleh adanya rangsangan sitokin
yang melepaskan sel mast dan histamin.
B. Malaise dan myalgia
Malaise atau kelelahan terjadi karena persediaan oksigen dalam sel
yang berkurang sehingga sel tidak dapat berfungsi secara optimal.
Kekurangan oksigen ini dapat diakibatkan karena peningkatan
metabolisme tubuh atau juga karena menurunnya Hb sehingga
tidak ada yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Fungsi sel
yang tidak optimal ini akan membuat penurunan hantaran rangsang
listrik, sehingga akan terjadi gangguan saraf simpatis dan
parasimpatis, dimana parasimpatis lebih meningkat dan terjadilah
malaise. Kekurangan oksigen juga akan membuat sel melakukan
sistem pernapasan secara anaerob yaitu melalui glikolisis, dimana
hasilnya adalah asam laktat. Asam laktat yang meningkat ini akan
mengakibatkan myalgia.

3. Mengapa pasien kejang tonic klonik selama 2-3 hari selama 5 hari?
Sebelum dibahas mengenai kejang tonic klonik akan dibahas
mengenai mekanisme kejang terlebih dahulu.
Kejang sendiri adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
karena aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan.
Saat keadaan normal, membran sel neuron akan dipengaruhi oleh
transport ion kalium dan Natrium. Membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Hal ini
menyebabkan konsentrasi Kalium dalam sel tinggi dan Natrium dalam
sel rendah. Sedangkan konsentrasi natrium di ekstraseluler tinggi.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel. Untuk itu, diperlukan oksigen dan glukosa yang cukup untuk
menjaga kerja sel.
Apabila kerja sel tidak optimal, maka akan terjadi ketidakseimbangan
potensial membran. Hal ini akan mengakibatkan asetilkolin dilepaskan
secara terus menerus, sehingga terjadilah kejang.

Jenis Kejang
1. Kejang Parsial
1) Kejang Parsial Sederhana
- Kesadaran tidak terganggu
- Tanda-tanda motoriskedutaan pada wajah. Tangan, atau
salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.
- Tanda atau gejala otonomikmuntah berkeringan, muka
merah, dilatasi pupil.
- Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar
musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia. Gejala
psikikdejavu, rasa takut, sisi panoramic.
2) Kejang parsial komplesk
- Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya
sebagai kejang parsial simpleks.
- Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic
mengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
- Dapat tanpa otomatismetatapan terpaku

2. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)


1) Kejang Absens
- Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
- Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya
berlangsung kurang dari 15 detik.
- Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan
berkonsentrasi penuh.
- Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan
sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.
2) Kejang Mioklonik
- Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok
otot yang terjadi mendadak
3) Kejang MioklonikLanjutan
- Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila
patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher,
bahu, lengan atas dan kaki.
- Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi
didalam kelompok.
- Kehilangan kesadaran hanya sesaat
4) Kejang Tonik-Klonik
- Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang
langsung kurang dari 1 menit.
- Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan
usus.
- Tidak adan respirasi dan sianosis
- Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas
atas dan bawah.
- letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical
5) Kejang Atonik
- Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat
menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau
jatuh ketanah.
- Singkat, dan terjadi tanpa peringatan.
6) Status Epileptikus
- Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.
- Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
- Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera

4. Mengapa pasien mengalami penurunan kesadaran?


Penurunan kesadaran dapat terjadi karena kurangnya suplai oksigen ke
otak. Penurunan oksigen dapat disebabkan karena tidak adanya Hb
untuk mengangkut oksigen atau juga dapat disebabkan karena tidak
lancarnya aliran darah ke otak yang bisa disebabkan adanya
penyumbatan aliran darah.

5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan trigger?


Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Vital:
- Tekanan darah : 110/70 menunjukkan normal
- Nadi : 100 bpm menunjukkan normal
- Temperatur : 390C menunjukkan peningkatan suhu tubuh
b. Kesadaran
Mengantuk (somnolen) menunjukkan adanya penurunan kesadaran
c. Pemeriksaan Mata
Ikterus menunjukkan adanya peningkatan bilirubin
d. Pemeriksaan Paru
Normal
e. Pemeriksaan Abdomen
Hepatomegaly menunjukkan adanya pembesaran pada hepar
Spleen normal
f. Pemeriksaan pathologic
Positive menunjukkan adanya kelainan lesi di UMN

Pemeriksaan Penunjang
a. Hb 9,7 g/dl
Normalnya:

Interpretasi: Terjadi Penurunan Hb


Anemia penyakit ginjal, malaria dan pemberian cairan intra-vena
(misalnya infus) yang berlebihan, obat-obatan tertentu seperti
antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin (obat
antiradang).

b. Hitung total lekosit 17.700mm3


Nilai normal 4500-10000 sel/mm3
Interpretasi: Terjadi Peningkatan sel darah putih atau Leukositosis. Lekositosis
terjadi pada keadaan Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik;
baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya.

c. Hitung jenis leukosit


netrofil 82%
limfosit 13%
eosinophil ..,
monosit 3% N

Nilai normal hitung jenis

- Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)


- Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)
- Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)
- Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)
- Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)
- Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

- Interpretasi: Peningkatan jumlah netrofil >>limfosit dan monosit shift


to the left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan
infeksi bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat
menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi
lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan
polisitemia vera

d. Platelet 26.000/mm3
Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000
sel/mm3
Interpretasi: Terjadi Trombositopenia. Penurunan trombosit
(trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah dengue, anemia,
luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000
sel/mm3

e. Darah tepi : normositik normokromik


Anemia normositik: nilai MCV dalam batas normal
Anemia normokrom : nilai MCH dalam batas normal
Interpretasi: Normositik normokrom Anemia disebabkan oleh
hilangnya darah tiba-tiba, katup jantung buatan, sepsis, tumor, penyakit
jangka panjang atau anemia aplastik.

f. GDS 1,5 mmol/L HIPOGLIKEMIA


kadar gula darah normal menurut WHO :
- Ketika puasa: 4 7 mmol/l atau 72 126 mg/dl
- 90 menit setelah makan: 10 mmol/l atau 180 mg/dl
- Malam hari: 8 mmol/l atau 144 mg/dl

g. Urea darah 65mg/dl Tinggi


Pria : Ureum : 15 40 (mg/dl)
Wanita : Ureum : 15 40 (mg/dl)

h. SGOT 147 SGPT 178 Tinggi (Adanya peningkatan enzim hati


tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati)
Nilai normal kadar SGOT < 35 U/L dan SGPT < 41 U/L
i. Analisis gas darah ph 7,386 (NORMAL)
Nilai normal pH serum :
Nilai normal : 7.35 - 7.45
Nilai kritis : < 7.25 - 7.55

Implikasi Klinik
Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia (peningkatan
pembentukan asam
Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan
asam)
a. PCO2 24,4mmhg (RENDAH)
Nilai Normal : 35 - 45 mmHg SI : 4.7 - 6.0 kPa
Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/
nervousness dan emboli paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu
mendapatkan perhatiaan khusus

b. PaO2 88,5mmhg (NORMAL)


Nilai Normal (suhu kamar, tergantung umur) ; 75 - 100 mmHg SI :
10 - 13.3 kPa
IV. SISTEMATIKA MASALAH
V. SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu membandingkan perbedaan dari diagnosis
banding
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai penyakit
Malaria

VI. BELAJAR MANDIRI


VII. MENGUJI INFORMASI BARU
1. Mahasiswa mampu membandingkan perbedaan penyakit diagnosis
banding
Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan
sampai berat, terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini.

Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit


infeksi lain sebagai berikut.
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut
(diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola,
leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji serologi dan
kultur.
b. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan
sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji
torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian
hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes
serologi (antigen dan antibodi).
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata),
dan nyeri betis yang mencolok. Pemeriksaan serologi Microscopic
Agglutination Test (MAT) atau tes serologi positif.

Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai


berikut.
a. Infeksi otak
Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif,
hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis
lainnya. Pada penderita dapat dilakukan analisa cairan otak dan
imaging otak.
b. Stroke (gangguan serebrovaskuler)
Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik
lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada
penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-
lain).
c. Tifoid ensefalopati
Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan
tanda tanda demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala
abdominal, seperti nyeri perut dan diare). Didukung pemeriksaan
penunjang sesuai demam tifoid.
d. Hepatitis A
Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak
bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata
atau kulit kuning, dan urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT
meningkat > 5 kali tanpa gejala klinis atau meningkat > 3 kali
dengan gejala klinis.
e. Leptospirosis berat/penyakit Weil
Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat
pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis
(pembersih selokan, sampah, dan lain lain), leukositosis, gagal
ginjal. Insidens penyakit ini meningkat biasanya setelah banjir.
f. Glomerulonefritis akut
Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah terhadap
malaria negatif.
g. Sepsis
Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran,
gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang
didukung hasil biakan mikrobiologi.
h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome
Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau
tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati
manifestasi perdarahan (epistaksis, gusi, petekie, purpura,
hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, penurunan
jumlah trombosit dan peningkatan hemoglobin dan hematokrit, uji
serologi positif (antigen dan antibodi).
2. Mahasiwa mampu mengetahui dan memahami mengenai penyakit
malaria

Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi
klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.

Etiologi (Gunawan, 2000)


Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam
genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat
intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium
vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan
Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk
betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi
darah atau jarum suntik yang tercemar.

Morfologi (Kartono, 2003)


Perbedaan morfologi pada plasmodium sp
a. Perbedaan berdasarkan gambaran eritrosit

b. Perbedaan berdasarkan stadium


c. Perbedaan berdasarkan sitoplasma
Siklus Hidup (Nugroho, 2000)
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk Anopheles betina
Siklus Pada Manusia.
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam
peredaran darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu
sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000-
30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus
ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada
P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel
hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat
bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah
merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai
skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan
aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi
(skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah
merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Pada P. falciparum
setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual
(gametosit jantan dan betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi
secara bersamaan. Hal ini terkait dengan waktu dan jenis pengobatan
untuk eradikasi.
Siklus P. knowlesi pada manusia masih dalam penelitian. Reservoar
utama Plasmodium ini adalah kera ekor panjang (Macaca sp). Kera
ekor panjang ini banyak ditemukan di hutan-hutan Asia termasuk
Indonesia. Pengetahuan mengenai siklus parasit tersebut lebih banyak
dipahami pada kera dibanding manusia.
Siklus pada nyamuk anopheles betina.
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang
mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan
betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang
menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada
dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan
selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap
ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam.
Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium. Masa
prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan
pemeriksaan mikroskopik.
Patofisiologi

Manifestasi Klinis
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasienn non-
imun terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu
(paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas
demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri
kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien
dengan infeksi majemuk/ campuran (lebih dari satu jenis
Plasmodium atau satu jenis Plasmodium tetapi infeksi berulang
dalam waktu berbeda), maka serangan demam terus- menerus
(tanpa interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya
minimal.
Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan
yakni stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan
stadium berkeringat (sweating stage). Paroksisme ini biasanya
terlihat jelas pada orang dewasa namun jarang dijiumpai pada usia
muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin
seringkali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan demam yang
pertama didahului oleh masa iinkubasi (intrinsik). Masa inkubasi
bervariasi antara 9- 30 hari t ergantung pada spesies parasit. Masa
inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang
pernah didapat sebelumnya, dan derajat imunitas pejamu.
Pada malaria akibat transfusi darah, masa inkubasi Plasmodium
falciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari, dan
Plasmodium malariae 40 hari atau lebih setelah transfusi. Masa
inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing- masing spesies
parasit, untuk Plasmodium falciparum 12 hari, Plasmodium vivax
dan Plasmodium ovale 13- 17 hari, dan Plasmodium malariae 28- 30
hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak besar dan orang dewasa
timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium atau trias
malaria (malaria proxym), yaitu :
a. Stadium dingin
Diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat
dingin. Gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-
jari pucatatau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin
muntah pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium demam
Pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit
kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, mual
dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi

sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 410 C


atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2- 12 jam. Demam
disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah
merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam
aliran darah.
c. Stadium berkeringat
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, kemudian
suhu badan menurun dengan cepat, kadang- kadang sampai di
bawah normal. Black water fever yang merupakan komplikasi
berat, adalah munculnya hemoglobin pada urin sehingga
menyebabkan warna urin berwarna tua atau hitam. Gejala lain
dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna
seperti empedu. Black water fever biasanya dijumpai pada
mereka yang menderita infeksi Plasmodium falciparum berulang
dengan infeksi yang cukup berat.

