Anda di halaman 1dari 70

Laporan Family Oriented Medical Education

PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA SEORANG LAKI-


LAKI USIA 24 TAHUN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESI, DENGAN
TINGKAT PENDIDIKAN KELUARGA RENDAH, ASPEK EKONOMI
MENENGAH KEBAWAH DAN FUNGSI FISIOLOGI KELUARGA
BURUK

Kelompok 548-A

Anggota Kelompok:
Agumilar Bagus B G99162075

Alyssa Amalia G99162077


Jea Ayu Yogatama G99162073

Khaniva Putu Yahya G99162072


Nurul Fadilah G99162083
Yani Dwi Pratiwi G99171048

Pembimbing :
Balgis, dr., M.Sc., CM.FM., AIFM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER TAHAP PROFESI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-KEDOKTERAN PENCEGAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2017
LEMBAR PENGESAHAN

PEMBIMBING PUSKESMAS

Laporan Kegiatan Kelompok dengan Judul :

PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA SEORANG LAKI-


LAKI USIA 24 TAHUN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESI, DENGAN
TINGKAT PENDIDIKAN KELUARGA RENDAH, ASPEK EKONOMI
MENENGAH KEBAWAH DAN FUNGSI FISIOLOGI KELUARGA
BURUK

Yang disusun oleh :

KELOMPOK 548-A
Agumilar Bagus B G99162075

Alyssa Amalia G99162077

Jea Ayu Yogatama G99162073

Khaniva Putu Yahya G99162072


Nurul Fadilah G99162083
Yani Dwi Pratiwi G99171048

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :
Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Ngrampal Pembimbing Kedokteran Keluarga


Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen UPTD Puskesmas Ngrampal
Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen

dr. Nengah Adnyana Oka Manuaba, M.Kes dr. Yuri Novaga


NIP. 197312222003121003 NIP. 198311042010011015
2
LEMBAR PENGESAHAN

PEMBIMBING FAKULTAS

Laporan Kegiatan Kelompok dengan Judul :

PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA SEORANG LAKI-


LAKI USIA 24 TAHUN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESI, DENGAN
TINGKAT PENDIDIKAN KELUARGA RENDAH, ASPEK EKONOMI
MENENGAH KEBAWAH DAN FUNGSI FISIOLOGI KELUARGA
BURUK

Yang disusun oleh :


KELOMPOK 548-A
Agumilar Bagus B G99162075

Alyssa Amalia G99162077


Jea Ayu Yogatama G99162073

Khaniva Putu Yahya G99162072

Nurul Fadilah G99162083


Yani Dwi Pratiwi G99171048

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan pada :


Hari :

Tanggal :
Mengetahui,

Kepala Bagian IKM-KP FKUNS Pembimbing FOME-IKM FK UNS

Dr. dr. Eti Poncorini Pamungkasari, M.Pd Balgis, dr., M.Sc., CM.FM., AIFM
NIP. 19750311 200212 2 002 NIP.19640719 199903 2 003

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tu han Yang Maha Esa


karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang selalu diberikan kepada
penulis sehingga dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di Puskesmas
Ngrampal, serta dapat menyelesaikan laporan kelompok kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) dengan judul Pendekatan Kedokteran
Keluarga pada Seorang Laki-laki Usia 24 tahun Skizoafektif tipe Depresi, dengan
Tingkat Pendidikan Keluarga Rendah, Aspek Ekonomi Menengah Kebawah dan
Fungsi Fisiologi Keluarga Buruk.

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh


kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran UNS.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapat banyak sekali bantuan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. dr. Eti Poncorini Pamungkasari, M.Pd, selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. dr. Balgis, M.Sc., CM.FM., AIFM, selaku pembimbing FOME IKM/FK UNS.
4. dr. Nengah Adnyana Oka Manuaba, M.Kes, selaku Kepala Puskesmas
Ngrampal, Sragen.
5. Dr. Yuri Novaga, selaku pembimbing FOME di Puskesmas Ngrampal,
Sragen.
6. Seluruh staf di Puskesmas Ngrampal dan seluruh staf bagian IKM FK UNS.
7. Semua pihak lain yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
Surakarta, Oktober 2017
Kelompok 548-A IKM/FK UNS

4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... 2


KATA PENGANTAR ................................................................................... 4
DAFTAR ISI .................................................................................................. 5

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ............................................................. 7

TAHAP I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA .................. 9


A. Anggota Keluarga .............................................................. 9
B. Kesimpulan ......................................................................... 9
TAHAP II. STATUS PASIEN ..................................................................... 10
A. Identitas Pasien ................................................................... 10
B. Anamnesis ........................................................................... 10

C. Kronologi Perjalanan Penyakit .......................................... 12

D. Anamnesis Sistemik ........................................................... 14

E. Pemeriksaan Fisik .............................................................. 16


F. Pemeriksaan Status Mental ................................................ 19

G. Rencana Terapi ................................................................... 25


H Resume ................................................................................. 26

TAHAP III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA ................. 28


A. Fungsi Holistik ................................................................... 28
B. Fungsi Fisiologis ................................................................ 29

C. Fungsi Patologis ................................................................. 31

D. Siklus Kehidupan Keluarga ............................................... 32

E. Genogram ........................................................................... 36
F. Pola Interaksi Keluarga ....................................................... 37

G. Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan ............................ 38

5
H. Faktor Non Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan ........ 39

I. Identifikasi Outdoor dan Indoor ............................................. 41


TAHAP IV. DIAGNOSIS HOLISTIK .......................................................... 42

A. Diagnosis Holistik .............................................................. 42


B. Five Family Oriented Question .......................................... 44

C. Mandala Of Health ............................................................. 45

TAHAP V. PEMBAHASAN ........................................................................ 46


TAHAP VI. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ......................... 61

A. Saran Komprehensif ........................................................... 61


B. Progress Note ..................................................................... 63

SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 65


A. Simpulan ............................................................................. 65
B. Saran .................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 67

LAMPIRAN ................................................................................................... 70

6
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah .......... 9

Tabel 2. APGAR Keluarga Tn. DS .............................................................. 30

Tabel 3. SCREEM Keluarga Tn. DS ............................................................ 31

Tabel 4. Keadaan Rumah Tn. DS ................................................................. 39

7
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Genogram keluarga Tn.DS ........................................................ 36

Gambar 2. Pola interaksi keluarga Tn. DS ................................................. 37

Gambar 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

Keluarga Tn. DS ................................................................................................ 40

Gambar 4. Denah rumah Tn. DS ................................................................ 41

Gambar 5. Mandala of Health ...................................................................... 45

8
TAHAP I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

A. Anggota Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. SP
Alamat : Pilangsari, Ngrampal, Sragen
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Struktur Komposisi Keluarga :
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah
No Nama Kedu- L/ Umur Pendi- Pekerjaan Ket.
dukan P dikan
1 Tn. Kepala L 45 th SMP Swasta -
SP keluarga,
suami
2 Ny. Istri P 43 th SD Swasta -
SY
3 Tn. Anak I L 24 th SMK Tidak Pasien
DS bekerja
4 Ny. Anak II P 21 th SMA Ibu rumah -
RS tangga
Sumber : Data primer, Oktober 2017

B. Kesimpulan
Pasien hidup dalam keluarga bentuk nuclear family. Pasien Tn.DS berusia
24 tahun adalah anak pertama dari pasangan keluarga Tn.SP usia 45 tahun
sebagai kepala keluarga dan ayah kandung pasien dan Ny.SY usia 43 tahun
sebagai ibu kandung dari pasien. Pasien memiliki seorang adik kandung
perempuan Ny. RS berusia 21 tahun, sudah menikah dan saat ini sedang hamil.
Mereka tinggal dalam satu rumah.
Pendidikan dalam keluarga ini secara umum masih kurang. Tn. SP
berpendidikan terakhir SMP, sedangkan Ny. SY hanya sampai SD. Pekerjaan
Tn. SP dan Ny. SY sehari-hari sebagai buruh tani, sedangkan Tn.DS
sebelumnya pernah bekerja di Korea dan adik perempuannya Ny.RS sebagai
ibu rumah tangga.

9
TAHAP II
STATUS PASIEN

A. Identitas Penderita
Nama : Tn. DS
Umur : 24 tahun
Alamat : Pilangsari, Ngrampal, Sragen
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan Terakhir : SMA
Suku : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 25 Oktober, 27 Oktober, dan 30 Oktober 2017.

B. Anamnesis
Riwayat penyakit pasien diperoleh dari Autoanamnesis dan Alloanamnesis
di rumah pasien. Alloanamnesis dilakukan kepada Ayah pasien.
1. Keluhan Utama
Pasien mudah marah dan beberapa kali berbicara sendiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Autoanamnesis
Pada saat dilakukan anamnesis, pasien menyebutkan tidak memiliki
keluhan. Bahkan pasien mengatakan bahwa dirinya dalam kondisi baik
dan sehat.
Menurut penuturan pasien merasakan ada yang berubah pada
lingkungan sekitar pasien semenjak pulang kerja dari Korea. Sehingga
pasien menjadi sering banyak diam, mengamati sekeliling lingkungan
sekitar rumah dan melamun. Pasien beranggapan setelah pulang kerja
dari Korea, pasien di rumah hanya menumpang.
Pasien mengatakan akhir-akhir ini sering merasa kesulitan untuk
fokus dan merasa terlalu banyak pikiran-pikiran yang ada di kepalanya.
Pasien juga merasakan akhir-akhir ini menjadi mudah ngantuk dan tidak

10
ada minat untuk melakukan pekerjaan. Pasien juga mengatakan menjadi
malas dan tidak ada semangat. Sehingga pasien lebih suka menghabiskan
waktunya duduk-duduk dan melamun di dalam rumah. Ketika mencoba
digali apa yang dilamunkan akhir-akhir ini pasien tidak menjawab.
Pasien justru menjawab dengan jawaban yang tidak relevan kemudian
mengganti topik pembicaraan lain yaitu pasien merasakan ada yang
berubah dengan tangan dan kakinya. Namun ketika ditanya perubahan
yang seperti apa, pasien menjawab dengan jawaban lain. Pasien
merasakan bahwa pikiran-pikiran yang sering muncul di kepalanya
ternyata bisa ditangkap dan disiarkan oleh beberapa channel televisi.
Namun setelah ditanyakan lebih lanjut, arus pembicaraan pasien semakin
tidak terarah. Pada beberapa pertanyaan pasien menjawab namun
beberapa saat kemudian pasien terdiam dan melamun lagi.
Saat kami tanyakan sebelumnya pasien pernah bekerja dimana,
pasien mengatakan, sebelumnya ia bekerja di Bogor sebagai pekerja
pabrik. Disana, pasien bekerja untuk mengawasi barang-barang. Namun
setelah kami tanyakan kepada keluarga, pasien tidak pernah bekerja di
Bogor, melainkan di Korea.
Dari anamnesis kami, beberapa kali pertanyaan dijawab pasien tidak
relevan dan topiknya meloncat-loncat. Pasien mengatakan selama ini
tidak mengalami gangguan tidur dan dapat melakukan kegiatan sehari-
hari dengan baik.
b. Alloanamnesis
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Alloanamnesis
dilakukan pada Ayah pasien yang tinggal serumah dengan pasien. Ayah
pasien mengatakan tingkah laku pasien mulai berubah semenjak pasien
bekerja di Korea sebagai TKI. Salah satu teman pasien menghubungi
ayah pasien mengatakan jika pasien mencurigai temannya mengambil
uang pasien saat pasien bekerja di Korea sebanyak 40 juta. Menurut
teman kerja pasien, setelah itu pasien menjadi berubah menjadi pendiam

