Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi tiruan jembatan adalah gigi tiruan yang mengganti satu atau lebih gigi yang
hilang, dan dilekatkan ke satu atau lebih gigi asli atau akar gigi yang bertindak sebagai
penyangga. Jembatan dapat terlepas setelah dipasangkan beberapa lama di dalam
rongga mulut. Terlepasnya jembatan dapat disebabkan karena perubahan bentuk
retainer, gigi penyangga yang goyah, terlarutnya semen, kesalahan dalam pemilihan
retainer, karies, dan bentuk preparasi yang kurang memberikan retensi bagi retainer.

Preparasi gigi penyangga merupakan tindakan yang penting dalam perawatan gigi
tiruan jembatan. Preparasi bertujuan untuk menghilangkan daerah gerong,
memberikan tempat bagi bahan retainer atau mahkota, memungkinkan pembentukan
retainer atau mahkota sesuai dengan bentuk anatomi gigi yang dipreparasi,
membangun bentuk retensi dan menghilangkan jaringan-jaringan yang lapuk oleh
karies. Prinsip preparasi gigi penyangga adalah mendapatkan bentuk akhir yang
menjamin retensi yang sebesar-besarnya bagi retainer. Untuk mencapai hal tersebut
dibuat dasar-dasar bentuk retensi preparasi yaitu kemiringan dinding-dinding aksial,
bentuk peparasi mengikuti bentuk anatomi gigi, dan pengambilan jaringan gigi yang
cukup untuk memberi ketebalan pada bahan retainer. Disamping dasar-dasar bentuk
retensi, ada faktor lain yang mempengaruhi retensi preparasi, seperti bentuk dan
ukuran gigi, luas bidang permukaan preparasi, dan kekasaran permukaan preparasi

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa jenis GTC yang akan digunakan pada kasus?


1.2.2 Apa diagnosa dari kasus?
1.2.3 Apa rencana perawatan dari kasus?
1.2.4 Apa prinsip preparasi yang dilakukan pada kasus?
1.2.5 Apa bagaimana tahap preparasi yang dilakukan pada kasus?
1.2.6 Apa alat-alat yang digunakan untuk preparasi pada kasus?
1.2.7 Bagaimana teknik retraksi gingiva?
1.2.8 Bagaimana cara pencetakan awal dan akhir dalam preparasi?
1.2.9 Apa saja syarat-syarat hasil preparasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja komponen pemeriksaan.
1.3.2 Untuk mengetahui apa diagnose dari kasus.
1.3.3 Untuk mengetahui rencana perawatan dari kasus.
1.3.4 Untuk mengetahui prinsip preparasi yang dilakukan
1.3.5 Untuk mengetahui tahap preparasi yang dilakukan
1.3.6 Untuk mengetahui alat-alat yang digunakan untuk preparasi
1.3.7 Untuk mengetahui teknik retraksi gingiva
1.3.8 Untuk mengetahui cara pencetakan awal dan akhir dalam preparasi
1.3.9 Untuk mengetahui syarat-syarat hasil preparasi

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prosedur penegakan Diagnosa

2.1.1 Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan subjektif setidak-tidaknya berkaitan dengan 7 hal, yakni identitas


pasien, keluhan utama, present illness, riwayat medic, riwayat dental, riwayat
keluarga, dan riwayat sosial.
Pemeriksaan subjektif berguna untuk mengetahui lingkungan pasien, penyakit
yang diderita, ada atau tidaknya alergi obat dan mencegah penyakit menular.
Pemeriksaan subjektif meliputi: pengisian kartu status; anamnesa, yaitu garis besar
kesehatan umum pasien, ada atau tidaknya penyakit sistemik, tindakan pengobatan
yang akan dilakukan (Birnbaum, 2009:9).

2.1.2Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan objektif yang dilakukan secara umum ada dua macam, yaitu
pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral.
1. Pemeriksaan ekstraoral
Pemeriksaan ekstraoral merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada
area diluar rongga mulut, meliputi: kepala, wajah dan leher; mata; bibir; nodus
limfatik; kelenjar saliva; sendi temporomandibular; otot-otot pengunyahan.
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah ada pembengkakan diarea
wajah, asimetri wajah, dan lain-lain. (Birnbaum, 2009:17)
Pemeriksaan TMJ dilakukan dengan:
A. Auskultasi
Menggunakan stetoskop mendengar adanya krepitasi atau
kliking pada area depan telinga yang akan diperiksa. Selanjutnya di
instruksikan pasien membuka dan menutup mulut.

3
B. Palpasi
Cara 1: dengan palpasi bimanual pada area depan telinga kanan
dan kiri selanjutnya instruksikan pasieb untuk membuka dan menutup
mulut. Periksa kelancaran pergerakan TMJ.
C. Pemeriksaan klinis nodus limfatik
Sebaiknya nodus limfatik diperiksa secara ekstraoral,
bimanual, dan palpasi yang dilakukan dari arah belakang pasien:
Bagian leher dibiarkan terbuka dengan meminta pasien melonggarkan
bajunya. Leher tidak perlu dipanjangkan, karena otot sternomastoideus
harus dalam posisi relaks. Dengan menggunakan ujung jari, bawa
kelenjar ke arah struktur yang lebih keras.

2. Pemeriksaan intraoral
A. Pemeriksaan sondasi
Pada pemeriksaan sondasi yang diperiksa kavitas dengan cara
menggeser-geserkan sonde pada area DEJ dan CEJ. Alat yang
digunakan adalah sonde half moon/ lurus jika reaksi (+) maka gigi
tersebut vital, reaksi (-) menentukan gigi non ital atau kedalaman
karies berada pada enamel kavitas, reaksi (+/-) menunjukkan adanya
dentin sekunder; jarum miller pada kasus perforasi atap pulpa; dan
sonde periodontal untuk melihat status jaringan periodontal.
B. Pemeriksaan perkusi
Pemeriksaan dengan ketukan ringan pada gigi menggunakan
ujung jari atau ujung tangkai instrumen dengan parameter gigi yang
berdampingan. Dilakukan dengan dua cara, yaitu perkusi vertikal (arah
mesial/oklusal, untuk melihat status periapeks) dan perkusi horizontal
(arah bukal/lingual, untuk melihat status periodontal).
C. Pemeriksaan palpasi
Untuk menentukan konsistensi jaringan denga perabaan atau
tekanan ringan. Biasanya dilakukan terhadap jaringan lunak rongga

4
mulut.
D. Pemeriksaan mobiliti
Dilakukan untuk mengetahui derajat kegoyahan gigi, apakah
gigi goyah karena tidak didukung tulang alveolar atau mendeteksi ada
atau tidaknya kerusakan tulang alveolar. Biasanya dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk/ tongue blade.
E. Pemeriksaan dengan vitaliseter
Dilakukan untuk mengetahui vitalitas gigi, menggunakan alat
electric pulp tester/ vitalometer.
F. Pemeriksaan thermal (panas dan dingin)
Pemeriksaan thermal dingin menggunakan udara dingin, es,
chlor etyl, kapas+CE. Respon yang diberikan jika (+) maka pulpa
masih vital, jika (-) pulpa terisolasi atau nonvital.
Pemeriksaan thermal panas menggunakan guta perca panas/ instrumen
panas. Dengan aksi yang diterima berupa ekspansi pulpa.
G. Pemeriksaan transiluminasi
H. Pemeriksaan cavity test (pengeburan)
I. Anastetik tes
J. Pemeriksaan dengan gigitan

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan sinar rontgent,


pemeriksaan bakteriologik, pemeriksaan histopatologik, pemeriksaan darah/urine.