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria,


dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada
limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana
limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.
falciparum.

Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat
dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau
pegalpegal.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:
a. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria
b. riwayat tinggal di daerah endemik malaria
c. riwayat sakit malaria/riwayat demam
d. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
e. riwayat mendapat transfusi darah
Pemeriksaan Fisik
a. Demam (>37,5 C aksila)
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Pembesaran limpa (splenomegali)
d. Pembesaran hati (hepatomegali)
e. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran,
demam tinggi, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik,
oliguria, urin berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever ),
kejang dan sangat lemah (prostration).
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan
pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan
melalui cara berikut.
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar
baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop
dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis.
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah
sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:
1) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
2) Spesies dan stadium Plasmodium
3) Kepadatan parasit:
Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan
pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas
yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah
tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh : Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan
jumlah lekosit 8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X
1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah
eritrosit 4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X
50 = 225.000 parasit/uL.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic
Test/RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini
digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di
daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium
mikroskopis.
Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT
dipakai agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada
etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi
hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P.
falcifarum dan non P. Falcifarum.
c. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan
Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia.
Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan
rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat digunakan untuk
identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah
atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan
menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria
karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.
d. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan adalah:
- pengukuran hemoglobin dan hematokrit
- penghitungan jumlah leukosit dan trombosit
- kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT,
alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan
kalium, analisis gas darah) dan urinalisis.

Penatalaksanaan (Depkes, 2006)


Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain
klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate
artemisin. Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk
profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal
malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan malaria,
sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal
penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan
obat anti malaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria
falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk
pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Primakuin
digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria
klinis, pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin
digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi
yang resisten multidrugs.
Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria.
Khusus di Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan
kombinasi obat antimalaria lain, untuk mengobati penderita resisten
multidrugs. Obat antibiotika yang sudah diujicoba sebagai profilaksis
dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazol-trimetoprim dan
siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti
malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara
lain dengan kina

Pengobatan pada Malaria Falciparum


Terapi Lini Pertama

ACT + Primakuin

a. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan


dengan DHP dan Primakuin

b. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan


dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Terapi Lini Kedua


Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan
lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak
memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau
timbul kembali (rekrudesensi).

Kina + Doksisiklin atau


Tetrasiklin + Primakuin
a. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (dengan obat
kombinasi Kina dan Doksisiklin)

Tabel dosis Doksisiklin

Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari) Dosis


Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (> 15 tahun)
Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14
tahun)

b. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (dengan obat


kombinasi Kina dengan Tetrasiklin)

Tabel dosis Tetrasiklin


Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari Tidak
diberikan pada anak umur

Oleh karena Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu
hamil maka sebagai penggantinya dapat di pakai Klindamisin yang
tersedia di Puskesmas

Dosis anak-anak 10 mg/kg bb/kali diberikan 2 x sehari Perkapsul


Klindamisin basa ~150 mg dan 300 mg

Pengobatan pada Malaria Vivax


Terapi Lini Pertama

a. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan


DHP dan Primakuin

Dosis obat
- Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgBB
- Piperakuin = 16 32 mg/kgBB
- Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk hari I)
- Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)
Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan berat badan.
Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3. Apabila pasien P.
falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan
setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P.
falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5
tablet/hari selama 3 hari.
b. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan
Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Dosis obat :
Amodiakuin basa = 10mg/kgBB
Artesunat = 4mg/kgBB
Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk hari I)
Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)
c. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks
Terapi Relaps
Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian
primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan
penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3
minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi
regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi
0,5 mg/kgBB/hari
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman
setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan
lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12
minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria
pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit
dan dikonsultasikan kepada dokter ahli

Pengobatan untuk Malaria Ovale


Lini Pertama untuk Malaria ovale Pengobatan Malaria ovale saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu
Dihydroartemisinin Piperakuin (DHP) atau Artesunat + Amodiakuin.
Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.
Lini Kedua untuk Malaria ovale Pengobatan lini kedua untuk malaria
ovale sama dengan untuk malaria vivaks.