11
dan lebih tertutup. Pasien cenderung lebih suka menyendiri dan tidak
mau lagi bergaul bersama teman-temannya.
Pada bulan September 2015 pasien pulang ke Indonesia dan sempat
bekerja sebagai security selama 1 bulan, namun karena pasien sering
melamun dan kinerja nya tidak maksimal pasien diberhentikan.
Kemudian semenjak itu pasien tidak bekerja lagi hingga sekarang. Pasien
lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah, diam dan
melamun. Pasien sering melihat sekeliling rumah dan melihat langit-
langit rumah.
Sampai dilakukan alloanamnesis bulan Oktober 2017 pasien belum
pernah diperiksakan ke dokter. Hal ini karena menurut keluarga pasien,
pasien hanya mengalami perubahan sifat yang sementara. Namun karena
tidak ada perbaikan dan ayah pasien mengatakan pasien menjadi mudah
marah dan beberapa kali mendapati pasien berbicara sendiri serta untuk
kegiatan sehari-hari seperti makan dan mandi pasien harus selalu
diingatkan. Kemudian oleh ayah pasien melaporkan kondisi Tn.DS ke
tenaga kesehatan puskesmas. Ayah pasien juga mengatakan jika nafsu
makan pasien juga menurun selama 1.5 bulan terakhir.

C. Kronologi Perjalanan Penyakit


Pasien berubah menjadi
D.

Th. 2014
Bekerja sebagai TKI di semakin pendiam dan Th, 2016
Korea sebagai pegawai tertutup serta menarik diri Pasien lebih suka
E. pabrik dari pergaulan teman menyendiri dan acuh
Pasien mencurigai Ayah pasien mendapat dengan lingkungan sekitar. Keluarga mencari
temannya mengambil kabar, pasien menjadi Pasien sering melamun rujukan ke RSJD dan
uang pasien sebanyak pendiam dan menarik diri Keluarga belum pernah mengurus BPJS
40 juta memeriksakan pasien 27 Oktober 2017
Pasien dirujuk ke RSJD
Surakarta

Th. 2011 Th. 2015 September 2017


Lulus SMK Pulang dari Korea Untuk kebutuhan
Masih mengikuti kegiatan Pasien berubah menjadi sehari-hari pasien harus
karang taruna dan bergaul pendiam dan sering diingatkan.
dengan teman-teman di melamun Pasien menjadi lebih
lingkungannya Pasien bekerja sebagai sensitif
security 1 bulan Pasien sempat berbicara
sendiri

12
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Alergi : disangkal
2. Riwayat Hipertensi : disangkal
3. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
4. Riwayat Kejang : disangkal
5. Riwayat Trauma Kepala : disangkal
6. Riwayat Mondok : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat Penyakit Psikiatri : (+) pada Ibu pasien, setelah ibu pasien
melahirkan anak pertama, ia sempat marah marah karena merasa dituduh
mertuanya mencuri. Ibu pasien pernah dirawat di RSJ dan mendapat
pengobatan. Saat ditanya ibu pasien didiagnosis gangguan kejiwaan apa
pada saat itu, keluarga tidak tahu.
2. Riwayat Hipertensi : disangkal
3. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
4. Riwayat sakit asma : disangkal
5. Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat sakit ginjal : disangkal
7. Riwayat sakit jantung : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat merokok : + sejak SMK ( 6 tahun)
2. Riwayat olahraga :
Tn. SP, Ny. SY : jarang (frekuensi 1 bulan 1x)
Tn. DS : (+) 1 minggu 2x, bermain bola
Ny. RS : jarang (frekuensi 1 bulan 1x)
3. Riwayat Minum Alkohol : disangkal
4. Riwayat Konsumsi NAPZA : disangkal

13
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Tn. DS adalah seorang laki-laki berusia 24 tahun yang tinggal bersama
Ayah dan Ibu. Kedua orang tua pasien bekerja sebagai buruh dengan
penghasilan perbulan total Rp 2.000.000,00. Sedangkan pasien Tn.DS pada
saat bekerja di Korea dengan penghasilan setiap bulannya Rp 8.000.000,00
dan disisihkan bagian untuk keluarganya di rumah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Penghasilan keluarga selama ini cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemenuhan ditanggung oleh ayah, ibu dan
Tn.DS. Sepulang dari Korea pasien selama 2 tahun ini tidak bekerja. Biaya
pengobatan ditanggung oleh BPJS PBI. Sebelum sakit pasien mengikuti
kegiatan karang taruna di desa pasien, namun sepulang dari bekerja dari
Korea, pasien jarang mengikuti kegiatan di desanya.

H. Riwayat Gizi
Keluarga pasien memiliki kebiasaan makan sehari 2-3 kali. Makan
dengan nasi, lauk tempe/tahu dan sayur-sayuran. Konsumsi daging ayam/sapi,
seminggu sekali. Keluarga pasien juga memiliki kebiasaan mengonsumsi
cemilan singkong goreng. Dalam memasak, keluarga pasien menggunakan
MSG. Sebelum sakit, pasien Tn.DS tidak pernah pilih-pilih dalam hal
makanan dan nafsu makan pasien baik. Namun 1 bulan terakhir, nafsu makan
pasien menurun. Untuk makan, pasien selalu diingatkan oleh keluarganya.

I. Anamnesis Sistemik
Keluhan utama : Pasien mudah marah dan beberapa kali berbicara
sendiri
Kulit : Kuning (-), kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal
(-), bercak-bercak kuning (-), luka (-)

Kepala : Nyeri kepala (-), nggliyeng (-), kepala terasa berat


(-), berkunang-kunang (-), rambut mudah rontok(-)

Mata : Mata berkunang kunang(-), pandangan kabur (-/-),


gatal (-), mata kuning (-), mata merah (-/-),

14
Hidung : Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau
air berlebihan (-), gatal (-)

Telinga : Pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau darah


(-), telinga berdenging (-).

Mulut : Bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), sariawan


(-), gigi mudah goyah (-),

Leher : pembesaran di daerah leher (-), leher kaku (-)

Tenggorokan : Rasa kering dan gatal (-), nyeri telan (-), sakit
tenggorokan (-), suara serak (-).

Sistem respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), nyeri dada (-), mengi (-).

Sistem kardio : Nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-), sering
pingsan (-), berdebar-debar(-), keringat dingin (-),
ulu hati terasa panas (-), denyut jantung meningkat (-
), bangun malam karena sesak nafas (-).

Sistem gastrointestinal: Mual (-), muntah (-), perut kaku (-), rasa penuh
di perut (-), cepat kenyang(-), nafsu makan
berkurang (+), nyeri ulu hati(-), diare (-), BAB cair
(-), sulit BAB (-), BAB berdarah (-), perut nyeri
setelah makan (-), BAB warna seperti dempul(-),
BAB warna hitam (-).

Sistem muskuloskeletal :Lemas (-),kaku sendi (-), nyeri sendi (-),


bengkak sendi (-), nyeri (-), kaku otot (-), kejang(-),
leher cengeng (-).

Sistem genitouterina : BAK sedikit (-), nyeri saat BAK (-), panas saat
BAK (-), sering buang air kecil (-), air kencing warna
seperti teh (-), BAK darah (-), BAK berwarna merah
(-), nanah (-), berpasir (-), anyang-anyangan (-),

15
sering menahan kencing (-), rasa pegal di pinggang,
rasa gatal pada saluran kencing (-), rasa gatal pada
alat kelamin (-), kencing nanah (-).

Ekstremitas :

Atas : Luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari


terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah(-/-), nyeri (-/-
), lebam kulit (-/-), kaku (-/-)

Bawah : Luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari


terasa dingin (-/-), bengkak (-/-),lemah (-/-), nyeri (-
/-), lebam kulit (-/-), kaku (-/-)

J. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada 25 Oktober 2017
1. Keadaan Umum
Composmentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan cukup.

2. Tanda Vital
Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 92 x/menit, reguler

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7oC per axiler

VAS Score :0

3. Status Gizi
BB : 62 kg

TB : 159 cm

BMI : BB/TB2 = 62/(1,59)2 = 24.52 kg/m2

Status gizi : normoweight

16
4. Kulit
Warna kulit sawo matang, rambut hitam, turgor baik, ikterik (-), sianosis

(-), petechie (-), spider nevi (-).

5. Kepala
Bentuk normocephal, rambut distribusi normal, berwarna hitam

6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek kornea
(+/+),

7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)

8. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-).

9. Telinga
Membran timpani intak (+), serumen (+), benjolan (-), nyeri tekan (-),
nyerimastoid (-), tragus pain (-/-)

10. Tenggorokan
Tonsil melebar (-), faring hiperemis (-), dahak (-).

11. Leher
JVP R + 2 cm, trakea di tengah, kelenjar getah bening (KGB) tidak
membesar.

12. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).

a. Cor
1) Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V 1
cm medial linea medioklavikularis sinistra

3) Perkusi :
a) Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra

17
b) Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
c) Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
d) Batas jantung kiri bawah: SIC VI linea medioklavikularis
sinistra
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler,
bising (-) , gallop (-)

Kesimpulan: Batas jantung kesan tidak melebar.

b. Pulmo
1. Inspeksi : Pengembangan dada kanan=dada kiri
2. Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
3. Perkusi : Sonor/sonor
4. Auskultasi : Suara dasar vesikuler, ronkhi basah kasar (-/-),
wheezing (-/-), inspirasi=ekspirasi

13. Abdomen
a. Inspeksi : Dinding perut sejajar dari dinding dada, venektasi (-)
b. Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
c. Auskultasi : Bising usus (+), 12x/menit
d. Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
14. Ekstremitas
a. Atas : Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Bawah : akral dingin (-/-), oedem (-/-)

K. Identifikasi Aspek Personal


1. Alasan kedatangan berobat
Pasien dilaporkan ke petugas kesehatan Puskesmas Ngrampal oleh ayah
pasien dengan keluhan menjadi mudah marah dan berbicara sendiri.
Selama 2 tahun semenjak pasien pulang bekerja dari Korea, pasien
mengalami perubahan perilaku menjadi pendiam dan sering melamun.
Satu bulan terakhir, pasien marah-marah di rumah ketika diingatkan oleh
anggota keluarganya untuk mandi ataupun makan. Beberapa kali ayah

18
pasien mendapati pasien berbicara sendiri saat malam hari. Hal ini mulai
membuat keluarga pasien terutama ayah pasien menjadi khawatir.
2. Persepsi keluarga pasien tentang penyakit
Pasien tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa dan tidak
tahu penyebab penyakitnya serta tidak tahu cara mengobatinya. Keluarga
pasien pada mulanya tidak menyadari bahwa pasien menderita gangguan
kejiwaan yang dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi peran baik
dalam lingkungan keluarga maupu sosial. Keluarga menganggap bahwa
kondisi pasien bisa membaik dengan sendirinya. Karena kondisi pasien
yang tidak kunjung membaik, keluarga pasien akhirnya memutuskan untuk
melaporkan ke petugas Puskesmas Ngrampal untuk mendapatkan
penanganan dan rujukan ke RSJD Surakarta.
3. Kekhawatiran keluarga pasien
Keluarga pasien memiliki kekhawatiran apabila hidup anaknya akan
bergantung dengan orang lain dan akan dijauhi oleh tetangga dan
masyarakat sekitar.
4. Harapan keluarga pasien
Keluarga pasien berharap agar anaknya segera mendapat pengobatan dan
bisa sembuh. Sehingga pasien bisa bekerja dan hidupnya tidak bergantung
pada orang lain serta dapat berinteraksi dengan keluarga dan tetangga
sekitarnya.