2.2. Definisi Gigi Tiruan

Menurut Glossary of Prosthodontics (Rahmawan, 2008) gigi tiruan adalah


bagian prostodonsia yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang atau
seluruh gigi asli yang hilang dengan gigi tiruan dan didukung oleh gigi, mukosa
atau kombinasi gigi-mukosa ada yang dapat dan ada yang tidak dapat dipasang dan

5
dilepas oleh pasien.
Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
gigi tiruan penuh (Full Denture) dan gigi tiruan sebagian (Partial Denture). Gigi
tiruan sebagian dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan/removable (yang dapat
dilepas pasang sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/ fixed/ GTC (yang
disemenkan ke gigi pasien secara permanen). Gigi tiruan cekat atau disingkat dengan
GTC diklasifikasikan menjadi dua yaitu crown dan bridge. (Ayu Dwi Andhira, 2012)
Crown Prosthetic adalah cabang ilmu prothesa yang mempelajari tentang
penggantian gigi asli sebagian atau seluruhnya dengan satu crown pengganti. Crown
adalah suatu restorasi berupa crown penuh atau sebagian dari satu gigi yang terbuat
dari logam, porselen, akrilik atau kombinasi. (Ayu Dwi Andhira, 2012)
Bridge/Jembatan adalah disebut juga fixed partial denture yaitu suatu
prothesa (geligi tiruan) yang menggantikan kehilangan satu atau lebih gigi asli yang
terbatas dan tertentu, dilekatkan secara permanen dengan semen didukung
sepenuhnya oleh 1 atau lebih gigi atau akar gigi yang telah dipersiapkan. (Ayu Dwi
Andhira, 2012)

2.3 Gigi Tiruan Cekat (GTC)

Gigitiruan cekat adalah suatu gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi
alami yang hilang, yang dilekatkan secara permanen dengan menggunakan semen ke
gigi penyangga yang telah dipreparasi.

2.4 Bahan Gigi Tiruan Cekat

1. Akrilik

Lebih dari 60% elemen gigi tiruan di Amerika Serikat dibuat dari resin akrilik
atau resin vinil akrilik. Seperti diduga, kebanyakan elemen gigitiruan resin
memiliki basis dengan susunan linier poli (metil metakrilat). Resin poli (metil
metakrilat) yang digunakan dalam pembuatan elemen gigitiruan adalah serupa

6
dengan yang digunakan untuk pembuatan basis protesa. Namun besarnya ikatan
silang dalam elemen gigitiruan adalah lebih besar dibandingkan dengan basis
protesa yang terpolimerisasi. Peningkatan ini diperoleh dengan meningkatnya
jumlah ikatan silang dalam cairan basis protesa, yaitu monomer. Polimer hasilnya
menunjukkan peningkatan stabilitas dan sifat klinis yang disempurnakan.
(McCabe, 2014:380-386)
Resin akrilik dipakai sebagai basis gigitiruan oleh karena bahan ini memiliki
sifat tidak toksik, tidak iritasi, tidak larut dalam cairan mulut, estetik balk, mudah
dimanipulasi, reparasinya mudah dan perubahan dimensinya kecil. (McCabe,
2014:380-386)
Polimetil metakrilat murni adalah tidak berwarna, transparan dan padat.
Untuk mempermudah penggunaannya dalam kedokteran gigi, polimer diwarnai untuk
mendapatkan warns dan derajat kebeningan. Warna serta sifat optik tetap stabil di
bawah kondisi mulut yang normal dan sifat-sifat fisiknya telah terbukti sesuai untuk
aplikasi kedokteran gigi. Satu keuntungan polimetil metakrilat) sebagai bahan basis
gigitiruan adalah relatif mudah pengerjaannya. Kurang kuat, mudah patah, tidak
cukup tegar dan menyerap cairan mulut, merupakan beberapa kelemahan resin.
(McCabe, 2014:157)

2. Porselen
Ada beberapa kategori porselen gigi: porselen konvensional yang
mengandung leucite, porselen yang diperkaya leucite, porselen ultra-low-fusing
yang mungkin mengandung leucite, porselen-kaca, porselen inti khusus (alumina,
alumina yang diperkaya kaca, magnesia dan spinel), dan porselen CAD CAM.
(Nurhikmah, 2008)
Porselen gigi dapat diklasifikasi menurut tipe (porselen feld spathic,
porselen yang diperkaya leucite, porselen alumina, alumina yang diinfiltrasi kaca,
spinel diinfiltrasi kaca, dan porselen-kaca), menurut kegunaan (gigitiruan, vinir,
porselen logam, inlai, mahkota, dan jembatan anterior), menurut metode
pemprosesan sintering, pengecoran, atau mesin), menurut metode pemprosesan

7
(sintering, pengecoran, atau mesin), menuntut materi substruktur (logam cor,
logam swaged, porselen-kaca, porselen CAD-CAM atau inti porselen sintering).
Metode pembuatan restorasi porselen mencakup koridensasi dan sintering.
(McCabe, 2014:191-193)
Komposisi porselen gigi konvensional adalah porselen vitreus (seperti
kaca) yang berbasis pada anyaman silica (SiO2) dan feldspar potas
(K2OAl2O3.6SiO2) atau keduanya. Pigmen, bahan opak, dan kaca ditambahkan
untuk mengontrol temperatur penggabungan, temperatur sintering, koefisien
ekspansi eksternal, dan kelarutan. Feldspar yang digunakan untuk porselen gigi
relatif murni dan tidak berwarna. Jadi, harus restorasi sewarna gigi yang sesuai
dengan gigi tetangganya. (McCabe, 2014:126-127)

Sifat-sifat porselen:
1. Semua sisa air yang ada akan menguap selama pembakaran, disertai dengan
hilangnya bahan pengikat (bila ada). Besarnya pengerutan berkisar 30 - 40 persen;
terutama disebabkan oleh berkurangnya rongga-rongga udara selama proses
pembulatan. Porselen tidak popular selama pembuatan inlay, oleh karena sukar
mendapatkan hasil dengan ketepatan yang dibutuhkan.

2. Porositas, adanya gelernbung-gelembung udara merupakan hal yang tidak dapat


dihindari pada pembakaran porselen. Ini dapat menurunkan kekuatan bahan dan
translusensi. Untuk mengurangi porositas tersebut beberapa peneliti
menganjurkan cara sebagai berikut:
a. Pembakaran pada tungku hampa tekanan untuk mengeluarkan air
b. Pembakaran dengan adanya suatu gas yang dapat merembes ke luar dari
porselen
c. Pendinginan dibawah tekanan untuk mengurangi resultante besarnya
pori-pori

3. Sifat kimia: Salah satu daya tarik utama dari porselen sebagai bahan restorasi

8
gigi adalah bahwa bahan ini tidak rusak karena pengaruh kimia pada hampir
semua pada kondisi lingkungan mulut

4. Sifat mekanis: porselen adalah bahan yang rapuh. Penemuan bahan porselen
beberapa tahun ini diarahkan pada tercapainya sifat-sifat mekanis yang baik.
seperti pada porselen alumina.

5. Sifat termis: sifat pengantar panas yang rendah dan koefisien termal
ekspansinya sangat mendekati email dan dentin

6. Estetis: porselen menunjukkan nilai estetik yang baik, meskipun demikian


apabila semen larut, dan terbentuk celah pada tepi restorasi, maka ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna oleh sisa-sisa makanan. (McCabe,
2014:129-131)
Keutungan dental porselen dibandingkan dengan bahan aklirik antara lain:
1. Lebih keras dan lebih kuat pada ketebalan tertentu
2. Mempunyai permukaan yang lebih mengkilap (bila proses glaze dilakukan
dengan baik)
3. Lebih tahan terhadap pengikisan/abrasi
4. Warnanya lebih stabil selama pemakaian
5. Tidak memberikan reaksi jaringan (Nurhikmah, 2008)

Kekurangan yang utama adalah sifat kerapuhannya bila ketebalannya kurang


penyusutan selama pembakaran. (Nurhikmah, 2008)

3. Logam
Bahan yang biasa digunakan untuk membuat gigitiruan adalah logam,
akrilik dan porselen. Adapun logam yang biasa dipakai adalah aloi emas, aloi
chromium cobalt, dan aloi chromium nikel. Ketiga bahan gigi tersebut dapat
dipilih sesuai kebutuhan dan disesuaikan dengan ketersediaan biaya (McCracken,

