Anda di halaman 1dari 48

1

Laporan Kasus

CROUP

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Program Profesi Dokter Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT
Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh

Oleh:

Anita Purnama Sari 1507101030138


Layyina Misqa 1507101030086
Maulizahayani 1507101030081
Risa Anggia 1507101030196

Pembimbing:
Dr. Iskandar Zulkarnein, Sp.THT-KL

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas Laporan
Kasus yang berjudulCroup. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani
Kepanitraan Klinik Senior pada bagian /SMF Ilmu Kesehatan THT Fakultas
Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Banda Aceh. Penulis menyadari bahwa
penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan
bimbingan serta dukungan dari dosen pembimbing. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr. Iskandar
Zulkarnein, Sp.THT-KL yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
tugas Laporan Kasus ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan tugas
Laporan Kasus ini, namun penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan.Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak khususnya di bidang
kedokteran serta dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pihak yang
membutuhkan.

Banda Aceh, November 2017

Penulis
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................3


2.1Antomi dan Fisiologi .........................................................................3
2.2 Definisi ..............................................................................................6
2.3 Epidemiologi .....................................................................................6
2.4 Etiologi ..............................................................................................6
2.5 Klasifikasi ..........................................................................................8
2.6 Patofisiologi .....................................................................................10
2.7 Manifestasi Klinik ...........................................................................11
2.8 Diagnosis ........................................................................................11
2.3Penatalaksanaan ................................................................................13
2.10 Komplikasi ....................................................................................14
2.11 Prognosis .......................................................................................14

BAB III LAPORAN KASUS ...............................................................................15


3.1 Identitas Pasien ................................................................................15
3.2 Anamnesis .......................................................................................16
3.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................16
3.4 Follow Up ........................................................................................18
3.5Pemeriksaan Penunjang ....................................................................19
3.6Resume .............................................................................................20
3.7Diagnosis Kerja ................................................................................20
3.8Tatalaksana .......................................................................................20
3.9Prognosis ..........................................................................................20

BAB IV ANALISA KASUS .................................................................................21

BAB V KESIMPULAN .......................................................................................23


DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24
4

BAB I
PENDAHULUAN

Suatu infeksi kronik pada telinga tengah dan kavitas mastoid, dengan
discharge yang keluar berulang atau otorrhoea melalui perforasi membran
timpani. 1 Secret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Dulu kita
kenal sebagai otitis media perforata (OMP). Otitis media supuratif kronik tipe
maligna adalah OSMK yang disertai dengan kolesteatoma. OSMK ini dikenal
dengan OSMK tipe bahaya atau OSMK tipe tulang, perforasi pada OSMK tipe
bahaya letaknya marginal atau atik, kadang-kadang terdapat kolesteatoma dengan
perforasi subtotal. Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi
deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga
kolesteatoma bertambah besar. 2
Prevalensi OMSK di dunia adalah 65-330 juta jiwa, 94 % umumnya
dijumpai di negara berkembang. OMSK tipe bahaya memiliki angka kejadian
yang cukup tinggi yaitu 64% setiap tahunnya.1

OMSK merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di negara


berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi.2Tahun 1996, dari survei pada 7 provinsi di Indonesia ditemukan
insiden otitis media supuratif kronik sebesar 3% dari penduduk Indonesia yang
dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta
penderita OMSK. Kondisi ekonomi yang masih buruk, kesadaran masyarakat
akan kesehatan yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang
dilakukan menyebabkan jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang
mengingat kondisi. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka
kesakitan THT di Indonesia sekitar 38,6% dan prevalensi morbiditas tertinggi
pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan
prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2 %.3
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi
Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. Telinga tengah berbentuk kubus dengan:4
1. Batas luar : membran timpani
2. Batas depan : tuba Eustachius
3. Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
4. Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
5. Batas atas : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window)

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi membran mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani ke perilympha
telinga dalam. Cavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu
panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan,
6

ruang ini berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius dan di belakang
dengan antrum mastoideum.5
Membran timpani atau gendang telinga adalah membran fibrosa tipis yang
berwarna kelabu mutiara, berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1 cm.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani terletak miring,
menghadap ke bawah, depan dan lateral. Permukaannya cekung ke arah lateral,
pada bagian dasar cekungannya terdapat lekukan kecil yang disebut umbo. Pada
bagian pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur dalam tulang. Alur itu adalah
saculus tympanicus, bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura
berjalan dua plica, plica malearis anterior dan posterior.4,6

Gambar 1. Membran timpani (4)

Bagian atas membran timpani disebut pars flaksida (membran Shrapnell),


sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propia). Pars flaksida
memiliki dua lapisan, yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa memiliki satu lapis lagi di bagian tengah, yaitu lapisan
yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam

1.2. Fisiologi pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga
7

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran


melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa.4
Pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner
yang mendorong perilimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.7

1.3. Definisi
Otitis media merupakan peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan non supuratif. Masing-masing mempunyai
bentuk akut dan kronis. Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul selama lebih dari dua bulan.
Sekret dapat encer, kental, bening, atau berupa nanah.7

1.1. Epidemiologi
Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di
beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara
diantara anak-anak Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan.
Insidens tertinggi otitis media akut (OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan
75% anak mengalami episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang
menderita pertama sekali episode OMA kurang dari umur 12 bulan secara
signifikan akan lebih mudah mendapatkan OMA rekuren.2
8

Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada


anak-anak Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara
industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1%.2 Secara
umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan hampir sama. Prevalensi OMSK pada beberapa negara
antara lain dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang
padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Prevalensi OMSK setiap negara
dikategorikan oleh WHO regional classification.8
Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi OMSK tertinggi terjadi di
negara-negara seperti India, Solomon Islands, Australia, Tanzania, Guam, dan
Greenlands. Sementara negara Nigria, Angola, Mozambique, Korea, Thailand,
Filipina, Malaysia, Vietnam dan Cina menduduki posisi kedua tertinggi. Negara
dengan prevalensi kategori rendah adalah Brazil dan Kenya. Selanjutnya kategori
kejadian OMSK paling rendah di antaranya Gambia, Arab Saudi, Israel, Inggris,
Denmark, Finlandia danAmerika.8
Tahun 1996, dari survei pada 7 provinsi di Indonesia ditemukan insiden
otitis media supuratif kronik sebesar 3%dari penduduk Indonesia.yang dengan
kata laindari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita
OMSK. Kondisi ekonomi yang masih buruk, kesadaran masyarakat akan
kesehatan yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang
dilakukanmenyebabkan jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang
mengingat kondisi.3
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling
banyak ditemukan di negara berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang eskimo, anak anak suku aborigin Australia dan orang kulit
hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat
OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah pasifik barat,
afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
9

faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di
antaranya (39-200) juta menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh
Departemen Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka kesakitan THT di Indonesia
sekitar38,6% dan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan
pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis
antara2,1-5,2 %.2,3

2.5 Etiologi
Faktor risiko untuk terjadinya OMSK masih belum jelas pada literatur yang
tersedia. Berdasarkan beberapa penelitian, OMA berulang mungkin menjadi
predisposisi untuk terjadinya OMSK.OMSK biasanya menghasilkan ringan
sampai sedang gangguan pendengaran konduktif.Secara teori dengan koklea utuh,
gangguan pendengaran yang dihasilkan adalah sekitar 30 dB tetapi dapat
mencapai maksimal 60 dB. Tingkat yang lebih tinggi gangguan pendengaran
dapat terjadi jika proses infeksi melibatkan koklea atau saraf (labyrinthitis akut,
meningitis, dll) atau jika pasien juga terkena obat berpotensi ototoxic.9
Otitis media akut yang menetap atau tidak sembuh sempurna dapat
menyebabkan komplikasi otitis media supuratif kronik. Faktor predisposisi
kronisitas otitis media diduga karena disfungsi tuba Eustachius kronik, infeksi
fokal seperti sinusitis kronik, adenoiditis kronik dan tonsilitis kronik yang
menyebabkan infeksi kronik atau berulang saluran napas atas dan selanjutnya
mengakibatkan udem serta obstruksi tuba. Beberapa kelainan seperti hipertrofi
adenoid, celah palatum mengganggu fungsi tuba.3,8
Gangguan kronik fungsi tuba Eustachius menyebabkan proses infeksi di
telinga tengah menjadi kronik. Perforasi membran timpani yang menetap
menyebabkan mukosa telinga tengah selalu berhubungan dengan udara luar.
10

Bakteri yang berasal dari kanalis auditorius eksterna atau dari luar lebih leluasa
masuk ke dalam telinga tengah menyebabkan infeksi kronik mukosa telinga
tengah. Pseudomonas aeruginusa dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri
yang tersering diisolasi pada OMSK. Ketidaktepatan atau terapi yang tidak
adekuat menyebabkan kronisitas infeksi. Selain itu, alergi merupakan salah satu
faktor konstitusi yang dapat menyebabkan kronisitas.3

2.6 Patofisiologi
OMSK dimulai oleh sebuah episode dari infeksi akut. Patofisiologi OMSK
dimulai dengan iritasi dan peradangan di mukosa telinga tengah. Telinga tengah
biasanya dalam keadaan steril meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi.
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan
pada tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama otits media. Akibatnya,
fungsi tuba Eustachius terganggu dan pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga terganggu sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan
menyebabkan peradangan. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani
menjadi otitis media supuratif kronik apabila prosesnya lebih dari 2 bulan.7
Respon peradangan yang muncul adalah edema mukosa. Jika proses ini
tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulserasi mukosa dan
apabila terbentuk pus dapat terperangkap di dalam kantong mukosa telinga
tengah. Mekanisme pertahanan tubuh dalam menghentikan infeksi dapat
menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat
berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Proses inflamasi, ulserasi,
infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi yang terus berlanjut dapat merusak
jaringan di sekitarnya hingga terbentuknya saluran dari telinga tengah ke selulae
mastoid.2
11

2.7 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
a. Tipe tubotimpani (tipe aman)
Pada OMSK tipe tubotimpani, proses peradangan hanya terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang serta tidak terdapat
kolesteatoma. Tipe ini jugaditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars
tensa sehingga di seluruh tepi perforasi masih terdapat membran timpani
dan jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Faktor lain yang
mempengaruhi keadaan pada tipe ini terutama patensi tuba eustakhius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal
pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini.
Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar
yang jelek.2,10
b. Tipe atikoantral (tipe bahaya)
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi
yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatoma. Perforasi
pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik. Pada perforasi letak
atik terjadi pada pars flaksida membran timpani. Pada perforasi membran
timpani letak marginalsebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan
annulus atau sulkus timpanikum. Tipe ini disebut juga penyakit atikoantral
karena dinding tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel
mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi.2,10
Kolesteatom merupakan suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling
sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal
sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin
yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6,
tumornecrosis factor-, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat
12

menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat


hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis
terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi
asam oleh pembusukan bakteri.7

2.8Gejala Klinis
Gejala Klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan OMSK adalah
sebagai berikut :
1. Otorrhoe (Telinga Berair)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK
stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas
unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.2,10

2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.2,10

3. Otalgia (Nyeri Telinga)


Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.2,10
13

4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.2,10

2.9 Diagnosis
Penegakkan diagnosis OMSK dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:7
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang
pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous),
tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya
lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi
atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya
penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. Berikut merupakan tabel
perbedaan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan otoskopi pada OMSK tipe
aman dan tipe bahaya:
Tabel 1. Perbedaan OMSK Tipe Aman dan Tipe Bahaya
OMSK Tipe Aman OMSK Tipe Bahaya
Pemeriksaan otoskopi didapatkan: - Terdapat kolesteatoma
- Perforasi membran timpani - Perforasi membran timpani atik,
berupa perforasi sentral, atau marginal atau total
subtotal tanpa adanya - Liang telinga bisa lapang atau
kolesteatoma. sempit
14

