Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN STUDI LAPANGAN

PENGETAHUAN LINGKUNGAN HIDUP

DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PAKUSARI DAN

PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO KEBUN RENTENG JEMBER

Disusun Oleh:
Kelas Pengetahuan Lingkungan A
Kelompok 4 (Empat)

INA MINATUS SAKINAH 150210103028


SITI NURIGA MAGHFIROH 150210103042
RIKO ANDRIAS JULIANTO 150210103059
WHENNI MILASARI 150210103066
RENY DWI IRFIANA 150210103071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2016

i
i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah merupakan konsekuensi kehidupan, yang sering menimbulkan


masalah, dan jumlahnya akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk dan beragam aktivitas kehidupan manusia di bumi. Peningkatan
jumlah penduduk berarti meningkatkan jumlah produksi timbunan sampah, dan
semakin beragam aktivitas berarti semakin beragam jenis sampah yang dihasilkan.
Terlebih di kota-kota besar seperti Jakarta masalah sampah telah menjadi momok
yang menimbulkan keperhatinan.Tak hanya di kota besar layaknya kota Jakarta,
di daerah Jember masalah sampah masih terus berkelanjutan belum menemukan
titik temu penyelesaiannya..
Efek penimbunan sampah di area luas yang dikhususkan untuk menimbun
sampah atau yang sering dikenal dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) juga
menjadi permasalahan di daerah Jember. Pola konsumsi masyarakat kota Jember
cenderung meningkat, dapat dilihat dari naiknya kebutuhan hidup untuk
memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, dan perumahan. Pola konsumsi
masyarakat yang terus meningkat tersebut akan menghasilkan sampah. Sampah
yang tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan permasalahan, baik
permasalahan lingkungan, sosial maupun budaya. Pengelolaan sampah di kota
Jember dilakukan oleh Institusi Pengelola Persampahan Kota bidang kebersihan
bersama dan Tata Ruang Kabupaten Jember. Lokasi tempat pembuangan akhir di
Kabupaten Jember dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terletak
di Desa Kertosari Kecamatan Pakusari Jember (TPA Pakusari). TPA Pakusari
memiliki luas kurang lebih 6,8 Ha dan dioperasionalkan mulai tahun 1991.
Adanya pengakoalisasian tempat pembuangan sampah diharapkan mampu
memberikan titik terang terhadap permasalahan sampah yang ada, namun
kenyataannya TPA di Pakusari ini masih memiliki beberapa jumlah masalah yang
signifikan. Adanya perbaikan lingkungan memang tidak serta merta bisa
dilaksanakan secara langsung tanpa proses, akan tetapi proses tersebut dapat
berjalan lancar jika upaya kesadaran masyarakat juga ikut mendukung. Oleh sebab

1
itu, diadakannya kunjungan ke TPA Pakusari, Jember diharapkan mahasiswa
dapat mengetahui bagaimana proses datangnnya sampah di tempat pembuangan
akhir ini, dan proses apa saja yang dilakukan di dalam mengolah sampah di
tempat pembuangan sampah ini.
Masalah di masyarakat di era sekarang tak hanya masalah sampah, namun
masalah limbah yang dihasilkan sejumlah pabrik-pabrik juga menjadi momok di
kalangan masyarakat. Limbah pabrik yang di buang secara tidak bertanggung
jawab mampu memberikan efek negatif yang cukup besar bagi lingkungan. Di
mulai dari mengakibatkan pencemaran air, tanah, sosial dan budaya. Untuk itu
sebagai generasi penerus penduduk bumi ini, diharapkan adanya kesadaran dan
upaya dalam penyelamatan lingkungan dari limbah-limbah yang merusak
lingkungan. Saat ini mulai muncul pabrik-pabrik yang mengelola sampah atau
limbah pabriknya menjadi barang yang lebih bermanfaat dan tidak dibuang begitu
saja tanpa ada pengelolaan lebih khusus. Dimana dengan adanya pengelolan
limbah secara khusus sebelum di buang mampu menjadi barang yang lebih
bermanfaat, barang yang memiliki nilai ekonomis dan tidak merusak lingkungan.
Industri yang menerapkan cara seperrti ini disebut dengan Green Factory yaitu
dengan memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh industri menjadi barang yang
lebih bermanfaat yaitu memanfaatkan limbah industry dengan sebaik-baiknya
tanpa harus membuang ke lingkungan.
Salah satu yang menerapkan system Green Factory yaitu pusat
penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang ada di kota Jember. Pusat penelitian
kopi dan kakao ini mengadopsi metode Zero Waste yaitu 0% sampah yang
dihasilkan dari pusat penelitian ini. Pusat penelitian kopi dan kakao di Jember ini
merupakan pusat penelitian terbesar di Asia Tenggara yang berdiri sejak 105
tahun lalu yakni pada tanggal 01 Januari tahun 1911. Diharapkan adanya
penggunaan metode Zero Waste mampu mengurangi permasalahan limbah yang
ada di lingkungan sehingga keadaan lingkungan tetap terjaga kebersihan dan
keasriaannya.
Berdasarkan itu semua, kegiatan lapangan ini dimaksudkan sebagai sarana
bagi mahasiswa untuk menambah wawasan serta pengetahuan disamping materi
kuliah Pengetahuan Lingkungan Hidup yang telah diperolehnya di kampus.

2
Kegiatan ini meliputi pengamatan jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat
Jember per-harinya yang ditampung di TPA Pakusari, serta mengetahui
bagaimana teknik pengolahan sampah yang ada di sana. Lokasi kedua yang
dikunjungi yaitu Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng dimana di
lokasi ini bertujuan memberikan wawasan tentang kegiatan industri yang
menerapkan teknik zero waste, sehingga limbah dimanfaatkan sedemikian rupa.

1.2 Rumusan Masalah

TPA
1. Darimanakah sumber sampah yang ditampung di TPA Pakusari?
2. Berapa truk sampah yang datang per hari?
3. Adakah teknik pengolahan sampah selain teknik dumping?
4. Adakah organisasi pemulung? Jika ada apakah ada retribusi dan izin
dari TPA Pakusari?
5. Apa saja kendala pengelolaan sampah?

PUSLIT
1. Apa saja jenis tanaman coklat yang terdapat di puslit? Dan apa saja
kelebihannya?
2. Tanaman naungan apa yang digunakan di puslit dan mengapa
menggunakan tanaman tersebut?
3. Apa yang menjadi hama utama bagi tumbuhan di puslit dan bagaimana
pengendaliannya?
4. Bagaimana pengelolaan limbah dari tanaman coklat?
5. Bagaimana cara pembuatan coklat putih?

3
1.2 Tujuan
TPA
1. Mengetahui sumber sampah yang ditampung di TPA Pakusari
2. Mengetahui banyaknya truk sampah yang datang per hari
3. Mengetahui teknik pengolahan sampah selain teknik gamping
4. Mengetahui ada tidaknya organisasi pemulung dan ada tidaknya
retribusi serta izin dari TPA Pakusari
5. Mengetahui kendala pengelolaan sampah

PUSLIT
1. Mengetahui jenis tanaman coklat yang terdapat di puslit dan
mengetahui kelebihannya tanaman tersebut
2. Mengetahui tanaman naungan yang digunakan di puslit dan
mengetahui alasan menggunakan tanaman tersebut
3. Mengetahui hama utama bagi tumbuhan di puslit dan mengetahui cara
pengendaliannya
4. Mengetahui pengelolaan limbah dari tanaman coklat
5. Mengetahui cara pembuatan coklat putih

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari merupakan salah satu contoh


TPA yang menerapkan sistem Open Dumping. TPA ini terletak di desa Kertosari
Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember. TPA ini merupakan satu-satunya TPA
yang berada di dalam kota di Kabupaten Jember. Layanan TPA ini mencakup
seluruh sampah yang ada di dalam kota dan sekitarnya. Sampah yang dibuang di
tempat ini kebanyakan adalah sampah organik yang berasal dari pasar-pasar. Hal
ini menyebabkan sampah lebih cepat membusuk dan menghasilkan polutan yang
dapat mencemari air tanah. Untuk mengetahui tingkat pencemaran, TPA ini
dilengkapi dengan sumur monitoring yang berjarak 200 m di bagian selatan dari
lokasi pembuangan. Selain itu TPA ini juga dilengkapi dengan kolam monitoring,
dengan memanfaatkan ikan untuk mengetahui tingkat pencemaran. Pada daerah
ini diduga terdapat rembesan air lindi, sehingga dilakukan penelitian untuk
mengetahui letak akumulasi rembesan air lindi yang merupakan polutan sampah
yang dapat mencemari air tanah di daerah sekitar TPA tersebut.
Polutan sampah diketahui mempunyai konduktivitas yang berbeda dengan
air tanah. Menurut hasil penelitian yang dilakukan beberapa peneliti sebelumnya,
menunjukkan bahwa polutan ini mempunyai konduktivitas yang lebih tinggi dari
pada air tanah. Dengan demikian nilai resistivitas polutan ini lebih rendah dari
pada air tanah. Menurut Loke (1997) resistivitas air bersih (fresh) adalah antara
10-100 m. Berdasarkan sifat inilah bisa dilakukan penelitian untuk mengetahui
letak akumulasi rembesan polutan cair di sekitar TPA dengan memanfaatkan
perbedaan resistivitas tersebut. Metode yang biasa digunakan adalah metode
geolistrik resistivitas.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa metode geolistrik bisa memetakan
pencemaran air tanah, seperti penelitian yang dilakukan Sulistijo berhasil
memetakan arah penyebaran pencemaran air tanah di sekitar TPA Pasir Impun di
Kabupaten Bandung, Grandis dan Yudistira melakukan penelitian di bekas TPA
Pasir Impun Bandung dan berhasil memperkirakan penyebaran kontaminan cair
dalam tanah yang diasosiasikan sebagai fluida konduktif dengan anomali

