Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak zaman dahulu, tanaman sering digunakan sebagai obat. Pada waktu
itu orang belum mengelolanya secara sempurna seperti pada zaman sekarang
ini. Pada saat itu orang hanya tahu suatu khasiat tanaman berdasarkan dari
cerita orang yang lebih tua seperti dari ibu ke anaknya. Suatu tanaman obat
sering mempunyai khasiat yang berbeda dari tiap daerah.
Kita ketahui bahwa tumbuhan merupakan sumber berbagai jenis senyawa
kimia serta beragam jenis sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya yang
dimanfaatkan sebagai suatu tumbuhan obat. Hal semacam ini mempunyai
hubungan yang baik dengan objek yang dituju dalam hal ini manusia yang
kemudian dimanfaatkan untuk dikembangbiakkan atau dibudidayakan sebagai
suatu usaha atau bisnis tumbuhan obat yang dapat mendatangkan banyak
keuntungan serta memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat khususnya
sebagai konsumen.
Pada zaman sekarang ini orang kembali lagi menggeluti bahan alam
sebagai bahan penting dalam membuat obat. Para ahli sekarang ini telah
memulai meneliti kembali tanaman obat untuk mengetahui khasiat yang lebih
mendalam dari tanaman tersebut.

Di daerah-daerah pedalaman, banyak masyarakat yang masih


menggunakan tumbuh-tumbuhan yang mereka anggap mempunyai khasiat
untuk pengobatan untuk beberapa penyakit tertentu, tanpa pengetahuan dasar.
Ada beberapa kasus, dimana masyarakat menggunakan suatu obat, yang
ternyata setelah diketahui zat aktifnya melalui ekstraksi dan identifikasi
komponen kimia, ternyata memberikan efek yang berlawanan, hal ini tentunya
membahayakan bagi jiwa manusia.

Dari alasan tersebut di atas, maka dianggap perlu pengetahuan yang cukup
untuk mengenal berbagai macam tumbuhan yang berkhasiat obat, mulai dari
morfologi, kegunaan, prinsip-prinsip ekstraksi, isolasi dan identifikasi
komponen kimia yang terdapat dalam suatu simplisia, khususnya bagi seorang
farmasis. Dan pada laporan ini, akan diidentifikasi komponen kimia pada

1
sampel yang sebelumnya sudah di ambil pada desa puncak. Yang natinya akan
dip roses di dalam laboratorium Stikes binamandiri gorontalo. Dimana proses
atau tahapan awal untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung
dalamsuatu sampel tersebut melalui proses ekstraksi. Yang nantinya akan di
informasikan kepada masyarakat setempat mengenai khasiat dari tanaman yang
sudah di ambil sebelumnya yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai obat
herbal.
1.2 Maksud DanTujuan
1.2.1 Maksud
Mahasiswa mampu mengetahui teknik pengambilan sampel, dan
cara pembuatan bahan obat tradisional dengan menggunakan sampel
biotalaut
1.2.2 Tujuan
1. Untuk mengambil sampel / salah satu bagian tanaman untuk
dijadikan sebagai simplisia.
2. Untuk memahami dan mengetahui teknik pembuatan simplisia
sebagai bahan obat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar
2.1.1 Definisi DanPenggolongan Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya
berupa bahan yang telah dikeringkan (Dirjen POM, 1979).
Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Rusli, 2009) :
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya,
misalnya Datura follium dan Piperis nigri fructus. Eksudat tanaman
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara
tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa
zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan
kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu
(Mel- depuratum).
3. Simplisia pelikan atau mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan
serbuk tembaga.
2.1.2 Tehnik pengumpulan simplisia
Pada umumnya tahap pembuatan simplisia adalah sebagai berikut (Dirjen
POM, 1985):
A. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada :

3
1. Bagian tanaman yang digunakan.
2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif didalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen
yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif
dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara maksimal
didalam bagian tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada
tanaman Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula terbentuk
dalam akar. Dalam tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah
pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua batang mulai
berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun kadar
hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi
dicapai I dalam pucuk tanaman pada saat tanaman berbunga dan kadar
alkaloid menurun pada saat tanaman berbuah dan semakin turun
ketika buah makin tua. Contoh lain, tanaman Menthapiperita muda
mengandung mentol banyak dalam daunnya. Kadar minyak atsiri dan
mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat tanaman
tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan
terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuanbagian
tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat
memerlukan penelitian. Disamping waktu panen yang dikaitkan dengan
umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia
yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari.
Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu
dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas sinar matahari.
B. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia
yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti

4
tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta
pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-
macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba
awal.
C. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran
lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan
air bersih, misalnya air dari mata air, air sungai, air sumur atau air
PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di
dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Pencucian sayur-sayuran satu kali dapat
menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan
pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya
42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan
simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan
biasanya mengandung juga sejumlah mikroba.
D. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru
diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh
selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat
mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi
irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau
hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga
mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena
itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan
bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk

5
mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan
seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran sebelum
perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi
antara bahan dan logam pisau. Pengeringandilakukan dengan sinar
matahari selama satu hari.
E. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa
dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel
masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati
dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air
tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan
reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya
keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis,
transformasi dan penggunaan isi sel.
F. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada
sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus
untuk kemudian disimpan.
G. Penyimpanan Dan Pengepakan
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai
faktor luar dan dalam. Untuk itu dilakukan penyimpanan atau
pengepakan.

6
2.1.3 Metodologi dan parameter standarisasi simplisia
Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang
diperlukan dalam analisa mutu simplisia, yaitu (Harborne J. B, 1987) :
1. Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ):
a. Pengujian Organoleptik
b. Pengujian Makroskopik
c. Pengujian Mikroskopik
2. Parameter Non Spesifik :
a. Penetapan kadar air dengan destilasi
b. Penetapan susut pengeringan
c. Penetapan kadar abu
d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
e. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
f. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
g. Uji cemaran mikroba
3. Parameter Spesifik ( Dirjen POM, 1985):
a. Identifikasi kimia
b. Kadar zat aktif / zat identitas / profil kromatografi
c. Uji organoleptic
2.2 Uraian Simplisia(Sunaryo, 1978)
2.2.1 Tumbuhan Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis)
A. Klasifikasi Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis )
Regnum :Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Family : Verbenaceae
Genus : Stachytarpheta
Species : Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl

7
B. Morfologi
Pecut kuda berasal dari Florida Selatan daerah Miami-
Dade,Monroe, Collier dan Lee. Pecut kuda dapat ditemukan di Afrika
timurdan barat, Madagaskar, Pulau Rukyu Jepang, Taiwan,
subkontinentalIndia, Australia, Indonesia, Malaysia, dan di beberapa
daerah PantaiPasifik. Jenis tumbuhan termasuk terna menahun dengan
tinggi5tumbuhan mencapai 1 m dan tumbuh melebar sampai 2 m. Batang
mulamula tegak kemudian bercabang-cabang, batang utama berwarna
hijau,bentuk batang bersegi empat, cabang batang yang dekat dengan
tanahberwarna hijau keabu-abuan sampai hijau kecokelatan. Daun
tunggalberhadapan bentuk helaian daun bulat telur sampai lanset,
pertulangandaun menyirip, dan sedikit melengkung di ujung tulang daun.
Panjangdaun 1-4,5 inchi dan lebar daun 0,75 2,5 inchi, pangkal
runcing, tepibergerigi, ujung runcing sampai meruncing. Bunga majemuk
bulir,panjang ibu tangkai bunga sampai 30 cm. Setiap bunga duduk pada
ibutangkai bunga dengan tangkai bunga yang sangat pendek. Ibu
tangkaibunga berbentuk panjang dan melengkung seperti bentuk pecut
kuda.Kelopak bunga terdiri atas lima helai berbentuk tabung yang
menempelpada ibu tangkai bunga, berwarna hijau. Mahkota bunga
berlekatanmembentuk tabung mahkota, berwarna biru-ungu, dengan
bagian tengahtabung berwarna putih, ujung tabung mahkota bunga
terbagi menjadi 5lobus (cuping). Tinggi tabung 0,5 1,0 cm. Benang sari
5 berselingdengan lobusnya, kepala sari berwarna kuning kecokelatan.
Putikberjumlah 1, terletak di bagian tengah helaian mahkota bunga.
Berbungasepanjang tahun
2.2.2 Tumbuhan Awar-awar (Ficus septica Burm. F)
A. Klasifikasi Awar-awar (Ficus septica Burm. F)
Regnum : Plantae
Division : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Rosales