- Dapat disertai atau tanpa sekret - Terjadi shagging akibat destruksi


- Bila terdapat sekret dapat liang telinga posterior
berupa: - Sekret mukopurulent/purulrnt yang
Warna: jernih, mukopurulen berba
atau bercampur darah - Dapat disertai jaringan granulasi
Jumlah: sedikit (tidak di telinga tengah
mengalir keluar liang - Bila terdapat komplikasi dapat
telinga) atau banyak ditemukan abses retroaurikular,fistel
(mengalir atau menempel retroaurikular, paresis fasisalis
pada bantal saat tidur) perifer, atau ditemukan tanda tanda
Bau: tidak berbau atau peningkatan tekanan intrakranial
berbau (karna adanya
kuman anaerob)

3. Pemeriksaan Audiologi
Evaluasi audiometri merupakan pembuatan audiogram nada murni yang
berguna untuk menilai hantaran tulang dan udara. Hal ini penting untuk
mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara
dan tulang. Audiometri berfungsi untuk menilai speech reception threshold pada
kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan
mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang sehat atau yang
normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi
schuller dimana proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid
dari arah lateral dan atas.Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang
oleh kolesteatom, ada atau tidaknya tulangtulang pendengaran dan beberapa
kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.
15

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaa OMSK dievaluasi dari faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Prinsip pengobatan OMSK dibagi atas konservatif dan operatif yang bergantung
pada jenis penyakit dan luas infeksi.7
Antibiotik yang digunakan untuk penatalaksanaan OMSK harus merupakan
antibiotik spektrum luas yang sesuai yang efektif untuk baktri gram negative
(khususnya Pseudomonas) dan bakteri gram positif (khususnya S. aureus).
Aminoglikosida dan fluorokuinolon merupakan antibiotik yang memenuhi kriteria
tersebut. Antibiotik tetes topical yang mengandung aminoglikosida telah
dipasarkan dan digunakan lebih dari 20 tahun.9
a. Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Aman
1. Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Aman Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan. Pasien dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang
berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.7,10
2. Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Aman Aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah:7,10
a. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga).
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):8
1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
2. Toilet telinga secara basah (syringing).
16

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi antibiotik. Pemberian serbuk
antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada
kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam
boric dengan iodine.
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi.
Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid
sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang
baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini
dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi.
b. Pemberian antibiotika:2,8,9
Pemberian antibiotik dibedakan menjadi:
1. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat
asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai
telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik
yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif. Antibiotik tetes
yang paling sering digunakan khususnya untuk penggunaan pada telinga
mengandung neomycin dikombinasikan dengan deterjen kation (polimiksin
B).
2. Neomisin
Obat bakterisida pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap
ginjal dan telinga. Neomycin telah terbukti efektif lebih dari 2 dekade untuk
17

bakteri gram positif, tapi telah kehilangan kefektifan dalam melawan bakteri
gram negative. Penelitian Dohar menunjukkan bahwa kurang dari 20% dari
bakeri gram negative tetap sensitive terhadap neomycin. Namun, polimiksin
B tetap efektif untuk bakteri gram negatif. Efek kombinasinya tetap cukup
efektif dari sudut pandang antimikroba.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
2. Antibiotik sistemik.
Terapi sistemik harus disiapkan untuk kasus OMSK yang gagal dalam
merespon terapi topikal. Terapi topikal mungkin gagal karena antibiotik tidak
dapat mencapai jaringan yang terinfeksi. Terapi sistemik diharapkan berhasil
dalam penetrasi jaringan.
Jika fokus infeksi di mastoid tidak dapat dicapai dengan tetes topikal, ada
kemungkinan yang wajar bahwa antibiotic sistemik yang diberikan dapat
menembus daerah-daerah dalam konsentrasi yang cukup untuk mengendalikan
atau menghilangkan infeksi, meskipun konsentrasinya lebih rendah. Terapi
Ototopical umumnya dilanjutkan setelah terapi sistemik dimulai. Memang, sejak
terapi sistemik sering melibatkan rawat inap untuk pemberian obat intravena,
aural toilet sering dapat diintensifkan. Kemampuan untuk melakukan toilet aural
yang terpercaya mungkin sama pentingnya dengan terapi antimikroba sistemik
dalam menghilangkan penyakit bagi beberapa pasien.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
18

golongan beta laktam. Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon
(siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III
(sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas,
tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
Beberapa kontroversi melingkupi perkembangan resistensi bakteri akibat
pengobatan ototopical. Studi terbaru belum menemukan peningkatan resistensi
bakteri melalui pemberian antibiotik ototopikal. Secara khusus, konsentrasi dalam
kuinolon ototopical tetes menguasai strain pseudomonas dan staphylococcal yang
paling tahan. Kegagalan penyaluran antibiotik topikal untuk organisme patogen
harus dianggap sebagai penyebab infeksi persisten.
Operasi harus dipertimbangkan jika OMSK gagal dalam merespon
kombinasi terapi topikal dan sistemik. Tympanomastoidectomy dapat
menghilangkan infeksi dan menghentikan otorhoe pada 80% pasien.9
Indikasi umum untuk operasi adalah sebagai berikut:
1. Perforasi yang berlangsung lebih dari 6 minggu
2. Otorrhea yang berlangsung selama lebih dari 6 minggu meskipun
penggunaan antibiotik
3. Pembentukan kolesteatoma
4. Bukti radiografi mastoiditis kronis, seperti coalescent mastoiditis
5. Gangguan pendengaran konduktif

Kontraindikasi (relatif dan absolut) untuk operasi penyakit tubotympanik adalah


sebagai berikut:9
1. Operasi pada satu-satunya telinga pendengaran
2. Miskin kondisi umum fisik, usia tua, atau kelemahan yang membuat
anestesi umum berisiko
3. Pasien tidak mau menjalani operasi
4. Operasi pada pasien dengan ablasi vestibular unilateral
19

Kontraindikasi operasi penyakit atticoantral adalah sebagai berikut:9


1. Awal atau ringan kolesteatoma setuju untuk toilet aural
2. Pasien yang mengalami sakit dan orang-orang dengan komplikasi
sekunder untuk kolesteatoma, seperti abses otak (drainase abses otak dan
intravena antibiotik harus dipertimbangkan terlebih dahulu)
b. Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.7
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain:6,8
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang
dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah
untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini
ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus kontrol teratur ke
dokter.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi
serta membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen,
tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
20

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi


Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang
semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran
yang masih ada.