L. Pemeriksaan Status Mental


Dilakukan pada 25 Oktober 2017.
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Pasien seorang laki-laki usia 24 tahun tampak sesuai usia, kulit sawo
matang dan potongan rambut pendek. Rambut pasien terlihat sedikit
berantakan. Memakai baju bewarna hijau dan celana coklat. Pasien
mengenakan kalung yang dibentuk dari untuaian biji-bijian. Rambut
pasien terlihat sedikit berantakan. Perawatan diri pasien cukup baik.

19
b. Pembicaraan
Pasien berbicara spontan, intonasi kurang jelas, volume cukup, dan
artikulasi kurang jelas.
c. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien hipoaktif dan perhatian pasien mudah terganggu
d. Sikap terhadap pemeriksa
Kurang kooperatif, kontak mata tidak adekuat. Beberapa kali
menghindar.
2. Kesadaran
a. Kuantitatif : Compos Mentis, GCS E4V5M6
b. Kualitatif : berubah
3. Alam Perasaan
a. Mood : hipotimik
b. Afek : datar
c. Keserasian : tidak serasi
d. Empati : tidak dapat dirabarasakan
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : (-) tidak ada
b. Ilusi : (-) tidak ada
c. Depersonalisasi : (+) ada (pasien mengatakan ada yang berubah
dengan tangan dan kakinya, tapi pasien tidak mengatakan perubahan
yang dialami seperti apa)
d. Derealisasi : (+) ada (pasien merasakan ada yang berubah
dengan sekeliling rumahnya dan pasien beranggapan bahwa selama ini di
rumah pasien hanya menumpang)
5. Proses Pikir
a. Bentuk pikir : non realistik
b. Arus Pikir : inkoheren, flight of idea
c. Isi Pikir : waham (-)

20
6. Kesadaran dan Kognisi
a. Orientasi
1) Orang : Baik (dapat mengenali pemeriksa)
2) Tempat : Baik (dapat mengenali tempat dimana ia berada)
3) Waktu : Kurang baik (pasien tidak mengetahui saat ini
tahun berapa, tapi masih bisa mengenali siang dan malam)
4) Situasi : Baik (dapat mengenali kondisi sekitar)
b. Daya Ingat
1) Jangka Segera : Baik (pasien dapat mengingat kata yang diucapkan
pemeriksa)
2) Jangka Pendek : Kurang (pasien tidak dapat menjawab pertanyaan
pemeriksa menu sarapan pagi)
3) Jangka Panjang : Buruk (pasien tidak dapat menyebutkan nama
sekolah)
c. Kemampuan Abstrak
Baik (pasien dapat membedakkan apel dan pisang, pasien juga dapat
mengerti beberapa arti dari peribahasa saat ditanyakan)
d. Daya Konsentrasi dan Perhatian
1) Konsentrasi : Buruk
2) Perhatian : Buruk
e. Kemampuan Menolong diri
Kurang (pasien harus diingatkan untuk makan dan minum, bahkan
beberapa kali pasien merasa kesal dan membentak ketika diingatkan
untuk mandi, perawatan diri sendiri kurang)
f. Riwayat Gangguan Pribadi
i. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, usia kandungan 9 bulan.
ii. Riwayat Masa Anak Awal (0-3 tahun)
Pasien tidak pernah mengalami kejang, tumbuh kembang sesuai usia
sebaya dan tinggal bersama kedua orang tua.

21
iii. Riwayat Masa Anak Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien tumbuh kembang seperti teman sebaya, pasien menyelesaikan
pendidikan di bangku SMK.
iv. Riwayat Masa Anak Akhir (pubertas sampai remaja)
Pasien berteman dengan teman-teman sebayanya, dan sering bermain
bersama.
v. Riwayat Masa Dewasa
a) Riwayat Pekerjaan
Swasta sebagai TKI ke Korea 1 tahun dan sebagai Satpam selama 1
bulan
b) Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah
c) Riwayat Pendidikan
Pasien hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SMK.
d) Agama
Pasien beragama Islam.
e) Aktivitas Sosial
Hubungan sosial pasien sebelum sakit cukup baik. Pasien sering
bermain bersama teman-teman sebayanya
f) Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien belum pernah melanggar hukum.
g) Situasi Hidup Sekarang
Pasien sekarang tinggal di rumah bersama Ayah dan Ibu pasien
7. Daya Nilai
a. Realita : Nonrealistik
b. Sosial : Buruk
8. Tilikan Diri
Derajat 1 (pasien menyangkal penuh terhadap penyakitnya)
9. Taraf Kepercayaan
Informasi yang diutarakan pasien tidak dapat dipercaya.

22
M. Daftar Masalah
a. Organobiologik : tidak ada
b. Psikologik
1) Skizoafektif tipe depresif (anhedonia, anergi, afek datar, thought
broadcasting, inkoherensi, flight of idea).

N. Ikhtisar Penemuan Bermakna


Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun dengan keluhan
menjadi Pasien mudah marah dan beberapa kali berbicara sendiri, sudah
berlangsung selama 1 bulan. Sebelumnya pasien mengalami perubahan
kepribadian menjadi sering menyendiri dan acuh terhadap lingkungan sekitar
sejak pulang dari Korea tahun 2015.
Perawatan diri pasien cukup dan sesuai dengan usianya, namun untuk
makan dan mandi pasien harus diingatkan. Pembicaraan spontan, artikulasi
tidak jelas, volume cukup, dan intonasi kurang jelas. Kesadaran kuantitatif
compos mentis dan kualitatif berubah. Mood afek tidak serasi, empati tidak
dapat dirabarasakan, gangguan persepsi depersonalisasi dan derealisasi,
bentuk pikir nonrealistik, arus pikir inkoheren, flight of of idea, gangguan
orientasi waktu, gangguan daya ingat pendek dan panjang, daya konsentrasi
dan perhatian buruk. Tilikan derajat 1. Taraf kepercayan tidak dapat
dipercaya. Tidak terdapat adanya riwayat trauma kepala, neurologik,
penyakit medis lainnya, alkohol, napza dan zat adiktif lainnya. Riwayat
merokok sejak 6 tahun yang lalu.

O. Formulasi Diagnosis
Pada pasien ini ditemukan adanya hendaya pikiran, psikomotor, dan fungsi
sosial.
- Diagnosis Axis I
a. F00 Gangguan mental organik dapat disingkirkan karena tidak ada
riwayat penyakit medis dan neurologis.

23
b. F10 Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif dapat
disingkirkan karena tidak ada riwayat pemakaian napza dan zat adiktif
lainnya.
c. F25 Diagnosis gangguan skizoafektif dengan adanya skizofrenia yang
dapat ditegakkan karena dari pasien mengalami thought broadcasting,
inkoherensi, flight of idea disertai dengan keluhan anhedonia, anergi
afek datar, penurunan nafsu makan, konsentrasi dan perhatian pasien
berkurang. Munculnya gejala-gejala skizofrenia yang disertai dengan
gejala-gejala depresi yang muncul secara bersamaan dan sama-sama
menonjol yang sudah berlangsung lebih dari 1 bulan, sehingga pasien
dapat dikategorikan dalam diagnosis F25.1 Skizoafektif Tipe Depresi.
- Diagnosis Axis II
Z03.2 tidak ada diagnosis.
- Diagnosis Axis III
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tidak ada gangguan organik.
- Diagnosis Axis IV
Masalah pekerjaan.
- Diagnosis Axis V
GAF 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang dalam sosial,
pekerjaan, sekolah dll).

P. Diagnosis Multiaxial
1. Axis I : F25.1 Skizoafektif Tipe Depresi
2. Axis II : Z03.2 tidak ada diagnosis axis II
3. Aksis III : Belum ada diagnosa
4. Axis IV : Masalah pekerjaan dan sosial.
5. Axis V : GAF 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll).

24
Q. Rencana Terapi
1. Psikofarmaka
Pasien selama perawatan di RSJ Surakarta mendapatkan terapi :
Injeksi haloperidol, dosis 5 mg./mL injeksi intramuskulus
Obat oral antidepresan fluoksetin 1 x 10 mg/hari
Berdasarkan pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa, tatalaksana
untuk kasus skizoafektif tipe depresi dengan :
a. Injeksi
Olanzapin, dosis 10mg/mL injeksi intramuskuler, dapat diulang
setiap 2 jam, dosis maksimum 30 mg/hari
Aripriprazol, dosis 9.75 mg/mL injeksi intramuskuler, dapat diulang
setiap 2 jam, dosis maksimum 29.25 mg/hari
Haloperidol, dosis 5 mg./mL injeksi intramuskulus, dapat diulang
setiap setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari
Diazepam 10 mg/ 2mL injeksi intravena/ intramuskulus, dosis
maksimum 30 mg/hari
b. Oral
Litium 2 x 400 mg/ hari, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0.8-1.2
mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800
mg/hari, pada fungsi ginjal normal)
Antidepresan, SSRI misalnya fluoksetin 1 x 10-20 mg/hari
Antipsikotik generasi kedua, olanzapin 1x10-30 mg/hari atau
risperidone 2x1-3 mg/hari
Haloperidol 5-20 mg/hari
Lama pemberian obat untuk fase akut adalah 2-8 minggu atau
sampai tercapau remisi absolut
2. Psikoedukasi
Tujuan intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan,
stressor lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan
ketenangan kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui komunikasi

25
yang baik, memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan
yang nyaman, toleran perlu dilakukan.
a. Terhadap pasien
1) Pengenalan terhadap penyakitnya, manfaat pengobatan, cara
pengobatan, dan efek samping.
2) Motivasi pasien agar minum obat teratur dan rajin kontrol.
3) Membantu pasien untuk menerima realita dan menghadapinya.
4) Membantu pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas sehari-hari
secara bertahap.
b. Terhadap keluarga
1) Memberi penjelasan dan pengertian pada keluarga mengenai
gangguan yang diderita pasien.
2) Menyarankan keluarga agar memberi dukungan dan suasana kondusif
bagi penyembuhan pasien
3. Terapi Lainnya
ECT untuk pasien refrakter terhadap obat atau katatonik