9
2010).
Logam dan aloi berperan penting dalam bidang kedokteran gigi. Material
ini sering digunakan pada praktek kedokteran gigi, termasuk dental laboratorium,
restorasi langsung dan tidak langsung serta alat yang digunakan untuk preparasi
dan manipulasi gigi. Paduan logam dasar mempunyai kekuatan lebih baik dan
lebih ekonomis dari segi biaya bila dibandingkan dengan paduan logam mulia
terutama dalam pembuatan mahkota tiruan dan restorasi jembatan. Logam padu
tuang tembaga (Cu aloi) dan logam padu tuang perak (Ag aloi) masih digunakan
sebagai bahan restorasi karena cukup keras sehingga mampu menahan daya
kunyah, dapat dipoles dengan baik, tidak rnenyebabkan efek samping dan mudah
pengelolaannya. Ni-Cr aloi secara luas digunakan untuk mengganti mahalnya
precious metal aloi dan dapat mencegah korosi. Dalam mendeteksi logam tuang
untuk suatu restorasi perlu dipertimbangkan kekasaran permukaan hasil tuangan
logam, sebab kadang permukaan dari hasil tuangan logarn, terutama pada daerah
tertentu kasar dan tidak sesuai dengan cetakan. Kekasaran permukaan dari
restorasi tuang bisa mempersulit dalam proses finishing atau polishing dan dapat
memperlemah suatu restorasi tuang. Permukaan yang kasar merupakan faktor
yang paling besar untuk terjadinya perlekatan plak (McCabe, 2014:100-108).
4. Porcelain fused to metal

Restorasi porcelain fused to metal melibatkan penggabungan dari kebaikan

sifat mekanik logam dengan sifat estetik porcelain yang baik. Secara umum, restorasi

terdiri dari sub-struktur logam campur yang berikatan dengan vinir porcelain.

Restorasi logam-keramik telah berhasil digunakan untuk mahkota dan jembatan

multiunit (multiunit bridge) selama 30 tahun. Restorasi ini digunakan lebih dari 60

persen pada kasus restorasi mahkota dan jembatan (Anusavice, 2003 ).

Porcelain dan logam campur yang digunakan dalam restorasi ini harus

memenuhi syarat-syarat, antara lain:

10
1. porselen dan logam harus membentuk ikatan kuat (beberapa kegagalan

disebabkan karena ikatan yang kurang adekuat)

2. porselen fusi pada suhu leleh yang lebih rendah dari suhu leleh logam.

Logam tidak boleh leleh pada suhu fusi porselen.

3. porselen dan logam harus memiliki koefisien ekspansi termal yang

sesuai, sehingga porselen tidak akan pecah atau terlepas dari alloy saat

proses pendinginan.

4. Logam harus mempunyai modulus elastisitas yang tinggi sehingga

dapat menyalurkan tegangan yang baik dari porselen.( Chandra S., et

al., 2007 ).

Gambar 5 . Porcelain fused to metal

2.5 Gigi Tiruan Jembatan

2.5.1 Definisi Gigi Tiruan Jembatan

Gigi tiruan cekat jembatan adalah gigi tiruan sebagian yang direkatkan dengan
semen secara permanen pada satu atau beberapa gigi penyangga yang telah
dipersiapkan untuk menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.

Gigi Tiruan Jembatan merupakan gigi tiruan yang menggantikan satu atau
beberapa gigi yang hilang, yang terbatas dan tertentu, dilekatkan secara permanen

11
pada gigi asli atau akar gigi asli yang merupakan pendukung utama dengan semen
serta didukung sepenuhnya oleh satu atau lebih gigi penyangga.

2.5.2 Tujuan Gigi Tiruan Jembatan

Tujuan utama perawatan gigi geligi dengan GTC adalah mempertahankan dan
memelihara kesehatan gigi geligi yang masih ada beserta seluruh sistem pengunyahan
supaya dapat berfungsi dengan baik dan tetap sehat. Oleh karena itu, agar suatu GTC
dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama di dalam mulut, maka pemeliharaan
jaringan periodontal harus dilakukan agar gigi alami yang digunakan sebagai gigi
penyangga juga dapat dipertahankan.

2.5.3 Kegunaan Pemakaian Gigi Tiruan Jembatan

a. Memperbaiki penampilan
Pada pasien dengan kehilangan gigi, terutama gigi anterior, tentu saja
penampuilan haru diperhatikan.
b. Kemampuan mengunyah
Banyak pasien tidak bisa makan dengan baik karena banyaknya gigi
yang hilang.
c. Stabilitas Oklusal
Stabilitas oklusal dapat hilang karena adanya gigi yang hilang.
Kehilangan gigi dapat menyebabkan gigi disekitarnya ekstrusi, migrasi dan
merusak stabilitas oklusi pasien.
d. Memperbaiki pengucapan
Kehilangan gigi insisivus atas dapat menganggu pengucapan seseorang.
e. Sebagai splinting periodontal
Kehilangan gigi dapat menyebabkan gigi tetangganya goyang, jadi gigi
tiruan jembatan dapat berfungsi juga sebagai splinting.
f. Membuat pasien merasa sempurna.
Pasien percaya jika penggunaan gigi tiruan dapat memberikan banyak
keuntungan terhadap kesehatannya secara umum.

12
2.5.4 Macam-Macam Desain Gigi Tiruan Jembatan

Macam Gigi Tiruan Jembatan (Bridge Designs):

1. Fixed-fixed bridge
Pontik kaku terhubung ke abutment di kedua sisi. Desain ini
memberikan kekuatan yang diinginkan dan stabilitas untuk prostesis.
Fixed-fixed bridge harus memiliki semua permukaan oklusal gigi abutment
dilindungi oleh retainer.

Suatu gigi tiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi
oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang
terhubung dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari
gigi yang hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk
menggantikan gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa
gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed
bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga
yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Seperti pada
gambar 1, Fixed-fixed bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi
insisivus sentralis (Sakshi Madhok dan Saksham Madhok. 2014).

Gambar 1. Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus II (Sumber: PPT drg.
Okmes fadriyanti,Sp.Pros)

13
2. Fixed Movable bridge
Bentuk jembatan menggabungkan pendistribusian gaya perangkat
yang memungkinkan gerakan terbatas pada salah satu sendi antara pontik dan
retainer. Akhirnya fixed bridge memiliki konektor yang kaku pada distal
pontik. Retainer utama yang harus menutupi permukaan oklusal seluruh gigi.
Retainer membawa sendi bergerak dikenal sebagai retainer kecil dan tidak
diperlukan untuk memiliki cakupan oklusal penuh. Sebuah retainer kecil dapat
sekecil kelas II atau kelas III inlay. Desain ini ditunjukkan dalam dermaga
abutment dan dalam kasus-kasus non - abutment paralel. Hal ini
kontraindikasi jika abutment mobile atau jika posterior abutment menentang
ruang edentulous atau gigi tiruan sebagian lepasan.

Gambar 2. Gambaran fixed movable bridge

3. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau
lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi
beban oklusal dari gigitiruan

14
Sebuah desain yang sangat konservatif setelah pontik kaku terhubung
ke retainer di salah satu ujung saja. Pontik dimuat di oklusal gigi penyangga
yang berdekatan cenderung bertindak sebagai titik tumpu dengan
kecenderungan mengangkat pada retainer terjauh. Untuk meminimalkan efek
leverag / pengangkatan, pontik harus dijaga sekecil mungkin. Pontik harus
memiliki tinggi maksimum occlusogingival untuk memastikan prostesis kaku.
Untuk meminimalkan leverage yang dikenakan pada abutment, dan jembatan
tidak digunakan di mana tekanan oklusal pada pontik akan berat. Jika akar
abutment jembatan kantilever pendek atau ramping, rotasi sumbu panjang
dapat terjadi. Hal ini dapat dicegah dengan mendesain ulang pontik untuk
memberikan beberapa derajat untuk menutup sisi proksimal gigi.

Gambar 3. Gambaran cantilever bridge (Sumber: PPT drg. Okmes fadriyanti,Sp.Pros)

4. Spring Cantilever
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke
gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung
ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi
penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar
mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis
gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan

15
satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang
hilang.
Spring cantilever merupakan sebuah pontic didukung pada jarak
tertentu dari retainer. Jenis jembatan kantilever. Retensi yang kuat diperlukan
untuk semua jembatan kantilever dan penyangga ganda biasanya diperlukan.
Retensi spring bridge diuji ketika gaya yang diberikan ke arah apicoincisal
seperti yang terlihat pada saat menggigit makanan lengket, retainer
mengalami tegangan merugikan. Untuk menghindari hal ini, dua gigi yang
berdekatan digunakan bersama-sama untuk memberikan kekuatan tambahan.
Desain jembatan ini digunakan saat mengganti anteriors dengan diastema atau
dalam kasus yang ada dirawat secara endodontik gigi posterior. Desain ini
tidak bisa digunakan di mandibula karena kekurangan kekuatan jaringan
penyangga (Sakshi Madhok dan Saksham Madhok. 2014).

