A man 40 years old came to hospital with history of intermittent high fever,
dysuria, abdominal pain and confusion for three days. He had anorexia, malaise
and myalgia. On the hospital he had generalized tonic-clonic seizures, occuring 2-
3 times per day, for 5 days. He also had a history of loss of consciousness 2-3
time a day, each episode lasting for 2-3 min. He had no past history of malaria
and has not traveled to a malaria endemic area.
On examination, he was drowsy, temperature was 390C, mild icterus and
conjuctival suffusion were present. There was no neck stiffness. His pulse was
100 bpm and blood pressure was 110/70 mmHg. The lungs were normal.
Abdominal examination revealed 2 cm hepatomegaly and suprapubic tenderness.
Spleen was not palpable. During ward stay he had rigors with drenching sweats.
He became increasingly drowsy and restless. Reflex pathologicwas positive.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal
seharihari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu
di hipotalamus (Dinarello, 2005).
Demam intermittent
Pada demam intermiten adalah suhu tubuh turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam satu hari (Nelwan, 2006).
2. Dysuria
Disuria adalah perasaan nyeri saat kencing (Purnomo, 2000).
3. Myalgia
Nyeri otot (Myalgia) adalah suatu istilah umum untuk suatu gejala
yang disebabkan berbagai kelainan dan kondisi medis. Penyebab yang
paling sering disebabkan oleh ketegangan ( kontraksi ) yang
berlebihan, saat latihan atau bekerja berat (Dorland, 2008)
4. Confusion
Confusion adalah statusmental yang ditandai dengan perubahan pada
deficit berpikir dan perhatian, yang diikuti problem dalam
comprehension (Sidharta, 2013).
5. Anorexia
Anorexia diartikan hilangnya nafsu makan yang mengakibatkan
individu dengan kelainan seperti ini mengurangi intake makan mereka
(Grosvenor, 2002).
6. Malaise
perasaan tidak enak karena kondisi yang kurang sehat. Biasanya terkait
dengan berbagai kondisi medis yang berbeda dan sering menjadi tanda
pertama penyakit yang berbeda seperti infeksi virus (Dorland, 2008).
7. Kejang
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal
dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz, 2002).
8. Ikterus
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit
dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme
yaitu bilirubin (Cloherty, 2004)
9. Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah suatu keluhan nyeri kepala yang menjalar ke
tengkuk dan punggung.akibat mengejangnya otot-otot ekstensor
tengkuk (Harsono, 2003)
10. Reflek Patologi
Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan refleks yang
seharusnya tidak terjadi (Fife, 2000)
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluh demam tinggi intermitten, dysuria, nyeri
perut dan bingung?
2. Mengapa pasien mengeluh penurunan nafsu makan, malaise dan
mialgia?
3. Mengapa pasien kejang tonic-clonic 2-3 kali dalam sehari selama lima
hari?
4. Mengapa pasien mengalami penurunan kesadaran?
5. Mengapa pada pemeriksaan didapatkan bahwa pasien mengalami
bmengantuk, dengan temperatur 390C, ikterus dan conjuctival
suffusion serta tidak kaku kuduk?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien?
B. Dysuria
Penyebab dysuri, antara lain:
a. Infeksi, misalnya pyelonephritis, cystitis, prostatitis, urethritis,
cervicitis, epididymo-orchitis, vulvovaginitis.
b. Kondisi Hormonal, misalnya hypoestrogenism, endometriosis.
c. Malformasi, misalnya obstruksi leher vesica urinaria (misalnya
benign prostatic hyperplasia), urethral strictures atau diverticula.
d. Neoplasma, misalnya tumor sel renal, vesica urinaria, prostat,
vagina/vulva, dan kanker penis.
e. Peradangan, misalnya spondyloarthropathies, efek samping
obat, penyakit autoimun.
f. Trauma, misalnya karena pemasangan kateter, honeymoon
cystitis
g. Kondisi psychogenic, misalnya somatization disorder, major
depression, stress atau anxietas, hysteris.
C. Nyeri abdominal
Nyeri dapat terjadi karena adanya kerusakan pada daerah tertentu,
dimana daerah tersebut akan mengeluarkan zat zat kimia yang
akan merangsang nociceptif (transduksi) dan akan disalurkan ke
otak (transmisi) sehingga otak akan mempresepsikan nyeri
(presepsi). Nyeri sendiri dapat dirasakan pada daerah yang
mengalami kerusakan itu sendiri atau bisa juga merupakan nyeri
alih dari tempat lain.
Abdomen, dibagi menjadi menjadi empat kuadran dan sembilan
regio. Daerah yang sakit menunjukkan proses terjadinya kerusakan
organ pada daerah tersebut.