8
Family : Moraceae
Gambar 1.2
Genus : Ficus
Awar-awar (Ficus septica)
Species :Ficus septica Burm. F
B. Morfologi
Pohon atau semak tinggi, tegak 1-5 meter. Batang pokok bengkok-
bengkok, lunak, ranting bulat silindris, berongga, gundul, bergetah
bening. Daun penumpu tunggal, besar, sangat runcing, daun tunggal,
bertangkai, duduk daun berseling atau berhadapan, bertangkai 2,53
cm. Helaian berbentuk bulat telur atau elips, dengan pangkal
membulat, ujung menyempit cukup tumpul, tepi rata, 9-30 x 9-16
cm, dari atas hijau tua mengkilat, dengan banyak bintik-bintik yang
pucat, dari bawah hijau muda, sisi kiri kanan tulang daun tengah
dengan 6-12 tulang daun samping; kedua belah sisi tulang daun
menyolok karena warnanya yang pucat. Bunga majemuk susunan
periuk berpasangan, bertangkai pendek, pada pangkalnya dengan 3
daun pelindung, hijau muda atau hijau abu-abu, diameter lebih
kurang 1,5 cm, pada beberapa tanaman ada bunga jantan dan bunga
gal, pada yang lain bunga betina. Buah tipe periuk, berdaging , hijau-
hijau abu-abu, diameter 1,5-2 cm. Waktu berbunga Januari-
Desember. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Jawa dan Madura;
tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan
laut, banyak ditemukan di tepi jalan, semak belukar dan hutan
terbuka.
2.2.3 Tumbuhan Alang-alang(Imperata cylindrical)
A. Klasifikasi Alang-alang (Imperata cylindrical)
Regnum : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Imperata
Species : Imperata cylindrical ( L.) Beauv
Gambar 1.3

Alang-alang (Imperata cylindrical)


9
B. Morfologi
1. Akar
Akarnya memiliki tunas yang merayap di dalam tanah, panjang
dan bersisik. Biasanya sistem perakarannya serabut dan banyak
memiliki rambut akar yang lebat dan ujungnya meruncing. Pada
setiap ujungnya terdapat kaliptra yang berfungsi untuk menembus
tanah dan melakukan banyak percabangan.
2. Batang
Batang alang-alang ini memiliki tinggi 1,2-1,5 m. Permukaan
batang alang-alang ini beruas-ruas. Ruas tersebut sebagai tempat
duduknya daun. Arah tumbuhnyya batang alang-alang ini ke atas.
Batang menjulang berbunga naik keatas tanah.
3. Daun
Daun alang-alang berbentuk garis lanset dengan pangkal
menjepit dan berbentuk talang. Panjangnya sekitar 15-80 cm.
Tepi daunnya juga sangat kasar, pada pangkal berambut panjang,
dengnan tulang daun tengah yang lebar dan pucat. Alang-alang
juga memiliki malai yang panjangnya 10-20cm.
4. Bunga
Bunga alang-alang ini memiliki benag sari yang kerap kali
dengan 2 kepala sari putih atau ungu. Tangkai putik 2 dengan
kepala putik yang panjang berwarna ungu dan muncul dari anak
bulir yang panjangnya 4 mm, putih ataupun keunguan.
5. Buah
Buah alang-alang ini tidak begitu terlihat tetapi ketika masak
buah alang-alangberfungsi sebagai alat untuk melayang.
Berbentuk bulat panjang dengan ujung buah yang runcing.
Buahnya di tutupi oleh daun pelindung dan apabila sudah masak
buahnya akan rontok.

10
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang diggunakan dalap praktek kerja lapangan
(PKL) fitokimia I kali ini iyalah berupa Cutter, Gunting, Linggis,
kamera, Parang, dan spidol.
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktek kerjalapangan
(PKL) kali ini berupa Akar Alang-alang (Imperata cylindrical radix),
Batang Pecut kuda (Sthacytarpheta jamaicensis caulis), Daun Awar-
awar (Ficus septica follium), Daun Pecut Kuda (Sthacytarpheta
jamaicensis follium), Karung, Papan Determinasi tali plastic, dan
emplop coklat.
3.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil sampel simplisia (bagian tanaman yang akan dibuat simplisia)
3. Dilakukan sortasi basah pada simplisia
4. Dlakukan perajangan
5. Dilakukan pengeringan pada sampel
6. Dilakukan sortasi kering pada sampel
7. Dilakukan penyimpanan atau pengepakan
3.3 Waktu Dan Lokasi PKL
Waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan pada :
Hari : Jumat Minggu,
Tangal : 17 19, Maret 2017
Lokasi : Desa Puncak, Kec. Pulubala, Kab. Gorontalo, Prov. Gorontalo

11
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi PKL Dan Pembahasan
Salah satu desa yang ada di Kecamatan Pulubala yang menjadi lokasi pkl
iniadalah Desa Puncak, wilayah ini dulunya masih rimba belantara dan
kawasan pegunungan yangdihuni oleh binatang buas. Namun pada tahun
1967 kawasan ini mulai dirambah dan dijadikanlahan pertanian oleh
sekelompok masyarakat yang berasal dari Isimu Selatan. Daerah yangberada
dibagian barat Kecamatan Tibawa yakni Desa Pongongaila Dusun Buhude ini
dari tahunketahun kian bertambah, baik masyarakat maupun kawasan
pemukiman semakin luas.Masyarakat yang berdatangan dari beberapa
wilayah (layaknya masyarakat transmigrasi) ini kianbertambah dan mendiami
kawasan perbukitan. Maka kian banyaknya masyarakat tersebut sertatingkat
potensi yang sangat mendukung menjadikan satu motivasi oleh beberapa
kalanganseperti: Kudje Amantu, Suleman Panggo, Asunge Djailani, Adi
Bano, Abd. Rahman Amantu,Nusi Pulubuhu, Ice Delihula, Mohamad Olii,
Suna Muksin, dan Ahmad Motolodula.Untuk memisahkan diri dari Desa
Pongongaila dan dengan berbagai bentuk benturan danhalangan yang dilalui,
maka pada tahun 1978 lahirlah gagasan tersebut dengan mendirikan satudesa
yang diberi nama Desa Puncak yang diambil dari keadaan wilayah dikawasan
pegunungan(Tohuludiyo). Sejak tahun 1978 Desa Puncak yang terdiri dari 7
dusun yakni: 1) Dusun BuhudeI. 2) Dusun Buhude II. 3) Dusun Buhude III
yang diambil dari nama sungai. 4) Dusun Wulungo:diambil dari keadaan
wilayah yang banyak lembah (Wulungiyo). 5) Dusun Beringin:
sebelumnyabernama dusun kauman namun pada pemilu 1977 diganti dengan
nama beringin. 6) DusunBanggai I dan 7) Dusun Banggai II diambil dari
nama sungai, dan selanjutnya terus bergantikepala desa (Ambela, 2014).
Secara geografis Desa Puncak terletak antara 00 40 05 - 00 42 09
Lintang Utara dan 122 40 53 - 122 42 45 Bujur Timur. Dengan luas
wilayah adalah 33,88 km.
Pengambilan kelima sampel dimulai dari pengambilan daun pecut kuda
(Sthacytarpheta jamaicensis follium) dimana,daun dipetik dari daun kelima
dari pucuk. Cara panen daun diambil daun tua (bukan daun kuning) daun

12
kelima dari pucuk. Daun dipetik satu persatu secara manual. Setelah daun
pecut kuda diambil, selanjutnya batang dari pecut kuda (Sthacytarpheta
jamaicensis caulis), dimana batang dari pecut kuda dipotong sepanjang 25
cm (sesuai yang diperlukan). Untuk batang, diambil mulai dari cabang
pertama sampai leher akar, dipotong dengan panjang dan diameter tertentu.
Selanjutnya daun awar-awar (Ficus septica folium), untuk daun awar-awar
proses pengambilan sampel sama dengan daun pecut kuda dimana diambil
dari daun kelima dari pucuk. Hal yang harus diperhatikan dalam proses
pengambilan simplisia daun, daun haruslah daun yang segar (tidak ada
lubang) dikarenakan menurut Dirjen POM (1985) hal ini akan mempengaruhi
suatu senyawa yang terkandung didalamnya, kerusakan sel-sel daun dan lain-
lain yang dapat menyebabkan kurangnya mutu dari bahan simplisia tersebut.
Setelah daun awar-awar dipanen, selanjutnya akar dari Alang-alang (Imperata
cylindrical radix), diambil bagian yang berada dibawah tanah. Menurut
Dirjen POM (1985) hal yang perlu diperhatikan juga pada saat pengambilan
akar simplisia yakni,panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan
berhenti atau tanaman sudah cukup umur, halini dikarenakan Panen yang
dilakukan terhadap akar umumnya akanmematikan tanaman yang
bersangkutan.
Tahap selanjutnya dalam proses pembuatan simplisia ialah sortasi.
Menurut Dirjen POM (1985) Sortasi ini bertujuan untuk membersihkan
tanaman dari benda-benda asing (tanah, batu) dari luar serta memisahkan
bagian tanaman yang dikehendaki. Selanjutya sampel dicuci tujuanya ialah
untuk menghilangkan tanah, kotoran dan mikroba yang melekat pada
simplisia. Menurut Dirjen POM (1985), pencucian dilakukan segera setelah
melakukan penyortiran karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Perlu
diperhatikan juga bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang
terkandung dalam bahan. Dalam hal ini pencucian dilakukan dengan
menggunakan air bersih dari mata air atau air sumur maupun PDAM.
Menurut Dirjen POM (1985), cara pencucian sangat mempengaruhi jenis dan
jumlah mikroba pada simplisia, misalnya jika air yang digunakan untuk