Pengobatan Untuk Malaria Malariae


Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3
hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak
diberikan primakuin

Pengobatan Untuk Infeksi Malaria Campuran


Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan
ACT. Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3
hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

a. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale dengan


DHP

b. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale dengan


Artesunat + Amodiakuin

Komplikasi
Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan
komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut
WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan
satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
a. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
b. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/l.
c. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau
<12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta
kelainan kreatinin >3mg%.
d. Edema paru.
e. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
f. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat
dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
h. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
i. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
j. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan
karena obat antimalaria
k. ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak

Pencegahan
Doxycycline bekerja sebagai schizontisidal dalam darah. Obat ini dapat
melakukan penetrasi ke jaringan dengan baik, aktivitas obat ini melawan
jaringan schizon primer. Sebagai kemoprofi laksis diberikan sebelum
paparan, selama perjalanan, dan sesudah terpapar. Kemoprofi laksis yang
efektif akan membunuh parasit dalam eritrosit sebelum jumlahnya
bertambah dan dapat menyebabkan gejala klinis.
Sebelum paparan, doxycycline diberikan 1-2 hari sebelum masuk daerah
endemik malaria. Selanjutnya selama perjalanan, wisatawan diharapkan
mengonsumsi doxycycline satu kali sehari. Setelah kembali dari perjalanan,
wisatawan harus melanjutkan konsumsi obat selama 4 minggu. Dosis obat
dewasa yaitu 100 mg per hari dan pada anak di atas usia 8 tahun diberikan
2-2,5 mg/kgBB/hari. Berdasarkan rekomendasi Centers of Diseases Control
and Prevention, di negara yang resisten terhadap chloroquine, termasuk
Indonesia, obat yang digunakan sebagai kemoprofi laksis adalah
atovaquone/proguanil, doxycycline, dan mefl oquine.
Di beberapa daerah di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah dilaporkan
resisten terhadap mefl oquine, 3 sehingga obat yang dianjurkan sebagai
kemoprofi laksis adalah atovaquone/proguanil dan doxycyclin.
Kesimpulan

37
HAMBATAN DAN SARAN

A. Hambatan:
1. Mahasiswa masih kurang dalam berpikir kritis untuk menganalisis
masalah
2. Mahasiswa kurang dapat menggali informasi dan mengutarakan
pendapat dengan baik dan lengkap
3. Mahasiswa masih kurang dalam mencari referensi referensi untuk
mendapatkan informasi tambahan.
4. Mahasiswa kurang kreatif dalam menyampaikan informasi melalui
bahan presentasi sehingga terasa membosankan.

B. Saran
1. Mahasiswa harus dapat menggali informasi dan mendapatkan
informasi sebanyak banyaknya dengan referensi yang sesuai.
2. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mengemukakan pendapatnya

38
DAFTAR PUSTAKA

Betz, L.C. & Sowden, A.L. 2002. Keperawatan Pediatric: alih bahasa, Yan
Tambayong; editor edisi bahasa Indonesia, Sari Kurnia Ningsih. Monica Este,
Jakarta: EGC

Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark A. R., 2008. Neonatal


Hyperbilirubinemia in Manual of Neonatal Care. Philadelphia: Lippincort
Williams and Wilkins

Fife TD, Tusa RJ, Furman JM, et al. 2000. Assessment, vestibular testing
techniques in adults and children: report of the Therapeutics and Technology
Assessment Subcommittee of the Ameircan Academic of Neurology. Neurology

Grosvenor dan Smolin. 2002. Nutrition From Science To Life. USA: Harcourt
Colleges Publishers.

Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi.

Nelwan, R.H.H., 2006. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata M., dan Setiati, S., Editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid Ketiga. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen
Ilmu Penyakit Dalam.

Purnomo. Basuki, B 2000. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto. h. 1- 4


Sidharta, Mardjono P. 2016 cetakan ke 13 Neurologi klinis dasar. 6 th ed. Jakarta :
Dian Rakyat.

Dorland. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

39
Nugroho A & Tumewu WM. 2000. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC

Kartono M. 2003. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA.


No.XX, tahun XXIX. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2 0 0 6 . Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria


di Indonesia. Jakarta, 2006

40

Anda mungkin juga menyukai