D. Confusion
Keadaan bingung dapat terjadi karena kerusakan pada otak karena
kehilangan oksigen atau adanya pembengkakan, juga dapa terjadi
keduanya (gangguan fungsional). Selain itu adanya kerusakan pada
sistem saraf karena tidak mampunya sel untuk bekerja dengan baik.
3. Mengapa pasien kejang tonic klonik selama 2-3 hari selama 5 hari?
Sebelum dibahas mengenai kejang tonic klonik akan dibahas
mengenai mekanisme kejang terlebih dahulu.
Kejang sendiri adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
karena aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan.
Saat keadaan normal, membran sel neuron akan dipengaruhi oleh
transport ion kalium dan Natrium. Membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Hal ini
menyebabkan konsentrasi Kalium dalam sel tinggi dan Natrium dalam
sel rendah. Sedangkan konsentrasi natrium di ekstraseluler tinggi.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel. Untuk itu, diperlukan oksigen dan glukosa yang cukup untuk
menjaga kerja sel.
Apabila kerja sel tidak optimal, maka akan terjadi ketidakseimbangan
potensial membran. Hal ini akan mengakibatkan asetilkolin dilepaskan
secara terus menerus, sehingga terjadilah kejang.
Jenis Kejang
1. Kejang Parsial
1) Kejang Parsial Sederhana
- Kesadaran tidak terganggu
- Tanda-tanda motoriskedutaan pada wajah. Tangan, atau
salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.
- Tanda atau gejala otonomikmuntah berkeringan, muka
merah, dilatasi pupil.
- Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar
musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia. Gejala
psikikdejavu, rasa takut, sisi panoramic.
2) Kejang parsial komplesk
- Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya
sebagai kejang parsial simpleks.
- Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic
mengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
- Dapat tanpa otomatismetatapan terpaku
Pemeriksaan Penunjang
a. Hb 9,7 g/dl
Normalnya:
d. Platelet 26.000/mm3
Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000
sel/mm3
Interpretasi: Terjadi Trombositopenia. Penurunan trombosit
(trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah dengue, anemia,
luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000
sel/mm3
Implikasi Klinik
Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia (peningkatan
pembentukan asam
Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan
asam)
a. PCO2 24,4mmhg (RENDAH)
Nilai Normal : 35 - 45 mmHg SI : 4.7 - 6.0 kPa
Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/
nervousness dan emboli paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu
mendapatkan perhatiaan khusus
Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi
klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Manifestasi Klinis
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasienn non-
imun terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu
(paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas
demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri
kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien
dengan infeksi majemuk/ campuran (lebih dari satu jenis
Plasmodium atau satu jenis Plasmodium tetapi infeksi berulang
dalam waktu berbeda), maka serangan demam terus- menerus
(tanpa interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya
minimal.
Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan
yakni stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan
stadium berkeringat (sweating stage). Paroksisme ini biasanya
terlihat jelas pada orang dewasa namun jarang dijiumpai pada usia
muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin
seringkali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan demam yang
pertama didahului oleh masa iinkubasi (intrinsik). Masa inkubasi
bervariasi antara 9- 30 hari t ergantung pada spesies parasit. Masa
inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang
pernah didapat sebelumnya, dan derajat imunitas pejamu.
Pada malaria akibat transfusi darah, masa inkubasi Plasmodium
falciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari, dan
Plasmodium malariae 40 hari atau lebih setelah transfusi. Masa
inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing- masing spesies
parasit, untuk Plasmodium falciparum 12 hari, Plasmodium vivax
dan Plasmodium ovale 13- 17 hari, dan Plasmodium malariae 28- 30
hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak besar dan orang dewasa
timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium atau trias
malaria (malaria proxym), yaitu :
a. Stadium dingin
Diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat
dingin. Gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-
jari pucatatau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin
muntah pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium demam
Pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit
kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, mual
dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat
dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau
pegalpegal.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:
a. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria
b. riwayat tinggal di daerah endemik malaria
c. riwayat sakit malaria/riwayat demam
d. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
e. riwayat mendapat transfusi darah
Pemeriksaan Fisik
a. Demam (>37,5 C aksila)
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Pembesaran limpa (splenomegali)
d. Pembesaran hati (hepatomegali)
e. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran,
demam tinggi, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik,
oliguria, urin berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever ),
kejang dan sangat lemah (prostration).
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan
pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan
melalui cara berikut.
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar
baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop
dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis.
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah
sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:
1) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
2) Spesies dan stadium Plasmodium
3) Kepadatan parasit:
Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan
pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas
yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah
tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh : Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan
jumlah lekosit 8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X
1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah
eritrosit 4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X
50 = 225.000 parasit/uL.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic
Test/RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini
digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di
daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium
mikroskopis.
Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT
dipakai agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada
etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi
hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P.
falcifarum dan non P. Falcifarum.
c. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan
Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia.
Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan
rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat digunakan untuk
identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah
atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan
menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria
karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.
d. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan adalah:
- pengukuran hemoglobin dan hematokrit
- penghitungan jumlah leukosit dan trombosit
- kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT,
alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan
kalium, analisis gas darah) dan urinalisis.
ACT + Primakuin
Oleh karena Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu
hamil maka sebagai penggantinya dapat di pakai Klindamisin yang
tersedia di Puskesmas
Dosis obat
- Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgBB
- Piperakuin = 16 32 mg/kgBB
- Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk hari I)
- Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)
Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan berat badan.
Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3. Apabila pasien P.
falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan
setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P.
falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5
tablet/hari selama 3 hari.
b. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan
Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin
Dosis obat :
Amodiakuin basa = 10mg/kgBB
Artesunat = 4mg/kgBB
Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk hari I)
Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)
c. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks
Terapi Relaps
Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian
primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan
penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3
minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi
regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi
0,5 mg/kgBB/hari
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman
setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan
lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12
minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria
pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit
dan dikonsultasikan kepada dokter ahli
Komplikasi
Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan
komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut
WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan
satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
a. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
b. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/l.
c. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau
<12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta
kelainan kreatinin >3mg%.
d. Edema paru.
e. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
f. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat
dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
h. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
i. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
j. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan
karena obat antimalaria
k. ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak
Pencegahan
Doxycycline bekerja sebagai schizontisidal dalam darah. Obat ini dapat
melakukan penetrasi ke jaringan dengan baik, aktivitas obat ini melawan
jaringan schizon primer. Sebagai kemoprofi laksis diberikan sebelum
paparan, selama perjalanan, dan sesudah terpapar. Kemoprofi laksis yang
efektif akan membunuh parasit dalam eritrosit sebelum jumlahnya
bertambah dan dapat menyebabkan gejala klinis.
Sebelum paparan, doxycycline diberikan 1-2 hari sebelum masuk daerah
endemik malaria. Selanjutnya selama perjalanan, wisatawan diharapkan
mengonsumsi doxycycline satu kali sehari. Setelah kembali dari perjalanan,
wisatawan harus melanjutkan konsumsi obat selama 4 minggu. Dosis obat
dewasa yaitu 100 mg per hari dan pada anak di atas usia 8 tahun diberikan
2-2,5 mg/kgBB/hari. Berdasarkan rekomendasi Centers of Diseases Control
and Prevention, di negara yang resisten terhadap chloroquine, termasuk
Indonesia, obat yang digunakan sebagai kemoprofi laksis adalah
atovaquone/proguanil, doxycycline, dan mefl oquine.
Di beberapa daerah di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah dilaporkan
resisten terhadap mefl oquine, 3 sehingga obat yang dianjurkan sebagai
kemoprofi laksis adalah atovaquone/proguanil dan doxycyclin.
Kesimpulan
37
HAMBATAN DAN SARAN
A. Hambatan:
1. Mahasiswa masih kurang dalam berpikir kritis untuk menganalisis
masalah
2. Mahasiswa kurang dapat menggali informasi dan mengutarakan
pendapat dengan baik dan lengkap
3. Mahasiswa masih kurang dalam mencari referensi referensi untuk
mendapatkan informasi tambahan.
4. Mahasiswa kurang kreatif dalam menyampaikan informasi melalui
bahan presentasi sehingga terasa membosankan.
B. Saran
1. Mahasiswa harus dapat menggali informasi dan mendapatkan
informasi sebanyak banyaknya dengan referensi yang sesuai.
2. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mengemukakan pendapatnya
38
DAFTAR PUSTAKA
Betz, L.C. & Sowden, A.L. 2002. Keperawatan Pediatric: alih bahasa, Yan
Tambayong; editor edisi bahasa Indonesia, Sari Kurnia Ningsih. Monica Este,
Jakarta: EGC
Fife TD, Tusa RJ, Furman JM, et al. 2000. Assessment, vestibular testing
techniques in adults and children: report of the Therapeutics and Technology
Assessment Subcommittee of the Ameircan Academic of Neurology. Neurology
Grosvenor dan Smolin. 2002. Nutrition From Science To Life. USA: Harcourt
Colleges Publishers.
Nelwan, R.H.H., 2006. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata M., dan Setiati, S., Editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid Ketiga. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen
Ilmu Penyakit Dalam.
39
Nugroho A & Tumewu WM. 2000. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC
40