Anda di halaman 1dari 40

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1. Umum
Pemberian air pada tanaman haruslah sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman
tersebut, pemberian air yang berlebihan atau tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman
juga akan mengganggu pertumbuhan tanaman tersebut, atau bahkan akan berakibat pada
kematian pada tanaman tersbut.
Sedangkan pada tanaman yang pemberian airnya kurang juga akan berakibat
terhambatnya pertumbuhan pada tanaman, oleh karena itu pemberian air pada tanaman
hendaklah dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman.
Faktor lain, susahnya air disuatu tempat atau kawasan tertentu membuat petani
kesusahan dalam usaha pertaniannya, hendaknya dalam situasi seperti ini diperlukan
sistem manajemen irigasi yang baik dalam pengelolaan air.
Untuk mengetahui debit aliran dalam sebuah saluran irigasi adalah sangat penting. Hal
ini bertujuan untuk dapat mengontrol laju penggunaan air pada petak sawah agar sesuai
dengan kebutuhan suatu lahan atau tanaman di lahan tersebut. Dengan mengetahui
besarnya laju aliran per satuan waktu (debit) diharapkan akan dapat mengontrol laju aliran
sesuai dengan yang dibutuhkan.
Secara garis besar ruang lingkup pekerjaan Pengukuran Debit Bendung meliputi :
1. Melakukan survei kondisi bangunan ukur debit di hilir pintu pengambilan dan kondisi
pintu pengambilan,
2. Inventarisasi yang dilakukan pada daerah irigasi tersebut meliputi lokasi, luas areal
irigasi, kondisi bangunan ukur debit di hilir pintu pengambilan, gambar situasi, foto,
kondisi sedimentasi, dan pola operasi pintu yang selama ini digunakan.
3. Merekomendasikan perbaikan pintu-pintu dan bangunan ukur debit, untuk
mendapatkan akurasi yang baik dalam pengukuran debit.
1.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam kegiatan pengukuran debit meliputi pekerjaan survei
dan inventarisasi data-data penunjang baik data primer maupun data sekunder.

5
6

1.2.1. Survey Data Primer


Metode perolehan data primer dilakukan dengan jalan melakukan inventarisasi dan
pengukuran langsung di lapangan. Data primer yang dibutuhkan dalam pekerjaan ini
meliputi:
1. Pengukuran kedalaman aliran di saluran.
2. Pengukuran kecepatan aliran di saluran dengan menggunakan current meter
terkalibrasi.
3. Pengukuran dimensi saluran pada lokasi pengukuran kecepatan.
4. Gambar denah lokasi.
5. Dokumentasi tentang bangunan air yang disurvei.
6. Catatan mengenai kondisi pintu air terutama kerusakannya.
1.2.1.1 Pengukuran dengan Current Meter
Alat ini terdiri dari flow detecting unit dan counter unit. Aliran yang diterima
detecting unit akan terbaca pada counter unit, yang terbaca pada counter unit dapat
merupakan jumlah putaran dari propeller maupun langsung menunjukkan kecepatan aliran,
aliran dihitung terlebih dahulu dengan memasukkan dalam rumus yang sudah dibuat oleh
pembuat alat untuk tiaptiap propeller. Pada jenis yang menunjukkan langsung, kecepatan
aliran yang sebenarnya diperoleh dengan mengalihkan faktor koreksi yang dilengkapi pada
masing-masing alat bersangkutan. Propeler pada detecting unit dapat berupa: mangkok,
bilah dan sekrup. Bentuk dan ukuran propeler ini berkaitan dengan besar kecilnya aliran
yang diukur.

Gambar 2. 1 Alat Ukur Debit Current Meter


Sumber: SNI Tata Cara Pengukuran Debit Aliran Sungai dan Saluran Terbuka
Menggunakan Alat Ukur Arus dan Pelampung
Debit aliran dihitung dari rumus:
7

Q = V x A ................................ (2.1)
dengan:
V = Kecepatang aliran
A = Luas penampang
Dengan demikian dalam pengukuran tersebut disamping harus mengukur kecepatan
aliran, diukur pula luas penampangnya. Distribusi kecepatan untuk tiap bagian pada
saluran tidak sama, distribusi kecepatan tergantung pada:
1. Bentuk saluran
2. Kekasaran saluran dan
3. Kondisi kelurusan saluran
Dalam penggunaan current meter pengetahuan mengenai distribusi kecepatan ini amat
penting. Hal ini bertalian dengan penentuan kecepatan aliran yang dapat dianggap
mewakili rata-rata kecepatan pada bidang tersebut.
Pengukuran luas penampang aliran dilakukan dengan membuat profil penampang
melintangnya dengan cara mengadakan pengukuran kearah horizontal (lebar aliran) dan ke
arah vertikal (kedalamam aliran). Luas aliran merupakan jumlah luas tiap bagian (segmen)
dari profil yang terbuat pada tiap bagian tersebut di ukur kecepatan alirannya.
Debit aliran di segmen= ( Qi ) = Ai x Vi................................ (2.2)
Dengan:
Qi : Debit aliran segmen i
Ai : Luas aliran pada segmen i
Vi : Kecepatan aliran pada segmen ini
1.2.1.2 Pengukuran Kecepatan Aliran di Bangunan Pengambilan
Pengukuran kecepatan aliran di bangunan pengambilan harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1. Pemilihan lokasi pengukuran pada ruas saluran yang lurus dengan aliran seragam,
tidak ada rintangan, dasar saluran yang permanen, dan cukup jauh dari bangunan
pengambilan untuk menghindari aliran turbulen.
2. Tampang melintang saluran dibagi menjadi beberapa potongan (segmen) sedemikian
rupa sehingga setiap segmen diperkirakan mempunyai debit yang sama.
3. Ukur kedalaman aliran di saluran setelah kondisi mencapai konstan.
4. Sumbu horisontal dari Current Meter harus sejajar dengan arus aliran.
5. Pengukuran kecepatan dilakukan vertikal di bawah titik-titik pembagian yang telah
ditentukan dengan alat Current Meter, dengan prosedur untuk kedalaman kurang dari
8

0,76 m, pengukuran dilakukan pada satu titik dengan menempatkan Current Meter
pada kedalaman 0,60 h diukur dari muka air. Didapatkan nilai kecepatan rata-rata
adalah:

v v 0,6 ................................ (2.3)

dengan:
v = kecepatan rata-rata (m/dt)
v0,6 = kecepatan di kedalaman 0,60 h dari muka air (m/dt)

h 0.6h
V0.6

Gambar 2. 2 Pengukuran kecepatan untuk kedalaman air kurang dari 0,76 m


Sumber: SNI Tata Cara Pengukuran Debit Aliran Sungai dan Saluran Terbuka
Menggunakan Alat Ukur Arus dan Pelampung
1.3. Bangunan Pengukur Debit
Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur dan diatur pada
hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier.
Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini.
Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi hanya beberapa
jenis bangunan saja yang boleh digunakan di daerah irigasi. Bangunanbangunan yang ada
dan dipakai di lokasi kegiatan saja yang akan dijelaskan.
Rekomendasi penggunaan bangunan tertentu didasarkan pada faktor penting antara
lain:
1. Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit
2. Ketelitian pengukuran di lapangan
3. Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis
4. Rumus debit sederhana dan teliti
5. Operasi dan pembacaan papan duga mudah
6. Pemeliharaan sederhana dan murah
9

7. Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani.
Gambar 2.3 memberikan parameterparamater perencanaan pokok untuk bangunan
bangunan pengukur debit yang dipakai. Tipetipe bangunan yang dianjurkan ditunjukkan
dalam kotak-kotak garis tebal.

Gambar 2. 3 Perbandingan antara bangunan-bangunan pengukur debit yang umum dipakai


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
1.3.1. Alat Ukur Ambang Lebar
Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan mudah
dibuat. Karena bisa mempunyai berbagai bentuk mercu, bangunan ini mudah disesuaikan
dengan tipe saluran apa saja.
Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit
secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit.
2.1.1.1 Tipe
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tinggi energi
hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur ambang lebar
dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang, maka bangunan ini bisa
mempunyai bentuk yang berbeda-beda, sementara debitnya tetap serupa. Gambar 2.4 dan
2.5 memberikan contoh alat ukur ambang lebar.
Mulut pemasukan yang dibulatkan pada alat ukur Gambar 2.3 dipakai apabila
kostruksi permukaan melengkung ini tidak menimbulkan masalah dalam pelaksanaan, atau
jika berakibat diperpendeknya panjang bangunan. Hal ini sering terjadi bila bangunan
10

dibuat dari pasangan batu.


Tata letak pada Gambar 2.5. hanya menggunakan permukaan datar saja. Ini merupakan
tata letak paling ekonomis jika bangunan dibuat dari beton.
Gambar 2.4. memperlihatkan muka hilir vertikal bendung; Gambar 2.5. menunjukkan
peralihan pelebaran miring 1:6. Yang pertama dipakai jika tersedia kehilangan tinggi energi
yang cukup diatas alat ukur. Peralihan pelebaran hanya digunakan jika energi kinetik diatas
mercu dialihkan kedalam energi potensial di sebelah hilir saluran. Oleh karena itu,
kehilangan tinggi energi harus sekecil mungkin. Kalibrasi tinggi debit pada alat ukur
ambang lebar tidak dipengaruhi oleh bentuk peralihan pelebaran hilir.

Gambar 2. 4 Alat ukur ambang lebar dengan mulut pemasukan yang dibulatkan
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
Juga penggunaan peralihan masuk bermuka bulat atau datar dan peralihan
penyempitan tidak mempunyai pengaruh apaapa terhadap kalibrasi. Permukaan-
permukaan ini harus mengarahkan aliran ke atas mercu alat ukur tanpa kontraksi dan
pemisahan aliran. Aliran diukur di atas mercu datar alat ukur horisontal
11

Gambar 2.5 Alat ukur ambang lebar dengan pemasukan bermuka datar dan peralihan
penyempitan
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
1.3.1.1 Perencanaan Hidrolis
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat
adalah:

................................ (2.4)

Dengan:
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
Cd = 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1 < H1/L < 1,0
H1 = tinggi energi hulu, m
L = panjang mercu, m
Cv = Koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8)
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m
Harga koefisien kecepatan datang dapat dicari dari Gambar 2.6, yang memberikan
hargaharga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.
12

Gambar 2. 6 Cv sebagai fungsi perbandingan CdA*/A1


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trapesium adalah:

................................ (2.5)

Dengan:
bc = lebar mercu pada bagian pengontrol, m
yc = kedalaman air pada bagian pengontrol, m
m = kemiringan samping pada bagian pengontrol (1 : m)
Gambar 2.7 memberikan ilustrasi arti simbolsimbol yang digunakan oleh kedua tipe
alat ukur ambang lebar ini.

Gambar 2. 7 Ilustrasi peristilahan yang digunakan


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
13

1.3.1.2 Flume Dasar Rata


Rumus untuk alat ukur ambang lebar yang dipakai untuk merencanakan flum leher
panjang bangunan dengan tinggi ambang nol. Dalam hal ini panjang peralihan serta
panjang ambang diwujudkan ke dalam dimensi kontraksi. Flum dan alat ukur pada Gambar
2.7 adalah bangunan bangunan air serupa dengan kemampuan ukur yang sama.
1.3.1.3 Batas Moduler
Batas moduler untuk alat ukur ambang lebar bergantung kepada bentuk bagian
pengontrol dan nilai banding ekspansi hilir.

Gambar 2. 8 Dimensi Flum dan Alat Ukur


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
Nilai banding ekspansi 1:6 diilustrasikan pada Gambar 2.8 di bawah ini. Dalam
gambar itu ditunjukkan cara untuk memotong ekspansi, yang hanya akan sedikit saja
mengurangi efektivitas peralihan.

Gambar 2. 9 Peralihan peralihan Hilir


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
14

1.3.1.4 Besaran Debit


Besaran debit dapat diklasifikasikan dengan perbandingan

................................ (2.6)

Untuk alat ukur segi empat = 35, untuk alat ukur trapesium = 55 untuk alat ukur
besar dan 210 untuk alat ukur kecil.
Pada saluran irigasi nilai banding = Qmaks/Qmin jarang melebihi 35.
1.3.1.5 Papan Duga
Papan duga dalah bagian untuk menandai papan duga dengan saluran liter/detik atau
meter kubik/detik, selain dengan skala sentimeter. Dalam hal ini tidak diperlukan tabel
debit.

Gambar 2.10 Bilangan bilangan pengali untuk satuan satuan yang dipakai pada papan
duga miring
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
1.3.1.6 Karakteristik Alat Ukur Ambang Lebar
Karakteristik alat ukur ambang lebar adalah sebagai berikut:
1. Asal saja kehilangan tinggi energi pada alat ukur cukup untuk menciptakan aliran
krisis, tabel debit dapat dihitung dengan kesalahan kurang dari 2%
2. Kehilangan tinggi energi untuk memperoleh aliran moduler (yaitu hubungan khusus
antara tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuan dan debit) lebih rendah jika
dibandingkan dengan kehilangan tinggi energi untuk semua jenis bangunan yang lain.
3. Sudah ada teori hidrolika untuk menghitung kehilangan tinggi energi yang diperlukan
ini, untuk kombinasi alat ukur dan saluran apa saja.
15

4. Karena peralihan penyempitan yang bertahap (gradual), alat ukur ini mempunyai
masalah sedikit saja dengan benda benda hanyut.
5. Pembacaan debit dilapangan mudah, khusus jika papan duga diberi satuan debit (misal
m3/dt).
6. Pengamatan lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa alat ukur ini mengangkut
sedimen, bahkan disaluran dengan aliran subkritis.
7. Asalkan mercu datar searah dengan aliran, maka tabel debit pada dimensi pur-
nalaksana (as-built dimensions) dapat dibuat, bahkan jika terdapat kesalahan pada
dimensi rencana selama pelaksanaan sekali pun. Kalibrasi purnalaksana demikian juga
memungkinkan alat ukur untuk diperbaiki kembali, bila perlu.
8. Bangunan kuat, tidak mudah rusak
9. Dibawah kondisi hidrolis dan batas yang serupa, ini adalah yang paling ekonomis dari
semua jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara tepat.
10. Alat ukur ini hanya dapat dipergunakan untuk aliran yang tidak tenggelam
1.3.1.7 Kelebihan kelebihan yang dimiliki Alat Ukur Ambang Lebar
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar adalah:
1. Bentuk hidrolis luwes dan sederhana.
2. Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal.
3. Benda benda hayut bisa dilewatkan dengan mudah.
4. Eksploitasi mudah.
1.3.1.8 Kekurangan kekurangan Alat Ukur Ambang Lebar
Kekurangan yang dimiliki alat ukur ambang lebar adalah:
1. Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja.
2. Hanya untuk aliran yang tidak tenggelam.
1.3.1.9 Penggunaan Alat Ukur Ambang Lebar
Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunanbangunan pengukur
debit yang dipakai di saluran di mana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang
menjadi bahan pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan di bawah saluran primer,
pada titik cabang saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada titik masuk petak tersier
1.3.2. Alat Ukur Throated Flume
1.3.2.1 Alat Ukur Long Throated Flume
Alat ukur Long-throated flume dapat digunakan sebagai pilihan karena bangunan itu
mudah dibuat dan bisa mempunyai bentuk yang sederhana, bangunan ini mudah
disesuaikan dengan tipe saluran apa saja.
16

Bangunan ini terdiri dari bagian transisi, yaitu bagian yang menghubungkan saluran
dengan flume, bagian ini berbentuk prismatik dimana transisi dinding dan lantai bisa lurus
(plane) atau cylindrical, jika menggunakan cylindrical disarankan menggunakan r sama
dengan 2 H1 maksimal. Sedangkan jika berbentuk lurus (plane) disarankan dengan
kemiringan 1:3.
Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit
secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit. Selain itu yang cukup
menjadi alasan penting untuk memilih tipe ini adalah kehilangan energi antara hulu dan
hilirnya yang kecil.
Dalam kondisi flume menggunakan tonjolan/ambang maka disarankan panjang transisi
dinding dengan lantai dasar sama, lantai dan dinding ambang harus dimulai pada titik yang
sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Dalam hal bangunan ini menggunakan lantai flume yang rata maka, lantai dari transisi
masuk harus rata dan tidak boleh lebih tinggi terhadap awal dari flume, panjang transisi
lebih dari 1.0 H (tinggi muka air maksimum pada upstream the head measurement station).
The head measurement station (papan duga) diletakkan di upstream flume dengan jarak
setara 2 sampai 3 kali tinggi muka air maksimum yang terukur.
Walaupun bagian transisi upstream dibuat cylindrical (lengkung), transisi bagian
downstream harus dibuat lurus (plane).

Gambar 2. 11 Bentuk-bentuk Transisi Rectangular Long Throated Flume


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
17

Gambar 2.12 Potongan Memanjang Alat Ukur Long Throated Flume


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
1.3.2.2 Perencanaan Hidrolis
Persamaan debit untuk alat ukur Long-throated flume, ditulis sebagai berikut sesuai
dengan bentuk ambang kontrolnya :

................................ (2.7)
Dengan:
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
Cd = fungsi dari ratio H1/L, gambar 2.11 menunjukan hubungan tersebut.
H1 =tinggi energi, m
L = panjang mercu, m
Cv = Koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8)
B = lebar, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m.

Gambar 2. 13 Grafik Hubungan Cd dengan fungsi H1/L


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
18

Harga koefisien kecepatan datang dapat dicari dari Gambar 2.14, yang memberikan
hargaharga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.

Gambar 2. 14 Koefisien kecepatan datang untuk berbagai bentuk bagian pengontrolan


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
1.3.2.3 Batas Modular
Batas modular tergantung dari bentuk transisi hulu (upstream) dan transisi hilir
(downstream), batas modular ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan serta
gambar 2.13.
Sedangkan untuk menghitung batas modular pada bagian pengeluaran dihitung dengan
cara sebagai berikut :
Jika dituliskan persamaan debit untuk long throated flume seperti persamaan:

................................ (2.8)
Pada persamaan diatas Cd adalah koefisien yang mengoreksi tinggi energi bagian
upstream H1 menjadi energy head H pada bagian kontrol, dalam kondisi 0.1 < H1/L < 0.33
maka nilai H1 dapat diganti dengan H menjadi:

................................ (2.9)
Sehingga kombinasinya menjadi :

................................ (2.10)
19

Persamaan diatas merupakan persamaan untuk menghitung kehilangan tinggi energi


diantara alat ukur dan titik kontrol.
Dihilir titik kontrol kehilangan tinggi energi dihitung dengan:

................................ (2.11)
Dari substitusi maka persamaan berikut ini memberikan nilai batas modular dari alat
ukur long throat flume :

................................ (2.12)
1.3.2.4 Kelebihan kelebihan yang dimiliki alat ukur Long Throated Flume
Kelebihan kelebihan yang dimiliki alat ukur Long Throated Flume adalah:
1. Bentuk hidrolis luwes dan sederhana
2. Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal
3. Benda benda hayut bisa dilewatkan dengan mudah
4. Eksploitasi mudah
5. Kehilangan energi kecil
6. Akurasi pengukurannya baik
1.3.2.5 Kelemahan kelemahan yang dimiliki alat ukur Long Throat Flume
Kelemahan yang dimiliki alat ukur Long Throated Flume adalah:
1. Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja
2. Perlu ruang yang cukup supaya aliran cukup stabil, sehingga pengukurannya akurat.
1.3.2.6 Batas penggunaan alat ukur Long Throated Flume
Supaya kecermatan dalam pengukuran dapat dicapai, maka batasan-batasan dibawah
ini perlu diperhatikan:
1. Batasan paling rendah dari h1 adalah berhubungan dengan besarnya pengaruh
terhadap properti aliran, batas kekasaran, namun direkomendasikan 0.06 m atau 0.1 L,
dari keduanya diambil yang lebih besar.
2. Angka Froude pada saluran tidak lebih 0.5
3. Ratio H1/L sebaiknya antara 0.1 sampai 1.0, hal ini untuk mencegah aliran pada flume
tidak bergelombang.
4. Lebar permukaan air B di throat pada kondisi maksimal tidak boleh kurang dari 0.30
m, atau kurang dari H1 max, atau kurang dari L/5.
Alat ukur Long-throated flume adalah bangunanbangunan pengukur debit yang
20

dipakai di saluran di mana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi
bahan pertimbangan. Bangunan ini ditempatkan di hilir pintu sorong pada titik masuk
petak tersier.
1.3.3. Alat Ukur Cut Throated Flume
Alat ukur ini mirip dengan Long throated flume, tetapi tidak mempunyai throated.
Alat ukur ini hanya boleh digunakan dalam hal ruang yang tersedia tidak mencukupi jika
menggunakan alat ukur long throated flume, karena perilaku hidrolisnya yang lebih rumit.
Selain itu Cut throated flume (CTF) dikembangkan akhir-akhir ini untuk
menanggulangi beberapa kerumitan dalam pembuatan dan konstruksi Parschall Flume
(PF).

Gambar 2. 15 Sketsa Cut Throat Flume


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
Gambar 2.15 memperlihatkan bentuk dari Cut Throat Flume. Flume ini mempunyai
lantai dasar yang datar dan dinding vertikal. Seperti pada Parshal Flume, Cut Throat
Flume dapat beroperasi baik pada kondisi aliran bebas maupun tenggelam.
Keuntungan Cut Throat Flume dibandingkan dengan Parshal Flume adalah:
1. Konstruksi lebih sederhana karena dasar datar dan tidak adanya bagian tenggorokan
2. Karena sudut bagian penyempitan dan pengembangan tetap sama untuk semua flume,
maka ukuran flume dapat diubah dengan menggerakkan dinding ke dalam atau ke luar.
3. Daftar debit dari suatu ukuran flume dapat dikembangkan dari daftar debit yang
tersedia.
1.3.3.2 Penentuan Debit Dalam Kondisi Aliran Bebas

................................ (2.13)
21

Dengan:
Q = debit m3/s
C = koefisien aliran bebas (free flow coefficient)
Ha= kedalaman aliran sebelah hulu (upstream flow depth) (m)

................................ (2.14)
Dengan:
K = koefisien panjang flume (flume length coefficient)
W = lebar tenggorokan/throat (m)
Nilai K dan n (flow exponent) didapat dari Gambar 3.14 untuk panjang flume (L)
tertentu. Untuk pengukuran debit yang teliti nisbah Ha/L harus 0,4.
Naiknya nilai nisbah tersebut menyebabkan berkurangnya ketelitian. Berdasarkan
Gambar 2.16, dapat disusun nilai K, n, dan St untuk berbagai nilai L (panjang flume).

Gambar 2. 16 Generalisasi koefisien aliran bebas dan nilai eksponen n, serta St untuk CTF
(satuan dalam metrik)
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
22

Tabel 2. 1 Nilai K, n dan St untuk berbagai Panjang Cut Throat Flume

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013


1.3.3.3 Pemasangan Cut Throath Flume untuk mendapatkan kondisi Aliran Bebas
Data dan informasi yang diperlukan:
1. Debit maksimum yang akan diukur
2. Kedalaman aliran pada debit tersebut
3. Head loss yang diijinkan (allowable head loss) melalui flume
Untuk tujuan rancangan, head loss dapat diambil sebagai perubahan elevasi muka air
antara bagian yang masuk dengan yang keluar dari flume. Kedalaman downstream sama
dengan kedalaman semula sebelum pemasangan flume, sedangkan kedalaman aliran di
upstream akan naik sebesar head loss.
Kenaikan ini dibatasi oleh tinggi jagaan (W) di upstream. Karena W dihitung dalam
rumus debit, maka W harus dipasang secara tepat. Jika Cut Throat Flume akan dibangun
dari beton, maka pada tenggorokan harus dipasang besi siku supaya ukuran W tepat.
Sebagai pedoman yang harus diikuti adalah Ha/L 0,4. Pengukuran head (Ha atau Hb)
dapat menggunakan peilschaal atau sumuran pada jarak yang telah ditetapkan.
Prosedur pemasangan Cut Throat Flume supaya beroperasi dalam kondisi aliran bebas
adalah sebagai berikut:
a. Tentukan debit maksimum yang akan diukur.
b. Pada lokasi dimana Cut Throat Flume akan dipasang, buat garis muka air pada tanggul
dan maksimum kedalaman aliran yang diijinkan.
c. Dengan menggunakan persamaan Q = C H a n, hitung Ha pada debit maksimum pada
ukuran Cut Throat Flume yang akan digunakan.
d. Tempatkan lantai Cut Throat Flume pada kedalaman Hb yang tidak boleh melebihi Ha
x St atau (Hb Ha x St).
Tidak ada aturan baku mengenai besarnya perbandingan antara W dengan L atau W
23

dengan Ha. Oleh karena itu direkomendasikan perbandingan W dengan L menggunakan


data seperti tercantum pada Tabel 2.2 yang didasarkan pada hasil uji-coba di laboratorium.
Prosedur tersebut di atas diperagakan dengan ilustrasi seperti pada Gambar 2.17 berikut
ini:

Gambar 2. 17 Cut Throath Flume (Pandangan Atas dan Samping)


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
Untuk pengukuran debit di petak tersier sebagai pegangan umum dapat digunakan
Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2. 2 Pegangan umum penggunaan Cut Throath Flume di petak tersier

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013


Pelaksanaan di lapangan disesuaikan dengan dimensi saluran yang tersedia. Tinggi
dasar Cut Throat Flu dari dasar saluran sekitar 10 cm. Sambungan sayap ke tanggul saluran
24

dapat digunakan dinding tegak vertikal seperti pada Gambar 2.18.

Gambar 2. 18 Sketsa Cut-Throat Flume pada uji saluran laboratorium


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013

Gambar 2. 19 Pemasangan Cut-Throat Flume


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
1.3.4. Alat Ukur Parschall Flume
Parschall Flume merupakan alat pengukur debit aliran yang mengalir melalui saluran
terbuka. Alat ini ditemukan oleh Dr. Ralph L. Parschall pada tahun 1915 dengan
menggunakan prinsip saluran venturi. Parschall Flume terdiri dari tiga bagian utama,
yakni:
a. bagian penyempitan (converging/contracting section)
b. bagian leher/ tenggorokan (throat section)
c. bagian pelebaran (diverging/expanding section)
Alat ini bekerja dengan cara membuat aliran kritis yang dapat dilihat dengan
terjadinya loncatan air (hydraulic jump) pada bagian leher (throat section) dimana nilai
25

bilangan Fraude (F) = 1. Alat ini memungkinkan dua kondisi pengaliran, yakni kondisi
aliran bebas (free flow) dan kondisi aliran tenggelam (submerged flow).

Gambar 2. 20 Bagian-bagian Parschall Flume


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
1.3.4.1 Desain Dimensi Parschall Flume
Dalam mendesain Parschall Flume, standar yang dipakai adalah ASTM D1941, ISO
9826:1992, and JIS B7553-1993. Dimensi dan ukuran Parschall Flume didesain
berdasarkan lebar lehernya (throat section). Dimensi yang dapat digunakan untuk desain
lebar leher saluran berkisar dari 1 inchi sampai 50 ft. Dalam penerapannya, dimensi
standar yang sering dipakai untuk desain lehersaluran (throat section) pada umumnya
adalah 1 ft sampai 8 ft.

Gambar 2. 21 Penampang Memanjang dan Melintang Parschall Flume


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04, 2013
26

1.3.4.2 Kondisi Aliran


Aliran yang mengalir melalui Parschall Flume dikatakan aliran bebas (free flow)
ketika debit aliran yang melalui leher saluran (throat section) tidak dipengaruhi oleh aliran
di hilir saluran (Hb). Dalam kondisi ini, loncatan hidrolik (hydraulic jump) dapat terlihat
pada leher Parschall Flume. Apabila tinggi muka air di hilir (Hb) lebih tinggi daripada
tinggi muka air di hulu (Ha), maka loncatanhidrolik tidak dapat terlihat, sehingga kondisi
aliran ini dikatakan sebagai aliran tenggelam (submerged flow).
Persamaan untuk mencari nilai debit aliran yang melalui Parschall Flume pada
kondisi aliran bebas adalah sebagai berikut:
Q = C.Han................................ (2.15)
Dengan:
Q = debit yang melewati saluran (ft3/detik)
Ha = tinggi muka air pada hulu saluran (ft)
C = konstanta yang diberikan dari lebar leher
n = konstanta yang diberikan dari lebar leher
1.3.4.3 Penerapan Parschall Flume dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam penerapannya, Parschall Flume banyak digunakan pada bangunan bagi,
bangunan sadap dan bangunan bagi-sadap serta untuk mengalirkan irigasi, industri dan
pertanian.
1.3.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Parschall Flume
Alat ukur ini dipakai pada bangunan bagi, bangunan sadap serta bangunan bagi-sadap
untuk pengukuran pembagian dan penyadapan air.
Keuntungan dari penggunanaan alat ukur ini diantaranya:
1. Dapat mengukur pembagian dan penyadapan air pada tinggi tekan yang kecil.
2. Dapat membersihkan endapan di depan alat ukur dengan sendirinya karena kecepatan
aliran di leher yang diakibatkan oleh elevasi dasar leher.
3. Tidak mudah diubah pembagian airnya oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Sedangkan kekurangan penggunaan alat ukur ini diantaranya:
1. Tidak dapat digunakan pada kombinasi bangunan dengan jarak dekat, karena alat ukur
ini memerlukan muka air yang tenang.
2. Biaya pembangunan lebih besar dibandingkan alat ukur lainnya.
27

1.4. Tata Cara Pengukuran Debit Aliran Sungai Dan Saluran Terbuka Menggunakan
Alat Ukur Arus Dan Pelampung
1.4.1. Peralatan Dan Sarana Penunjang
1.4.1.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk mengukur debit adalah alat ukur untuk kecepatan
aliran dan alat ukur luas penampang basah.
1. Alat Ukur Kecepatan Aliran Tipe Baling-Baling
Alat ukur arus dengan baling-baling terdiri atas dua jenis, yaitu:
a. Baling-baling dengan sumbu horizontal.
b. Baling-baling bentuk canting dengan sumbu vertikal.
Pada saat digunakan untuk mengukur debit alat ukur arus dilengkapi dengan:
a. Alat hitung putaran baling-baling.
b. Alat ukur kedalaman berupa tongkat baja atau kabel baja yang dilengkapi dengan
pemberat dan penunjuk kedalaman dengan ketelitian 1 cm
c. Alat ukur lebar yang tidak elastis dengan ketelitian 1 cm.
d. Alat ukur waktu dengan ketelitian 1 detik.
e. Alat penghitung yang dapat menghitung luas penampang basah, kecepatan arus air dan
debit secara langsung.
Pelampung yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran adalah:
a. Bahan yang dapat terapung di permukaan air yang terbuat dari gabus, kayu dan lain-
lain.
b. Bahan yang sebagian tenggelam di bawah permukaan air yang terbuat dari bambu
yang diberi pemberat batu pada bagian bawah pelampung.
2. Alat Ukur Luas Penampang Basah
Alat ukur lebar yang dapat digunakan antara lain:
a. Kabel baja dengan ukuran diameter 3 mm sampai dengan 5 mm dengan panjang
tertentu dilengkapi dengan tanda pada setiap panjang untuk kelipatan 0,5 m dan 1 m.
b. Alat penunjuk lebar yang dipasang pada kabel melintang sungai.
c. Alat penyipat ruang (teodolit) dan alat penyipat datar (waterpass).
Alat ukur kedalaman yang dapat digunakan antara lain:
a. Batang pengukur terbuat dari logam yang dilengkapi dengan skala kedalaman.
b. Kabel lengkap dengan alat penggulung dan penunjuk kedalaman yang digunakan untuk
pengukuran dari atas perahu, jembatan atau kereta gantung.
c. Alat perum gema (echo sounder).
28

1.4.1.2 Sarana Penunjang


1. Alat Duga Muka Air
Alat duga muka air ini digunakan untuk mengetahui elevasi muka air pada saat
pengukuran debit sehingga hasil pengukuran debit dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan
hubungan antara ketinggian muka air dan besaran debit. Alat duga muka air yang lazim
digunakan adalah Pos Duga Air Biasa dan Pos Duga Air Otomatis.
Pos Duga Air Biasa (PDAB), harus dibuat dan dipasang dengan mempertimbangkan
ketentuan berikut.
a. Harus dibuat dari bahan (kayu, enamel) yang tahan air dan awet yang dilengkapi
dengan pembagian skala dan dicat dengan warna yang jelas agar mudah dibaca.
b. Harus dipasang pada konstruksi tiang yang dipancang di tepi sungai atau saluran
terbuka; pemasangannya tegak lurus atau miring dengan membentuk sudut 30 o, 45o
atau 60o terhadap bidang horizontal; dan harus dipasang dengan kuat dan terlindung
dari benturan benda keras yang terbawa oleh aliran air.
c. Kedudukan nol peilschaal harus berada pada kedalaman 0,5 m di bawah muka air
terendah, dan puncak peilskal harus pada posisi 1 m di atas muka air tertinggi pada
musim penghujan dan harus diikatkan terhadap titik tetap lokal, yang sebaiknya telah
diikatkan dengan jejaring trianggulasi.
PDAB harus disusun secara baik sehingga mampu untuk mengukur kisaran muka air
terendah hingga tertinggi yang mungkin terjadi di suatu penampang sungai/saluran
terbuka. Pos duga air otomatis (PDAO), yang lazim digunakan adalah:
a. Alat duga muka air dengan silinder (drum) tegak.
b. Alat duga muka air dengan silinder mendatar.
c. Alat duga muka air jenis tekanan (pressure tranducer).
d. Alat duga air jenis lain, di antaranya jenis gelembung gas, jenis sensor dan jenis kertas
berlubang atau pendugaan dengan sinar.
2. Perlengkapan Pengukuran Debit
Perlengkapan pengukuran debit yang biasa digunakan:
a. alat ukur kecepatan arus (current meter) dan pemberat;
b. stop watch;
c. meteran minimal 3 meter dengan ketelitian 1 mm;
d. kalkulator;
e. formulir isian perhitungan debit dan alat-alat tulis lainnya;
f. map lapangan yang tahan terhadap air;
29

g. alat tulis.
h. peralatan bantu yang mungkin diperlukan:
1. papan duga khusus;
2. alat penyipat ruang dan alat penyipat datar;
3. bridge crane alat bantu pengukuran debit yang digunakan di jembatan;
4. winch cable way alat bantu pengukuran debit yang digunakan di tepi sungai;
5. sounding reel alat bantu pengukuran debit yang dapat digunalan di perahu,
jembatan dan kereta gantung;
6. tali tambang yang tidak elastis atau kabel baja;
7. sepatu lapangan yang tahan terhadap air;
8. jas hujan;
9. perahu dengan kapasitas minimal tiga orang:
10. perahu kayu/aluminium;
11. motor tempel;
12. baju pelampung yang tidak mudah robek;
1.4.1.3 Kalibrasi Current Meter
Untuk mendapatkan ketelitian dalam pengukuran debit, peralatan pengukuran debit
terutama current meter harus dikalibrasi.
Kalibrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tertera pada kartu/label kalibrasi
kecuali jika telah terjadi hal-hal yang mengakibatkan perubahan pada alat yang
bersangkutan misalnya: jatuh, membentur benda keras, dan tercelup ke dalam cairan asam.
Kalibrasi current meter dilakukan dengan menggunakan calibration flume dan
dilaksanakan oleh instansi yang berwenang dan telah terakreditasi.
1.4.2. Persyaratan Pengukuran Debit
1.4.2.1 Persyaratan Teknis
1. Pemilihan Lokasi Pengukuran Debit
Lokasi pengukuran debit dipilih dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Tepat pada pos duga muka air atau di sekitar pos duga muka air sepanjang tidak ada
perubahan bentuk penampang yang mencolok dan penambahan atau pengurangan
debit.
b. Alur sungai/saluran terbuka harus lurus sepanjang minimal 3 kali lebar sungai/saluran
pada saat banjir/muka air tertinggi (MATT).
c. Distribusi garis aliran diperkirakan merata dan tidak ada aliran yang memutar.
d. Aliran tidak terganggu oleh adanya tumbuhan air dan sampah.
30

e. Tidak terpengaruh peninggian muka air sebagai akibat adanya pasang surut air laut,
pertemuan sungai, dan bangunan hidraulik.
f. Tidak terpengaruh aliran lahar.
g. Penampang melintang pengukuran perlu diupayakan agar tegak lurus terhadap alur
sungai.
h. Kedalaman pengukuran minimal 3 sampai dengan 5 kali diameter baling-baling alat
ukur arus yang digunakan.
i. Apabila pengukuran debit dilakukan pada lokasi bendung, maka harus dilakukan di
hilir bendung atau di hulu bendung sampai dengan tidak ada pengaruh pengempangan.
Pengukuran pada lokasi bendung biasanya dilakukan untuk keperluan kalibrasi
bendung dengan mengubah bukaan pintu.
2. Pertimbangan Hidraulik
Kondisi hidraulik yang harus diperhatikan di lokasi pengukuran debit, yaitu sebagai
berikut:
a. Mempunyai pola aliran yang seragam dan mendekati kondisi aliran subkritik.
b. Tidak terkena pengaruh arus balik (pengempangan) dan aliran lahar.
3. Lama dan periode pelaksanaan
Ketentuan yang perlu diperhatikan:
a. Lama pengukuran debit tergantung dari perubahan keadaan aliran pada saat
pengukuran dilaksanakan:
1) Pada saat aliran rendah pengukuran debit dilaksanakan dua kali dalam sekali
periode waktu pengukuran (bolak-balik di penampang basah yang sama).
2) Pada saat banjir pengukuran debit dilaksanakan satu kali dalam periode waktu
pengukuran.
b. Periode pelaksanaan pengukuran tergantung dari musim:
1) Pada musim kemarau pengukuran debit dilaksanakan cukup sekali dalam satu
bulan.
2) Pada musim penghujan pengukuran dilaksanakan berulang kali, paling sedikit 3
kali untuk setiap bulan.
3) Pada musim peralihan pengukuran dilaksanakan paling sedikit 2 kali dalam
sebulan.

4. Keandalan peralatan dan sarana penunjang


Peralatan dan sarana penunjang harus dipelihara agar dapat berfungsi sebagaimana
31

mestinya, antara lain alat ukur arus harus dikalibrasi secara berkala, dibersihkan dan
dirawat dengan baik.
1.4.2.2 Persyaratan Non Teknis
Persyaratan non teknis yang harus diperhatikan adalah kemampuan tim pengukur. Tim
pengukur minimal terdiri atas tiga orang yang mempunyai kemampuan sebagai berikut:
1. Pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan pengukuran debit di instansi yang
berwenang.
2. Bertanggung jawab dan disiplin/hasil pengukuran dapat dipertanggungjawabkan.
3. Kesehatan cukup baik.
1.4.3. Formulasi Pengukuran Debit
1.4.3.1 Prinsip Pengukuran Debit
Prinsip pelaksanaan pengukuran debit adalah mengukur kecepatan aliran, luas
penampang basah, dan kedalaman. Penampang basah dihitung berdasarkan lebar rai dan
muka air.
Debit dapat dihitung dengan rumus:

................................ (2.16)
Keterangan:

qx = debit pada bagian ke x, (m3/s)

Vx= kecepatan aliran rata-rata pada bagian penampang ke x (m/s); ax adalah luas

penampang basah pada bagian ke x, (m2);

Q = debit seluruh penampang, (m3/s);


n = banyaknya penampang bagian.
1.4.3.2 Perhitungan Kecepatan aliran
1. Kecepatan Aliran Tiap Titik
Kecepatan aliran tiap titik dihitung dengan rumus:

................................ (2.17)
Keterangan:
N = jumlah putaran baling-baling, dibagi dengan waktu pengukuran;
R = jumlah putaran baling-baling;
32

T = waktu pengukuran
ni = batas jumlah putaran baling-baling
V = kecepatan aliran, (m/s);
p, q, r, s = koefisien berdasarkan kalibrasi current meter alat ukur arus.
2. Kecepatan Aliran Rata-Rata Pada Jalur Vertikal
Pengukuran kecapatan aliran dilakukan pada setiap jalur vertikal dengan metode 1
titik, 2 titik, dan 3 titik tergantung dari kedalaman air dan ketelitian yang diinginkan (lihat
Gambar 2.22).

Kecepatan rata-rata dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan antara lain:

Apabila menggunakan cara satu titik:

................................ (2.18)
Apabila menggunakan cara dua titik:

................................ (2.19)
Apabila menggunakan cara tiga titik:

................................ (2.20)
Keterangan:
v = kecepatan aliran rata-rata pada suatu vertikal, (m/s)
v0,2 = kecepatan aliran pada titik 0,2 d, (m/s)
v0,6 = kecepatan aliran pada titik 0,6 d, (m/s)
v0,8 = kecepatan aliran pada titik 0,8 d, (m/s).

Gambar 2. 22 Pengukuran kecepatan aliran dengan cara 1 titik, 2 titik dan 3 titik
Sumber: SNI Tata Cara Pengukuran Debit Aliran Sungai dan Saluran Terbuka
33

Menggunakan Alat Ukur Arus dan Pelampung


3. Perhitungan Penampang Basah
Luas penampang basah dihitung dari kedalaman air dan lebar sungai (lihat Gambar
2.23). Kedalaman air diperoleh dengan cara mengukur kedalaman air pada titik
pengukuran dengan menggunakan tongkat penduga atau kabel pengukur. Luas penampang
basah dihitung dengan menggunakan rumus:

................................ (2.21)

Keterangan:

ax = luas penampang basah pada bagian ke x, (m2)

b(x+1) = jarak titik vertikal sesudah titik vertikal ke x dari titik tetap, (m)
b(x-1) = jarak titik vertikal sebelum titik vertikal ke x dari titik tetap, (m)
dx = kedalaman pada titik vertikal ke x, (m)
2
A = luas seluruh penampang basah, (m ).

Gambar 2. 23 Penampang melintang pengukuran debit dengan menggunakan penampang


tengah (mid section)
Sumber: SNI Tata Cara Pengukuran Debit Aliran Sungai dan Saluran Terbuka
Menggunakan Alat Ukur Arus dan Pelampung
4. Tinggi Muka Air Rata-Rata
34

Tinggi muka air rata-rata pada saat pengukuran dihitung dengan:


a. Bila perbedaan tinggi muka air pada saat permulaan dan akhir pengukuran kurang dari
10 cm, rata-rata tinggi muka air dihitung dengan rumus:

................................ (2.22)
b. Bila perbedaan tinggi muka air pada saat permulaan dan akhir pengukuran lebih besar
atau sama dengan 10 cm, rata-rata tinggi muka air dihitung dengan rumus:

................................(2.23)
Keterangan:
H = rata-rata tinggi muka air pengukuran, (m)
Ha = tinggi muka air pada saat mulai pengukuran, (m)
Hz = tinggi muka air pada saat akhir pengukuran, (m)
q1, q2qn = debit interval waktu 1, 2, ..n, (m3/s)
h1, h2hn = tinggi muka air rata-rata pada interval waktu 1, 2, ..n, (m).
5. Kecepatan Air Rata-Rata Pada Penampang Sungai Atau Saluran Terbuka
Kecepatan aliran rata-rata dihitung dengan rumus:

................................ (2.24)
Keterangan:
v = kecepatan aliran rata-rata pada seluruh penampang, (m/s)
A = luas seluruh penampang basah, (m2)
Q = debit seluruh penampang, (m3/s)
1.4.4. Pengukuran Penampang Basah
1.4.4.1 Pengukuran Lebar
Pengukuran lebar dilakukan dengan menggunakan alat ukur jarak. Jenis alat ukur lebar
harus disesuaikan dengan lebar penampang basah dan sarana penunjang yang tersedia.
1.4.4.2 Pengukuran Kedalaman
Pengukuran kedalaman dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur kedalaman di
setiap vertikal yang telah diukur jaraknya. Pada kondisi debit sungai tidak berubah dengan
cepat, jarak setiap vertikal harus diusahakan serapat mungkin agar debit tiap subbagian
penampang tidak lebih dari 1/5 bagian dari debit seluruh penampang basah. Hal ini
tergantung dari lebar sungai dan distribusi kecepatan.
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan kabel dan pemberat, serta
35

diperlukan koreksi kedalaman, apabila posisi kabel membuat sudut lebih besar daripada
10o terhadap garis vertikal.
1.4.5. Kecepatan Aliran
1.4.5.1 Cara menentukan Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran sungai/saluran terbuka dapat ditentukan dengan cara mengukur
langsung dan atau dengan cara tidak langsung. Kecepatan aliran dapat diukur dengan
berbagai alat, antara lain: alat ukur arus dan pelampung, atau dapat dihitung berdasarkan
berbagai faktor, antara lain: faktor kekasaran, kemiringan energi dan tinggi muka air pada
penampang kendali buatan.
1.4.5.2 Kalibrasi Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran
Jika memungkinkan, semua hasil pengukuran kecepatan aliran yang dilakukan tidak
menggunakan alat ukur arus harus diverifikasi dengan pengukuran debit dengan
menggunakan alat ukur arus.
1.4.5.3 Pengukuran Langsung Kecepatan Aliran
1. Pengukuran Kecepatan Aliran Dengan Alat Ukur Arus
Jenis Pengukuran dengan alat ukur arus
Pengukuran kecepatan aliran langsung dengan alat ukur arus dapat dilaksanakan
dengan cara merawas, dengan bantuan wahana apung perahu, jembatan atau menggunakan
kereta gantung. Perbedaan cara pelaksanaan pengukuran kecepatan aliran ini adalah
sebagai berikut:
a. Merawas
Pengukuran debit dengan cara merawas adalah pengukuran yang dilakukan tanpa
bantuan wahana (perahu, kereta gantung, winch cable way dan lain-lain) yaitu petugas
pengukuran langsung masuk ke dalam sungai. Pengukuran dengan cara ini perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Dilakukan pada lokasi sebatas pengukur mampu merawas.
2. Posisi berdiri pengukur harus berada di hilir alat ukur arus dan tidak boleh
menyebabkan berubahnya garis aliran pada jalur vertikal yang diukur.
3. Posisi alat ukur harus berada di depan pengukur.
b. Menggunakan perahu
Pengukuran debit dengan bantuan wahana apung perahu perlu memperhatikan hal-hal
berikut:
1. Apabila tidak memungkinkan dilakukan pengukuran dengan merawas.
2. Untuk kedalaman air kurang dari 3 m, pengukuran kecepatan arus cukup dilakukan
36

dengan memasang alat ukur arus pada tongkat penduga yang juga berfungsi sebagai
alat ukur kedalaman. Akan tetapi, untuk kedalaman air lebih besar atau sama
dengan 3 m, alat ukur arus harus digantungkan pada kabel penggantung yang juga
berfungsi sebagai alat pengukur kedalaman yang dilengkapi dengan alat
penggulung kabel dan pemberat yang disesuaikan dengan kondisi aliran.
3. Posisi alat ukur harus berada di depan perahu dengan perahu diarahkan ke hulu.
c. Menggunakan jembatan
Pengukuran debit dari atas jembatan perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Posisi pilar jembatan perlu diperhitungkan dalam penentuan pias-pias subbagian
penampang basah.
2. Posisi alat berada di hulu jembatan.
2. Kecepatan Aliran Rata-Rata
Kecepatan aliran rata-rata di suatu bagian penampang basah diperoleh dari hasil
pengukuran kecepatan rata-rata dari titik kedalamananya.
Kecepatan aliran rata-rata di suatu vertikal diperoleh dari hasil pengukuran kecepatan
aliran satu, dua atau tiga titik, yang pelaksanaannya tergantung pada kondisi aliran,
kedalaman aliran, lebar aliran dan sarana yang tersedia. Jenis cara pengukuran tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pengukuran kecepatan aliran satu titik, dilaksanakan pada 0,6 kedalaman (d) atau 0,2 d
dari permukaan air, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pada 0,6 d, dilaksanakan apabila kedalaman air kurang dari 0,75 m.
2. Pada 0,6 d dari permukaan air, juga dilakukan untuk mengukur debit banjir apabila
cara pengukuran pada 0,2 d dan 0,8 d tidak dapat dilaksanakan karena aliran berubah
cepat sehingga waktu yang tersedia relatif pendek.
b. Pengukuran kecepatan aliran dua titik, dilaksanakan pada 0,2 d dan 0,8 d dari
permukaan air, apabila kedalaman air lebih dari 0,75 m.
c. Pengukuran kecepatan aliran tiga titik, dilaksanakan pada titik 0,2 d, 0,6 d dan 0,8 d
dari permukaan air.
1.4.6. Prosedur Pengukuran
1.4.6.1 Prosedur Pengukuran Debit dengan Alat Ukur Arus Tipe Baling-baling
Lakukan pengukuran dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pilih penampang melintang sungai/saluran terbuka di lokasi yang ditentukan dengan
memperhatikan karakteristik aliran pada survei pendahuluan.
2. Bentangkan tali/kabel pada penampang melintang sungai/saluran di lokasi yang telah
37

ditentukan dengan merawas, menggunakan perahu, kereta gantung (cable car), winch
cable way atau dari jembatan.
3. Ukur lebar penampang basah.
4. Periksa dan rakit alat ukur.
5. Catat tinggi muka air dan waktu pada saat dimulainya pengukuran pada kartu
pengukuran yang telah disiapkan. CATATAN: Pencatatan tinggi muka air dilakukan
setiap 5 - 10 menit apabila perubahan muka air cukup mencolok selama pengukuran.
6. Turunkan alat pengukur arus hingga bagian bawah alat menyentuh permukaan aliran,
tunggu hingga alat tersebut berada pada posisi yang benar (lurus dan berlawanan
dengan arah aliran). Baca dan catat angka pada meteran penggantung alat pengukur
arus (sounding reel).
7. Turunkan alat pengukur arus hingga dasar sungai. Baca dan catat angka pada meteran
penggantung alat pengukur arus.
8. Hitung kedalaman aliran dengan mengurangkan selisih pembacaan pada butir 6) dan
butir 7).
9. Tempatkan alat ukur kecepatan pada titik kedalaman yang diinginkan, misalnya pada
titik kedalaman 0,2 d dan 0,8 d.
10. Periksa apakah arah alat sudah benar dan sudut juntaian tali tidak lebih besar dari 10
terhadap garis vertikal. Bila sudut juntaian lebih besar dari 10, lakukan koreksi.
Selain itu periksa apakah pencatat putaran baling-baling pengukur kecepatan arus
(counter) bekerja dengan baik.
11. Lakukan pengukuran kecepatan aliran pada titik-titik kedalaman seperti diuraikan
pada butir 9) dan catat pada formulir jumlah putaran baling-baling pada setiap titik
pengukuran.
12. Hitung kecepatan aliran dengan bantuan persamaan kecepatan aliran untuk baling-
baling alat pengukur.
13. Ulangi kegiatan dari butir 6) sampai dengan butir 9) untuk setiap jalur vertikal pada
seluruh penampang melintang.
14. Hitung luas penampang dengan rumus.
15. Hitung kecepatan rata-rata penampang dengan rumus tergantung dari jumlah titik
pengukuran.
16. Hitung besar debit bagian dengan mengalikan luas penampang tengah dengan
kecepatan rata-rata penampang tengah di setiap lajur pengukuran dengan rumus.
17. Jumlahkan seluruh debit bagian penampang.
38

18. Catat kembali tinggi muka air dan waktu saat berakhirnya pengukuran pada formulir
yang tersedia.
1. Jumlahkan debit bagian untuk mendapatkan debit total pada penampang tersebut.
2. Jumlahkan seluruh luas penampang bagian.
3. Tentukan kecepatan rata-rata seluruh penampang.
4. Tentukan tinggi muka air rata-rata.
5. Periksa kembali semua peralatan dan perlengkapan setelah selesai pengukuran.
1.5. Pengukuran Debit Pada Saluran Terbuka Menggunakan Bangunan Ukur Tipe
Pelimpah Atas
1.5.1. Pengukuran Debit Dengan Ambang Lebar
1.5.1.1 Ketentuan dan Persyaratan
1. Bentuk Ambang
Bangunan ukur tipe ini mempunyai pelimpah ukur aliran jenis ambang lebar berbentuk
empat persegi. Selanjutnya bentuk penampang dapat diperhatikan pada gambar berikut.

Gambar 2. 24 Bentuk ambang lebar


Sumber: SNI Pengukuran Debit Pada Saluran Terbuka Menggunakan Bangunan Ukur Tipe
Pelimpah Atas
2. Ukuran Ambang
Mercu ambang standar harus rata dan halus, horizontal, permukaan empat persegi
yang rata. Lebar mercu dalam arah tegak lurus terhadap arah aliran diambil sama dengan
lebar saluran tempat ambang. Ujung udik dan hilir harus licin, permukaan rata, dengan
tembok sisi tegak lurus terhadap dasar saluran lokasi ambang.
3. Pertimbangan Penggunaan
a. Ambang lebar merupakan alat ukur debit sederhana dengan potensi pengukuran debit
39

yang cukup teliti. Pembuatan bangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya relatif


mudah.
b. Bangunan ukur ambang lebar digunakan pada lokasi jika diperoleh perbedaan tinggi
muka air yang cukup sehingga diperoleh sifat aliran sempurna.
c. Ambang lebar hanya dapat digunakan untuk aliran pada saluran terbuka.
4. Persyaratan
a. Pada saluran alami atau sungai, lokasi bangunan dipilih pada penampang melintang
yang teratur, seragam, dengan panjang bagian saluran yang lurus sekitar 5 kali lebar
muka air. Hal ini diperlukan untuk menjamin keteraturan distribusi kecepatan.
b. Pada saluran buatan, penampang melintang harus seragam dan lurus, dengan panjang
bagian lurus minimum 10 kali lebar muka air.
c. Bila saluran menuju bangunan ukur melalui belokan, penampang mengecil atau
bersudut, diperlukan saluran pengarah yang lebih panjang untuk penyesuaian distribusi
kecepatan.
d. Sirip-sirip pengarah aliran tidak boleh diletakkan pada jarak lebih dekat 10 kali tinggi
tekan maksimum.
e. Dalam kondisi tertentu, gelombang muka air dapat terjadi di udik alat duga air,
misalnya bila saluran pengarah curam. Pada kondisi ini pengukuran aliran dilakukan
pada jarak tidak kurang dari 20 kali tinggi tekan maksimum di udik bangunan ukur,
dengan tujuan untuk mendapatkan penyebaran kecepatan yang seragam di lokasi
pengukuran dan dengan nilai bilangan Froude di lokasi tersebut kurang dari 0,2.

Bilangan Froude = ................................ (2.25)

1.5.1.2 Rumus Debit dan Batasan Penggunaan


1. Rumus Debit
Pengukuran debit yang melimpas di atas mercu ambang lebar didasarkan pada
pengukuran tinggi tekan hidraulik.
Rumus debit yang digunakan adalah:

................................ (2.26)
Keterangan:
Q = debit aliran ( m2/s)
40

g = percepatan gravitasi (m/s2)


b = lebar ambang tegak lurus arah aliran (m)
C = koefisien pengaliran debit
h1 = tinggi tekan hidraulik di udik, terhadap elevasi ambang; m.
2. Batasan Penerapan
Batasan-batasan yang perlu diperhatikan untuk menghindari hal-hal yang dapat
mempengaruhi katelitian pengukuran:
a. Untuk menghindari tegangan permukaan dan pengaruh kekentalan: h1 0,06 m, b
0,20 m dan p 0,15 m
b. Kalibrasi hasil pengukuran dilakukan pada batasan 0,1<L/p<4,0 dan 0,1<h1/L<1,6
c. Untuk menghindari ketidakstabilan muka air, perlu dibatasi kondisi pengukuran: h1/p<
1,6
d. Pembatasan harus dibuat antara koefisien debit dan koefisien debit total.
Koefisien debit ditentukan dengan:

................................ (2.27)
Koefisien debit total ditentukan dengan :

................................ (2.28)
CV adalah faktor kecepatan mengoreksi pengukuran tinggi tekan yang hilang, yang didapat
dari:

................................ (2.29)
H1 adalah tinggi tekan di atas mercu ambang, dengan:

................................ (2.30)
v1 adalah kecepatan rata-rata dalam saluran menuju mercu ambang pengarah. Elevasi
maksimum h1 dapat diukur di saluran pengarah. Selanjutnya koefisien C dapat ditentukan
berdasarkan hubungan:
C = CD . CV ................................ (2.31)
41

1.5.1.3 Lokasi Pengukuran Muka Air


Tinggi muka air, h1, diukur sebagai kedalaman di atas elevasi mercu. Pengukuran
harus dilakukan pada lokasi di bagian udik ambang dengan jarak yang sama dengan 2hmaks
sampai dengan 4hmaks, dengan hmaks merupakan tinggi muka air udik maksimum.
1.5.2. Pengukuran Debit Dengan Lorong Parschall
1.5.2.1 Ketentuan dan Persyaratan
1. Bentuk Lorong Parschall
Lorong Parschall berbentuk penampang melintang empat persegi, terdiri atas
pemasukan yang menyempit, leher saluran dan pengeluaran yang melebar (dipersentasikan
pada Gambar 3.28), Lantai pemasukan datar arah memanjang dan ke arah samping.
Tembok sisi vertikal pada sudut tetap 11o19 atau mempunyai penyempitan 1 : 5 terhadap
sumbu flume.
2. Dimensi Lorong Parschall
Lorong Parschall mempunyai bentuk tertentu yang secara geometrik antara satu
dengan lainnya tidak sama. Panjang leher saluran, tinggi puncak dan panjang bagian luar
tetap konstan untuk beberapa flume, sementara dimensi lain sebagai fungsi lebar leher
saluran; dimensi lain dapat ditentukan secara analitis. Oleh sebab itu, penggunaan dan
pembangunan flume harus sesuai dengan dimensi-dimensi yang ditentukan untuk masing-
masing lorong Parschall standar dan lorong Parschall besar.
Dimensi lain dari flume-flume ini dihitung menurut persamaan berikut:
a. Lebar penampang melintang masuk flume, bl, dalam m;
bl = 1,2 b + 0,48................................ (2.32)
b. panjang sumbu pemasukan, L1, dalam m;
L1 = 0,5 b + 1,2................................ (2.33)
c. Panjang dinding pertemuan, Le, dalam m;
Le = 1,02 L1 ................................ (2.34)
d. Panjang dinding antara bagian puncak mercu dan pengukuran tinggi air, La, dalam m;
La = 2 Le /2................................ (2.35)
e. Lebar penampang melintang pengeluaran flume, b2, dalam m;
b2 = b + 0,20................................ (2.36)
f. Tinggi dinding sisi dari pemasukan, dalam m;
hc = hamax + (0,15 a 0,20) ................................ (2.37)
3. Pertimbangan Penggunaan
42

a. ParshalI Flume berpenampang melintang empat persegi panjang dan lebar leher
saluran bervariasi dari (0,152 m sampai 15 m atau lebih) dan digunakan untuk
pengukuran debit antara 0,16 m2/s sampai dengan 92,0 m2/s.
b. Lorong Parschall berukuran medium dengan lebar leher saluran antara 0,15 m
dan 2,5 m yang tepat untuk pengukuran debit antara 0,0015 m2/s sampai dengan 4,0
m2/s.
c. ParshalI Flume besar dengan lebar leher saluran antara 2 meter sampai dengan
15 meter, dengan desain yang berbeda tergantung pada ukuran flume, tepat untuk
digunakan pada pengukuran debit dari 0,16 m2/s sampai dengan 92,0 m2/s.
d. Lorong Parschall tepat digunakan untuk pengukuran debit saluran dengan kemiringan
dasar kecil.
e. Lorong Parschall akan beroperasi dengan baik, sekalipun dalam keadaan aliran tidak
sempurna.

Gambar 2. 25 Dimensi lorong Parschall


Sumber: SNI Tata Cara Pengukuran Debit Aliran Sungai dan Saluran Terbuka
Menggunakan Alat Ukur Arus dan Pelampung
4. Persyaratan
a. Bangunan harus stabil dan kedap air serta harus mampu menahan kondisi aliran banjir
tanpa terjadi kerusakan oleh erosi sekeliling atau dari bagian hilir.
b. Sumbu saluran harus sejajar dengan arah aliran dalam saluran di bagian udik.
c. Permukaan flume khususnya pada pemasukan dan leher saluran harus licin. Flume
43

dapat dibuat dari beton dengan lapisan akhir semen yang licin atau dapat diberi lapisan
dengan bahan non-korosif yang licin. Untuk penggunaan laboratorium, tingkat
kelicinan lapisan akhir harus sama dengan !embaran logam atau kayu yang telah
diserut, diampelas, dan dicat.
d. Lapisan permukaan berbentuk prisma dari leher saluran berkisar antara profil 0,5
hmax di bagian udik dan hilir leher saluran.
1.5.2.2 Kondisi aliran dan pengukuran kedalaman air
1. Kondisi aliran sempurna dan tidak sempurna
Debit Lorong Parschall dianggap sebagai aliran sempurna jika tidak tergantung pada
ketinggian air hilir. Jika Lorong Parschall beroperasi dalam kondisi aliran bebas, maka
aliran pada pemasukan berada dalam keadaan subkritis, kedalaman berkurang pada arah
aliran sampai kedalaman kritis tercapai dekat puncak flume. Di atas puncak, pada bagian
leher saluran, kedalaman adalah subkritis. Kondisi aliran sempurna tetap bertahan sampai
ketinggian di bagian hilir naik sampai suatu titik yang rasionya dalam keadaan tidak
sempurna ( = hb / ha) sama dengan batas modular c, yaitu:
c = hb / ha ................................ (2.38)
Jika keadaan yang di atas terjadi, maka aliran dalam pengeluaran dan di bagian
terbesar dari leher saluran, aliran tidak sempurna.
Dengan tinggi tekan air bagian hilir yang lebih besar, keadaan aliran tidak sempurna
meluas ke bagian udik di pemasukan dengan demikian mengurangi debit melalui flum.
Flum yang beroperasi dalam kondisi aliran tidak sempurna, debit yang akan diukur
tergantung pada rasio aliran tidak sempurna .
Penentuan debit dalam kondisi aliran tidak sempurna dimungkinkan asalkan rasio
aliran tidak sempurna tidak melebihi 0,95. Dengan rasio aliran tidak sempurna lebih
tinggi, flume berhenti beroperasi sebagai bangunan pengukur debit. Perlu dicatat bahwa
flume yang beroperasi di bawah kondisi aliran tidak sempurna memberi keuntungan
kehilangan tinggi tekan air yang terendah. Akan tetapi, kondisi aliran tidak sempurna
membuat pengukuran debit kurang tepat daripada yang dilaksanakan dalam kondisi aliran
sempurna.
2. Kondisi Aliran Sempurna
Debit, Q yang mengalir melalui Lorong Parschall yang beroperasi dalam kondisi
aliran sempurna diperoleh dari persamaan umum berikut.

................................ (2.39)
44

Keterangan:
Q = debit aliran (m2/s)
b = lebar leher saluran (m)
CD = koefisien pengaliran debit
ha = tinggi tekan air pada pemasukan (m) n adalah eksponen yang tergantung pada b.
3. Kondisi Aliran Tidak Sempurna
Debit melalui Lorong Parschall yang beroperasi pada kondisi aliran tidak sempurna
dipengaruhi oleh tinggi tekan air hilir. Dengan demikian, dapat diperoleh dengan cara
penyesuaian terhadap debit aliran sempurna:

Qdr = Q - QE............................... (2.40)


Keterangan:
Qdr = debit aliran tidak sempurna
Q = debit aliran sempurna yang diperoleh dari rumus
QE = pengurangan debit sebagai hasil keadaan aliran tidak sempurna
4. Pengukuran Kedalaman Air
Besaran debit melalui Lorong Parschall ditentukan oleh kedalaman air pada
pemasukan (tinggi di bagian udik, ha) dan bagian leher saluran (tinggi di bagian hilir, h b),
Pengukuran satu atau kedua tinggi tergantung pada keadaan aliran dalam flume.
Jika ketelitian tidak begitu penting, akan digunakan papan duga yang dipasang secara
vertikal di bagian pengukuran tinggi bagian dalam pertemuan dinding masuk. Alat ini
dapat digunakan untuk menentukan ha. Papan duga tersebut berada pada elevasi 0 pada
puncak flume yang merupakan elevasi lantai flume horizontal ujung bagian hilir
pemasukan.
Jika Lorong Parschall beroperasi dalam keadaan aliran tidak sempurna diperlukan
pengukuran ketinggian ha dan hb. Bagian pengukuran hb terletak dalam leher saluran pada
jarak X dari lantai dasar leher saluran. Karena aliran dalam leher saluran cukup turbulen
yang menyebabkan fluktuasi muka air, tidak dianjurkan untuk menggunakan papan duga
untuk pengukuran hb. Oleh sebab itu, diperlukan tabung pengukur.

Anda mungkin juga menyukai