Gambar 4. Gambaran spring cantilever bridge (Sumber: Barclay CW,


Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham:
Churchill livingstone; 2001.p. 122)

5. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat
dan bersatu menjadi suatu kesatuan.

16
6. Minimal preparation (Gigitiruan Jembatan adesif)
Seiring dengan berkembangnya bahan, utamanya semen adesif, maka
dikembangkan pula gigitiruan jembatan adesif. Gigitiruan adesif ini juga
terdiri dari satu pontik dan dua retainer, dengan retainer berupa sayap yang
berjalan dari proksimal pontik dan lingual/palatal. Cara insersinya tidak
menggunakan zinc phosphate cement, namun menggunakan resin adesif.
Gigitiruan jembatan adesif ini terdiri atas dua macam yaitu gigitiruan
jembatan yaitu Rochette dan Maryland.
Gigitiruan jembatan Maryland (Rochette bridge) adalah suatu
gigitiruan cekat yang retainernya berupa sayap dari logam yang dietsa dengan
asam dan dilekatkan dengan menggunakan resin komposit pada gigi
penyangga yang telah dietsa. Preparasinya hanya meliputi daerah proksimal
dan lingual dengan pengambilan jaringan email yang sedikit.
Gigitiruan jembatan Maryland dapat digunakan untuk restorasi gigi
anterior maupun posterior. Dalam memilih perawatan yang akan digunakan
harus dipertimbangkan keadaan email, jaringan periodontal dan morfologi
gigi penyangga.

17
KETERANGAN:

A. GTJ Rochette
B. GTJ Maryland

(Sumber: Dale GB. Esthetic


dentistry: Adhesive resin
bonded cast restorations.
Philadhelphia: Lea & Febiger;
1993.p.154-6)

2.5.5 Komponen-Komponen Gigi Tiruan Jembatan

No Bagian GTJ Keterangan

1. Retainer - Menghubungkan GT dengan gigi penyangga.


- Fungsi: (1) Memegang/menahan (to retain) supaya
gigi tiruan tetap stabil di tempatnya. (2) menyalurkan
beban kunyah (dari gigi yang diganti) ke gigi
penyangga.
- Macam:
a. Ekstrakorona: yaitu retainer yang meliputi
bagian luar mahkota gigi, dapat berupa FVC (full
Veneer Crown Retainer) dan PVC (Partial Veneer
Crown).

-FVC (full Veneer Crown Retainer)

18
Indikasi:
Tekanan kunyah normal/besar
Gigi-gigi penyangga yang pendek
Intermediate abutment pasca perawatan
periodontal
Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun
panjang

Keuntungan:
Indikasi luas
Memberikan retensi dan resistensi yg terbaik
Memberikan efek splinting yg terbaik
Kerugian:
Jaringan gigi yg diasah lebih banyak
Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari
all metal)

-PVC (Partial Veneer Crown Retainer)


Indikasi:
Gigi tiruan jembatan yang pendek
Tekanan kunyah ringan/normal
Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
Salah satu gigi penyangga miring

19
Keuntungan:
Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
Estetis lebih baik daripada FVC retainer
Kerugian:
Indikasi terbatas
Kesejajaran preparasi antar gigi penyangga sulit
Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
kurang
Pembuatannya sulit (dlm hal ketepatan)

b. Intrakorona
Yaitu retainer yang meliputi bagian dalam
mahkota gigi penyangga.
-Bentuk: onlay dan inlay
-Indikasi:
Gigi tiruan jembatan yang pendek
Tekanan kunyah ringan atau normal
Gigi penyangga dengan karies kelas II yang besar
Gigi penyangga mempunyai bentuk/besar yang
normal
-Keuntungan:
Jaringan gigi yang diasah sedikit
Preparasi lebih mudah
Estetis cukup baik

20
-Kerugian:
Indikasi terbatas
Kemampuan dlm hal retensi resistensi kurang
Mudah lepas/patah

c. Dowel Crown (harus diberi tambahan abutment)


Adalah retainer yang meliputi saluran akar gigi,
dengan sedikit atau tanpa jaringan mahkota gigi
dengan syarat tidak sebagai retainer yang berdiri
sendiri.
-Indikasi:
Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan
syaraf
Gigi tiruan pendek
Tekanan kunyah ringan
Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
-Keuntungan:
Estetis baik
Posisi dapat disesuaikan
-Kerugian: sering terjadi fraktur akar

21
2. Konektor - Menghubungkan pontik dengan retainer.
- Macam:
a. Rigid: Kaku, tidak bergerak, efek splinting.
b. Non-rigid: Ada pergerakan terbatas, menurunnya
efek ungkit.

Konektor Non-rigid:
- Key mesial pontik.
- Keyway sisi distal abutment.

3. Pontik - Menggantikan gigi yang hilang.


- Macam:
a. Tidak berkontak dengan mukosa residual ridge
(sanitary).
1. Sanitary moderate.
Resorbsi besar serviko-oklusal > normal.

22
2. Sanitary radical.
Serviko-oklusal pendek.
Indikasi: gigi posterior rahang bawah, todak
perlu estetis, OH buruk (karena tipe pontik ini
memberikan efek self cleansing terbaik)..

b. Berkontak dengan mukosa.


Efeknya lebih baik dari sanitary.
1. Saddle.
Seluruh permukaan ridge tertutup, estetis
baik karena seperti gigi asli tapi tidak ada efek
cleansing.
2. Ridge lap.
permukaan ridge tertutup.
Indikasi: serviko-oklusal < normal.
Efek self cleansing > sanddle.
3. Modifikasi ridge lap.
Prinsip ridge lap, tapi ada jarak 3 mm dari
puncak ridge ke dasar pontik efeknya self
cleansing baik.
Indikasi: jarak serviko-oklusal min 5 mm.
4. Conical.
Indikasi: - Bentuk ridge tapering (ex: anterior
RB).
- Sebagai GTJ sementara.
5. Ovate.
- -Masuk ke soket yang sudah sembuh.
- -Estetis baik dan makanan tidak mudah
terjebak.

23
- -Membentuk ridge dengan GTJ sementara
yang masuk ke soket gigi pasca pencabutan
sedalam kedalaman soket (lebih kurang 1
bulan).
c. Berdasarkan bahan

Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat


diklasifikasikan atas:

1) 1. Pontik logam

Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya


terdiri dari alloy, yang setara dengan alloy emas tipe
III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup
sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk
(deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik logam
biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang kurang
mementingkan faktor estetis, namun lebih mementingkan
faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan
posterior.

2) Pontik porselen

Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam


sedangkan seluruh permukaannya dilapisi dengan porselen.
Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior
dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen
mudah beradaptasi dengan gingival dan memberikan nilai
estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.

3) Pontik akrilik

Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai

24
bahan resin akrilik. Dibandingkan dengan pontik lainnya,
pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga
membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu
menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya
diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya
sebagai bahan pelapis estetis saja.

4) Kombinasi Logam dan Porselen

Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana


logam akan memberikan kekuatan sedangkan porselen pada
jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada bagian
labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik
lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature porselen). Tidak
berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat
keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama
dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian
labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan
logam ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat
digunakan pada jembatan anterior maupun posterior.

5) Kombinasi Logam dan Akrilik

Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi


sebagai bahan estetika sedangkan logam yang memberi
kekuatan dan dianggap lebih dapat diterima oleh gingival
sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang
menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerah
labial/bukal dilapisi dengan akrilik.

25
4. Gigi - Meneruskan beban kunyah ke jaringan perio.
Abutment - Macam: - Single abutment.
- Doble abutment.
- Multiple abutment.
- Terminal abutment di ujung diastema.
- Intermediate abutment (pier abutment)
di antara 2 diastema.
- Splinted abutment 2 abutment di satu
sisi diastema.
- Double splinted abutment 2 abutment
di kedua sisi diastema.