5
konduktif (resistivitas kurang dari 10 m) menunjukkan akumulasi rembesan
lindi yang dapat mencemari air tanah di sekitar daerah tersebut. Serta penelitian
yang dilakukan oleh Johanis dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas
konfigurasi Wenner-Schlumberger dengan mengambil tiga lintasan sebagai
sampel, yaitu lintasan A terletak pada timbunan sampah, lintasan B berada antara
timbunan sampah dan tanah, lintasan C berada di luar timbunan sampah. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat resistivitas rendah pada ketiga lintasan
tersebut yang diduga merupakan daerah yang tercemar polutan cair yang
dihasilkan oleh pembusukan sampah.
Metode geolistrik terbukti merupakan metode sederhana yang terkenal
dalam pendeteksian kualitas air tanah. Metode ini terbukti telah memecahkan
banyak masalah tentang air tanah (Ngadimin, 1993:43-53). Misalnya: pemetaan
pencemaran air tanah oleh benzena (minyak tanah) pada suatu area di Utah AS
dengan menggunakan konfigurasi elektroda Wenner (Ratna, 2009:31), mendeteksi
aliran air tanah yang mengandung polutan pada daratan Seri Petaling Malaysia
(Sukesi, 2008:27) dan mendeteksi kualitas air tanah di daerah Korin, bagian
tenggara Iran dengan menggunakan metode geolistrik Vertical Electric Sounding
(VES) (Trisnawati, 2009:49).
Kopi sebagai salah satu aset produk Indonesia yang terkenal di dunia,
sekarang ini banyak diusahakan atau diproduksi secara organik dengan istilah
kopi organik. Kopi merupakan komoditas penting perkebunan di Indonesia.
Indonesia merupakan negara penghasil kopi keempat terbesar di dunia. Saat ini,
produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80%
berasal dari perkebunan rakyat. Pengelolaan tanaman kopi organik belum
dilakukan secara intensif. Hal ini dapat dilihat dari pengelolannya yang tidak
menggunakan pupuk organik secara keseluruhan. Bagi bangsa Indonesia, kopi
merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat yang mempunyai arti yang
cukup tinggi (Ati, 2011:47-58).
Tanaman kopi tumbuh di daerah tropis yang buahnya berbentuk biji-bijian.
Tanaman kopi tumbuh di daerah panas dengan curah hujan sedang yang letak
daerahnya antara 25 LU dan 25 LS. Brazil, Columbia, dan Ivory Coast merupakan
negara penghasil kopi terbesar di dunia. Ada 40 jenis varietas kopi dan dua jenis

6
kopi yang paling banyak diperdagangkan yakni kopi arabica menguasai 75%
produksi kopi di dunia. Indonesia menyumbang 10% dari total produksi dunia.
Tanaman kopi Robusta berbunga 4 kali dalam setahun dan menghasilkan kopi 4
pon per tanaman. Pohon kopi dapat mencapai tinggi 15-30 kaki dan mudah
dipanen (Winarni, 2011:35-39).
Kopi Konservasi adalah budidaya dan cara berkebun kopi yang ramah
lingkungan, tidakmembuka kawasan hutan/berhutan apalagi di wilayah terjal, dan
pada areal kebun yang terbuka dilakukan penanaman disela-sela tanaman kopi
dengan jenis-jenis pohon naungan yang sesuai dan bernilai ekonomis sehingga
memberi nilai tambah bagi pendapatan petani. Di sisilain, penanaman tanaman
sela juga dapat menghindarkan tanaman kopi dari sinar matahari dan embun
secara langsung sehingga pertumbuhan dan produktifitas kopi menjadi lebih baik.
Pada akhirnya, adanya tanaman kopi dan pohon naungan akan menciptakan iklim
mikro lokalyang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan kopi dan jika terakumulasi
serta dilakukan secaramassive (lebih luas; besar-besaran) pada tipe pengelolaan
lahan yang sama akan berperandalam upaya pengurangan emisi dan pemanasan
global serta menghambat laju sedimentasi.
Lingkungan tumbuh yang sesuai bagi tanaman kopi dan kakao adalah
lingkungan yang memiliki kondisi iklim relatif tidak kering, dengan sebaran hujan
bulanan relatif merata sepanjang tahun, sehingga kedua jenis tanaman tersebut
tidak mengalami cekaman air dalam periode pertumbuhannya. Di samping itu,
persyaratan lain yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang
baik dalam jangka panjangadalah tinggi tempat pada kisaran yang optimum,lahan
relatif tidak miring, kondisi fisik dan kimia tanah relatif baik dan subur,kondisi
drainasi tanah relatif baik, tanahtidak mengandung unsur-unsur yang dapat
meracuni tanaman, dan potensi kerusakan tanah minimal.
Tanaman kakao memiliki batang tegak, lurus dengan panjang 1,5-2 meter.
Kayunya terang dan putik, kulit kayu tipis, halus, dan kecoklatn. Bijinya
berukuran 2,5 cm, bagian luar dilapisi kulit buah berwarna merah kecoklatan,
bagian dalam coklat gelap dan dibungkus lapisan keputih-putihan. Pohon kakao
memiliki daun lebar dan mengkilat yang berwarna merah ketika muda dan hijau
saat matang. Kuncupnya berjumlah ribuan berupa bunga kecil berwarna merah

7
muda atau putih yang tumbuh dalam kelompok dan mekar bersamaan di batang
dan cabang pohon kakao. Buahnya berwarna hijau atau kadang merah tua, bentuk
mirip melon panjang.
Kakao (Theobroma cacao) adalah tanaman perkebunan. Tanaman tahunan
ini dapat mulai berproduksi pada umur 18 bulan (1,5 tahun). Tanaman ini
menghasilkan biji kakao yang selanjutnya bisa diproses menjadi bubuk coklat.
Penanaman bibit kakao melalui pembuatan lubang tanam terlebih dahulu dengan
ukuran 60x60x60 cm. Pembuatan lubang tanam dilakukan 6 bulan sebelum tanam.
Isi lubang tanam tersebut dengan pupuk hijau dari hasil tebasan gulma atau pupuk
kandang bila tersedia. Kemudian lubang tanam ditutup, 3 bulan sebelum bibit
kakao ditanam. Lakukan penanaman pada awal musim hujan. Tanamlah bibit
kakao bila pohon penaung telah berfungsi baik, dengan kriteria intensitas cahaya
30-50% dari cahaya langsung.
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan
kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas kakao
menempati peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa
negara, setelah komoditas CPO dan karet. Pada tahun 2006 ekspor kakao
mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun sebelumnya.
Untuk mendukung pengembangan tanaman kakao agar berhasil dengan baik,
langkah awal usaha budidaya kakao yang baik adalah mempersiapkan bahan
tanam di tempat pembibitan. Karena pembibitan merupakan pertumbuhan awal
suatu tanaman sebagai penentu pertumbuhan selanjutnya maka pemeliharaan
dalam pembibitan harus lebih intensif dan diperhatikan. Selain pemupukan,
pertumbuhan bibit kakao juga dipengaruhi jenis tanah yang digunakan sebagai
media.

8
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
1) Hasil dan Pembahasan di TPA Pakusari, Jember

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari merupakan salah satu TPA


yang berada di kota Jember desa Kertosari Kecamatan Pakusari Kabupaten
Jember. Layanan TPA Pakusari mencakup seluruh sampah yang berada di
wilayah kota Jember dan sekitarnya, khusunya di 3 wilayah kecamatan besar yaitu
Patrang, Sumbersari, dan Kaliwates serta Pasar Tanjung. Penanganan sampah di
TPA Pakusari berdiri sejak tahun 1991 hingga sekarang dengan luas area 6,8 Ha.
Walaupun luas area yang sedemikian, tetapi belum ideal untuk menampung
jumlah sampah yang ada.

