Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rhinitis alergi (RA) adalah suatu penyakit hipersensifitas tipe I Gell dan Comb yang

diperantai oleh IgE dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran dengan keluhan bersin-

bersin, hidung beringus serta hidung tersumbat (Suprihati , 2004)

Angka prevalensi Rhinitis Alergi masing-masing negara berbeda-beda misalnya

Thailand 20%, Singapura 15%, Malaysia 17%, sedangkan Indonesia 15%. Ditinjau dari segi

usia Rhinitis Alergi tumbuh sejak bayi, terlihat meningkat pada umur 5 10 tahun, dengan

puncaknya umur 20 tahun,kemudian menurun pada usia 30 tahun. (Sumarman I, 1993)

Diagnosis Rhinitis Alergi dapat ditegakkan atas dasar keluhan penderita, riwayat

keluarga, kelainan mukosa hidung eosinofil usapan mukosa hidung tes provokasi, tes kulit

tusuk (prick test), kenaikan IgE. (Burmester GR et. Al, 2006)

Tes provokasi tidak dilakukan oleh karena menimbulkan rasa tidak nyaman pada

penderita. ( Maesano IA, 2002) Sedangkan pemeriksaan IgE mahal.(Irawati N, Kasakeyan,

2004)

Tes kulit tusuk ini pada prinsipnya merupakan reaksi hipersensitifitas tipe I lokal.

Bila orang telah tersensitisasi kemudian dilakukan tes tusuk kulit, maka akan timbul reaksi

lokal pada kulit akibat pelepasan zat mediator oleh mastosit. (Mygind, Malml, 1985).

Kelebihan tes ini adalah cepat dan jarang positif palsu, namun kekurangannya terjadi tes

negatif palsu. (Sudjana A,1991) Tes kulit tusuk merupakan tes yang mempunyai nilai

diagnosis yang tinggi dibandingkan pemeriksaan lgE. (Sumarman I, 1993)

Pada reaksi alergi terjadi terjadi akumulasi sel inflamasi pada mukosa hidung,

(Yuliusson S, et al, 1992) sel-sel inflamasi yang berakumulasi di mukosa hidung adalah sel
eosinofil dan sel limfosit (Sumarman I, 1993, Maesano et. al, 2002), dengan kata lain sel

eosinofil pada usapan mukosa hidung dipakai penentu biologi alergi. (Barata Wijaya K,

2000). Pemeriksaan eosinofil pada usapan mukosa hidung dilakukan dengan dua metode

pewarnaan yaitu metode pewarnaan papanicolou dan hansel. Usapan mukosa hidung yang

telah diwarnai nanti akan dinilai dibawah mikroskop, dengan menghitung jumlah eosinofil

per lapangan pandang.(Maesano et. al, 2002) Pada salah satu penelitian didapatkan

sensitivitas eosinofil kerokan mukosa hidung 51,3%, dan spesifisitasnya 88,5%, yang

menunjukkan bahwa jumlah eosinofil pada kerokan mukosa hidung mempunyai spesifitas

yang tinggi untuk diagnosis rhinitis alergi.(Ananda. V. et all, 2014). Namun di penelitian

lain pemeriksaan eosinofil mukosa hidung memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi

untuk mendiagnosis rhinitis alergi. (Soud A, 2005)

Penyakit yang disebabkan oleh alergi dapat disebabkan dari diri sendiri, orang lain

dan keturunan. Dalam Islam penyakit yang disebabkan dari diri sendiri, orang lain dan

keturunan memiliki penjelasan dan dalil yang berbeda. Penjelasan dan dalil penyebab dari

penyakit tersebut tidak dapat digabungkan, sehingga tidak dapat saling menyalahkan kepada

diri sendiri, orang lain maupun Allah SWT. apabila orang terkena penyakit. Demikian juga

dengan pemeriksaan, pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi segala bentuk penyakit

harus sesuai dengan syariat dan memperhatikan halal dan haramnya bahan serta cara

pemeriksaan dalam hal ini penyakit alergi seperti Rhinitis Alergi (Zuhroni, 2010).

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui pemeriksaan eosinofil mukosa

hidung sebagai kriteria diagnosis Rhinitis Alergi.


1.2 Permasalahan

1.2.1 Bagaimana pandangan ilmu kedokteran tentang pemeriksaan rhinitis alergi ?

1.2.2 Bagaimana pandangan ilmu kedokteran tentang pemeriksaan eosinofil mukosa

hidung sebagai kriteria diagnosis rhinitis alergi ?

1.2.3 Bagaimana pandangan Islam tentang cara kerja peneriksaan eosinofil mukosa

hidung sebagai kriteria diagnosis rhinitis alergi ?

1.3 Tujuan Penulisan

2.1.1 Tujuan Umum

Mengetahui pandangan dari ilmu kedokteran dan Islam tentang pemeriksaan

eosinofil mukosa hidung sebagai kriteria diagnosis rhinitis alergi ditinjau dari

ilmu kedokteran dan Islam.

2.2.1 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan menjelaskan pandangan ilmu kedokteran tentang

pemeriksaan eosinofil pada mukosa hidung.

2. Mengetahui dan dapat menjelaskan pandangan ilmu kedokteran tentang

pemeriksaan eosinofil mukosa hidung sebagai kriteria diagnosis rhinitis

alergi .

3. Mengetahui dan menjelaskan pandangan Islam tentang cara kerja peneriksaan

eosinofil mukosa hidung sebagai kriteria diagnosis rhinitis alergi.

1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis

a. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan sebagai dokter muslim di fakultas

kedokteran Universitas YARSI.


b. Menambah pengetahuan mengenai pemeriksaan eosinofil mukosa hidung

sebagai kriteria diagnosis rhinitis alergi.

c. Meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam menulis ilmiah dan berfikir

logis serta aplikatif dalam memecahkan masalah ilmiah.

d. Menambah pengetahuan mengenai hukum Islam dalam penerapannya di bidang

kedokteran sehingga mendukung terciptanya dokter muslim yang baik.

2. Bagi Universitas YARSI

Diharapkan skripsi ini dapat menjadi rujukan bagi civitas akademika Universitas

YARSI sehingga menambah sumber informasi tentang pemeriksaan eosinofil

mukosa hidung sebagai kriteria diagnosis rhinitis alergi ditinjau dari ilmu

kedokteran dan Islam dan menambah perbendaharaan karya tulis di Universitas

YARSI.

3. Bagi masyarakat

Diharapkan skripsi ini akan dapat memberikan informasi yang jelas tentang

pemeriksaan eosinofil mukosa hidung sebagai kriteria diagnosis rhinitis alergi,

sehingga menambah wawasan baru bagi masyarakat bahwa pemeriksaan

eosinofil mukosa hidung dapat menjadi pemeriksaan yang shahih dalam

mendiagnosis nrhinitis alergi, serta pemahamannya menurut Islam.

Anda mungkin juga menyukai