2.6 Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih Gigi tiruan jembatan

Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe


protesa yang tepat. Faktor-faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis,
keadaan periodontal, estetis, faktor financial, dan juga keinginan pasien.

a. Faktor Biomekanis

Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang mendukung


dapat dipelihara pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat dengan sedemikian
rupa sehingga tidak mudah terjadinya pengumpulan plaque yaitu dengan cara
dipolished. Selain itu, restorasi harus biokompatibel dan tidak mudah mengalami
korosi.

Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi tanpa


membahayakan pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi untuk
menyediakan kekuatan restorasi. Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya

26
dipreparasi untuk menyediakan retensi yang adekuat untuk retainer, sehingga
mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk diketahui bahwa gigi tiruan harus
cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah, dan mengalami distorsi.

b. Keadaan Periodontal

Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan
periodontal. Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan
perawatan saluran akar, aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang, posisi
dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis gigi
normal, mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat.

c. Estetis

Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan


Jembatan. Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari.
Pontik sebaiknya menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta memiliki
susunan dan karakteristik yang tepat.

d. Faktor Finansial

Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat


pengetahuan mereka terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga
mereka cenderung menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya relative murah
dibandingkan dengan gigi tiruan cekat. Mereka beranggapan bahwa fungsi mastikasi
merupakan hal yang utama untuk penggantian gigi yang hilang.

2.7 Preparasi Gigi Penyangga

Sebelum perawatan dimuali, perlu diketahui dengan pasti dahulu bahwa pulpa
masih hidup/ vital dan tidak terdapat tanda radiografik penyakit pulpa. Operator harus
memiliki model studi yang dibuat dari cetakan pasien pada kunjungan terdahulu
sehingga dapat memeriksa oklusinya dan memeberi panduan bagi bentuk gigi selama
pembentukan mahkotanya(ford,1993)

27
2.7.1 Prinsip Preparasi

Sebelum melakukan preparasi, prinsip biologis, mekanik dan estetik harus


dipahami. Prinsip biologis meliputi penempatan batas tepi preparasi dan penjangga
kesehatan pulpa. Prinsip mekanik meliputi restensi dan resistensi, bentuk batas tepi
preparasi dan keutuhan batas tepi. Prinsip estetik diperlukan agar peralihan warna
antara batas tepi preparasi dengan tepi restorasi tidak tampak.

Penempatan batas tepi preparasi merupakan parameter biologis yang paling


penting untuk kesehatan gingiva dan memudahkan pengontrolan kebersihannya
sehingga restorasi dapat bertahan lama. Klasifikasi penempatan batas tepi preparasi
berdasarkan tinggi free gingival margin adalah supragingival margin,yaitu batas tepi
preparasi terletak di atas free gingival margin, equigingival margin,yaitu batas tepi
preparasi setinggi free gingival margin dan subragingival margin, yaitu batas tepi
preparasi terletak dibawah free gingival margin.

2.7.2. Alat Preparasi

Alat-alat yang digunakan untuk preparasi gigi penyangga adalah:

a. Contra angle handpiece


b. Flat end tapered bur : preparasi bagian insisal & labial.
c. Long needle bur : preparasi bagian proximal mesial & distal
d. Round end tapered bur : preparasi bagian insisal & labial.
e. Flame bur : preparasi bagian lingual/palatal atau bagian cekung.
2.7.3 Tahap Preparasi

1. Gigi anterior
Pembuatan groove labial dan insisal menggunakan flat end tapered bur.

28
Preparasi permukaan insisal dan labial menggunakan flat end tapered bur.

Preparasi permukaa proximal mesial dan distal menggunakan long needle


bur.

Preparasi permukaan palatal menggunakan flame bur.

Preparasi bagian sevikal menggunakan flat end tapered bur dengan


akhiran sevikal ialah shoulder.

29
Hasil preparasi anterior

2. Gigi posterior
Permukaan groove oklusal menggunakan round end tapered bur.

Preprasi permukaan oklusal dan bukal menggunakan round end tapered


bur.

30
Preparasi permukaan proximal mesial dan distal menggunakan long
needle bur.

Preparasi permukaan lingual menggunakan flame bur.

Preparasi bagian sevikal menggunakan round end tapered bur dengan


akhiran sevikal ialah chamfer.

31
Hasil preparasi posterior

Standar preparasi

2.8. Retraksi Gingiva

2.8.1 Pengertian

Retraksi gingiva adalah usaha pendorongan gingiva ke arah lateral dengan


maksud agar tepi akhir preparasi gigi dapat tercetak dengan baik. Pendorongan
gingiva ini bersifat reversible dan secra umum masa relaps terjadi dalam jangka
waktu 24-48 jam. Retraksi gingiva merupakan salah satu faktor yang terpenting untuk
mendapatkan cetakan tepi akhir oreparasi gigi yang akurat.

Retraksi gingiva dilakukan pada gingiva yang sehat tanpa adanya inflamasi.
Kedalaman sulkus gingiva norma bervariasi antara 2,0-3,0 mm, untuk melakukan
retraksi gingiva kita harus mengetahui pembagian gingiva yaitu free gingiva atau
gingiva bebas yang tidak melekat ke permukaan gigi dan membentuk dinding

32
jaringan lunak dari sulkus gingiva, attached gingiva atau gingiva cekat yang
merupakan lanjutan gingiva brbas ke arah apikal dan gingiva interdental yang
mengisi embrasur gingiva yaitu interproksimal di bawah area kontak gigi

2.8.2 Teknik Retraksi Gingiva

a. Secara khemis dan mekanis

Teknik ini merupakan gabungan dari cara khemis dan mekanis yaitu dengan
menggunakan benang yang mengandung bahan kimia dan menggunakan mahkota
sementara. Bahan kimia yang dipakai adalah adrenalin, garam aluminium, tawas,
asam tannik 20%, epinephrin 8% dan zink khlirida 8%.

Teknik retraksi gingiva khemis dan mekasnis yaitu:

1. Tentukan batas preparasi subgingiva dan keadaan gingiva, karena faktor-faktor


ini menentukan ketebalan benang yang digunakan dan penempatan benangnya.
2. Pengeringan daerah kerja dari saliva dan darah dengan penyedot saliva dan
gulungan kapas.
3. Gunting benang yang cukup panjang untuk diletakkan melingkar preparasi gigi.
Dengan Ash 6 ujung benang dijepit dahulu antara preparasi bagian distal dan
papil, kemudian tepat melewati batas preparasi didorong ke sulkus. Selanjutnya
benang bagian lingual, bukal dan mesial sitekan ke dalam sulkus dengan
hati-hati sehingga sulkus terbuka dengan baik, tanpa menggangu perlekatan
gingiva.
4. Mahkota sementara dipasang pada gigi yang dipreparasi sehingga benang
tertahan dalam sulkus.
b.Secara khemis

Retraksi gingiva dengan bahan kimia yang sesuai merupakan teknik yang sangat
efisien dan efektif. Bahan kimia yang digunakan adalah epinephrine 0,1%, epinephrin
8%, tawas, zink khlorida 8%, zink khlorida 4% dan garam aluminium.

33
Teknik retraksi gingiva secara khemis yaitu:

1. Gigi yang dipreparasi diisolasi dengan gulungan kapas dan daerah kerja
dikeringkan dengan kapas desertai dengan penyemprotan udara hangat
perlahan-lahan.
2. Benang kapas yang dipintal yang sudah disiapakan dipotong sesuai ukurannya
dan direndam dalam larutan epineptrin8% atau larutan kimia lain.
3. Benang kapas yang dipintal kemudian dililitkan sekeliling batas servikal
preparasi diantara gigi dan gingiva.
4. Ujung instrumen yang tumpul digunakan untuk mendorong benang ke dalm
sulkus gingiva.
5. Setelah 5 sampai 10 menit benang diambil dam terlihat ruang antara gingiva
dan tepi akhir preparasi.

c.Secara mekanis
Retraksi gingiva secara mekanis harus dilakukan dengan hati-hati untuk
mengurangi trauma. Retraksi gingiva secra mekanis dilakukan dengan menggunakan
mahkota sementara yang dipakai pada kasus yang sedang dikerjakan.