4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan
pada OMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan
oleh perforasi membran timpani.

5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran.. Sebelum rekonstruksi
dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)


Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini
ialah untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa
melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior
liang telinga). Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di membran
timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combine approach) yaitu melalui liang
telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timppanotomi posterior.
21

Gambar 2. Pedoman tatalaksanaOMSK4


22

Gambar 3. Pedoman tatalaksanaOMSK4


23

2.11.Komplikasi
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati
3 macam lintasan :2,8
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal,
bagiantulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan
masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan meningitis. Dura sangat
resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih
melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan
ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke
jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi
ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.
Pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik
dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan otoskopik tidak
menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka
harus diwaspadai kemungkinan adanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya
suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda-tanda toksisitas seperti malaise,
perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan
tanda bahaya.Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan
adanya keluhan mual, muntah proyektil serta kenaikan suhu badan yang
menetap selama terapi diberikan merupakan tanda kenaikan tekanan
intrakranial.
Komplikasi OMSK antara lain:11
a. Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telingan tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada
membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran
terputus, akan menyebabkan tuli konduktif yang berat.
24

Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis


fasialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh
erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi
ke dalam kanalis fasialis tersebut.
Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus segera
dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.Derajat
kelumpuhan nervus fasialis ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi
motorik yang dihitung dalam persen (%)
Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik :
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk
terciptanya mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh
otot-otot tersebut secara berurutan dari sisi superior adalah sebagai berikut :
1. M. frontalis: diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
2. M. sourcilier: diperiksa dengan cara mengerutkan alis.
3. M. piramidalis: diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan
hidung ke atas.
4. M. orbicularis oculi: diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-
kuat.
5. M. zigomatikus: diperiksa dengana cara tertawa lebar sampai
memperlihatkan gigi.
6. M. relever komunis: diperiksa dengan cara memoncongkan mulut ke
depan sambil memperlihatkan gigi.
7. M. businator: diperiksa dengan cara mengembungkan kedua pipi.
8. M. orbicularis oris: diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul.
9. M. triangularis: diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke
bawah.
10. M. mentalis: diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup
rapat ke depan.
Pada tiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara
kanan dan kiri :
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka 3
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
25

c. Diantaranya dinilai dengan angka 2


d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai 30.
b. Komplikasi di Telinga Dalam
Apabila peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada
kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap
bulat (fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja
biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan
telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai
indikasi untuk melakukan miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang
tidak membaik dalam 48 jam dengan pengobatan medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatom atau infeksi
langsung ke labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran,
misalnya vertigo, mual, muntah serta tuli saraf. Komplikasi telinga dalam antara
lain :
Fistula labirin
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga
terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi
labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula yaitu dengan
memberikan tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui
otoskop siegel atau corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk
elips pada ujungnya yang dimasukkan ke dalam liang telinga. Balon karet
dipencet dan udara di dalamnya menyebabkan perubahan tekanan udara di
liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten akan terjadi kompresi dan
ekspansi labirin membran. Tes fistula positif akan terjadi nistagmus atau
vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan
granilasi atau bila labirin sudah mati/ paresis kanal.
Pemeriksaan radiologik CT scan yang baik kadang-kadang dapat
memperlihatkan fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis
26

semisirkularis horizontal. Pada fistula labirin, operasi harus segera dilakukan


untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula sehingga fungsi telinga
dalam dapat dipulihkan kembali. Tindakan bedah harus adekuat untuk
mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus
diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup
dengan jaringan ikat atau sekeping tulang/ tulang rawan.
Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum
(general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis
terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf
saja.
Pada kedua bentuk labirinitis ini operasi harus segera dilakukan untuk
menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan drainase
nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotik
yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik
dengan / tanpa kolesteatom.
c. Komplikasi ke Ekstradural
Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang langsung ke
sel-sel udara. Keluhannya antara lain diplopia (n.VI), nyeri daerah parietal,
temporal, dan oksipital (n.V), otore persisten. Dikenal dengan sindrom
Gradenigo. Keluhan lain keluarnya nanah yang terus menerus dan nyeri yang
menetap paska mastoidektomi. Pengobatannya operasi (ekspolorasi sel-sel
udara os petrosum dan jaringan pathogen) serta antibiotika.
Tromboflebitis Sinus Lateralis
Akibat infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati os mastoid. Hal ini
jarang terjadi. Gejalanya berupa demam yang awalnya naik turun lalu menjadi
berat yang disertai menggigil (sepsis). Nyerinya tidak jelas kecuali terjadi
abses perisinus. Kultur darah positif terutama saat demam. Pengobatan dengan
bedah, buang sumber infeksi os mastoid, buang tulang/dinding sinus yang
nekrotik. Jika terbentuk thrombus lakukan drainase sinus dan dikeluarkan.
27