R. Resume
Keluarga Tn. DS berbentuk nuclear family terdiri atas suami, istri dan 2
anak. Masalah kesehatan yang dialami pasien adalah pasien mengalami
gangguan kejiwaan skizoafektif tipe depresi Tn. DS merupakan anak pertama
dari pasangan Tn. SP dan Ny. SY. Gangguan ini dimulai setelah pasien pulang
kerja sebagai TKI di Korea, pada mulanya pasien mengalami perubahan
perilaku.
Setelah dilakukan anamnesis kepada pasien dan keluarga, pasien mulai
berubah ketika bekerja sebagai TKI di Korea. Pasien mencurigai salah seorang
temannya telah mengambil uangnya sebanyak 40 juta. Sejak saat itu pasien
semakin menjadi pendiam, sering melamun dan menarik diri tidak mau bergaul
lagi dengan teman-temannya. Setelah pulang ke Indonesia, tahun 2015 dan
berada di rumah, pasien lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah.
Anggota keluarga pada mulanya menganggap bahwa kondisi Tn. DS bisa

26
membaik dengan sendirinya. Hingga pada bulan Oktober 2017, pasien belum
pernah diperiksakan. Semenjak 1 bulan sebelum kunjungan pasien menjadi
sensitif dan sering marah-marah, bahkan membentak anggota keluarganya
apabila pasien diingatkan untuk makan dan mandi. Beberapa kali ayah pasien
melihat pasien mengobrol sendiri tanpa ada lawan bicaranya. Setelah dilakukan
pemeriksaan, pasien laki-laki , Tn. DS berusia 24 tahun dengan keluhan mudah
marah dan beberapa kali berbicara sendiri. Perawatan diri pasien cukup dan
sesuai dengan usianya. Pembicaraan spontan, artikulasi tidak jelas, volume
cukup, dan intonasi kurang jelas. Kesadaran kuantitatif compos mentis dan
kualitatif berubah. Mood afek tidak serasi, empati tidak dapat dirabarasakan,
gangguan persepsi depersonalisasi dan derealisasi, bentuk pikir nonrealistik,
arus pikir inkoheren, flight of of idea, gangguan orientasi waktu, gangguan
daya ingat pendek dan panjang, daya konsentrasi dan perhatian buruk. Tilikan
derajat 1. Taraf kepercayan tidak dapat dipercaya. Tidak terdapat adanya
riwayat trauma kepala, neurologik, penyakit medis lainnya, alkohol, napza dan
zat adiktif lainnya. Riwayat merokok sejak 6 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis dan status gizi kesan
baik. Tanda vital dalam batas normal. Setelah Puskesmas Ngrampal
mendapatkan laporan dari keluarga pasien, pihak puskesmas memberikan
rujukan untuk dirawat lebih lanjut di RSJD Surakarta.

27
TAHAP III

IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik

1. Fungsi Biologis dan Klinis


Pasien Tn.DS berusia 24 tahun adalah anak kandung pertama
denganskizoafektif tipe depresi, berada dalam nuclear family yang terdiri
dari ayah kandung Tn. SP (45 tahun), Ny. SY sebagai ibu kandung (43
tahun), dan adik kandung perempuan Ny. RS (21 tahun). Ny. SY sebelum
menikah memiliki riwayat gangguan kejiwaan. Keluarga tidak ada yang
menderita penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes melitus dan alergi.

2. Fungsi Psikologis
Pasien Tn.DS memiliki kepribadian yang pendiam dan tertutup sehingga
cenderung memendam permasalahan yang dihadapi dan komunikasi antar
anggota keluarga kurang baik.

3. Fungsi Sosial
Fungsi sosial keluarga Tn.DS cukup baik dengan tetangga sekitar rumah.
Keluarga Tn.DS juga sering mengikuti kegiatan di masyarakat sekitarnya.
Tn.DS aktif dalam kegiatan lingkungan desa dan menjadi anggota aktif di
organisasi Karang Taruna di desanya. Namun, setelah pulang dari Korea
Tn. DS jarang mengikuti kegiatan yang diadakan di desanya.
4. Fungsi Ekonomi
Tn. DS adalah seorang laki-laki berusia 24 tahun yang tinggal bersama
Ayah dan Ibunya. Ayah dan Ibu pasien bekerja sebagai buruh dengan
penghasilan perbulan total Rp 2.000.000,00. Sedangkan pasien Tn.DS pa da
saat bekerja di Korea dengan penghasilan setiap bulannya Rp 8.000.000,00
dan disisihkan bagian untuk keluarganya di rumah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pemenuhan ditanggung oleh ayah, ibu dan Tn.DS.

28
Sepulang dari Korea pasien selama 2 tahun ini tidak bekerja. Biaya
pengobatan ditanggung oleh BPJS PBI.

5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi


Kemampuan penguasaan masalah dan beradaptasi Tn. DS dengan
anggota keluarga kurang.

B. Fungsi Fisiologis

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score


adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain.

1. Adaption
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi
dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran dari anggota
keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana keluarga menjadi
tempat utama anggota keluarga kembali jika dia menghadapi masalah. Pada
pasien ini fungsi adaptasinya tidak dapat dinilai.
2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut,
bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan membahasnya bersama-sama.
Tn. DS dan keluarganya kurang baik dalam membagi dan menceritakan masalah
yang sedang dihadapi, misalnya saat Tn. DS terlihat sedih, anggota keluarga
kurang peduli dan mengganggap sebagai hal yang biasa saja. Ayah dan Ibunya
menganggap bahwa Tn. DS sudah dewasa dan bisa menyelesaikan sendiri masalah
yang sedang dihadapinya.

3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut. Misalnya, pada saat pasien Tn. DS
memutuskan untuk bekerja di Korea, keluarga memberikan dukungan. Pada saat

29
pasien pulang dari Korea dan tidak mampu bekerja lagi karena mengalami
gangguan kejiwaan, kesadaran keluarga untuk segera membawa pasien untuk
berobat kurang. Anggota keluarga menganggap sakit yang diderita pasien bersifat
sementara dan dapat sembuh sendiri.

4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama lain dan
saling memberi dukungan serta mengekspresikan kasih sayangnya. Menurut adik
pasien, Ny. RS wujud ekspresi kasih sayang antar keluarga masih kurang, hal ini
disebakan karena minimnya komunikasi yang terjalin.

5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Menurut adik pasien,
Ny. RS kurang puas terhadap waktu yang dihabiskan untuk bersama dalam
keluarga.

Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :


1. Selalu/sering : 2 poin
2. Kadang-kadang : 1 poin
3. Jarang/tidak pernah : 0 poin
Dan penggolongan nilai total APGAR ini adalah :
1. 8-10 : baik
2. 6-7 : cukup
3. 1-5 : buruk
Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga Tn. DS dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. APGAR Anggota Keluarga Tn.DS


Kode APGAR keluarga Tn.DS Tn. Ny. Tn. Ny.
SP SY DS RS
A Saya puas bahwa saya dapat 1 1 0 1
kembali ke keluarga saya bila
saya menghadapi masalah

30
P Saya puas dengan cara 2 1 0 2
keluarga saya membahas dan
membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara 1 2 0 1
keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang
baru
A Saya puas dengan cara 1 1 0 1
keluarga saya
mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan,
perhatian, dll
R Saya puas dengan cara 2 2 0 1
keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-
sama
Total Nilai APGAR 7 7 0 6
Sumber : Data primer, Oktober 2017
Fungsi Fisiologis Keluarga = (7+7+6) / 4 = 5 (buruk)

Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga Tn. DS tergolong buruk. Hal ini terlihat dari total skor
APGAR yaitu 5. Secara umum adanya hambatan dalam komunikasi, dukungan antar
anggota keluarga untuk berkembang yang kurang dan respon antar anggota keluarga
dalam mengekspresikan kasih sayang masih sangat kurang.

C. Fungsi Patologis

Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika keluarga Tn. DS menghadapi permasalahan. Fungsi patologis
keluarga Tn. DS dapat diamati pada Tabel 3.
Tabel 3. SCREEM Keluarga Tn. DS
Sumber Patologi Ket.
Interaksi sosial anggota keluarga Tn. DS dengan masyarakat
di lingkungan sekitar rumah tergolong baik. Akan tetapi
interaksi antar anggota keluarga dan kasih sayang orang tua
SOCIAL +
ke anak masih kurang.

31
Keluarga Tn. DS memegang teguh adat-istiadat Jawa
dalam kehidupannya, mereka menjaga nilai-nilai
kesopanan dalam interaksinya. Bahasa yang digunakan
-
CULTURAL untuk komunikasi sehari-hari adalah campuran antara
Bahasa Indonesia dengan Bahasa Jawa. Keluarga Tn DS
tidak mempercayai adanya hal-hal mistis

Tn. DS dan keluarga menerapkan dan menjaga nilai-nilai


kerohanian Islam dalam hidupnya, yaitu dengan
RELIGION menjalankan ibadah sholat, mengaji, dan puasa. Keluarga -
masih rutin melakukan sholat maghrib berjamaah.

Pemenuhan kebutuhan keluarga semenjak pasien Tn. DS +


sakit, ditopang dari hasil kerja ayah dan ibu, meskipun
dirasa masih bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari tetapi
ECONOMY
kesulitan untuk biaya berobat apabila ada anggota
keluarga yang sakit.

Pendidikan keluarga Tn. DS masih kurang, karena +


pendidikan terakhir Tn. DS dan adiknya Ny. RS adalah
EDUCATION SMA, sedangkan pendidikan terakhir ayah dan ibunya
adalah SMP dan SD.

Apabila ada masalah kesehatan pada anggota keluarga


Tn. DS tidak segera dibawa berobat ke Puskesmas.
MEDICAL Anggota keluarga yang sakit baru dibawa berobat apabila +
sudah semakin memberat. Keluarga pasien saat ini sudah
memiliki kartu anggota BPJS.
Sumber : Data primer, Oktober 2017
Kesimpulan:

Fungsi patologis keluarga Tn. DS ditemukan adanya masalah pada social,


economy, education dan medical.

D. Siklus Kehidupan Keluarga

Menurut Duvall (1977) terdapat 8 tahapan perkembangan keluarga (Eight


Stage Family Life Cycle) :

1. Married couple (without children) (pasangan menikah dan belum memiliki


anak).
Ayah dan ibu dari Tn.DS, Tn. SP dan Ny. SY menikah pada tahun
1992. Pasangan ini mengalami fase ini selama 1 tahun. Dalam fase ini
pasangan ini tidak mengalami masalah dalam pernikahan. Ny. SY sebelum

32
menikah pernah memiliki riwayat gangguan jiwa, setelah menikah
kondisinya semakin membaik.
Pada siklus ini sering terjadi permasalahan medis meliputi
permasalaan medis (kehamilan cepat, infertilitas), dan permasalahan
emosional (depresi, cemburu, keuangan, komunikasi dan pekerjaan). Pada
keluarga ini tidak dijumpai adanya permasalahan seperti diatas.

2. Childbearing family (oldest child birth- 30 month) (keluarga dengan


seorang anak pertama yang baru lahir).
Setelah 1 tahun menikah, pada tahun 1993 Tn.SP dan Ny. SY
memiliki seorang putra yaitu Tn.DS. Ny. SY melahirkan secara normal
dengan bantuan seorang bidan. Kemudian pada tahun 1996, lahirlah anak
kedua, Ny.RS. Pada fase ini sebagai pasangan yang baru memiliki anak
mengalami kesulitan, namun karena kedua orang tua berada dalam 1 kota
maka sangat mengurangi beban.
Pada siklus ini sering terjadi permasalahan meliputi permasalahan
medis (KB, penyakit kelamin) dan permasalahan emosional sosial
(perselingkuhan). Keluarga ini dapat melewati fase ini dengan baik, dan
tidak didapatkan permasalahan seperti diatas.
3. Families with preschool children (oldest child 2,5 y.o. 6 y.o.) (keluarga
dengan anak pertama usia prasekolah 2.5-6 tahun).
Pada tahun 1999 anak pertama Tn.DS memasuki masa taman kanak-
kanak dan Ny.RS masih berusia 3 tahun, pada fase ini dukungan dan kasih
sayang dari kedua orang tuanya sangat kurang. Hal ini dikarenakan kedua
orang tuanya harus bekerja sebagai buruh tani dan pulangnya selalu sore
hari. Sehingga di awal-awal masuk taman kanak-kanak, Tn.DS harus
dititipkan dengan tetangganya ketika berangkat dan pulang sekolah.
Pada fase ini Ibu pasien pernah dirawat di RSJ dan mendapat
pengobatan. Saat ditanya ibu pasien didiagnosis gangguan kejiwaan apa
pada saat itu, keluarga tidak tahu. Masalah yang ditemukan pada siklus ini
adalah dukungan dan kasih sayang dari orang tua kurang.

33
4. Families with School Children (Oldest child 6-13 year) (keluarga dengan
anak yang telah masuk sekolah dasar)
Ketika anak pertama usia SD, anak kedua baru memasuki usia 4
tahun. Kadang kedua kakak beradik ini bertengkar hal- hal kecil layaknya
anak- anak pada umumnya. Namun pertengkaran itu masih dalam batas
wajar dan tidak berlanjut sebagai permusuhan. Pada masa sekolah dasar
ini, kepribadian pendiam Tn.DS mulai terlihat. Meskipun demikian Tn.DS
masih sering bermain dengan teman-teman sebayanya di sekolah. Pada
fase ini dukungan keluarga seperti menemani belajar atau membantu
mengerjakan PR dari sekolah tidak pernah didapatkan oleh Tn.DS maupun
Ny.RS. Selain karena kedua orang tuanya bekerja, juga dikarenakan latar
belakang pendidikan kedua orang tua yang rendah sehingga enggan untuk
mengajari anaknya.
Masalah yang dihadapi pada siklus tidak jauh berbeda dengan tahap
family with pre school childrend yaitu kurangnya dukungan dan kasih
sayang dari kedua orang tua.
5. Family with teenagers (oldest child 13-20 y.o.)
Tn. DS menjalani masa pendidikan SD, SMP dan SMK. Manurut
ayahnya, Tn.DS termasuk anak yang cepat menyerap materi pelajaran dari
guru. Selama menjalani masa pendidikan, Tn.DS tidak pernah mengalami
tinggal kelas.
Pada fase ini, kedekatan dan komunikasi yang berlangsung antar
anggota keluarga semakin jarang dan renggang. Hal ini semakin membuat
Tn.DS enggan menceritakan masalah-masalah yang dialaminya. Selain itu
dukungan semangat dari keluarga untuk berkembang dan diskusi dengan
kedua orang tua juga sangat minimal.
Masalah yang terjadi pada siklus ini komunikasi yang jarang dan
renggang antar anggota keluarga.
6. Families launching young adult

34
Setelah Tn.DS lulus dari SMK, akhirnya memutuskan untuk bekerja.
Hal ini karena Tn.DS tidak ingin adik perempuannya putus sekolah. Tn.
DS ingin membantu biaya sekolah adiknya dengan bekerja. Pada masa-
masa ini, pasien cenderung tertutup dan lebih suka memendam
permasalahannya sendiri. Hal ini ditambah dengan anggapan dari kedua
orang tuanya, bahwa Tn.DS sudah dewasa harus bisa mandiri dan bisa
menyelesaikan masalahnya sendiri.
Pada tahun 2014 Tn.DS memutuskan untuk bekerja sebagai TKI di
Korea. Setelah 1 tahun bekerja, pasien diminta pulang oleh anggota
keluarganya karena menurut cerita dari temannya, Tn.DS tingkah lakunya
berubah, menjadi lebih pendiam dan suka melamun. Selain itu Tn.DS
pernah mencurigai temannya sendiri telah mengambil uangnya. Semenjak
kejadian tersebut, Tn.DS semakin tertutup, menarik diri dan jarang
berinteraksi dengan orang lain.
Tahap ini terjadi beberapa permasalahan meliputi permasalahan
medis (penyakit degeratif) dan permasalahan emosional dan sosial
(penurunan karir, sindroma kesepian). Pada kluarga Tn.DS ayah dan ibu
tetap bekerja sebagai buruh tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga
sehari-harinya, dan dari anamnesis tidak ditemukan adanya keluhan
penyakit degeneratif.
7. Midle ages parent (empty nest to retirement) yaitu keluarga dengan orang
tua yang telah pensiun).
Keluarga ini belum memasuki fase midle ages parent.
8. Aging family members (keluarga dengan orang tua yang telah lanjut usia).
Keluarga ini belum memasuki fase aging family members.

35
9. Genogram

b 1945
b 1949 b 1950 Tn U T n b 1943
Tn S Ny.T
Tn H Ny D Ny S Ny K
K
d 2010
d 2000

Tn P b 1972 T n S Tn E Tn K b 1973
Tn S Tn P Tn H Tn S Ny K Ny H Ny S Tn P

M 1992 Riwayat
gangguan
jiwa
b 1993
b 1996 Tn. G
Tn DS
Ny RS

Keterangan Gambar : Sumber : Data primer,Oktober 2017

: tanda gambar untuk jenis kelamin perempuan

: tanda gambar untuk jenis kelamin laki-laki

: tanda silang menunjukkan meninggal

: pasien

: keluarga yang tinggal dalam satu rumah


Gambar 1. Genogram Keluarga Tn. DS

36
10. Pola Interaksi Keluarga

Tn. SP Ny. SY
43 tahun 41 th

Tn. DS Ny. RS
24 tahun 21 th

Gambar 2. Pola Interaksi Keluarga Tn. DS


Sumber : Data primer, Oktober 2017

Keterangan :

Kesimpulan :
Hubungan Tn SP dan Ny SY baik. Meskipun keduanya bekerja sebagai buruh
tani di tempat yang berbeda yang berangkat pagi dan pulang petang. Komunikasi
antara suami istri masih berjalan dengan baik.
Hubungan antara Tn. DS dengan ayahnya baik, namun arah komunikasi hanya
dari ayah ke Tn. DS. Tn DS cukup tertutup dan jarang menceritakan mengenai
masalah atau kesulitan yang sedang dihadapi. Sedangkan hubungan Tn DS dengan

37
ibunya cukup jauh. Karena minimalnya komunikasi diantara mereka. Selama ini
yang paling dekat dengan Tn DS adalah adik kandungnya, Ny. RS.

11. Faktor-Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Pengetahuan
Pendidikan dalam keluarga ini secara umum masih kurang. Ayah pasien
berpendidikan terakhir SMP, sedangkan ibunya hanya sampai SD. Pekerjaan
Kedua orang tua pasien sehari-hari sebagai buruh tani, sedangkan pasien
sebelumnya pernah bekerja di Korea dan adik perempuannya sebagai ibu rumah
tangga.
Tn. DS yang sepulang dari Korea berubah menjadi lebih pendiam dan sering
melamun oleh keluarga tidak segera diperiksakan. Pasien sering marah-marah
dan membentak anggota keluarganya karena tidak mau diingatkan untuk mandi.
Terlambatnya pelaporan dan kesadaran dari anggota keluarga untuk
memeriksakan ke tempat pelayanan kesehatan membuat semakin tertundanya
pengobatan kepada pasien. Sehingga kondisinya bisa semakin memburuk
apabila tidak segera diobati. Keterlambatan dan kurangnya kesadaran anggota
keluarga disebabkan komunikasi yang terjalin antar anggota keluarga yang
kurang baik. Selain itu juga dikarenakan faktor pendidikan yang rendah
sehingga kurang mengenali gejala-gejala awal pada gangguan kesehatan jiwa.

2. Sikap
Tn. DS dan keluarga mempunyai sikap terhadap kesehatan yang kurang
baik. Bila ada anggota keluarga yang sakit tidak segera dibawa ke pelayanan
kesehatan. Anggota keluarga yang sakit baru akan dibawa berobat ketika tidak
kunjung membaik.

38
3. Tindakan
Tn. DS dan keluarganya memiliki tindakan terhadap kesehatan yang kurang.
Kepedulian keluarga terhadap pasien yang masih kurang, sehingga pasien sakit
berlangsung kurang lebih 1 tahun tidak segera dilaporkan dan mengusahakan
pengobatan. Hal ini karena pertimbangan biaya dan keluarga menganggap
pasien bisa sembuh dengan sendirinya seperti yang dialami oleh ibunya.

12. Faktor-Faktor Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Lingkungan
Berikut ini adalah keadaan rumah pasien:

Tabel 4. Keadaan Rumah Tn. DS


No Lingkungan Tn. H Keterangan
1 Status kepemilikan rumah: milik Tn. SP Kesimpulan:
2 Daerah perumahan: perumahan tidak padat Keadaan rumah Tn.
3 Luas tanah: 150 m 2 SP terawat, dengan
4 Jumlah penghuni dalam satu rumah: 4 orang pencahayaan cukup.
5 Jarak antar rumah: 5m (depan), 1m (samping).
6 Rumah 1 lantai
7 Lantai rumah: semen
8 Dinding rumah: tembok
9 Ventilasi : cukup
10 Jamban keluarga : ada
11 Kamar mandi: ada
12 Dapur: ada
13 Tempat tidur : ada 3
14 Penerangan listrik @ 10 watt x 12 buah lampu= 120 watt
15 Pencahayaan: cukup
16 Ketersediaan air bersih bersumber dari sumur memakai
jet pump
17 Tempat pembuangan sampah : di kebun di samping
rumah. Sampah dibakar.
Sumber : Data primer, Oktober 2017

2. Keturunan

39
Terdapat riwayat gangguan kejiwaan pada keluarga Tn. DS yaitu Ny. SY,
ibu kandung pasien sebelum menikah pernah mengamuk dan anggota keluarga
tidak mengetahui diagnosis gangguan kejiwaan yang dialami ibunya.
3. Pelayanan Kesehatan
Pada saat awal pasien mulai mengalami perubahan sikap dan tingkah laku,
oleh anggota keluarga masih dianggap sebagai hal biasa. Hal ini karena anggota
keluarga pasien menganggap sebagai hal yang biasa saja dan baru dibawa ke
Puskesmas apabila sakitnya sudah parah. Ketersediaan sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan sudah cukup baik. Rumah pasien tidak terlalu jauh dengan
Puskesmas Ngrampal dengan jarak kurang lebih 800 m. Keluarga Tn. DS
mempunyai BPJS PBI dan Saraswati Menur sehingga untuk biaya berobat di
Puskesmas dan RSUD Sragen sudah ditanggung BPJS.

Pemahaman : Keluarga Lingkungan:Kebersihan


pada mulanya tidak lingkungan rumah cukup
menyadari bahwa Tn DS baik
mengalami gangguan jiwa
dan membutuhkan
penanganan segera

Keturunan :Ibu kandung


Sikap :Keluarga cenderung pasien, Ny.SY sebelum
memiliki sikap Tn.DS menikah pernah menderita
menyepelekan, sehingga gangguan jiwa
baru membawa berobat
setelah sakitnya memberat

Tindakan:Kondisi Tn.DS
yang tidak kunjung Pelayanan Kesehatan :
membaik, keluarga baru Keluarga pasien menjadi
melaporkan ke petugas anggota BPJS PBI. Jarak
Puskesmas untuk ke puskesmas dekat.
mendapatkan rujukan dan
pengobatan

Gambar 3 Faktor Perilaku dan Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan


Keluarga Tn. DS

40
Keterangan :

: Faktor Perilaku

: Faktor Non Perilaku

13. Identifikasi Outdoor dan Indoor


1. Lingkungan Indoor

WC KM Dapur

Kamar Kandang
Kamar ayam dan
garasi
15
m Kamar

Ruang
tamu

Teras

10 m
Gambar 4. Denah Rumah Tn. DS

Keterangan:
a. Luas rumah 150 m2, lantai tanah.
b. Penggunaan air sumur untuk mandi, mencuci, dan memasak.
c. Keadaan dalam rumah cukup terawat.
d. Ventilasi dan penerangan cukup.
e. Atap rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup langit-langit.
f. Rumah memiliki jamban dan kamar mandi.
2. Lingkungan Outdoor

41
a. Rumah memiliki halaman di depan rumah.
b. Terdapat pagar di depan rumah.
c. Terdapat tempat pembuangan sampah yang cukup, namun tidak memiliki
batas seperti bak maupun penutup. Sampah biasanya dibakar.

42
TAHAP IV
DIAGNOSIS HOLISTIK

A. Diagnosis Holistik
Aspek I: Personal
Pasien laki-laki berusia 24 tahun dengan skizoafektif tipe depresi tidak menyadari
bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa dan tidak tahu penyebab penyakitnya
serta tidak tahu cara mengobatinya. Keluarga pasien pada mulanya tidak
menyadari bahwa pasien menderita gangguan kejiwaan. Keluarga menganggap
bahwa kondisi pasien bisa membaik dengan sendirinya. Karena kondisi pasien
yang tidak kunjung membaik, keluarga pasien akhirnya memutuskan untuk
melaporkan ke petugas Puskesmas Ngrampal untuk mendapatkan penanganan dan
rujukan ke RSJD Surakarta.
Keluarga pasien berharap agar anaknya segera mendapat pengobatan dan bisa
sembuh. Sehingga pasien bisa bekerja dan hidupnya tidak bergantung pada orang
lain serta dapat berinteraksi dengan keluarga dan tetangga sekitarnya.

Aspek II: Klinis


Diagnosis multiaksial pada pasien adalah
Axis I : F25.1 Skizoafektif Tipe Depresi
Axis II : Z03.2 tidak ada diagnosis axis II
Axis III : Belum ada diagnosa
Axis IV : Masalah pekerjaan dan sosial.
Axis V : GAF 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll).

Aspek III: Faktor Internal


Tingkat kesadaran keluarga tentang pentingnya penanganan segera gejala-gejala
gangguan jiwa yang dialami oleh pasien masih sangat kurang. Dibuktikan dengan
keluarga baru melaporkan pasien ke petugas Puskesmas setelah merasa khawatir

43
kondisinya tak kunjung membaik. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan
keluarga sehingga kesadaran untuk segera membawa berobat masih sangat
kurang.
Tn. DS dengan tipe kepribadian yang tertutup meningkatkan faktor risiko
terjadinya depresi (Culbertson, 1997). Selain itu pasien juga mengalami gangguan
komunikasi dengan keluarganya.
Aspek IV: Faktor Eksternal
Kemampuan adaptasi dan bersosialisasi dengan orang lain di lingkungan sekitar,
setelah Tn.DS sakit menjadi mengalami kesulitan. Pasien selalu berdiam diri di
dalam rumah dan menghabiskan waktunya untuk melamun. Pasien juga suka
berkeliling melihat-lihat lingkungan rumahnya.
Pada saat bekerja di Korea pasien pernah mencurigai salah seorang temannya
sudah mengambil uangnya. Setelah kejadian tersebut pasien semakin menjadi
pendiam dan jarang berkomunikasi dengan teman-teman kerjanya.
Aspek V: Derajat Fungsional
Kategori derajat fungsional:
1 : sehat, tidak butuh bantuan

2 : sakit ringan (aktivitas berat dikurangi)

3 : sakit sedang

4 : sakit berat (aktivitas ringan saja yang bisa)

5 : 100% butuh orang lain

Dari anamnesis dan pemeriksaan status mental yang dilakukan, Tn. DS memiliki
derajat fungsional 3. Pasien mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas
harian, perawatan diri yang kurang baik dan pasien harus diingatkan oleh anggota
keluarganya untuk makan, minum dan mandi.

44
B. Five Family Oriented Question (FFOQ)

Untuk melihat peran keluarga dalam penatalaksanaan penyakit Tn.DS,


dilakukan suatu survey dengan tanya jawab kepada ibu pasien dengan
menggunakan kuesioner Five Family Oriented Question (FFOQ) sebagai
berikut:

1. Terdapat anggota keluarga pasien lainnya yang memiliki keluhan serupa,


yaitu ibu Tn.DS
2. Menurut ayah pasien, Tn. DS menderita gangguan kejiwaan seperti saat ini
karena terdapat masalah yang dialami pasien selama pasien bekerja sebagai
TKI di Korea. Selama ini pribadi pasien cukup tertutup dan jarang
menceritakan tentang masalah hidupnya.Setelah selama 2 tahun ini pasien
tidak ada kemajuan, ayah pasien mencari rujukan untuk memeriksakan Tn.
DS ke RSJD Surakarta
3. Di keluarga yang paling khawatir tentang keadaan Tn. DS adalah ayahnya
dan adik perempuannya.
4. Terdapat perubahan pada kehidupan keluarga, sebelum Tn. DS sakit
maupun setelah Tn. DS sakit. Tn. DS setelah menderita gangguan jiwa
menjadi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan tidak dapat
bekerja seperti sebelumnya. Sehingga sangat mengganggu dan menghambat
dalam peran sosial.
5. Dari keluarga mencoba untuk mencari pertolongan ke petugas kesehatan
Puskesmas Ngrampal setelah kondisi Tn. DS menjadi marah-marah dan
suka berbicara sendiri.

45
C. Mandala Of Health

GAYA HIDUP

Keluarga hidup sederhana di


desa. Tidak memiliki masalah
hutang dengan tetangga/ bank

LINGK. PSIKO-SOSIO-EKO
PERILAKU KESEHATAN
-Pendapatan keluarga rendah
Kesadaran keluarga terhadap
-Kehidupan sosial dengan
pentingnya berobat segeramasih
kurang. Ketika ada anggota FAMILY lingkungan baik
-Antar keluarga cenderung
keluarga yang sakit parah baru
tertutup mengenai
dibawa beorbat
permasalahan pribadi

PASIEN
Mudah marah dan berbicara
sendiri sejak 1 bulan
Pemeriksaan fisik dalam
PELAYANAN LINGK. KERJA
batas normal
KESEHATAN Adanya masalah selama
Status Mentalis
Jarak rumah ke kerja sebagai TKI di
Anhedonia, anergi, afek
Puskesma 800 m, Korea tetapi tidak
datar, thought broadcasting,
jalan baik disampaikan ke
inkoherensi, flight of idea
keluarga

FAKTOR BIOLOGI LINGK. FISIK


Ibu pasien memiliki riwayat -Ventilasi dan penerangan di
gangguan jiwa sebelum dalam rumah baik
menikah dan pernah dirawat di -Keadaan dalam rumah cukup
RSJ terawat

Gambar 5. Mandala of Health

46
BAB V

PEMBAHASAN

A. Skizofrenia

1. Definisi

Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang


mengganggu (intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang
disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau
menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan
melakukan kompulsi bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika
seseorang memaksa untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.
Seseorang dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya menyadari
irrasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai
ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang
menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu
dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang,
fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan
teman dan anggota keluarga.

2. Epidemiologi

Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh


dunia. Skizofrenia terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama.
Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja atau awal dua puluhan.
Pria sering mengalami awitan yang lebih awal daripada wanita.

Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti


skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara,
namun dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun
skizofrenia pada orang dewasa dalam rentang yangsempit berkisar antara 0,1

47
dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di
10-negara yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden
skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga
untuk tiap-tiap sub tipe skizofrenia.

Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun


menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki
mempunyai onset yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset
untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai
35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih
mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita
lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki.
Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih
baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-laki.Skizofrenia tidak
terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara historis, prevalensi
skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi dari
daerah lainnya.

a. Mortalitas dan morbiditas:

Bunuh diri (10%), penyakit-penyakit lain akibat pola hidup yang buruk, efek
samping obat, dan penurunan preawatan kesehatan.

b. = :

Onset lebih awal dan gejala lebih buruk pada , disebabkan karena respon
pengobatan antipsychotic yang lebih baik pada disebabkan pengaruh
estrogen.

c. Rasio schizophrenia kembar pada >.

d. Usia:

- Puncak onset: (18-25 tahun), (26-45 tahun)

48
- Onset sebelum pubertas dan >45 tahun jarang.
- Gejala-gejala dapat membaik perlahan pada usia pertengahan dan lebih tua.
- Sembuh spontan jarang terjadi pada beberapa tahun penyakit kronis.
3. Etiologi
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan
terhadap berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi
serotonin adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan
kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik
lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab
gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini.

Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak


fungsional, sebagai contoh PET ( positron emission tomography), telah
menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan
aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan
singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik
tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI)
telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian
pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten dengan
pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum
kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif. Suatu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan
peningkatan waktu relaksasi T 1 di korteks frontalis.

Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk


gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya
angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar

49
monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada
pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen
sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
menderita gangguan.

Data biologis lainnya. Penelitian elektrofisiologis, penelitian


elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah
menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan
depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG
nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan
kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif,
seperti penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian
neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan
gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-supprssion
test pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon
pertumbuhan pada infus clonidine (catapres).

b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang
dibiasakan. Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan
ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan responden
dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah
berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang
sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu
menimbulkan kecemasan atau gangguan.

Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang


menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang
berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang
aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan

50
untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat
perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang
menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi
sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari.

c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah
berbeda dari gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar
pasien gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif
pramorbid. Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak
diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-
kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien gangguan
obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.

Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga


mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukanbentuk dan
kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi,
meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi.

Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi


seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika
terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah
dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran.
Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan
yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya.

Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa


impuls mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan
menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan
impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke

51
kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi
permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara
memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup
penting adal;ah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang
disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif
yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat
yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls
obsesional yang menakutkan.

Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola


perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang
jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat
oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.

Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik,


gangguan obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif
dan merupakan suatu regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase
psikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
merasa terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau
kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur dari fase oedipal
dan beregresi ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang
berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara
bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien
dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang
melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah
derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik
secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak
di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-
kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan

52
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan
anal-sadistik.

Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari


perubahan dalam karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri
yang penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-
sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu
objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan
pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien
dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan
pilihan.

Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang


mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi
ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada
pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa
mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa
tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan
berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan
memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan
obsesif-kompulsif.

4. Faktor Resiko

Adapun faktor resiko yang menyebabkan seseorang menderita


skizofrenia antara lain:

a. Riwayat skizofrenia dalam keluarga


b. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,
penarikan diri, dan/atau impulsivitas.
c. Stress lingkungan

53
d. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif
yang sangat kecil.
e. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah
karena dideritanya gangguan ini
f. Diperkirakan gen yang telibat adalah: 1q, 5q, 6p, 6q, 8p, 10p, 13q, 15q,
dan 22q. dang en yang diperkirakan terlibat alpha-7nicotine receptor,
DISC 1, GRM 3, COMT, NGR 1, RGS 4, dan G27.
g. Lahir pada musim dingin dan awal musim semi (Mungkin berkaitan
dengan virus atau perubahan pola makan pada tiap musim).
h. Komplikasi masa kehamilan dan persalinan.
i. Bentuk tubuh astenik.
j. Terinfeksi influenza pada trisemester ketiga.
k. Penyalahgunaan obat-obatan.
l. Usia ibu saat hamil di atas 40 tahun

5. Manifestasi Klinis

Ada dua gejala yang menyertai schizophrenia yakni gejala negatif


dan gejala positif. Gejala negatif berupa tindakan yang tidak membawa
dampak merugikan bagi lingkungannya, seperti mengurung diri di kamar,
melamun, menarik diri dari pergaulan, dan sebagainya. Sementara gejala
positif adalah tindakan yang mulai membawa dampak bagi lingkungannya,
seperti mengamuk dan berteriak-teriak.
a. Gejala negatif (pendataran afektif, alogia (miskin bicara, kemiskinan
isi bicara, afek yang tidak sesuai), tidak ada kemauan-apati, anhedonia-
asosialitas, tidak memiliki atensi social, tidak ada perhatian selama tes
b. Gejala positif ( halusinasi, waham, perilaku aneh (cara berpakaian,
perilaku social, agresif, perilaku berulang), ganggun pikiran formal positif
(penyimpangan, tangensialitas, inkoherensi)

54
Selain itu, ada juga pengelompokan gejala-gejala menjadi gejala primer
dan sekunder (oleh Bleuler). Gejala primer adalah gejala pokok, sedangkan
gejala sekunder merupakan gejala tambahan.

a. Gejala primer
- Gangguan proses pikiran (yang terutama terganggu adalah asosiasi.
Gangguannya berupa terdapatnya inkoherensi, pasien cenderung
menyamakan hal, seakan-akan pikiran berhenti, stereotipi pikiran (ide yang
sama berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya)
- Gangguan afek dan emosi (afek dan emosi dangkal, acuh tak acuh
terjadap dirinya), parathimi (yang seharusnya menimbulkan rasa senang,
malah menimbulkan rasa sedih pada pasien), paramimi (penderita senang
tapi menangis), terkadang afek dan emosinya tidak mempunyai satu
kesatuan, emosi yang berlebihan, hilangnya kemampuan untuk mengadakan
hubungan emosi yang baik, dua hal yang berlwanan mungkin terjadi
bersama-sama
- Gangguan kemauan (kelemahan kemauan dengan alasan yang tidak jelas,
ngativisme (sikap yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan), ambivalensi kemauan (menghendaki dua hal yang berlawanan
pada waktu bersamaan), otomatisme (penderita merasa kemauannya
dipengaruhi orang lain atau tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu
secara otomatis)
- Gejala psikomotor( gejala katatonik (gerakan kurang luwes), bias
sampai stupor (tidak bergerak sama sekali), mutisme, berulang-ulang
melakukan satu gerakan atau sikap, verbigerasi (mengulang-ngulang kata),
manerisme (keanehan cara berjala dan gaya), gejala katalepsi (bila dalam
jangka waktu lama), flexibilitas cerea (bila anggota gerak dibengkokan
terasa ada tahanan seperti pada lilin, negativism (melakukan hal berlawanan

55
dengan yang diperintahkan), echolalia (meniru kata-kata yang diucapkan
orang lain), ekhopraxia (meniru perbuatan orang lain)
b. Gejala sekunder
- Waham (waham primer (timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa
penyebab apa-apa dari luar( hamper patognomonis pada skizofrenia),
waham sekunder (biasanya terdengar logis, seperti waham kebesaran,
waham nihilistic, dll)
- Halusinasi (pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan
kesadaran (pada kelainan lain tidak ditemukan yang seperti ini). Paling
sering halusinasi auditorik. Halusinasi penglihatan jarang, namun bila ada,
biasanya pada stadium permulaan
Gejala yang pertama kali tampak adalah gejala postif. Timbulnya gejala
positif ini berbeda pada tiap gender. Pada pria umumnya muncul pada usia 17-27
sementara pada wanita 17-37.

Perjalanan penyakit schizophrenia terbagi menjadi tiga fase, yaitu:

a. Fase prodromal = fase dimana gejala non spesifik muncul sebelum gejala
psikotik menjadi jelas. Lamanya bisa beberapa minggu, bulan bahakn tahunan.
Gejalanya berupa hendaya pekerjaan, fungsi social, perawatan diri, dan
penggunaan waktu luang.
b. Fase aktif = fase dimana gejala psikotik menjadi jelas seperti perilaku
katatonik, halusinasi, delusi, disertai gangguan afek.
c. Fase residual = fase yang gejala nya mirip seperti fase prodromal tetapi gejala
psikotiknya tidak begitu jelas
.
6. Diagnosis

Untuk diagnosa schizophrenia, acuan yang paling banyak digunakan


adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, ed

56
4). DSM IV mempunyai kriteria diagnosis dari APA (Amerika Psychiatric
Association) untuk schizophrenia. Kriteria DSM IV sebagian besar tidak
berubah dari DSM III yang direvisi (DSM-III-R), walaupun DSM-IV
menawarkan lebih banyak pilihan bagi klinisi dan lebih deskriptif terhadap
situasi klinis yang aktual. Seperti pada DSM-III-R, halusinasi maupun
waham tidak diperlukan untuk diagosis schizophrenia karena pasien dapat
memenuhi diagnosis jika mereka memenuhi dua gejala yang dituliskan
dalam gejala nomor tiga sampai lima di dalam kriteria A. Kriteria B
menghilangkan kata pemburukan deteriortation di dalam variabel
perjalanan schizophrenia di antara pasien-pasien. Namun demikian kriteria B
masih memerlukan gangguan fungsi selama fase aktif penyakit. DSM-IV
masih memerlukan gejala minimal 6 bulan dan tidak adanya diagnosis
gangguan schizoafektif atau gangguan mood.

Kriteria diagnosis schizophrenia berdasarkan DSM IV:


A. Gejala karakteristik: dua (atau lebih berikut), masing-masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil):
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoheren)
4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5) Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada
kemauan (avolition)
Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus
mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara
yang saling bercakap satu sama lainnya.

57
B. Disfungsi sosial atau pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna
sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan,
hubungan interpersonal, atau perawatan diri adalah jelas dibawah
tingkat yang dipakai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-
anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian
interpersonal, akademik atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi. Tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala
(atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A
(yaitu gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodormal
atau residual. Selama periode prodomal atau residual, tanda gejala
mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih
gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah
(misalnya keyakinan yang aneh, pengalamam persepsi yang tidak
lazim).
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: gangguan
skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena:
a. Tidak ada episode depresi berat, manik, atau campuran yang telah
terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif, atau
b. Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi
totalnya adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan
residual.
c. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan
oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Jika terdapat
adanya riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif
lainnya, diagnosis tambahanschizophrenia dibuat hanya jika waham

58
atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu
bulan (atau kurang jika berhasil diobati).

7. Skizofrenia pada pasien


Keluarga mengeluhkan Tn. DS mengalami perubahan perilaku setelah
pasien pulang dari Korea. Ayah pasien mengatakan Tn. DS dulu merupakan
pribadi yang aktif dan sering bersosialisasi dengan tetangga dan teman-
temannya, namun setelah pulang dari Korea pasien berubah menjadi
pendiam, lebih banyak melamun dan tidak memperdulikan sekitar. Di Korea
pasien bekerja sebagai tenaga pabrik. Pasien berangkat bekerja di Korea
pada tahun 2104, dan pulang ke Indonesia tahun 2015. sewaktu di Korea,
salah satu teman pasien menelpon Ayah pasien mengatakan jika pasien
perilakunya mulai berubah. Pasien juga mencurigai salah satu temannya
mengambil uang miliknya. Pasien menjadi pendiam dan suka melamun.
Setelah pulang di Indonesia pasien jarang bicara dengan anggota
keluarganya, pasien lebih banyak diam tertunduk dan suka melamun.
Setelah itu, pasien baru mulai mau berkomunikasi dengan keluarga.
Selama di Indonesia pasien tidak bekerja, pasien bekerja 1 bulan
sebagai security namun karena pasien sering melamun menyendiri pasien
diberhentikan. Selama ini pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Dari
tahun 2015 sampai dilakukan anamnesis pasien belum pernah diperiksakan
ke dokter. Namun keluarga pasien sekarang sudah mengurus BPJS dan
memiliki rujukan dari Puskesmas Ngrampal untuk ke RSJD Surakarta. Dari
keadaan itu maka diagnosis pada pasien ini adalah F25.1 Skizoafektif Tipe
Depresi.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab yang banyak belum diketahui dan perjalanan penyakit yang tidak
selalu bersifat kronis, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya

59
ditandai dengan adanya penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikrian dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul.
Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walau kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
Gangguan afektif merupakan perubahan suasana perasaan (mood)
atau afek, dapat berupa depresi atau elasi. Perubahan ini biasanya disertai
dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan
gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau berhubungan
dengan perubahan tersebut.
Gangguan Skizoafektif dapat dibuat apabila gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektid sama sama menonjol pada saat yang
bersamaan atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam
satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari
ini, episode penyakit tidak memenuhi keiteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.
Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif, katergori ini dipakai apabila
tipe depresif tunggal, dan afek depresif menonjol, disertai sedikitinya dua
gejala khas anhedonia (hilang minat) dan anergi (mudah lelah). Pada pasien
didapatkan gejala depresif yang khas.
Penatalaksanaan pada pasien adalah Risperidone. Risperidone
merupakan obat antipsikotik tipikal yang digunakan untuk mengatasi gejala
skizofrenia. Risperidone diklasifikasikan sebagai obat antipsikotik potensi
rendah. Karena potensinya dalam mengurangi gejala psikotik rendah, maka
toksisitas ekstrapiramidal dapat berkurang. Efek sedasi pada obat ini
digunakan agar pasien dapat tidur dengan nyenyak. Kemudian untuk
mengatasi Depresi diperlukan obat antidepresi Fluoxetin, golongan SSRI
yang efek sampingnya paling minimal.
Selain itu karena untuk mengurangi gejala membutuhkan obat terus

60
menerus, maka kontrol rutin adalah suatu keharusan pada pasien jiwa. Jika
penggunaan obat dihentikan tiba-tiba atau tanpa arahan dokter, maka gejala
yang dikeluhkan akan kembali. Oleh karena itu, motivasi dan edukasi untuk
pasien agar pasien kontrol rutin sangat dibutuhkan.

61
TAHAP VI
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

A. Saran Komprehensif
1. Promotif
a. Puskesmas lebih aktif untuk mempromosikan kepada masyarakat mengenai
pentingnya mengenali gejala-gejala awal gangguan jiwa dan menghilanglan
stigma negatif pada pasien gangguan jiwa sehingga tidak mengganggu
pengobatan pasien.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai edukasi tentang pola
hidup bersih dan sehat serta penyuluhan kesehatan jiwa melalui kader, bidan
atau petugas terkait, dan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat secara
berkala baik secara langsung dalam acara khusus maupun disisipkan dalam
acara lain seperti perkumpulan RT/RW, posyandu atau pengajian.
c. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai kondisi Tn. DS
sehingga pasien menyadari bahwa membutuhkan perawatan dan pengobatan
sehingga peran keluarga dan sosial pasien bisa kembali seperti sebelumnya.
Selain itu tetap memberikan dukungan dan semangat kepada Tn. DS agar
menjalani perawatan dan pengobatan sampai tuntas.
d. Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga pola makan Tn. DS dan selalu
menjaga kebersihan Tn. DS yang saat ini kurang mempedulikan perawatan
dirinya agar tidak menderita penyakit yang dapat memperburuk kondisi dan
menurunkan kualitas hidup Tn. DS.
e. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien untuk mengajak Tn. DS
bercerita apa yang dirasakan saat ini, sehingga komunikasi antar anggota
keluarga semakin baik. Selain itu pasien juga diajak bersosialisasi ke
tetangga dan teman-temannya sehingga dapat lebih bersosialisasi dengan
baik dan diterima di masyarakat tempatnya bergaul.

62
2. Preventif
a. Menjaga agar tidak terpapar pada stressor yang berlebihan
b. Memperbaiki pola komunikasi antar anggota keluarga
c. Menjaga ibadah agar memiliki hubungan yang erat dengan Maha Pencipta
dan ketenangan jiwa.
3. Kuratif
b. Menjalani perawatan di RSJD Surakarta agar kondisi pasien lebih stabil dan
kooperatif untuk komunikasi.
c. Mengonsumsi obat secara teratur sesuai dosis yang telah ditetapkan.
d. Kontrol rutin agar gejala tidak muncul dan perlu adanya pengawasan dalam
konsumsi obat.

4. Rehabilitatif
a. Kontrol ke fasilitas kesehatan jiwa secara rutin.
b. Adanya dukungan dari keluarga dan orang terdekat pasien.
c. Makan makanan yang bergizi 3 kali sehari dapat ditambah dengan konsumsi
buah.

63
B. Progress Note
Nama : Tn. DS
Diagnosis : F25.1 Skizoafektif tipe depresi derajat ringan
No Tgl Kondisi Pasien Status Mentalis Terapi Planning Target
1. 25 Oktober Pasien hipoaktif, Kesadaran merawat diri Psikofarmaka : Rujuk pasien ke Pemberian terapi
2017 pembicaraan yang kurang, mood afek - Haloperidol, dosis 5 mg./mL RSJD Surakarta dan penanganan
tidak sesuai dan tidak serasi, inkoheren, injeksi intramuskulus, dapat sesegera mungkin di RSJD
berbicara sendiri flight of idea, diulang setiap setengah jam, Terapi lainnya Surakarta
tanpa lawan bicaranya anhedonia, anergy. dosis maksimum 20mg/hari misalnya ECT
Tilikan diri derajat 1. -Litium 2 x 400 mg/ hari
-Antidepresan, fluoksetin 1 x
10-20 mg/hari
-Antipsikotik generasi kedua,
olanzapin 1x10-30 mg/hari
atau risperidone 2x1-3 mg/hari
-Haloperidol 5-20 mg/hari
Lama pemberian obat untuk
fase akut adalah 2-8 minggu
atau sampai tercapau remisi
absolut
Psikoedukasi ke pasien dan
keluarga

2. 27 Oktober Pasien hipoaktif dan Kesadaran merawat diri Psikofarmaka : Perawatan secara Pasien menjalani
2017 pembicaraan yang kurang, mood afek - Haloperidol, dosis 5 mg./mL teratur di RSJD perawatan di
tidak sesuai tidak serasi, inkoheren, injeksi intramuskulus, dapat Surakarta RSJD Surakarta
flight of idea, diulang setiap setengah jam, Terapi lainnya
Pasien sudah dirujuk anhedonia, anergy. dosis maksimum 20mg/hari misalnya ECT
ke RSJD Surakarta Tilikan diri derajat 1. -Litium 2 x 400 mg/ hari
dengan mobil pribadi -Antidepresan, fluoksetin 1 x

64
10-20 mg/hari
-Antipsikotik generasi kedua,
olanzapin 1x10-30 mg/hari
atau risperidone 2x1-3 mg/hari
-Haloperidol 5-20 mg/hari
Lama pemberian obat untuk
fase akut adalah 2-8 minggu
atau sampai tercapau remisi
absolut

Psikoedukasi ke pasien dan


keluarga
3. 30 Oktober Pasien hipoaktif dan Kesadaran merawat diri Psikofarmaka : Perawatan secara Pasien minum
2017 pembicaraan yang kurang, mood afek - Haloperidol, dosis 5 mg./mL teratur di RSJD obat dengan
tidak sesuai tidak serasi, inkoheren, injeksi intramuskulus, dapat Surakarta rutin.
Pasien sudah dirujuk flight of idea, diulang setiap setengah jam, Terapi lainnya Tidak muncul
ke RSJD Surakarta anhedonia, anergy. dosis maksimum 20mg/hari misalnya ECT gejala.
dengan mobil pribadi Tilikan diri derajat 1. -Litium 2 x 400 mg/ hari
-Antidepresan, fluoksetin 1 x
10-20 mg/hari
-Antipsikotik generasi kedua,
olanzapin 1x10-30 mg/hari
atau risperidone 2x1-3 mg/hari
-Haloperidol 5-20 mg/hari
Lama pemberian obat untuk
fase akut adalah 2-8 minggu
atau sampai tercapau remisi
absolut

Psikoedukasi ke pasien dan


keluarga
Sumber : Data primer, Oktober 2017

65
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Keluarga Tn. DS merupakan nuclear family dengan fungsi fisiologis buruk
dan fungsi patologis pada economy, education dan medical.

2. Fungsi psikologis dan sosialisasi keluarga Tn. DS terjalin kurang baik yang
dibuktikan dengan komunikasi antar anggota keluarga yang kurang,
dukungan anggota keluarga yang minim serta kasih sayang orang tua yang
kurang tersampaikan kepada anak-anaknya.
3. Perlu adanya dukungan dari keluarga agar proses pengobatan Tn. DS dapat
berjalan dengan baik, sehingga Tn. DS dapat sembuh, bisa bekerja lagi
sehingga tidak bergantung lagi pada orang lain.
4. Tn. DS dan keluarganya perlu diedukasi dan dimotivasi terus-menerus
tentang pentingnya menjaga pola hidup sehat dan pentingnya menjaga
hubungan komunikasi dan keterbukaan antar anggota keluarga.

A. Saran
1. Keluarga hendaknya lebih memberikan motivasi dengan mengingatkan dan
mendukung Tn. DS agar selalu menjalani pengobatan dengan rutin.
2. Dilaksanakan penyuluhan oleh pihak Puskesmas kepada masyarakat sekitar
mengenai pentingnya mengenali gejala-gejala awal gangguan jiwa dan apa
yang harus segera dilakukan oleh keluarganya.
3. Puskesmas hendaknya meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif, serta memberikan perhatian lebih pada pasien gangguan jiwa :
meningkatkan pola hidup sehat, meningkatkan deteksi kasus, memaksimalkan
terapi pada pasien dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
4. Kegiatan home visit sebaiknya tetap dilaksanakan secara berkelanjutan untuk
dapat melihat permasalahan kesehatan pasien secara lebih komprehensi

66
67
DAFTAR PUSTAKA

Bowden CL. 2005. Atypical Antipsychotic Augmentation of Stabilisator mood


Therapy in Bipolar Disorder, J Clin Psychiatry, vol. 66, no. 3, hh. 12-19.
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV
Washington DC: American Psychiatry Association, 1994
Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1993. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Hawari, Dadang: Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta, 2006.
Kazadi N. J. B, dkk. Factors as Sociated With Relaps in Schizophrenia South
AfricanJournal of Psychiatry, Vol 14, No 2. 2008
Maneros A., Rottig S, Rottig D., Tscharntke A., Brieger P., (2009) Bipolar I
disorder with mood-incongruent psychotic symptoms- A comparative
longitudinal study. Eur Arch Psychiatry Clin Neurosci (2009) 259;131-136.
Diunduh dari http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs00406-007-0790-
7?CI=true
Maslim R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-V. Cetakan 2. Bagian Ilmu Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT
Nuh Jaya.
Sadock BJ, Sadock VA. 2011. Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Saddock BJ., & Saddock VA., (2007). Schizotypal Personality Disorder. Kaplan
& Sadocks Synopsis of Psychiatry : behavioral Sciences/Clinical Psychiatry.
10th Edition. Philadelphia USA. Lippincott Williams & Wilkins. P:796
Sinaga,RB. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2007
Soreff S, 2011. Affective Disorder. Medscapes Drug and Disease reference

68
Suppes T, Dennehy EP, Swann AC, Bowden CL, Calabrese JR, Hirschfeld RM,
Keck PE, Sachs GS, Crisman ML, Toprac MG, Shon SP, 2000, Report of the
Texas Consensus Conference Panel on Medication Treatment of Bipolar
Disorder 2000, J Clin Psychiatry 2002;63:288-299. Diunduh dari
http://altcancerweb.com/bipolar/tratmentguidelines/texas-concensus-
conference-panel-medication-treatment-bipolar-2000
Tohen M dan Angst J, 2002. Epidemiology of Bipolar Disorder. In MT Tsuang &
Tohen M (Eds.), Textbook in Psychiatric Epidemiology second edition (pp.
427-447). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc
Toni C., Perugi G., Mata B., Madaro D., Maremmani I., Akiskal H.S., (2000) Is
moodincongruent manic psychosis a distinct subtype?. Eur arch psychiatry Clin
Neurosci (2001) 251:12-17. Diunduh
http://msrc.fsv.edu/system/files/TonieCetal2001ismoodincongruentmanicpsych
osisadistinctsubtype
Zarate CA., 2000, Antipsychotic Drug Site Effect Issues, J Clin Psychiatry
2000;61:52-61. Diunduh dari
http://altcancerweb.com/bipolar/atypicalantipsychotic/antipsychotic-drug-site-
effect.pdf

69
Lampiran 1. Foto-Foto Kegiatan FOME

Gb 1. Halaman depan dan teras

Gb 2. Garasi rumah dan kandang Gb 3. Ruang kosong di sisi kanan


ayam rumah

70

Anda mungkin juga menyukai