Jumlah sampah yang dihasilkan dari beberapa kecamatan tadi mencapai


rata-rata 6003 perhari. Untuk daerah Pasar Tanjung perhari menghasilkan
sampah mencapai 4 retasi yaitu rata-rata 103 dengan jumlah mencapai 503
perhari. Pengolahan sampah yang terdapat di TPA Pakusari sendiri, dulunya
diolah menjadi kompos namun akhir-akhir ini pengelolaan kompos ini menjadi
vakum. Hal ini dikarenakan pihak investor memutuskan kerjasama sehingga
pengeloaan sampah tidak berjalan. Dari hasil observasi yang dilakukan ada
beberapa jenis sampah di TPA Pakusari yaitu meliputi sampah organik, sampah
anorganik serta sampah khusus. Sampah organik sendiri berupa sampah sisa daun
kering, sampah sayuran, sampah kulit buah. Sampah Anorganik berupa botol
plastik, tas plastik, metal, dan kaleng minuman yang merupakan sampah yang
sulit untuk diuraikan. Dan sampah khusus biasanya berasal dari alat-alat medis
dari rumah sakit seperti botol infus, jarum, obat-obatan dan lain sebagainya.
Ada beberapa cara yang dilakukan dalam pengolahan sampah yang terdapat di
TPA Pakusari,dimulai dari cara pembuatan kompos,pupuk granula serta dengan
cara Control Landfill yaitu system pengeloloan sampah dimana setiap kavling
yang ditutup lalu diratakan dengan ketinggian 1 m kemudian diberi tanah uruk 20
cm dipadatkan kemudian di isi ulang begitu dilakukan secara berulang hingga

9
tampak menyerupai seperti kue lapis. Selain itu pengolahan sampah juga
dilakukan menggunakan resinerator, di sini pengelolaan sampah-sampah tertentu
yang berbahaya seperti sampah hasil medis yang mengandung zat-zat atau cairan,
virus, bakeri yang terkandung dalam alat-alat medis atau limbah medis lainnya
dilakukan dengan melakukan pembakaran dengan teknik sederhana dan
pemisahan yang berbeda untuk kedepannya perlu ditingkatkan dalam pengelolaan
sampah medis ini agar tidak menggunakan system manual. Untuk system recyle,
reduce, dan reuse terdapat system organisasi keanggotaan pemulung sampah.
Dimana pemulung melakukan pemungutan sampah yang nantinya mereka jual ke
pengepul,sampah yang dijual berupa sampah anorganik seperti kaleng, botol
plastik dan lain sebagainya. Kemudian untuk sampah organik sebagian diambil
masyarakat untuk pakan ternak dan selain itu dijadikan sebagai pupuk kompos
yang nantinya pupuk ini dapat dijual dan menghasilkan nilai ekonomis. Dari
penjelasan hasil observasi diatas, jadi teknik pengolahan sampah yang di lakukan
di TPA pakusari masih menggunakan teknik pongolahan secara sederhana dan
sebagian di jadikan pupuk kompos.
Sampah yang ditampung di Tempat Pembuangan Akhir Pakusari juga
memiliki manfaat bagi masyarakat dalam bidang ekonomi, dimana pada saat
observasi terlihat pemulung bekerja untuk memunguti sampah yang memiliki nilai
ekonomis. Masyarakat yang mengambil sampah di TPA Pakusari mendapatkan
penghasilan dari memungut sampah anorganik seperti kaleng, botol plastik yang
biasanya mereka jual ke pengepul, penghasilan para pemulung sampah tergantung
dari banyaknya sampah yang mereka pungut. Rata-rata penghasilan yang didapat
sekitar Rp 10 ribu perhari. Melihat ini memang atas apa yang dikerjakan tidak
sesuai dengan upah yang didapat.Untuk sampah organik biasanya mereka ambil
untuk pakan ternak. Selain itu juga ada para pekerja tetap yang nantinya akan di
gaji oleh pihak TPA Pakusari. Selain mendapatkan penghasilan mereka juga
mendapatkan layanan kesehatan apabila terjadi kecelakan kerja layaknya
berhubungan dengan kesehatan. Dimana pihak management TPA telah
bekerjasama dengan pihak puskesmas terdekat. Pelayanannya sendiri pihak
puskesmas melakukan cek up seminggu 2 kali, namun karena pengaduan

10
kesehatan jarang terjadi layanan kesehatan puskesmas yang siap d lokasi TPA
tidak berjalan melainkan di alihkan ke puskesmas langsung.
Kendala atau permasalahan yang dialami oleh TPA Pakusari sendiri pokok
utamanya berupa perluasan lahan,dimana luas lahan yang ada saat ini tidak ideal
dengan jumlah sampah yang kian meningkat dengan popolusi penduduk yang kiat
bertambah tiap tahunnya.Jumlah sampah yang dihasilkan melebihi batas daya
tampung lahan di TPA Pakusari.Pihak pengelola management TPA sudah berupa
mengatasi masalah ini dengan melakukan pengajuan lokasi yang lebih memenuhi
kriteria kepada pemerintah namun masih belum ada respond an tindak lanjut dari
pihak pemerintah.

2) Hasil dan Pembahasan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Tempat kunjungan selanjutnya yaitu terdapat di lokasi Pusat Penelitian


Kopi dan Kakao Indonesia yang bertepat di Kaliwining, Desa Negosari,
Kecamatan RambiPuji, Jember dengan wilayah dalam posisi ketinggian 45 mdpl.
Untuk pusat kantornya sendiri terdapat di Jalan PB.Sudirman No.90 Jember
kantor ini dijadikan sebagai penelitian laboratotium dalam melaksanakan kultur
jaringan dengan memperbanyak tumbuhan dengan metode somatik embrionisis
serta laboratorium pasca panen. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao ini merupakan
pusat yang sering kali menjadi acuan dalam kawasan Asia Tenggara. Dimana
disini merupakan pengasil kopi terbesar ke 3 di dunia. Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia berdiri sejak tahun 1911 sekitar 105 tahun yang lalu tepatnya
tanggal 1 Januari 1911 dengan nama awal mulanya Besukiss provstation (Bahasa
Belanda). Pada tahun 2012 namanya berganti menjadi Pusat Unggulan Ilmu dan
Pengetahuan Teknologi untuk kakao, pada 2013 berganti menjadi Pusat Unggulan
Ilmu dan Pengetahuan Teknologi untuk kopi, pada tahun 2015 nama tersebut
berganti menjadi Pusat Unggulan Ilmu dan Pengetahuan Teknologi untuk kopi
dan kakao, dan pada 20 Mei 2016 PUSLIT KOKA dinobatkan sebagai taman ilmu
pengetahuan kopi dan kakao Indonesia. Tak hanya kebun di Kaliwining ini saja,
terdapat pula dua kebun percobaan lainnya yaitu di daerah Malang selatan,
Sumber Macing dengan nama kebun Sumber Asin dengan ketinggian lokasi 600
mdpl melakukan penelitian kopi robusta dan sebagian kecil kakao. Untuk daerah

11
selanjutnya yaitu terdapat di daerah Bondowoso dengan nama kebun percobaan
Andong Sari, Kecamatan Pakem lokasi ketinggian 1100 mdpl dengan penelitian
Kopi Arabika dan Kopi Luwak.

Observasi yang dilakukan kali ini bertepat di kebun percobaan Kaliwining


dengan ketinggian 45 mdpl,kawasan iklim D (daerah kering) dengan luas kebun
160 Ha khususnya untuk penelitian kakao.

Tugas dan fungsi akan kebun percobaan Kaliwining ini yaitu :

a) Sebagai lokasi pembenihan untuk tanaman kakao dan kopi robusta


b) Sebagai lokasi pelestarian plasma nutfah,jumlah plasma nutfah tanaman kopi
hampir 1000 lebih,gunanya pelestarian plasma nutfah ini bertujuan untuk
merakit tumbuhan baru yang sangat dibutuhkan.
c) Sebagai lokasi pohon induk,kebun pembibitan dan kebun produksi kopi
robusta,selain itu
d) Sebagai tempat Agro Widya Wisata.
Tanaman kakao asal mulanya bukan berasal dari wilayah Indonesia
melainkan berasal dari Amerika Tengah kawasan hujan tropis hutan Amazon.
Pertumbuhan Kakao sendiri yakni terdapat di bawah tumbuhan besar jika tumbuh
di ruang terbuka kakao akan cepat mati pertumbuhan secara biologis juga dapat
dilakukan. Untuk permulaan penanaman kakao dibutuhkan sebuah naungan.
Naungan sendiri terdapat 2 tipe yaitu naungan tetap (berupa pohon lamtoro yang
tidak berbiji, pohon kelapa dan pohon mahoni)dimana ini berfungsi sebagai
penahan angin karena hempasan angin yang terlalu kuat menyebabkan daun kakao
rontok dan naungan sementara (berupa tanaman yang menghasilkan maksudnya
tanaman yang menghasilkan produksi selam menunggu kakao berbuah seperti
pohon pisang dan jagung). Tanaman kakao hanya membutuhkan sinar matahari
sekitar 30% dan sisanya yang 70% disaring melewati naungan.

Jenis tanaman kakao yang dibudidayakan tergantung dari perdagangannya,


ada yang menghendaki biji coklat warna ungu dan ada yang menghendaki biji
putih. Saat ini di Indonesia yang dikembangkan oleh para petani untuk tanaman
kakao 90 % yaitu lindak (biji coklat warna ungu) sedangkan kakao yang berbiji

12
putih dikembangkan oleh BTPN contohnya yang mengembangkan biji kakao
putih yaitu BTPN 12, biji kakao putih umumnya memiliki harga mahal dibanding
dengan biji kakao lainnya. Para petani Indonesia tidak mengembangkan biji kakao
putih karena produktivitasnya rendah dan tanamannya disukai hama penyakit.

Penanaman tanaman kakao ini yang cocok yaitu pada ketinggian dibawah
600 m dari permukaan air laut apabila berada diatas 600 m dari permukaan air laut
tanaman kakao dapat tumbuh akan tetapi masa produksinya lama dan masa
buahnya juga lama. Dengan PH tanah netral antara 6-7 serta curah hujan yang
dibutuhkan yaitu 1500-2500 apabila kurang dari batas yang ditentukan maka
tanaman kakao akan mati, produksinya rendah dan biaya produksinya tinggi.
Untuk pusat penilitian kopi dan kakao, Jember ini biaya produksinya tinggi hal ini
karena curah hujan yang rendah sehingga dibutuhkan penyiraman. Untuk itu
seharusnya hujan itu sepanjang tahun, untuk penanaman tanaman kakao yang
ideal yaitu terjadi hujan sepanjang tahun atau hujan keringnya terjadi kurang dari
3 bulan. Proses penyiraman yang dilakukan dengan cara penyemprotan melalui
lubang-lubang seperti biopoli yang berfungsi untuk menghemat air selain itu
dengan sistem palepan namun harus dihindari karena butuh banyak air.

Masa panen besar tanaman kakao terjadi 2 kali dalam setahun yaitu pada
bulan Mei, Juni, dan Juli serta pada bulan November, Desember, dan Januari.
Tetapi pada umumnya sepanjang tahun tanaman kakao berbuah. Untuk di wilayah
Jawa Timur masa panen besarnya 2 kali dalam setahun, tetapi untuk wilayah
seperti Sumatera yang ada di bagian utara garis Khatulistiwa berbuah sepanjang
tahun karena di wilayah tersebut curah hujannya sepanjang tahun. Jadi beda
tempat, beda iklim, juga beda masa panennya.

Untuk hasil produksi tergantung pada pemeliharaan dan juga tergantung


klon atau varietas yang ditanam, kalau rata-rata produksi nasional 800 kg/hektar.
Perbanyakan kakao dapat berasal dari generatif biji yang berasal dari kebun benih.
Benih yang ada di kebun percobaan Kaliwining yaitu benih yang berasal dari
penyerbukan buatan atau dibantu oleh manusia dan benih yang berasal dari
penyerbukan alami. Kakao mulai belajar berbuah dari usia 2,5-3 tahun, untuk usia
produktiv dari tanaman kakao yaitu sekitar 25 tahun apabila tanaman dipelihara

13
dengan bagus, apabila pemeliharaan tidak bagus maka usia produkti tanaman
kakao hanya sekitar 20 tahun tanaman di bongkar. Biasanya apabila tanaman
kakao sudah tua, produktivitasnya rendah, namun secara fisik masih bagus dan
buahnya juga masih bagus maka disambung samping tanpa harus tanaman
dibongkar total. Jadi ada tanaman baru atau jenis-jenis tanaman baru yang
produktivitasnya tinggi jadi dari tanaman pokok yang memiliki perakaran kuat.
Apabila tanaman yang usianya sudah 20 tahun dibongkar maka perusahaan akan
rugi karena selama 3 tahun tidak produksi tapi jika di sambung samping maka
tanaman masih dapat produksi.

Kakao merupakan makanan yang enak dan tentunya sesuatu yang enak itu
pasti mengundang masalah berupa penyakit, hampir seluruh bagian tubuh
tanaman kakao ini seperti daun, buah, batang, akar, dan lainnya diserang oleh
penyakit. Daun merupakan bagian dari tanaman kakao yang mudah diserang oleh
penyakit seperti misalnya diserang oleh ulat kilan dan daun yang sering di serang
ulat yaitu apabila daun masih muda, selain ulat penyakit lannya yaitu VSD
(vascular streak dieback), jamur, dan holotutricum. Sedangkan untuk penyakit
yang menyerang buah yaitu helopeltis yaitu kepik penghisap buah kakao, apabila
buah yang masih kecil dihisap maka akan kering terus mati, namun apabila yang
dihisap buah yang besar maka akan muncul bentol-bentol atau burik pada buah
sehingga buah terlihat tidak menarik dampak dari adanya penyakit atau hama
yang menyerang buah maka akan mengurangi produksi. Penyakit yang menyerang
batang yaitu ulat pengebor atau siluburus, ulat penggerek dan kanker batang
(Phytopthora) selain menyerang batang juga dapat menyerang buah yang
menjadikan buah busuk sedang akarnya diserang penyakit jamur akar putih, jamur
akar coklat, untuk hama kutu putih tidak membahayakan tanaman kakao akan
tetapi pada saat musim kemarau kutu putih dapat menyerang bunga yang
menjadikan bunga kering. Cara penanganan penyakit atau hama pada tanaman
kakao yaitu dapat menggunakan pestisida, daun mahoni, atau daun sirsak yang
diekstrak, selain itu dengan kultur teknis dengan cara mengurangi kelembapan
kebun dikurangi dan tanaman dipangkas, apabila tanahnya basa dibuat saluran
krenase. Buah kakao yang berwarna hijau dengan nama klon Jaz 60 ini tidak
tahan dengan penyakit VSD yang menyerang daun sehingga menyebabkan daun

14
rontok dan jamur menjalar ke batang sehingga menyebabkan batang mati, jamur
yang menjalar ke batang tanaman kakao melewati pembuluh angkut xilem
sehingga tanaman disambung dengan buah kakao merah dengan nama klon
Sulawesi 1 jadi digunakan untuk menggantikan kanopi daunnya. Ciri-ciri buah
kakao masak yaitu terdapat seleret kuning atau warna kekuningan. Untuk
melakukan penyambungan maka perlu memilih jenis tanaman yang tahan
terhadap penyakit seperti buah kakao merah tahan resisten, dengan melakukan
penyambungan maka telah melakukan pengendalian teknik kultur yang dapat
menghemat biaya pestisida, selain kakao merah yang tahan terhadap penyakit
yang digunakan untuk penyambungan yaitu Sulawesi 1, ECA 6 yang digunakan
untuk mengganti daun bagian atas atau kanopi, jadi yang digantikan merupakan
klon yang memiliki produktivitas tinggi seperti Jaz 60 yang memiliki
produktivitas tinggi namun tidak tahan penyakit. Mengenai rasa dari buah kakao
ini sendiri tergantung dari selara masyarakat namun sebenarnya bauah kakao biji
putih yang memiliki rasa lebih enak. Namun permintaan pasar lebih banyak pada
kakao biji coklat warna ungu. Alasan pemilihan kakao lindak sebagai penilitian
karena petani Indonesia 95% lebih banyak menanam kakao lindak dan sehingga
dilakukan penilitian untuk memperbaiki pertanian rakyat.

Pertanian tanpa limbah berbasis kakao dan kopi, tanaman kopi dan kakao
harus ada naungannya yang setiap saat juga harus dipangkas. Limbah dari
tanaman kakao dan kopi berasal dari pangkasan naungan, daun dari tanaman
kakao dan kopi, dan rumput atau gulma. Untuk limbah kakao yang berasal dari
pangkasan sebanyak 5 ton selama 1 tahun. Untuk pangkasan lamtoro 15 ton
selama 1 tahun, jadi produksi yang hijaunya mencapai 20 ton tahun per
tahun.Limbah kakao ini terbesar berasal dari kulit yakni sebesar 70% sedangkan
yang 30% berasal dari bijinya.Melihat rata-rata produksi nasional yang mencapai
800 kg biji kering limbah yang dihasilkan 27,5 ton selama setahun. Pengelolaan
limbah biji,kulit,pangkasan rantai ini selain sebagai kompos,juga bisa digunakan
sebagai pakan ternak seperti hewan kambing dan sapi dengan cakupan limbah
kakao dengan luas satu hektar mampu mencakup pakan kambing sebanyak 15
ekor kambing dewasa. Sedangkan limbah kotoran hewan sebanyak 15 ekor
kambing menghasilkan sebanyak 8 ton. Untuk limbah kotoran kambing ini sendiri

15
nantinya dijadikan pupuk dalam penanaman kakao serta dapat dijadikan biogas
tak hanya itu kotoran kambing tadi juga bisa diolah menjadi pakan cacaing
dimana nantinya cacaing bisa digunakan untuk pakan ikan, oleh karenanya limbah
yang ada disini memang diolah secara efektif agar memiliki nilai dan kegunaan
yang membawa peningkatan ekonomi serta pengurangan limbah dalam kerusakan
lingkungan.

Pengelolaan biji kopi secara primer

Di PUSLIT ini terdapat laboratorium pengujian mesin, pusat penelitian


kakao, unit pengolahan hulu, unit pengolahan hilir kopi maupun kakao. Di sebelah
utara terdapat tempat pemanfaatan limbah, disampingnya terdapat tempat
pemanfaatan untuk pakan ternak, limbah pakan yang kemudian masuk ke sistem
biogas. Kemudian hasil biogas nantinya akan digunakan sebagai sumber bahan
bakar sangrai dan oven. Kemudian bisa masuk ke dalam pabrik sabun dan pabrik
coklat. Di sebelah kanan terdapat workshop tempat untk memproduksi mesin,
yang saat ini kita amati adalah proses pengujian mesin kristalisator untuk
menghasilkan kopi instan. Mesin yang sebelum dijual atau dikirim ke pemesan
diuji terlebih dahulu sebagaimana kita memproduksi di pabrik. Jadi memang
bahan baku yang digunakan berasal dari pabrik. Terdapat mesin pengayak yang
berfungsi untuk menentukan mutu berdasarkan size atau ukurannya. Mesin
pengayak dan mesin sangrai yang dibuat merupakan mesin yang sudah dipesan
sebelumnya dan sudah siap untuk dikirim kepada pemesan. Ruangan yang
digunakan untuk pengujiaan mesin juga besar, karena mesin-mesin yang dibuat di
workshop juga mesin yang relative memiliki ukuran yang besar pula. Pada
laboratorium terdapat alat-alat diantaranya pengatur suhu, pengatur kecepatan ,
pengukur pH, termasuk pengukur kontaminasi untuk mutu mikrobiologi, yang
bisa digunakan untuk meneliti TPC.

Pengolahan biji kopi primer, untuk biji kopi yang diolah merupakan biji
kopi yang berwarna merah. Sedangkan kopi yang berwarna kuning, hijau dan
hitam merupakan produk inferior. Pada kopi Arabica efek fermentasi sangat besar

16
terhadap cita rasa maupun aromanya, namun pada kopi robusta aromanya tidak
begitu menyengat. Proses pengolahan awalnya yaitu biji kopi yang telah dipanen
disortasi secara teliti untuk memisahkan buah yang superior (masak, bernas, dan
seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang, dan terserang
hama/penyakit). Buah merah terpilih (superior) diolah dengan metode
pengolahan basah supaya diperoleh biji kopi dengan HS kering dengan tampilan
yang bagus, sedang buah campuran hijau kuning diolah dengan cara pengolahan
kering. Pengupasan kulit buah, proses pengolahan basah diawali dengan
pengupasan kulit buah dengan mesin pengupasan kulit buah dengan mesin
pengupas (pulper) tipe silinder. Pengupasan kulit buah berlangsung di dalam celah
diantara permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pisau yang diam
( stator). Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan dengan menyemprotkan air
ke dalam silinder bersama dengan buah yang akan dikupas.penggunaan air
sebaiknya diatur sehemat mungkin disesuaikan dengan ketersediaan air dan mutu
hasil. Jika mengikuti proses pengolahan basah secara penuh, konsumsi aor dapat
mencapai 7-9 m3 per ton buah kopi yang diolah. Aliran air berfungsi untuk
membantu mekanisme pengaliran buah kopi di dalam silinder dan sekaligus
membantu membersihkan lapisan lender. Lapisan air juga berfungsi untuk
mengurangi tekanan geseran silinder terhadap buah kopi sehingga kulit tanduknya
tidak pecah. Proses fermentasi umumnya hanya dilakukan untuk pengolahan kopi
Arabika dan tidak banyak dipraktekkan untuk pengolahan kopi Robusta terutama
untuk kebun rakyat. Tujuan proses ini adalah untuk menghasilkan lapisan lender
yang tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan. Pada
kopi Arabika , fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan
mendorong terbentuknya kesan mild pada cita rasa seduhannya. Prinsip
fermentasi adalah peruraian senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lapisan
lender oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Proses
fermentasi dapat dilakukan secara basah (merendam biji kopi di dalam genangan
air) dan secara kering (tanpa rendaman air).

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi


yang masih menempel di kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dapat
dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedang untuk kapasitas besar

17
perlu dibantu dengan mesin. Ada dua jenis mesin pencuci yaitu tipe batch dan tipe
kontinyu. Mesin pencuci tipe batch mempunyai wadah pencucian berbentuk
silinder horizontal segi enam yang diputar. Mesin ini dirancang untuk kapasitas
kecil dan konsumsi air pencuci yang terbatas, sekitar 50-60 kg. Mesin pencuci
kontinyu mempunyai kapasitas yang relative besar, yaitu antara 100-1000 kg biji
kopi. Kemudian yaitu dilanjutkan dengan proses pengeringan yang bertujuan
untuk mengurangi kandungan air dari dalam biji kopi HS yang semula 60-65%
sampai menjadi 12%. Pada kadar air ini, biji kopi Hs relative aman untuk dikemas
dalam karung dan disimpan di dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis.
Proses pengeringan ini dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan
kombinasi keduanya. Buah kopi arabika mutu rendah (inferior) hasil sortasi di
kebun sebaiknya diolah secara kering. Cara ini juga banyak dipraktekkan petani
untuk mengolah kopi jenis robusta. Tahapan proses ini relative lebih pendek
dibandingkan proses basah. Buah kopi hasil panen atau hasil sortiran langsungh
dijemur dengan teknik penjemuran. Proses pengeringan dapat dilakukan melalui
dua tahap, yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20-25%
dan kemudian dilanjutkan dengan pengering mekanis. Kontinuitas sumber panas
untuk proses pengeringan dapat lebih dijamin, sehingga buah atau biji kopi dapat
langsung dikeringkan dari kadar air awal 60-65% sampai kadar air 12% dalam
waktu yang lebih terkontrol. Pada proses pengeringan mekanik membutuhkan
peralatan mekanis yang yang relative lebih rumit, modal investasi yang relative
cukup besar dan tenaga pelaksana yang terlatih. Konsumsi minyak tanah pada
pengering mekanis berkisar antara34 liter per jam. Sedang konsumsi kayu
bakar untuk pengering berbahan bakar kayu adalah antara 15-20 kg per jam
tergantung pada kadar air kayu bakarnya. Pengeringan dengan cara kombinasi
merupakan salah satu alternative yang tepat untuk memperbaiki mutu dan
sekaligus menekan biaya produksi. Proses pengeringan dilakukan dalam dua tahap
yaitu pertama, pengeringan awal (predrying) biji basah di lantai semen samapi
kadar airnya mencapai 20-22% dan kedua pengeringan akhir (final drying) biji
kopi di dalam pengering mekanis pada suhu 50-600C selama 8-12 jam sampai
kadarair 12%.

18
Pengukuran kadar air biji kopi merupakan salah satu tolak ukur proses
pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan yang
murah. Akhir dari proses pengeringan harus ditentukan secara akurat.
Pengeringan yang berlebihan (menghasilkan biji kopi dengan kadar air jauh
dibawah 12%) merupakan pemborosan bahan bakar dan merugikan karena
terjadinya kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu singkat, maka kadar air biji
kopi belum mencapai titik keseimbangan (12%) sehingga biji kopi menjadi rentan
terhadap serangan jamur pada saat disimpan atau diangkut ke tempt konsumen.
Kemudian dilanjutkan dengan proses pengupasan kulit kopi, pengupasan
ditujukan untuk memisahkan biji kopi dengan kulit tanduk. Hasil pengupasan
disebut dengan biji kopi beras. Kulit tanduk akan terlepas karena gesekan antara
permukaan rotor dan terlepas menjadi serpihan ukuran kecil. Permukaan rotor
mempunyai ulir dan mampu mendorong biji kopi ke luar silinder, sedangkan
serpihan kulit lolos lewat saringan dan terhisap oleh kipas. Biji kopi beras harus
disortasi secara fisik atas dasar ukuran dan cacatnya biji. Selain itu, kotoran-
kotoran non kopi seperti serpihan daun, kayu atau kulit kopi, harus juga
dipisahkan. Sortasi ukuran dilakukan dengan ayakan mekanis tipe meja getar.
Kapasitas ayakan antara 400-1200 kg per jam tergantung pada kebutuhan. Mesin
sortasi mempunyai tiga saringan dengan ukuran lubang 5,5, 6,5, dan 7,5 mm.
Untuk mesin sortasi tipe getar, ayakan disusun bertingkat sedangkan tipe silinder
putar ketiga ayakan dipasang secara berurutan (seri). Masing-masing tingkat atau
seri ayakan dilengkapi dengan kanal untuk mengeluarkan (outlet) biji dengan
ukuran yang sesuai dengan lubang ayakannya.

Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah


disortasi dalam kondisi yang man sebelum di pasarkan ke konsumen. Beberapa
faktor penting pada penyimpanan biji kopi adalah kadar air, kelembapan relative
udara dan kebersihan gudang. Serangan jamur dan hama pada biji kopi selama
penggudangan merupakan penyebab penurunan mutu yang serius. Jamur
merupakan cacat mutu yang tidak dapat diterima oleh konsumen karena
menyangkut rasa dan kesehatan termasuk beberapa jenis jamur penghasil
okhratoksin. Udara yang humid pada gudang di daerah tropis merupakan pemicu
utama pertumbuhan jamur pada biji, sedangkan sanitasi atau kebersihan yang

19
kurang baik menyebabkan hama gudang akan cepat berkembang dan pada
akhirnya akan merusak biji kopi sebagai makanan. Kelembapan (RH) ruangan
gudang sebaiknya dikontrol pada nilai yang aman untuk penyimpanan biji kopi
kering, yaitu sekitar 70%. Pada kondisi ini, kadar air kesetimbangan biji kopi
adalah 12%. Jika kelembapan relative udara meningkat di atas nilai tersebut, maka
biji kopi akan mudah menyerap uapair di udara lembab di sekelilingnya sehingga
kadar airnya meningkat. Oleh karena itu, gudang penyimpanan biji kopi di daerah
tropis sebaiknya dilengkapi dengan sistem penerangan, sistem pengkondisian
udara dan alat pengatur sirkulasi udara yang cukup.

Unit Pengolahan Terpadu, yang dapat digunakan sebagai tempat


pengolahan coklat secara terpadu. Coklat yang telah dipecah kemudian
difermentasi lalu dikeringkan dengan memanfaatkan cahaya matahari, ini
merupakan konsep hybrid. Pada konsep hybrid ini menggunakan dua bahan bakar
yaitu panas matahari yang diserap ke bawah, sedangkan pada saat malam hari
(lembur) atau saat cuaca mendung menggunakan kayu bakar. Pengeringan secara
indirect/pengadukan manual bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar
supaya bekerja di pabrik sehingga membuka lapangan pekerjaan bagi para
pengangguran dan menghemat penggunaan listrik. Rasa pada kakao kuncinya
terletak pada perlakuan suhu sehingga suhu harus benar-benar dijaga. Suhu pada
kakao biasanya sebesar 60oC, jika suhu yang diberikan terlalu tinggi maka bisa
merusak rasa dan berbau menyengat seperti terbakar, jadi suhu tidak boleh tinggi.
Membutuhkan waktu 37 jam sehingga kalau kita tidak menggunakan suhu yang
tadi akan merusak cita rasa kakao. Pada mesin pemeras lendir terdapat dua macam
yaitu mesin pemeras lendir manual dan mesin pemeras lendir mekanik (bekerja
sama dengan University Bohenhim di Jerman). Proses fermentasi ada yang secara
individual yang biasanya dilakukan oleh para petani, sedangakn fermentasi kakao,
biji pada kakao dipecah kemudian diperas lendirnya kemudian diletakkan pada
kotak pertama ( maksimal 40 kg). Ukuran yang ideal digunakan adalah 40 kg dan
membutukan waktu selama 3 hari kemudian dipindahkan ke dalam kotak bawah
selama 2 hari. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk proses fermentasi adalah selama
5 hari. Sebelum proses fermentasi biji kakao ada yang diperas lendirnya dan ada
pula yang tidak diperas lendirnya. Pemerasan lendir sebagai improvisasi

20
penggunaan lendir, lendir itu boleh dikurangi untuk dimanfaatkan fulvanya tadi
sebagai produk samping makanan nata de cacao yang merupakan produk dari
lendir tadi. Dengan berkurangnya lendir bisa mempercepat proses fermentasi, bisa
menjadi 4 hari saja dengan kualitas yang sama. Proses fermentasi terjadi secara
alami karena adanya gula, serat , karbohidrat, dan sebagainya yang saling
menempel. Kemudian ditutup dengan karung goni, dan terdapat lubang Karena
nantinya akan terjadi proses reaksi oksidasi secara eksotermis yang berfungsi
untuk membantu proses senyawa yang ada di luar biji yaitu lendir tadi masuk ke
dalam, panas yang dihasilkan dari reaksi eksotermis tadi keluar kemudian
terakumulasi jadi suhunya tinggi sekitar 45oC-48oC. Suhu tinggi membantu proses
difusi senyawa gula pada lendir sehingga masuk kedaging biji. Sehingga terjadi
perombakan kimia, jika melalui proses fermentasi yang semula coklat itu tidak
ada rasa coklat berubah menjadi yang berasa coklat, semula yang warnanya ungu
pejal nantinyaakan berubah warna menjadi coklat karena reaksi tadi. Jumlah biji
kakao yang difermentasi harus 40 kg agar akumulasi suhunya bisa tercapai.

Pengelolaan biji kopi secara sekunder

Untuk mendukung era agroindustri di masa datang, sudah saatnya


melakukan upaya untuk memperbaiki mutu biji kopi. Dengan cara melakukan
integrasi dengan pengembangan industry sekundernya. Dari total produksi biji
kopi nasional yang mencapai 600.000 ton per tahun, dan hanya 20% yang yang
diolah dan dipasarkan dalam bentuk sekundernya antara lain kopi sangrai, kopi
bubuk, kopi cepat saji dan beberapa produk turunan lainnya. Pengembangan kopi
yang seperti demikian dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka
peluang pasar dan menyerap tenaga kerja di pedasaan. Sehingga dengan hal
tersebut dapat memperkecil tingkat pengangguran dan dapat memanfaatkan suatu
hal yang kurang memiliki nilai jual. Tata cara pengolahan biji kopi yaitu sebagai
berikut:

1. Penyiapan bahan baku


Biji kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu (fisik
kimiawi, kontaminasi dan kebersihan) harus diawasi dengan ketat karena
menyangkut citarasa, kesehatan konsumen, daya hasil(rendemen) dan efisien

21
produksi. Dari aspek citarasa dan aroma, seduhan kopi akan sangat baik jika biji
kopi yang digunakan telah diolah secara baik. Untuk melaksanakan uji ini
diperlukan alat uji citarasa yang terdiri atas alat sangrai dan pembubuk skala
laboraturium.Dari aspek kebersihan, biji kopi yang dipilih harus bebas dari jamur
dan kotoran yang dapat mengganggu kesehatan konsumen. Kontaminasi jamur
juga akan menyebabkan rasa tengik atau apek. Sedangkan dari segi aspek efisiensi
produksi, biji kopi dengan ukuran yang seragam akan mudah diolah dan
menghasilkan mutu produk yang seragam pula. Kadar kulit, kadar kotoran dan
kadar air akan berpengaruh terhadap rendemen hasil. Kadar air yang tinggi dapat
menyebabkan waktu penyengraian lebih lama dan hal tersebut berdampak pada
kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat pula.Proses pengolahan produk
sekunder (kopi bubuk) sebaiknya juga dilakukan secara berkelompok. Unit
produksinya diharapkan menjadi salah satu bagian integral dari kegiatan
pengolahan produk primernya sehingga pasokan bahan baku dapat terjamin, baik
dalam hal jumlah, maupun mutu dan kualitasnya.
2. Penyangraian
Terdapat kunci pada proses produksi kopi bubuk yaitu penyangraian. Sumber
panas yang diperoleh dari pembakaran minyak tanah (kerosene) dengan alat
pembakar (burner). Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan
citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Selain keberadaan
senyawa calon pembentuk aroma dan citarasa, kesempurnaan reaksi sangrai
dipengaruhi oleh dua factor utama, yaitu panas dan waktu. Selama proses
penyangraian, terdapat tiga tahapan reaksi fisik dan kimiawi yang berjalan secara
berurutan, diantaranya yaitu penguapan air dari dalam biji, penguapan senyawa
volatile (senyawa yang mudah menguap).
Proses sangrai diawali dengan penguapan air dengan memanfaatkan panas
yang tersedia dan diikuti dengan reaksi pirolisis. Reaksi ini umumnya terjadi
setelah suhu sangrai diatas 1800 C. proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2
dalam jumlah yang banyak dari ruang sangrai dan ditandai dengan perubahan
warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Setelah proses ini
selesai, biji kopi yang telah disangrai dimasukkan ke dalam bak silinder yang
dilengkapi dengan kipas pendingin. Proses ini disebut tempering. Selama

22
pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar warna biji menjadi
hitam.Penyangraian diakhiri saat aroma dan citarasa kopi telah tercapai. Derajat
sangrai dapat dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang disangrai.
3. Pencampuran
Pencampuran biji kopi sangrai ditujukan untuk mendapatkan citarasa dan
aroma yang khas dengan mencampur beberapa jenis bahan baku atas dasar jenis
biji kopi berasnya (Arabia, robusta, exelsa). Ada bbeberapa proses yang
digunakan dalam hal ini yaitu proses kering, semi-basah, basah. Serta asal bahan
baku dapat dilihat berdasarkan ketinggian, tranah dan agrolimat. Beberapa jenis
bahan baku tersebut di sangrai secara terpisah dan ditimbang dalam proporsi
tertentu. Maksudnya dalam hal ini yaitu berdasarkan uji citarasa, dan kemudian
dicampur dengan menggunakan alat pencampur putar tipe hexagonal. Dari
campuran tersebut diharapkan dapat diperoleh citarasa dan aroma kopi bubuk
yang khas.
4. Penghalusan/pembubukan biji kopi sangrai
Biji kopi yang telah disangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder)
sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi
bubuk memiliki luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk
citarasa dan senyawa penyegar mudah larut kedalam air panas. Mesin penghalus
biji kopi sangrai yang umum digunakan oleh industry kopi bubuk adalah type
burr-mill seperti disajikan pada gambar dibawah ini.Mekanisme penghalusan
terjadi dengan adanya gaya gesekantara pemukaan biji kopi sangrai dengan
permukaan piringan dan sesame biji kopi sangra. Oleh karena itu mesin penghalus
sebaiknya dioperasikan secara terputus. Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan
oleh ukuran ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk.
5. Rendemen bubuk kopi
Rendemen merupakan susut berat biji kopi selama disangrai dan dihaluskan
sampai menjadi kopi bubuk. Kehilangan biji kopi selama penyangraian
disebabkan oleh penguapan senyawa yang mudah menguap yang ada di dalam biji
dan juga disebabkan oleh penguapan air. Sedangkan susut berat selama proses
penghalusan umumnya terjadi karena partikel kopi bubuk yang sangat halus

23
terbang ke lingkungan akibat gaya sentripetal putaran pemukul mesin
penghalusnya.
6. Pengemasan
Tujuan dari pengemasan yaitu untuk mempertahankan aroma dan citarasa
kopi bubuk selama transportasi di distribusikan ke konsumen. Karena apabila
dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan citarasa kopi bubuk tetap akan terjaga
walaupun didiamkan untuk waktu yang cukup lama. Faktor yang berpengaruh
terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi penyimpanan (suhu
lingkungan), tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk dan
kandungan oksigen di dalam kemasan. Ada beberapa macam varian rasa pada
pengolahan bubuk kopi ini yaitu rasa jahe, rasa gingseng dan rasa kremer.
Beberapa jenis kemasan yang umum adalah plastik transparan, alumunium foil,
metal damn gelas.masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan baik dari
aspek daya simpan, kepraktisan penggunaan dan harga.
7. Pengawasan proses
Kopi bubuk merupakan bahan minuman yang selain memberikan kenikmatan
harus juga aman bagi konsumen. Oleh karena itu, kriteria mutu biji kopi sebagai
bahan baku kopi bubuk yang meliputi aspek fisik, cita-rasa, kebersihan serta
aspek keseragaman harus dimonitor secara regular dan berkelanjutan. Kriteria
mutu harus didefinisikan secara jelas sehingga pada saat terjadi penyimpangan,
suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan.
Menurut SOP, pada biji kakao yang masih basah, melewati proses
pengeringan, fermentasi yang kemudian dibawa ke pabrik dan semua yang masuk
ke pabrik pengolahan kakao dalam bentuk kering.Kakao unfermented atau tidak
terfermentasi biasanya kakao yang diolah oleh kebanyakan petani di Indonesia.
Saat ini kakao fermentasi dan tidak fermentasi harganya sama, hal ini terjadi
karena masih banyaknya mafia yang menjual cocoa tidak terfermetasi. Cocoa
yang diakui kualitasnya baik sesuai dengan Standard Nasional Indonesia (SNI)
adalah kakao yang sudah terfermentasi. Dari segi rasa, kakao yang terfermentasi
dan tidak terfermentasi berbeda namun lain halnya dengan nutrisi kimia yang ada
di dalamnya yang dengan kata lain dapat dikatakan berbeda. Kakao tidak hanya
untuk bahan makanan namun juga dapat digunakan sebagai bahan kimia, bahan

24
farmasi, sampai bahan kosmetik. Tetapi kakao yang digunakan untuk bahan
kimia, farmasi, dan kosmetik tersebut, lebih cenderung menggunakan kakao yang
tidak terfermentasi. Setelah proses fermentasi selesai, selanjutnya yaitu berlanjut
pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan ini bertujuan mengeringkan
biji kakao yang telah difermentasi sampai kadar airnya hanya 7% dan dianggap
sudah aman untuk disimpan. Dan tahap selanjutnya adalah biji kakao yang sudah
aman untuk disimpan akan disortasi ukuran yang kemudian langusung dibawa ke
pabrik coklat.

Untuk sortasi biji kakao ada beberapa kelas ukuran besar diantaranya moto
AA, A, B, C, dan S. Ukuran S adalah ukuran yang paling kecil. Dalam
prakteknya, biji kakao yang berukuran AA adalah biji kakao yang dempet atau
yang disebut juga dengan cluster dan yang biasanya terserang PBK. Biji kakao
yang tidak terserang PBK merupakan biji kakao yang mempunyai kualitas bagus.
Biji kakao yang terserang PBK, diakibatkan oleh kakao yang kekurangan nutrisi.

Pembuatan biogas
Biogas memanfaatkan limbah kulit dan limbah ternak. Biogas merupakan
campuran gas yang dihasilkan oleh peruraian senyawa organik dalam biomassa
oleh bakteri alami metanogenik dalam kondisi anaerobik. Pada umumnya biogas
merupakan campuran 50%-70% gas metana, 30%-40% gas karbon dioksida, 5%-
10% gas hidrogen, dan sisanya berupa gas-gas lain. Biogas memiliki berat 20%
lebih ringan dibandingkan udara dan mempunyai nilai panas pembakaran antara
4800-6700 kkal/m3. Nilai ini sedikit lebih rendah dari nilai pembakaran gas
metana murni yang mencapai 8900 kkal/m3.
Selain dari kotoran ternak, gas metana juga dapat diproduksi dari
campuran beberapa jenis biomassa yang ada di perkebunan kopi/kakao,
sedangkan kotoran ternak merupakan bahan pencampur yang berfungsi untuk
mempercepat pertumbuhan mikroba. Beberpa sifat biomassa yang memiliki
engaruh nyata terhadap produksi bigas antaralain C/N rasio, pH, kadar air.
Kandungan total padatan dan ukurannya. Sedangkan faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap proses adalah suhu,laju pengumpanan,pengadukan dan
konsistensi masukan, serta waktu tinggal di dalam reaktor. Pusat Penelitian Kopi

25
dan Kakao Indonesia telah merekayasa dan menguji coba reaktor biogas skala
rumah pedesaan dengan bahan baku campuran kotoran ternak dan limbah kebun
kopi/kakao. Paket tersebut merupakan salah satu rangkaian dari suatu proses
pengelolaan ternak yang mengedepankan konsep zero waste.
Tahap awal proses produksi biogas adalah pengeceran dengan cara
mencampur kotoran ternak dengan air pada nisbah padatan dan air. Namun jika
kotoran ternak sudah kering, maka jumlah air harus ditambahkan lebih banyak,
sampai pada batas kekentalan yang diinginkan. Untuk kapasitas kecil, bahan baku
biogas dan air dapat dicampur secara manual dalam ember plastik. Sedangkan
untuk kapasitas besar, proses pencampuran tersebut dilakukan dengan alat
pencampur. Mesin pencampur memiliki kapasitas maksimum 0,15 m3 per proses
dengan waktu pencampuran antara 5-10 menit tergantung karakteristik limbah
yang digunakan. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam reaktor
biogas sampai menuup saluran pemasukan dan pengeluaran, dan dibiarkan sampai
gas yang dihasilkan stabil, setelah itu pengisian dilakukan setiap hari atau 2 hari
sekali tergantung pada kondisi lingkungan dan jenis bahan bakunya. Rancangan
reaktor yang digunakan adalah tipe fixed dome baik untuk skala individu maupun
skala kelompok tani di pedesaan.
Konstruksi reaktor biogas memiliki 3 bagian penting, yaitu :
1.) Unit pencampur yang berfungsi untuk menampung campuran bahan baku
yang akan dimasukkan ke dalam reaktor
2.) Bagian utama reaktor yang merupakan tempat berlangsungnya proses
fermentasi secara anaerob untuk menghasilkan biogas
3.) Bagian pengeluaran campuran padatan dan air proses yang langsung dapat
digunakan sebagai pupuk organik.
Reaksi biogas skala individu dibuat dari drum baja memiliki kapasitas
tampung 150 liter dengan retention time (waktu tinggal ) antara 18-20 hari.
Sedangkan reaktor biogas skala kelompok yang dibuat dengan konstruksi beton
berlapis bahan kedap air memiliki volume 18 m3. Waktu tanggal biomassa di
dalam reaktor antara 40-50 hari. Selama proses, biomassa di dalam reaktor perlu
diaduk atau diencerkan dengan sedikit air agar total padatan hasil reaksi tidak

26
mengendap di dasar reaktor. Padatan akan mengahambat aliran gas yang terbentuk
di bagian bawah reaktor saat menuju penampungan gas.
Produksi biogas akan optimal jika campuran masukan di dalam reaktor
memiliki nilai pH pada kisaran 6-7. Bakteri metanogen akan tumbuh optimal pada
kisaran suhu mesofilik, antara 25-350C. Ketika suhu udara turun sampai 100C
produksi biogas akan terhenti. Laju pengumpanan campuran bahan ke dalam
reaktor yang berlebihan akan mengakibatkan akumulasi asam dan produksi gas
metana akan terganggu, dan sebaliknya jika pengumpanan rendah akan
mengakibatkan produksi gas menjadi rendah.

Proses Pengolahan Biji Kakao Menjadi Produk Cokelat


Setelah proses pengolahan primer selesai sekarang masuk ke dalam proses
pengolahan biji kakao sekunder, yaitu pengolahan biji kakao primer yang siap
dirubah menjadi produk-produk seperti aneka makanan coklat, coklat blok,
minuman coklat dan lain-lain.Pengolahan coklat secara sekunder ini hasilnya
adalah pasta coklat yang bisa diolah kembali menjadi produk aneka makanan
coklat dan produk aneka minuman coklat.Sebelumnya ada beberapa tahapan
proses dalam mendapatkan pasta coklat untuk dijadikan makanan olahan seperti
makanan coklat ataupun hanya coklat bubuk biasa.Tahapan prose pengolahan
coklat sendiri ada 5 tahapan yakni:
a. Penyangraian
b. Pengupasan Kulit ari
c. penggilingan
d. Pemastaan
e. penghalusan pasta atau adonan cokelat
Tahap pertama yaitu penyangaraian yakni menyangrai biji kakao dengan
menggunakan alat sangrai sederhana dengan silinder berputar yang dipanasi api.
Dimana tujuan proses penyangraian ini yakni memudahkan saat proses
pengupasan biji. Tahap kedua yaitu pengupasan biji, dalam tahap ini ada kriteria
sendiri sesuai standart SNI dimana pengupasan biji kakao sampai kulit ari yang
tertinggal sekitar 1,75%.Proses pengupasa kulit ari ini menggunakan mesin
desheller yang dilengkapi dengan ayakan pemisah kulit system winnowing. Lalu

27
tahap yang ketiga melakukan penggilingan biji kakao yang telah dikupas tadi
sampai menjadi keadaan yang agak basah, atau menjadi pasta coklat. Setelah
menjadi pasta coklat dilakukan pengepresan atau pengempaan dengan tekanan
3000 kg yang hasilnya berupa lemakkakao dan bungkil kakao.untuk hasil yang
berupa minyak kakao dan bungkil kakao dipisah lagi untuk menghasilkan produk
yang berbeda. Jika hasil pengempaan yang berupa bungkil kakao dihaluskan maka
akan dihasilkan produk berupa bubuk coklat.hasil dari bubuk coklat ini nantinya
bila ditambah gula atau krim akan menghasilkan olahan minuman coklat, seperti
milo. Berbeda halnya dengan hasil pengempaan berupa lemak kakao tadi, dimana
lemak kakao ini diproses lagi sedemikian rupa mulai dari penambahan susu dan
gula lalu melalui pencampuran dan penghalusan adonan dengan menggnakan
system ballmill. Kemudian setelah penghalusan dan pencampuran telah menjadi
satu adonan siap di cetak dan jadilah produk beraneka ragam olahan makanan
coklat, seperti coklat batang silverqueen, chungky bar, permen coklat dan lain-
lain. Untuk menjadi permen sendiri diperlukan proses tempering mengikuti
peringkat suhu kristalisai lemak kakao, lalu dicetak atau ditambah bahan-bahan
pengisi serta topping seperti kacang mente, kacang makadamina dan lain-lain.
Hingga akhirnya hasil cetakan yang diinginkan telah terbentuk dan siap dikemas.
Produk-produk yang telah jadi dan telah dikemas ini disebarkan
pemasarannya mulai dari sabang hingga merauke. Perlu diketahui juga perakitan
mesin juga dilakukan sendiri di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jadi
mulai dari pembibitan, perakitan mesin dan pengolahan produk seperti kopi instan
dan coklat di olah sendiri.Untuk produk dalam skala besar ini berarti telah ada
yang memesan misalnya dari ukuran 10-50 kg. Barang-barang serta produk yang
telah di packing dan dikemas nantinya sebelum disebarkan diletakkan dulu dalam
outlet lalu nanti dari outlet disebarkan kemana sesuai cabang pemasaran yang ada.

28
3.2 Solusi

Berdasarkan observasi yang dilakukan secara langsung di lokasi kegiatan studi


lapang yaitu di TPA Pakusari dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kebun
Renteng, Jember terdapat beberapa masalah-maslah, oleh karena itu maka perlu
adanya solusi dan langkah yang tepat untuk menangani permasalahan yang ada
baik di TPA Pakusari maupun di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Solusi pertama
mengenai lahan TPA yang kurang memadai, melihat kondisi yang seperti ini
alangkahnya baiknya pemerintah derah setempat segera memberikan tambahan
perluasan lahan yang sesuai dengan jumlah sampah yang ada, setidaknya
pemerintah cepat merespon pengajuan tempat perluasan lahan yang selama 2
tahun ini tidak ditanggapi secara efektif oleh pemerintah setempat. Kemudian
untuk mengenai masalah penvacuman pengolahan kompos, dikarenakan pihak
investor yang tidak bekerja sama lagi bersama pihak TPA Pakusari, seharusnya
pihak TPA Pakusari bisa mengatasi masalah ini, dengan cara pengelolaan sampah
tidak hanya terfokus dengan pihak investor saja melainkan bisa menjalin
kerjasama dengan pihak-pihak lain atau secara mandiri melakukan kegiatan
pengomposan sendiri, sehingga pengelolaan sampah menjadi kompos tidak
vacum. Padahal dengan adanya pengelolaan sampah menjadi kompos bisa
menghasilkan nilai ekonomis serta bermanfaat bagi lingkungan.

Sedangkan solusi dalam observasi di tempat Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
yaitu sistem pemasarannya jika bisa sampai merambat ke pasar internasional,
mengingat letak Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia ini adalah yang
terbesar ketiga di dunia, sehingga diharapkan untuk pemasaran tidak hanya
dilakukan didalam negeri tetapi juga sampai luar negeri.

29
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Banyak sekali masalah yang muncul di sekitar Tempat Pembuangan Akhir


(TPA) Pakusari, Jember ini salah satunya adalah masalah perluasan lahan, dimana
lahan yang sekarang digunakan tidak memenuhi luas lahan yang ideal jika melihat
jumlah timbunan sampah semakin meningkat tiap tahunnya, kemudian masalah
timbunan sampah yang setiap hari semakin menumpuk tanpa ada cara untuk
mengatasi masalah penimbunan atau dumping tersebut, kini pengelolaan sampah
ini hanya berupa teknik sederhana. Pemerintah Kabupaten Jember seharusnya
lebih memperhatikan masalah sampah di Tempat Pembuangan Akhir Pakusari,
Jember ini dengan melakukan pengolahan sampah yang ada di Tempat
Pembuangan Akhir Pakusari, Jember yaitu dengan menghidupkan kembali proses
komposting dan granula di Tempat Pembuangan Akhir Pakusari, Jember. Lalu
menyediakan lahan yang sesuai untuk memenuhi cakupan sampah yang ada serta
memberdayakan para pemulung di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Pakusari,
Jember ini untuk melakukan proses reffil, yang salah satunya adalah recycle
dengan memberi keterampilan kepada para pemulung untuk dapat mendaur ulang
sampah-sampah yang terdapat di TPA ini menjadi barang yang bernilai jual
tinggi. Sehingga para pemulung tidak lagi mendapat sedikit uang dengan menjual
sampah-sampah yang belum diolah, namun mereka mampu mendapatkan
penghasilan yang lebih baik dengan mengolah sampah agar menjadi barang-
barang yang bermanfaat, dan dapat menaikkan taraf hidup para pemulung dengan
adanya pengolahan sampah ini.
Pusat penelitian kopi dan kakao merupakan salah satu pabrik yang mampu
menerapkan green factory yaitu dengan memanfaatkan semua bagian kopi dan
kakao menjadi produk yang bermanfaat tanpa ada limbah buang yang dapat
mencemari lingkungan, dengan mengolah kulit buah kakao dan buah kopi
menjadi produk-produk seperti, pupuk organik kulit kakao, biogas, formula pakan
ternak, dan sabun cair, makanan dan minuman berbahan kopi dan kakao.

30
4.2 SARAN
Dari hasil observasi studi lapang kali ini diharapkan mahasiswa lebih
mengerti tentang masalah-masalah mengenai sampah serta pengelolaan limbah
untuk itu alangkah baiknya jika saat studi lapang para mahasiswa lebih aktif
bertanya jawab dengan narasumber,dengan begitu data yang dihasilkan lebih
akurat.Dan pelaksanaan untuk stulap kedepannya persiapannya di maksimalkan
agar efisien terhadap waktu.

31
DAFTAR PUSTAKA

Ati, K. 2011. Analisis Wilayah Komoditas Kopi di Indonesia. Jakarta: Erlangga


Ngadimin. 2000. Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Alat Monitoring Rembesan
Limbah. Bandung: Majalah Ilmiah JMS FMIPA
Ratna, Diah. 2009. Penetuan Resistivitas Rembesan Limbah Tekstil dengan
Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. Malang: Universitas Negeri Malang
Sukesi. 2008. Metode Geolistrik. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat
Trisnawati, Heni. 2009. Pemodelan Pola Rembesan Limbah Domestik dengan
Menggunakan Metode Geolistrik. Malan : Universitas Negeri Malang
Winarni, E. 2013. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kopi. Jakarta: Penebar Swadaya

32
LAMPIRAN

Lampiran 1
Kegiatan di TPA Pakusari, Jember

33
34
Lampiran 2
Kegiatan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

35
36
37

Anda mungkin juga menyukai