Sebelumnya diligasi vena jugularis interna untuk cegah thrombus ke paru dan
tempat lain.
Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan
dengan jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen
timpani atau mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala.
Rontgen mastoid posisi Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng
tegmen. Sering terlihat waktu operasi mastoidektomi.
Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri
kepala dan penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang,
hemiplegia dan tanda kernig positif.
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses
subdural kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses
ekstradural nanah keluar waktu mastoidektomi, sedangkan subdural
dikeluarkan secara bedah syaraf sebelum mastoidektomi.
d. Komplikasi ke Sistem Saraf Pusat
- Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri kepala
hebat. Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula menurun
dan protein meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian dilakukan
mastoidektomi.
- Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau
fossa kranial media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis,
petrositis atau meningitis. Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi
telinga dan mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan
tidak tepat menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia, gejala
toksisitas (nyeri kepala, demam, muntah, letargik). Tanda abses otak nadi
lambat, kejang. Pada LCS protein meninggi dan kenaikan tekanan liquor.
Terdapat edema papil. Lokasi abses ditentukan dengan angiografi,
28

ventrikulografi atau tomografi komputer. Pengobatan antibiotika parenteral


dosis tinggi dan drainase lesi. Setelah keadaan umum baik, dilakukan
mastoidektomi.
- Hidrosefalus Otitis
Hal ini disebabkan tertekannya sinus lateralis sehingga lapisan arakhnoid
gagal mengabsorbsi LCS. Ditandai dengan peninggian tekanan LCS yang hebat
tanpa kelainan kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa
nyeri kepala menetap, diplopia, pandangan kabur, mual dan muntah.
Pengobatan mencakup 2 hal yaitu penyembuhan infeksi primer dan
komplikasinya. Seringkali beratnya komplikasi mengharuskan kita menunda
mastoidektomi dan untuk mencegah komplikasi, pemberian antibiotika dimulai
sejak dini. Dibutuhkan kerjasama dengan bedah syaraf untuk mendapatkan
hasil yang maksimum.
Pada komplikasi intrakranial pengobatan antibiotika sulit karena
dihalangi sawar darah otak. Untuk mempertinggi konsentrasi antibiotika, dulu
diberikan penisilin intratekal, tetapi ternyata terlalu mengiritasi. Sekarang
diberikan derivate penisilin dosis tinggi secara intravena, dimulai dengan
ampisilin 4 200-400 mg/kg/hari, kloramfenikol 4 500-1000 mg/hari untuk
dewasa atau 60-100 mg/kg/hari untuk anak. Pemberian metronidazol 3 400-
600 mg/hari dapat dipertimbangkan. Antibiotika disesuaikan dengan kemajuan
klinis dan biakan sekret telinga atau LCS.
Pemeriksaan laboratorium, foto mastoid, tomografi computer kepala
untuk melihat adanya abses otak serta konsultasi bedah syaraf atau syaraf anak.
Bila terdapat tanda ensefalitis atau abses intrakranial maka akan dilakukan
bedah otak untuk drainase segera. Mastoidektomi dapat dilakukan bersama
atau kemudian. Mastoidektomi dilakukan sebelum atau sesudah operasi otak.
Bila keadaan umum pasien buruk atau suhu tinggi, mastoidektomi dilakukan
dengan anestesi local. Jika tindakan bedah tidak segera dilakukan pengobatan
dilanjutkan sampai 2 minggu, kemudian konsul lagi ke bedah syaraf.
Idealnya terapi bedah pada stadium dini komplikasi, tapi prakteknya
sulit. Hal yang menentukan adalah diagnosis, kondisi pasien, dan respon pasien
terhadap antibiotika. Seringkali drainase empiema subdural atau abses otak
29

mendahului mastoidektomi. Rangsangan kontinyu kolesteatom di mastoid


dapat menyebabkan meningitis berulang atau progresivitas abses otak.
Tujuan operasi ialah mengeradikasi seluruh jaringan patologik di
mastoid. Untuk itu diperlukan mastoidektomi modifikasi radikal. Tulang yang
melapisi sinus sigmoid harus ditipiskan dan dibuang. Lempeng dura posterior
pada segitiga Trautman harus ditipiskan dan tegmen mastoid harus dikupas.

2.12 Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.12
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien
karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.2,12
Tympanoplasty memberikan kesembuhan pada sebagian besar pasien
OMSK, telinga kering.Pada pasien dengan kolesteatoma, prosedur yang bertahap
mungkin bermanfaat untuk memastikan pemberantasankolesteatoma secara
lengkap.Rantai tulang pendengaran dapat direkonstruksi dengan jaringan
autologus (tulang rawan, tulang) atau dengan implan prostetik pada operasi kedua.
Pasien-pasien ini memerlukan pengawasan rutinkarenakekambuhan dari proses
penyakit asli adalah tidak jarang.9
Hasil umum dan yang paling diinginkan untuk pasien yang telah menjalani
timpanomastoidektomi adalah telinga yang sehat, kering dan tanpa
discharge.Perawatan lanjutan jangka panjang dari pasien ini sangat penting untuk
mendeteksi kekambuhan kolesteatoma pada onset awal. Dalam kasus tersebut,
prosedur lain mungkin diperlukan. Kemungkinan terjaganya pendengaran
tergantung pada sejauh mana penyakit dan keterlibatan ossicles, yang bervariasi
secara luas.9
30

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : M.Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 4 tahun
Status : Belum menikah
Suku : Aceh
Alamat : Ulee Kareng
Pekerjaan : Belum Bekerja
Agama : Islam
No. CM : 1-02-95-78
Pemeriksaan : 2 November 2017

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sulit bernafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sulit bernafas hingga sesak sejak 4 hari
yang lalu. Awalnya keluhan berupa batuk dan demam. Batuk disertai dahak dan
juga disertai sekret berdarah, tetapi sulit untuk dikeluarkan, ketika batuk pasien
mengaku terasa sakit. Demam yang dialami naik turun, demam tidak disertai
menggigil, demam turun sesaat dengan obat penurun panas, kemudian demam
kembali naik. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien mengeluhkan bahwa
sakit saat menelan yang di alami 2 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini
terutama dirasakan ketika pasien mengkonsumsi makanan keras, karena keluhan
ini pasien menjadi tidak mau makan apapun, hanya mau minum saja.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang sama seperti
pasien.
31

Riwayat Imunisasi
Pasien hanya mendapat imunisasi hepatitis B, O dan BCG

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sedang

Tanda Vital
Nadi : 110 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Temperature : 36.7 C