Teknik retraksi gingiva secara mekanis yaitu:

1. Mahkota sementara yang terbuat dari logam (aluminium) atau akrilik dilepas
dari gigi yang dipreparasi.
2. Gigi yang dipreparasi diisolasi dengan gulungan kaps dan daerah kerja
dikeringkan.
3. Pinggiran servikal dari mahkota dilapisi dengan gutta-perca yang telah
dilunakkan dan untuk menjamin perlekan yang baik, mahkota harus kering.
4. Mahkita sementara dipasang kembali pada gigi yang dipreparasi dan ditekan
masuk, gutta-perca yang masih lunak akan mengalir keluar dan mendorong
gingiva ke samping.

34
5. Mahkota dilepas kembali dan dengan alat yang panas pinggiran gutta-perca
yang sudah mengeras diratakan.
6. Kemuadian mahkota dipasang kembali sehingga pada servik gigi terdorong ke
samping, tepi tidak sampai warna pucat. Hal ini penting karena pendorongan
yang terlampau luas hingga gingiva memucat dapat menyebabkan gingiva tidak
kembali lagi ke posisi semula bahkan dapat mengakibatkan nekrose gingiva.
7. Mahkota sementara dipasang selama paling sedikit 12 jam denagan
menggunakan seman fletcher atau semen zink oksud eufenol.

d.Secara bedah

Retraksi gingiva secara bedah adalah suatu prosedur pengambilan jaringan


gingiva atau lapisan tipis jaringan gingiva pada sulkus gingiva di sekeliling kavitas
margin dengan menggunakan elektroda-elektroda dari dental elektrosurgery.

Retraksi gingiva secara bedah diindikasikan pada jaringan gingiva yang


patologis atau terinflamasi seperti hipertrofi gingiva

2.9 Pencetakan

2.9.1. Pencetakan awal

Bahan ini tidak dapat dipakai labih dari satu kali setelah dipakai. Digunakan
untuk model diagnostik. Contoh : Alginate.

Teknik mencetak yaitu :

1. Ukur perbandingan powder (bahan cetak alginat) dan liquid (air)


menggunakan sendok takar dan gelas ukur sesuai dengan takaran pabrik
sehingga sesuai untuk ukuran rahang yang akan dicetak.
2. Tuangkan air ke dalam mangkuk karet terlebih dahulu lalu campur
dengan bahan cetak alginate untuk menghindari terjebaknya
gelembung-gelembung udara dalam adonan bahan cetak.

35
3. Aduk bahan cetak dan air dengan gerakan angka 8 sambil adonan
diletakan ke tepian mangkuk karet hingga adonan terlihat homogen.
4. Aplikasikan adonan ke dalam sednok cetak RA/RB.

2.9.2 Pencetakan akhir

Bahan cetak terakhir menggunakan elastomer imperssion material. Menurt


viskositasnya menggunakan putty dan light body.

Teknik one stage


1. Ambil light body dan putty dengan perbandingan base dan katalis 1:1,
letakkan light body pada glass slab.
2. Aduk light body dan putty secara bersamaa hingga homogen, untuk
pengadukan putty menggunakan tangan tandpa handscone.
3. Letakkan putty pada sendok cetak, sedangkan light body diletkkan pada
gigi paseien kemudian mesukkan sendok cetak ke dalam mulut pasein.
Teknik two stage
1. Ambil putty dengan perbandingan base dan katalis 1:1, kemudian aduk
hingga homogen menggunakan tangan tanpa handscone.
2. Setelah homogen letakkan patty pada sendok cetak kemudian dimasukkan
ke dalam mulut.
3. Ambil light body dengan perbandingan base dan katalis 1:1 letakkan di
glass slab kemudian aduk hingga homogen, letakkan light body pada gigi
pasien dan masukkan sendok cetak yang tadi ke dalam mulut pasien lagi.

29.3 Pengecoran
Gips yang digunakan ialah Gips tipe III (Gips Stone). Gips stone disebut
kalsium sulfat alpha hemihidrat. Gips ini mempunyai partikel kecil dan regularserta
reaksinya bersifat eksotermis. Gips stone digunakan untuk model kerja pembuatan
gigi tiruan, model kerja inlay, die mahkota, dan penggikatan invesmen. Gips ini
bersifat lebih kuat, kurang porus, dan lebih keras dibandingkan gips plaster.

36
Teknik pengecoran:

1. Perbandingan bubuk dan air disiapkan sesuai dengan aturan dari pabrik.
2. Masukkan air terlebih dahulu ke dalam bowl, kamudian masukkan bubuk
gips lalu aduk hingga homogen menggunkan spatula.
3. Setelah gips homogen tuangkan ke dalam cetakan gigi dan tunggu hingga
ekspansi thermos sudah berakhir.
4. Buka cetakan dengan menggunakan air mengalir.

2.9.4 Pemeriksaan Cetakan.


Suatu cetakan yang baik harus meliputi bagian bagian detil berikut ini
1. Gigi pendukung : Semua detailnya harus terlihat, batas ginggiva dengan
baik harus bisa dibedakan , begitu pula dengan preparasi sandaran.
2. Daerah linggir, semua bagian linggir dan jaringan lunak yang dibutuhkan
untuk desain geligi tiruan harus tercetak dengan baik.
3. Perlekatan otot bagian tepi cetakan yang merupakan batas antara mukosa
beeergerak dan tidak bergerak harus bulat, kecuali pada daerah frenulum.
4. Batas cetakan
RA: bagian posterior meliputi fovea palatina dan ah line , sedang bagian
lateral meliputi Hamular Notch
RB: Bagian Posterior meliputi Retromolar Pad: lateral sampai eksternal
oblique ridge dan frenulum bukaliss, sedang bagian lingual seluruh linger
sampai dasar mulut , bila jaringan dalam keadaan rileks.
5. Detail fisik lainnya:
Pada permukaan cetakan tidak boleh ada gelembung udara ,
lipatan atau robekan. Bagian sendok cetak tidak boleh terlihat.
Terlihatnya sendok menunjukan penempatan sendo tidak tepat,
karena penekanan berlebihan, posisi sendok tidak tepat atau
kesalahan preparasi stop.

37
Bila digunakan wax atau imresion compound untuk koreksi
sendok, bahan ini tidak boleh mengisi bahan yang pentig dan tak
boleh terlihat setelah pencetakan.
Bahan cetak harus didukung sendok dan tak boleh lepas dari
sendok.
Bahan cetak yang ada pada sendok harus merupakan satu
kesatuan.

2.9.4 Faktor Pengaruh Ketidak Tepatan Model


Ada beberapa faktor, yaitu:
6. Persiapan Umum, umpamanya permukaan gigi tidak di poles adanya
lapisan eksudat dipermukaan palatum, karena pasien tidak kumur. Ukuran
sendok cetak tidak sesuai mempengaruhi bahan tidak baik. Posisi penderita
yang salah dapat menyebabkan bahan cetak mengalir keluar sendok,
sehingga tak semua jaringan mulut tercetak. (Haryanto et.al.,2013)
7. Persiapan bahan cetak, seperti suhu, rasio waktu pengadukan dan
pengisian bahan ke sendok cetak. Pemanasan yang tak tepat dapat
menyebabkan impression compound kaku dan lembek. Bila hal ini
mengenai alginat , suhu air mempengaruhi pengerasan. Rasio bubuk dan
cairan mempengaruhi hasil adonan alginae. Dalam segi pengisian bahan
cetak kedal sendok, kesalahn juga dapat terjadi karena bahan cetak tak
terkunci ada gelembung udara terjebak pada waktu pengisian bahan.
(Haryanto et.al.,2013)
8. Pemasukan dan pengeluaran sendok, bahan cetak terlalu tipis
menyebabkan cetakan mudah robek dan berubah bentuk. Sedangkan
terjebaknya cairan atau gelembung menyebabkan porus. Bahan cetak yang
terlalu banyak menyebabkan pengeluaran pada rahang atas akan
menyebabkan bahan mengalir kebelakang. Selanjutnya kurang baiknya
fiksasi sendok, atau pasien batuk, bergerak, muntah atau melakukan
gerakan menelan akan menyebabkan steres internal pada alginate.

38
Akhirnya pengeluaran sendok cetak terlalu cepat padahal alginate belum
mengeras akan merusak hasil cetakan. (Haryanto et.al.,2013)
9. Cetakan sudah keluar dari mulut, dibiarkan terlalu lama sehingga cetakan
alginate mengalami dehidrasi atau terlalu lama direndam dalam
air(Haryanto et.al.,2013)

39
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 KASUS
Bintang mahasiswa coass akan mengerjakan pasien perempuan usia 40 tahun

untuk pembuatan GTC pada gigi depan dan belakang. Pemeriksaan intra oral gigi 21

46 missing, kondisi gigi sisa normal. Bintang menjelaskan pada pasien akan

membuatkan GTC pada anterior dengan porcelain dan gigi posterior dengan porcelain

fused to metal. Pada kunjungan pertama setelah pemeriksaan dilakukan pencetakan

awal untuk menganalisis model kemudian Mentari melanjutkan ke tahap preparasi

gigi penyangga dengan menyiapkan alat-alat untuk dapat melaksanakan prinsip

preparasi. Bintang menunjukkan ke pembimbing hasil preparasi bagian servikal dan

diintruksikan untuk mencetak kembali hasil preparasi. Baru dilanjutkan retraksi

gingiva dan pencetakan akhir untuk pembuatan gigi tiruan di laboratorium.

3.1.1 TERMINOLOGI

1. Preparasi : Merupakan pembungan jaringan karies dan jaringan yang

telah lemah dari gigi dan membentuk gigi yang masih sehat sedemikian

rupa sehingga dapat menerima restorasi permanen atau sementara.

2. Retraksi gingiva : adalah usaha pendorongan gingiva gigi penyangga ke

arah lateral dengan maksud agar tepi akhir preparasi gigi dapat tercetak

dengan baik.

3. GTC : adalah Gigi Tiruan yang berkaitan dengan penggantian geligi yang

hilang dan tidak dapat dilepas oleh pasiennya sendiri maupun dokter gigi

40
karena dipasangkan secara permanen pada gigi asli yang merupakan

pendukung utama dari restorasi.

3.2 Pemeriksaan yang Dilakukan oleh Dokter Gigi Terhadap Kasus

3.2.1 Pemeriksaan Subjektif

Meliputi:

1. Pengisian kartu status


Nama pasien :-
Usia : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat :-
2. Anamnesa
Keluhan utama : Ingin dibuatkan gigitiruan cekat pada gigi depan dan
belakang.
Keluhan tambahan : -
Riwayat medic :-
Riwayat dental :-
Riwayat keluarga : -
Riwayat sosial :-

3.2.2 Pemeriksaan Objektif

Pada kasus diatas dari pemeriksaan intraoral didapatkan:


1. Gigi 21 missing.
2. Gigi 46 missing.
3. Sisa gigi yang lain normal

Pada pemeriksaan ekstraoral :-

41
3.2.3 Pemeriksaan Penunjang: RO Foto

3.3 Diagnosa Kasus

Untuk mendapatkan suatu diagnosis maka dilakukan prosedur diagnosa:


1. Pengambilan dan pencatatan riwayat pasien (pengumpulan data berupa
anamnesa).
2. Pemeriksaan pasien baik fisik maupun labor.
3. Penilaian riwayat dan hasil pemeriksaan (menentukan diagnosa).
4. Mengevaluasi resiko medis pasien yang dirawat (prognosis).

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap kasus diatas didapatkan


diagnosis bahwa:
1. Gigi 21
Diagnosa: Missing teeth
2. Gigi 46
Diagnosa: Missing teeth

3.4 Rencana Perawatan yang Dilakukan oleh Dokter Gigi pada Kasus

a. Untuk gigi 21 yang missing perawatan yang diberikan adalah pemasangan


bridge atau gigi tiruan jembatan dengan jenis cantilever bridge. Perawatan ini
dipilih karena ada 1 gigi anterior yang missing, dimana salah satu indikasi dari
penggunaan gigi tiruan jembatan jenis cantilever bridge adalah kehilangan
gigi geligi asli, serta didukung sepenuhnya oleh satu atau beberapa gigi, akar
gigi atau implant yang telah dipersiapkan. Cantilever bridge merupakan
sebuah desain yang sangat konservatif setelah pontik kaku terhubung ke
retainer di salah satu ujung saja.
Jenis Bridge : Cantilever bridge
Jenis Pontik : Ovaid
Jenis Retainer : 21 ekstrakorona

42
Abutment : gigi 21
Jumlah Abutment : 1 (terminal)
Jenis Konektor : Rigid dan non rigid
Jumlah konektor :1
Bahan : Porcelain

b. Untuk gigi 46 yang missing perawatan yang diberikan adalah pemasangan


bridge atau gigi tiruan jembatan dengan jenis fixed fixed bridge. Perawatan ini
dipilih karena ada 1 gigi posterior yang missing, dimana salah satu indikasi dari
penggunaan gigi tiruan jembatan adalah kehilangan gigi geligi asli, serta
didukung sepenuhnya oleh satu atau beberapa gigi, akar gigi atau implant yang
telah dipersiapkan. Adapun desain yang dipilih fixed fixed bridge dengan
indikasi dari perawatan yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi
penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang.
Jenis Bridge : Fixed fixed bridge
Jenis Pontik : Ridge lap
Jenis Retainer : 45Ekstrakorona, 47Ekstra korona
Abutment : gigi 45 dan 47
Jumlah Abutment : 2 (terminal)
Jenis Konektor : rigid
Bahan : Metal keramik
3.5 Persiapan Preparasi

Cara preparasi pada gigi anterior

1. Untuk mendapatkan prinsip biologis kita harus menentukan kedalaman


preparasi
Pada bagian Insisal : 1,5 2,0 mm
Pada bagian tengah : 1,5 mm
Pada bagian ginggiva margin : 0,8-1mm

43
Kemudian buatlah aluran panduan (groove) untuk menentukan bentuk
preparasi pada bagian labial dan insisal.

2. Pengurangan pada permukaan insisal, dengan kedalaman 1,5 mm-2,0 mm


3. Pengurangan pada permukaan labial dilakukan secara bertahap yaitu
dengan cara ambil bagian tengah dan tarik kedistal atau kemesial dengan
menggunakan roundedtapered bur. Bur dipakai dengan menggunakan air
agar tidak menimbulkan panas.
4. Pengurangan pada permukaan proksimal ,kita menggunakan long nedleend
bur. Kita menggunakan mata bur paling kecil agar tidak mengenai gigi
tetangga.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam preparasi bagian proksimal adalah:
Bentuk preparasi ,harus membentuk kemiringan 6 drajat dan
berbentuk konus ( trapesium) yang membesar kearah servikal
dengan insisal tipis setelah dipreparasi.
Mata bur, Mata bur yang digunakan harus yang kasar dan pada saat
preparasi, arah preparasi harus satu arah.
Leas permukaan, apabila luas permukaan besar maka kekuatan atau
retensi akan lebih besar juga.
5. Preprasi pada permukaan palatal, permukaan pada palatal ada yang
cembung dan ada yang cekung. Alat yang digunakan untuk preparasi
bagian palatal yang cekung adalah elips end bur, sedangkan cembung
adalah taperedend bur.
6. Finishing pada tahap ini kita akan membentuk servik line/ finishing line
yaitu dengan mengumpulkan sudut preparasi. Dari kasus yang diberikan
kita menggunakan servikline shoulder yaitu berbentuk datar atau bahu
karena indikasi untuk gigi anterio dan posterior.

Preparasi pada gigi posterior :

1. Outline untuk alur panduan (guiding groves)

44
Membuat outline pada gigi molar pertama.
Menggambar outline pada fosa sentral, mesial dan distal bidang
oklusal kemudian hubungkan sampai bagian sentral groove yang
meluas sampai ke distal dan mesial marginal ridge.
Menggambar outline pada developmental groove bukal dan lingual
gigi, serta pada tiap triangular ridge diawali dari puncak cups
(cuptips ) hingga kedasar cupss.
Menggambar out line untuk panduan bevel lebih kurang 1,5 mm
dari buko oklusal. Menggambar outline untuk panduan finishing
line ( chamfer ) lebih kurang 1,2 mm diatas seervikal di sekeliling
gigi.
Membuat Outline pada gigi premolar pertama
Menggambar outline pada pit fissure kemudian diteruskan sampai
ke marginal ridge
Menggambarkan outline pada developmental groovebukal dan
lingual gigi
Menggambarkan outline untuk panduan bevelt 15 mm dari
bukooklusal
Menggambarkan outline untuk panduan finishingline (chamfer)
lebih kurang 1,2 mm diatas servikal gigi.
2. Preparasi Bidang Oklusal
Bertujuan untuk menghaslkan suatu ruangan diantara gigi abutment dengan
gigi antagonisnya untuk ditempati oleh lapisan logam atau porcelen
ataupun kombinasi keduanya.
a. Membuat alur panduan untuk pengurangan bidang oklusal.
b. Pengurangan pada permukaan oklusal dilakukan secara bertahap
yaitu dengan cara ambil bagian salah satu groove atau alur panduan
dan tarik ke distal atau ke mesial dengan menggunakan
roundedtapered bur. Bur dipakai dengan menggunakan air agar
tidak menimbulkan panas.

45
c. Pengurangan pada permukaan bukal dan lingual . pengurangan
pada bagian bukal dan lingual dilakukan secara bertahap.
d. Pengurangan pada permukaan proksimal ,kita menggunakan long
nedleend bur. Kita menggunakan mata bur paling kecil agar tidak
mengenai gigi tetangga.
e. Finishing pada tahap ini kita akan membentuk servik line/ finishing
line yaitu dengan mengumpulkan sudut preparasi. Dari kasus yang
diberikan kita menggunakan servikline hamfer finishingline

Macam macam Finishingline

1. Shouderlessknifeedge/tanpa pundak
Bentuk ini biasanya dibuat pada gigi-gigi pegangan yang tipis atau pada
GTC dengan retainer yang terbuatdari bahan yang mempunyaikekuatan
tepi cukup kuat. Biasanya pada preparasi mahakota mahkota penuh,
mahkota berjendela dengan retainer terbuat dari bahan logam campur
2. Shoulder berpundak
Bentuk ini kurang baik untuk mahkota penuh dengan bahan logam sebagi
retainernya (fullcastcrown), karena disini ada kesukaran didalam
mewujudkan peertemuanyang akurat antara tepi retainer dengan tepi
pundak gigi pegangan . untuk mengatasi keadaan biasanya pada pundak
tersebut dibuat bevel. Preparasi macam ini dibuat pada gigi pegangan
dengan retainer tanpa kekuatan tepi, sehingga pada tepi retainer tersebut
mempunyai ketebalan (contoh pada resin akkrilik mahkota jeket.
3. Chamferfinishingline
Bentuk ini akan menyebabkan kekuatan yang diterima oleh gigi pilar
menjadi berkurang , sehingga mencegah terjadinya kerusakan semen
sebagai bahan perekat yang ada diantara gigi retainer dengan gigi pilar.
Biasanya untuk retainer jenis mahkota penuh (fullveneercastcrown)

46
4. Partialshoulder atau berpundak sebagian
Bentuk ini mempunyai pundak pada bagian bukal atau labial, kemudian
akan menyempit pada daerah proksimal dan akhirnya hilang sama sekali
pada daerah palatina atau lingual . maksud bentuk ini untuk memberi
ketebalan pada bagian bukal atau labial yang akan di tempati oleh resin
akrilik ataupun porcelen sebagai facing, kasus yang sering terjadi yaitu
pada gigi premolar 1 dan 2 atas atau bawah dengan retainer full metal
crown porcelain atau acrilyc resin veneer.

3.5 Perinsip Preparasi gigi penyangga

1. Biologi
Anatomi Gigi
Struktur Bangun Gigi
Mempertahankan lapisan pulpa

2. Mekanis
Menimbulkan retensi dan resistensi
3. Estetis:
Struktur luar pada gigi
Ketahanan dan kekuatan mahkota yang akan dibuat

3.6 Pemeriksaan Hasil Preparasi

Untuk paralisme dinding aksial terdiri dari :

1. Makin Paralel, akan semakin kuat


2. Pengerucutann Perparasi dinding aksial 5-6 derajat
3. Apabila sudut besar dari 6 derajat makin mudah dilepas
4. Bila sudutnya kecil dari lima maka pada waktu penyemenan semen
tidak dapat keluar
5. Pemeriksaan sudut preparasi dilihat dengan satu mata.

47
3.7 Alat dan Bahan Cetak

Alat yang dibutuhkan : Ruble bowl, Spatel, Kaca Mulut, Lecrown, Sendok
Cetak, Basis Segi Enam.

Berdasarkan Kasus Bahan yang digunakan adalah Double Impression (cetakan


Ganda), Yang terdiri dari Cetakan awal/Cetakan anatomis Dan Cetakan akhir/
Cetakan Fisiologis. Cetakan Awal yang digunakan ialah jenis elastis yaituhydrocoloid
reverrsible atau hdrocoloid irreversible.Sedangkan Untuk cetakan akhir yang
digunakan adalah jenis elastomer yaitu puty-light body karena memiliki daya alir
yang rendah atau memiliki viskositas yang lebih baik, bersifat elastis, dan lebih detail

48
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari penjelasan penggunaan gigitiruan jembatan berdasarkan kasus yang telah


dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penentuan desain gigi tiruan
jembatan yang akan dipasang tentu sangat penting demi menunjang perbaikan fungsi
dari gigi yang digantikan itu sendiri, sehingga dalam hal ini sangat dibutuhkan
pengetahuan dan kecermatan dalam memilih jenis desain dari gigi tiruan jembatan ,
bagaimana proses preparasinya dan teknik maupun bahan pembuatanyna. Sehingga
pasien dapat menghindari kerugian yang tidak diharapkan. Kita harus tahu apa saja
indikasi dan kontraindikasi serta keuntungan kerugian dari desain yang akan dibuat
sesuai dengan keadaan pasien.

4.2 Saran

Dalam prosedur pembuatan gigi tiruan jembatan, diharapkan penulis memberi


saran kepada pembaca yaitu harus memperhatikan fungsi mekanis, biologis, estetis
dari keadaan gigi tersebut sehingga tidak terjadi kegagalan dalam hasil pembuatan
gigi tiruan jembatan tersebut.

49
DAFTAR PUSTAKA

Allan DN, Foreman PC. Mahkota dan Jembatan (Crown and bridge prosthodontics
:an illustrated handbook). Alih bahasa : Djaya A. Editor : Juwono L. Jakarta :
Hiporates : 1994; p.81

Arifin M., Rahardjo W., Roselani. 2000. Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi Tiruan
Cekat (Teori dan Klinik). Departemen Prostodonsia Faklutas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia.

Barclay CW, Walmsley AD. 2001. Fixed and removable prosthodontics.


2nd ed.Tottenham: Churchill livingstone;

Haryanto, A.G dkk.2013 ilmu gigi tiruan sebagian lepasan. Jakarta: hipokerates

Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(3): 212-225

Jubhari, Eri H. Upaya Untuk Mengurangi Preparasi Gigi: Fung Shel Bridge. (Jurnal
Online :http://jdmfs.org/index.php/jdmfs/article/viewFile/134/136) diakses
Tanggal 11 April 2017

Madhok, Sakshi dan Saksham Madhok. 2014. Evolutionary Changes in Bridge


Designs. Volume 13, Issue 6 Ver. IV (Jun. 2014). IOSR Journal of Dental and
Medical Sciences (IOSR-JDMS)

Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J. 2006. Contemporary Fixed


Prosthodontics. Mosby Inc. St. Louis,

Smith B.G.N. 1998. Planning and Making Crown and Bridges. Mosby. St. Louis.
3rd ed.

Shillingburg, et al.,. 1998. Fundamentals of Fixed Prosthodontics


3rd ed. Quimtessence Publ Co.

50
Soeprapto, Andrianto. 2017. Buku Pedoman dan Tatalaksana Praktik kedokteran
Gigi, cetakan kedua. Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia

51

Anda mungkin juga menyukai