13
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia
dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat
mempercepat pertumbuhan mikroba. Umumnya pencucian dilakukan pada air
yang mengalir. Hal ini dilakukan agar kotoran yang melekat pada tanaman
akan ikut terbawa oleh air yang mengalir. Langkah selanjutnya proses
perajangan. Proses perjangan untuk keempat sampel ini sangat beragam
dimana untuk daun, mula-mula tulang daun dikeluarkan, selanjuntya daun
dilipat saling simetris dan dipotong menyerupai segiempat. Untuk simplisia
yang berbahan keras seperti batang dan akar, dibuat haksel. Menurut Dirjen
POM (1985) pembuatan haksel dengan bentuk memanjang atau segi empat
dengan menggunakan pisau dengan ukuran 0,5-1 cm. Pegnubahan bentuk
(haksel) dilakukan bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga lebih
cepat kering tanpa pemanasan yang berlebih, semakin tipis bahan yang
dikeringkan, semakin cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu
pengeringan. Selanjutnya tahap pengeringan, dimana tahap pengeringan
untuk bahan yang lunak seperti daun diangin-anginkan. Tujuannya agar
bahan tidak dirusak oleh sinar matahari langsung, mencegah kemungkinan
terjadinya penguapan senyawa minyak atsiri pada simplisia dll. Pada bahan
yang relative keras seperti batang dan akar cara pengeringan dapat dengan
sinar matahari langsung, dikarenakan struktur bahan yang keras dari simplisia
yang tahan terhadap pemanasan langsung.Selanjutnya tahap penyortiran
kering, tujuannya untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih
tertinggal pada simplisia kering. Tahap terakhir ialah tahap pengemasan dan
penyimpanan. Pada kemasan dicantumkan nama bahan dan bagian tanaman
yang digunakan, tujunya ialah untuk melindungi agar simplisia tidak rusak
atau berubah mutunya karena beberapa faktor baik dari dalam maupun luar.

14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Sampel yang di dapatkn dari praktek kerja lapangan kali ini Akar Alang-
alang (Imperata cylindrical radix), Batang Pecut kuda (Sthacytarpheta
jamaicensis caulis), Daun Awar-awar (Ficus septica follium), dan Daun
Pecut Kuda (Sthacytarpheta jamaicensis follium)
2. Pembuatan simplisia dilakukan dalam beberapa tahap yakni : tahap panen,
penyortiran basah, pencucian, perajangan (perubahan bentuk),
pengeringan, penyortiran kering dan tahap pengemasan dan penyimpanan
pada tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar matahari.
5.2 Saran
Diharapkan agar fasilitas dalam praktek lebih dimaksimalkan, dan jika
memungkinkan pihak yayasan mengelola sebuah lokasi untuk dijadikan
sebagai lokasi PKL nanti.

15
DAFTAR PUSTAKA
Ambela.2014. Analisis Pemasaran Ternak Sapi Dan Dampaknya terhadap
Pembentukan Margin Pemasaran Di Kecamatan Pulubala Kabupaten
Gorontalo.Studi Kasus. Juni, 2007 Vol.3 No.1 : 36-43. Diakses pada
tanggal 29 maret 2017.eprints.ung.ac.id/7525/5/2013-2-54201-
614409103-bab4-07012014053731.pdf
Ardiansyah. 2006. Bawang Putih Untuk Kesehatan. Lab. Of Nutrition, Tohoku
University Sendai, Jepang.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Harborne. J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisa
tumbuhan. Bandung: ITB.
Pujiati. 2013. Penggunaan R dalam Farmasi. Jakarta: Erlangga
Rusli. 2009. Tuntunan Praktek Kerja Lapang Praktikum Farmakognosi I.
Makassar: Universitas Muslim Indonesia.
Sunaryo. 1978. Khasiat Dan Morfologi Tumbuhan. Bogor: IPB
Williamson E.M. 2010. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta: Pustaka Bunda

16
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Tanaman awar-awar (Ficus Tanaman alang-alang (Imperata


septica Burm. F) cylindrical)

Tanaman pecut kuda Akar alang-alang (Imperata


(Stachytarpheta jamaicensis ) cylindrical)

17

Anda mungkin juga menyukai