Kepala
Mata : Palpebra tidak bengkak, bisa membuka dan menutup kelopak
mata, Conjungtiva palpebral inferior pucat (-/-), sclera ikterik(-/-),
Kornea Jernih
Pupil : Isokor 3mm/3mm
RCL : (+/+)
RCTL : (+/+)
Hidung : Septum simetris, sekret (-/-)
Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor(+), terdapat plak putih
di tonsil kanan, ukuran tonsil sulit dinilai, tampak perdarahan dari
mulut(-), sianosis (-)

Leher
Inspeksi : Simetris, tidak tampak adanya benjolan, tidak ada jaringan parut
Palpasi : Massa (-) pembesaran KGB (-)

Thoraks Anterior
Inspeksi : Statis : simetris
Dinamis : Simetris
32

- Pernafasan abdomino thorakal


- Retraksi suprasternal (-)
- Retraksi intercostal (+)
Palpasi : sf kanan = sf kiri, nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-)
Perkusi : sonor, batas jantung normal
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Thoraks Posterior
Inspeksi : Statis : simetris, jejas (-)
: Dinamis : simetris
Palpasi : sf kanan = sf kiri, nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-)
Perkusi : sonor, batas jantung meluas
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V, linea midcalivularis kiri .
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler (+), bising (-), gallop (-), murmur (-),

Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-), scar (-)
Auskultasi : peristaltik kesan normal
Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Ekstremitas
Ekstremitas Superior : sianosis (-), tofus (-) edema ekstremitas inferior dan pitting
edema (-/-)
Ekstremitas Inferior : sianosis (-), tofus (-), edema ekstremitas inferior dan pitting
edema (-/-)
33

Pemeriksaan Nervus VII


Inspeksi wajah : Simetris
Mengangkat alis : +/+
Memejamkan mata : +/+
Menyeringai, mencucurkan bibir, menggebungkan pipi : +/+

Status Lokalis THT


Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Daun telinga Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Nyeri Ketok
Tidak ada Tidak ada
Mastoid

Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang


Sempit Tidak ada Tidak ada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Dinding liang telinga
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Serumen Tidak ada Tidak ada
Ada / Tidak Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Sekret
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Aktif

Membran timpani
Warna Putih Putih
34

Reflek cahaya Ada Ada


Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Perforasi Kwadran Tidak ada Tidak ada
Pinggir Tidak ada Tidak ada

Tanda radang Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Mastoid Nyeri tekan Tidak Ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak Ada Tidak ada
Rinne Sulit dinilai Sulit dinilai
Schwabach Sulit dinilai Sulit dinilai
Tes garpu tala Weber Sulit dinilai
Kesimpulan -
Audiometri Tidak dilakukan pemeriksaan

Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Hidung luar Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior
35

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Vibrise Ada Ada
Vestibulum
Radang Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Sempit Tidak ada Tidak ada
Cavum nasi
Lapang Ada Ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Sekret Jumlah Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konka inferior
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konka media
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup lurus/deviasi Cukup lurus
Permukaan Licin
Warna Merah muda
Spina Tidak ada
Krista Tidak ada
Septum
Abses Tidak ada
Perforasi Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Posterior : tidak dilakukan


Orofaring dan mulut : trismus (-)
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Simetris/tidak Simeris
Warna Merah muda
Palatum mole +
Edem Tidak ada
Arkus Faring
Bercak/eksudat Tidak ada
36

Warna Hiperemis
Dinding faring
Permukaan -
Ukuran T2 T2
Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Tidak Rata Tidak Rata
Muara kripti Melebar Melebar
Detritus Tidak ada Tidak Ada
Plak Ada Tidak ada
Tonsil Eksudat Tidak Ada Tidak Ada
Perlengketan
Tidak Ada Ada
dengan pilar
Warna Hiperemis Hiperemis

Edema Tidak Ada Tidak Ada


Peritonsil
Abses Tidak Ada Tidak Ada

Karies/Radiks Tidak Ada Tidak Ada


Gigi
Kesan Gigi geligi dalam keadaan normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium 30 Oktober 2017
30/10/2017 Nilai Rujukan

Hb 12,2 12,0-14,0 g/dl

Ht 39 45-55 %

Eritrosit 5,8 4,7-6,1 x 106/mm3

Leukosit 19,1 4,5-10,5 103/mm3

Trombosit 379 150-450 103/mm3

MCV 66 80-100 fl

MCH 21 27-31 pg

MCHC 32 32-36 %

RDW 13,3 11,5-14,5 %


37

MPV 9,1 7,2-11,1 fl

Hitung 0/0/1/54/35/10 0-6/ 0-2/ 2-6/ 50-70/ 20-40/


jenis 2-8 %

3.4.2 Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik tanggal 2 November 2017


Hasil : Tidak ada pertumbuhan bakteri patogen
Komentar : Tidak adanya pertumbuhan bakteri dapat disebabkan karena:
-Pasien sudah mendapatkan terapi antibiotik
-Infeksi oleh bakteri fastidious
Infeksi dapat disebabkan oleh mikroorganisme selain bakteri

3.4.3 Pemeriksaaan Radiologi


Foto Thorax PA
Kesimpulan : Cor dan Pulmo dalam batas normal

Gambar 3.2 Foto thorax AP


38

Foto Cervical AP/LAT


Kesimpulan : Adenoid tampak membesar (Hipertiroid)

Gambar 3.4 Foto Cervical AP/LAT

3.5 Diagnosa Kerja


Post Trakeostomi a/i OSNA Jackson 3-4 ec dd :
1. Croup
2. Tonsillitis Difteri
3. Tonsillitis Bakteri

3.6 Penatalaksanaan
- injeksi transamin 250mg/ 8 jam
- Ambroxol syr 3x1 Cth
- Nebul NaCL 0,9% / 8 jam

3.7 Planning
39

- Awasi tanda-tanda vital dan emfisema subkutis


- Awasi tanda-tanda penyumbatan luner canul
- Ganti luner canul jika clottins
- Susul hasil swab tenggorok dari dinkes.

3.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
40

BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang pasien laki-laki usia 36 tahun datang dengan keluhan bengkak


dibelakang telinga telinga kiri sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluarkan
cairan kehijauan kental dan berbau. dari telinga kiri sejak 1 bulan yang lalu,

Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di
beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara
diantara anak-anak Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan.
Insidens tertinggi OMSK pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak
mengalami episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama
sekali episode OMA kurang dari umur 12 bulan secara signifikan akan lebih
mudah mendapatkan OMA rekuren.

Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien


OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah
sakit di Indonesia. Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.

Pasien datang dengan keluhan keluar cairan kental dari telinga kiri sejak 1
bulan yang lalu. Cairan kuning dan berbau. Keluhan disertai rasa nyeri. Otitis
media merupakan peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut
dan kronis. Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus-menerus atau hilang timbul selama lebih dari dua bulan. Sekret dapat
encer, kental, bening, atau berupa nanah.7

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada


OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
41

timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK
stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas
unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.2,10

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.


Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.2,10

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.


Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.2,10

Perjalanan penyakit pasien ini bermula dari otitis media akut yang ditandai
dengan keluarnya sekret dan adanya perforasi pada membran timpani,
perkembangan OMA menjadi OMSK disebabkan oleh faktor rinogen
(rinitis,sinusitis), eksogen (kebersihan yang buruk) dan endogen (malnutrisi,
alergi, DM) dan salah satu faktor pada pasien ini adalah DM.3
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Penelitian menunjukkan
bahwa kesehatan secara umum termasuk status imunisasi, diet dan tempat tinggal
yang padat juga memengaruhi kejadian OMSK.7

Pada otitis kronis aktif, tuba Eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.
Di Surabaya diperoleh 11 penderita dengan 16 telinga yang mengalami OMSK
(11 tipe tubotimpanal dan 5 tipe atikoantral), sebanyak 16 gambaran endoskopi
muara tuba Eustachius faringeal terdapat kelainan. Mukosa udem 9 kasus
42

(56,25%), mukosa hiperemis 4 kasus (25%), terdapat sekret seromukus 12 kasus


(75%).3

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari


otitis media akut atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis. Pada suatu penelitian didapatkan 35% anak-anak dengan OMSK
didahului dengan otitis media akut yang berulang sedangkan pada penelitian lain
didapatkan 70% OMSK dengan onset otitis media sebelumnya pada usia yang
lebih dini.2

Banyak penderita mengeluh secret telinga sesudah terjadi infeksi saluran


nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
Penelitian di Nigeria pada 189 anak didapatkan sebanyak 45% anak dengan
OMSK didahului dengan infeksi saluran nafas atas.3

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah baik aerob
ataupun anaerob menunjukkan organisme yang multipel. Organisme yang
terutama dijumpai adalah gram negatif, bowel-type flora dan beberapa organisme
lainnya. Penelitian di Medan didapatkan jenis kuman aerob terbanyak adalah S.
aureus(36,1%), diikuti E. coli (27,7%), Proteus sp (19,4%), S. albus (5,6%), S.
viridan (5,6%), Klebsiella sp (2,8%) dan P. aeroginosa (2,8%).3

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah


insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.2

Penelitian yang diakukan pada pasangan kembar, kembar monozygot


memiliki riwayat otitis media yang lebih besar dibandingkan kembar dizygot,
yang kemungkinan oleh karena komponen genetik yang lebih kuat. Faktor genetik
pada otitis media bersifat komplek dengan kontribusi dari banyak gen.3
43

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar


terhadap otitis media kronis. Pada suatu penelitian, dari 160 pasien OMSK, 2,5%
dengan penyakit imunodefisiensi, sedangkan pada penelitian lainnya diteliti 459
anak dengan HIV terdapat 14,2% yang menderita OMSK.2

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Pada suatu penelitian di Medan diperiksa 54 objek
dan didapatkan reaksi alergi pada penderita OMSK tubotimpanal lebih besar
dibandingkan dengan reaksi alergi pada penderita non OMSK yaitu sebesar 741%
pada kelompok penderita OMSK tipe tubotimpanal dan 407% pada kelompok non
OMSK.2

Didapatkan dari 189 anak dengan OMSK sebanyak 28% menderita alergi.
Kemudian dilakukan tes kulit kepada 20 pasien dengan OMSK, sebanyak 80% tes
kulit positif terhadap satu atau lebih jenis alergen.2

Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan otoskopi didapatkan adanya nyeri


tarik pada daun telinga kiri dan nyeri tekan tragus. Pada liang telinga didapatkan
sekret keluar dari telinga kiri berwarna serous dan aktif. Pada membran timpani
kiri didapatkan tidak ada reflek cahaya, bulging, retraksi maupun atrofi. Membran
timpani perforasi total pada semua kuadran dengan tepi ireguler. Sementara itu
pada mastoid dijumpai adanya fistel, nyeri tekan dan nyeri ketok.
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. Berikut merupakan tabel
perbedaan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan otoskopi pada OMSK tipe
aman dan tipe bahaya:7
Tabel3. Perbedaan OMSK Tipe Aman dan Tipe Bahaya7
OMSK Tipe Aman OMSK Tipe Bahaya
Pemeriksaan otoskopi didapatkan: - Terdapat kolesteatoma
- Perforasi membran timpani - Perforasi membran timpani atik,
berupa perforasi sentral, atau marginal atau total
subtotal tanpa adanya - Liang telinga bisa lapang atau
kolesteatoma. sempit
44

- Dapat disertai atau tanpa sekret - Terjadi shagging akibat destruksi


- Bila terdapat sekret dapat liang telinga posterior
berupa: - Sekret mukopurulent/purulrnt yang
Warna: jernih, mukopurulen berba
atau bercampur darah - Dapat disertai jaringan granulasi
Jumlah: sedikit (tidak di telinga tengah
mengalir keluar liang - Bila terdapat komplikasi dapat
telinga) atau banyak ditemukan abses retroaurikular,fistel
(mengalir atau menempel retroaurikular, paresis fasisalis
pada bantal saat tidur) perifer, atau ditemukan tanda tanda
Bau: tidak berbau atau peningkatan tekanan intrakranial
berbau (karna adanya
kuman anaerob)

OMSK dimulai oleh sebuah episode dari infeksi akut. Patofisiologi OMSK
dimulai dengan iritasi dan peradangan di mukosa telinga tengah. Telinga tengah
biasanya dalam keadaan steril meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi.
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan
pada tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama otits media. Akibatnya,
fungsi tuba Eustachius terganggu dan pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga terganggu sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan
menyebabkan peradangan. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani
menjadi otitis media supuratif kronik apabila prosesnya lebih dari 2 bulan.7
Respon peradangan yang muncul adalah edema mukosa. Jika proses ini
tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulserasi mukosa dan
apabila terbentuk pus dapat terperangkap di dalam kantong mukosa telinga
tengah. Mekanisme pertahanan tubuh dalam menghentikan infeksi dapat
menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat
berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Proses inflamasi, ulserasi,
infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi yang terus berlanjut dapat merusak
45

jaringan di sekitarnya hingga terbentuknya saluran dari telinga tengah ke selulae


mastoid.2
Pemeriksaan otoskopi pada telinga kiri ditemukan adanya sekret serous
dan perforasi total pada membran timpani. Berdasarkan pemeriksaan fisik
diagnostik, penyakit pasien mengarah pada OMSK tipe bahaya, OMSK tipe
bahaya ditandai dengan sekret yang purulent berbau dan perforasi total, dijumpai
jaringan granulasi dan kolesteatom, terdapat komplikasi dapat ditemukan fistel
retroaurikular.1
Pada pemeriksaan lab darah dijumpai adanya leukositosis. Otitis media
supuratif kronik merupakan peradangan/infeksi kronik yang mengenai mukosa
dan struktur tulang di dalam kavum timpani, proses peradangan atau infeksi akan
menyebabkan peningkatan leukosit di dalam darah.5
Pada pemeriksaan audiometri didapatkan normal hearing pada aurikular
dextra dan conductive hearing loss derajat sedang pada aurikular sinistra.
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan
untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri berguna untuk menilai
speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki
pendengaran.5
Pada foto ct scan mastoid menunjukkan adanya mastoiditis akut.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki
nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang
tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi
radiografi tyang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada
proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral
dan atas. Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom,
ada atau tidaknya tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula
pada kanalis semisirkularis horizontal.7
Tatalaksana pada pasien ini berdasarkan diagnostik yaitu OMSK tipe
bahaya adalah Timpanomastoidektomi Aurikular Sinistra. Operasi ini dilakukan
46

pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologis
dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.(8)
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.7
Prinsip penatalaksanaan OMSK dapat dibagi atas penatalaksanaan
medis dan bedah. Penatalaksanaan medis adalah aural toilet, yaitu pembersihan
telinga dari sekret, dan terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga
antibiotik topical.2
Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah operasi mastoidektomi, yang
terdiri dari mastoidektomi sederhana yang bertujuan untuk mengevakuasi
penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid, dan mastoidektomi radikal
yang bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga
tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar
digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah. Untuk kasus-kasus
yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti.2
47

BAB V
KESIMPULAN

OMSK adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran


timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang
timbul selama lebih dari dua bulan. Sekret dapat encer, kental, bening, atau berupa
nanah. Gejala gejala yang umumnya timbul pada OMSK adalah keluarnya sekret
dari telinga (otorea), nyeri telinga dan berkuranngnya pendengaran.1

Pasien Seorang laki-laki berusia 36 tahun datang dengan keluhan nyeri


pada telingga kiri sejak 1 bulan yang lalu, keluar cairan dari telinga kiri. keluhan
keluar cairan kental dari telinga kiri sejak 1 bulan yang lalu, awalnya pasien
mengeluhkan keluar cairan dari telinga kiri, Pada pemeriksaan terdapatsekret
keluar dari telinga kiri berwarna serous dan aktif, terdapat fistula retroaurikular
sinistra. Pemeriksaan otoskopi pada telinga kiri ditemukan adanya sekret serous
dan perforasi total pada membran timpani. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang di tegakkan diagnosis OMSK AS tipe bahaya +
Fistel Retroaurikular AS.

Prognosis pada pasien ini adalah baik pada tanda vital. Sementara untuk
fungsi telinga kiri dan sosial pasien, prognosisnya adalah buruk. Pasien dengan
OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik
terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi
dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak
sempurna.12
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad S. 2013. Antibiotics in chronic suppurative otitis media: A


bacteriologic study. Egyptian Journal of Ear, Nose, Throat and Allied
Sciences; 14; 191-194.
2. Aboet A. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. In Pidato Pengukuhan
Guru Besar Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher; Kampus USU.
3. WHO. 2004. Chronic suppurative otitis media burden off illness and
management option.. In Child and Adolescent Health and Development
Prevention of Blindness and Dearness; Geneva Switzerlang.
4. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. 2007. Gangguan Pendengaran dan
Kelainan Telinga. In Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; p. 10-15.
5. Moore KL, Dalley AF. 2006. Clinically Oriented Anatomy. 5th ed.: Williams
& Wilkins.
6. Adam GL, Boies LC. 2009. Hilger PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th
ed. Jakarta: EGC.
7. Djaafar ZA, Helmi , Restuti RD. 2007. Kelainan Telinga Tengah. In Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; p.
69-76.
8. Nursiah S. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan
Terhadap Beberapa Antibiotik di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam
Malik Medan. FK USU.
9. Roland, Peter S. et al. 2015. Chronic Suppurative Otitis Media Treatment &
Management. University of Texas Southwestern Medical Center: Texas.
10. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Publishing Group Ltd. 2012; 507(8).
11. Farida et al. 2009. Alergi sebagai Faktor Risiko Terhadap Kejadian Otitis
Media Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai