Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal dimana

sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan. Kanker ini

biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status sexually active.

Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada

wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat

menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.

Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya

kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita

kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam

kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat

pendarahan dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut.

Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan

penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena

jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila

tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada

waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas,

sering terjadi infeksi.

Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel

yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17
tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik

(namun, persentasenya sangat kecil). Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden

kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi,

terpajan virus terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.

Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan

atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia,

kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah.

Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing

dan rektum, bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga

timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak

80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita

di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi

di negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian

besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. (Syaifullaoh Nur. 2012)

Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat

disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah

kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu

pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.

Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya

upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun -

tahun berikutnya.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana asuhan

keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks


1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi ca.cervik ?

2. Apa etiologi ca.cervik ?

3. Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?

4. Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?

5. Bagaimana pemeriksaan ca.cervik ?

6. Bagaimana Penatalaksanaan ca.cervik ?

7. Bagaimana WOC ca.cervik ?

8. Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi ca.cervik

2 Mengetahui etiologi ca.cervik

3 Mengetahui patofisiologi ca.cervik

4 Mengetahui tanda dan gejala ca.cervik

5 Mengetahui pemeriksaan ca.cervik

6 Mengetahui Penatalaksanaan ca.cervik

7 Mengetahui WOC ca.cervik

8 Mengetahui asuhan keperawatan ca.cervik

1.4 Manfaat

Makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervik ini bisa bermanfaat bagi

penulis secara pribadi dan juga bermanfaat bagi pembaca secara luas sebagai pembelajaran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap

bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan

mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang

melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-

columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar

junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)

Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta

Kedokteran Jilid I)

2.2 Epidemiologi / Insiden Kasus

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh

wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih

500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada

wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia

meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara

berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.

Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di

Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di

Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks.

Kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui

perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan
adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker

serviks dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan

tentang kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun

masih rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)

2.3 Etiologi / Predisposisi

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga

berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus

(HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks.

Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa

mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat

tumbuh eksofitik maupun endofitik.

Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko

terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan

hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian

para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun

mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan

penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma

Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva.

Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner
seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor

pendamping.

3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya

kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke

anaknya.

4. Kebiasaan merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan

dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita

perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping

merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren

yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator

terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat

meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga

meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta

karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,

perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya

immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS


8. Status sosial ekonomi lemah

Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai

biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi

dini tidak dapat dilakukan.

2.4 Patofisiologi

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan

endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi

antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris

pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar

ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis

serviks. Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi

sekunder dan nekrosis.

2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan

infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan

awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-

mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif

(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui

tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi

mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.

Periode laten dari NIS I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.

Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 20 tahun (rata-rata 5 10 tahun). Perubahan

epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi
spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari

Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell

carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang

paling jarang adalah sarcoma.

2.5 Tanda dan Gejala

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.

Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama

akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi

perdarahan yang abnormal

3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.

4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

6. Kelemahan pada ekstremitas bawah

7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri

terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf

lumbosakral.

8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul

iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel

vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear

merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan

mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan

mikroskop.

Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang

dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk

menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan

sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan

mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan

disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika

ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa

kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran

histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.

b. Kolposkopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati

secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi

akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-

lesi tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan

praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan

lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi

dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak

normal.
d. Serviksografi

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.

Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir

dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak

memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika

servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).

Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat

dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan

sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-

masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-

gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak

ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat

membantu dalam deteksi kanker serviks.

e. Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat

digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi

dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.

Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6%

dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan

gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai

berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative

value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut

memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi

lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.


f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)

Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam

kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi

adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG

(Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 L/ml, sedangkan kadar

HCG abnormal adalah > 5g/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan

plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat

dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi

pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit

dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

2.7 KRITERIA DIAGNOSIS

Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :

Hasil pemeriksaan negatif

Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.

Inkonklusif

Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel

endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi

setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.

Displasia

Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang,

sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan

penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.


Hasil pemeriksaan positif

Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik.

Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah

sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

2.8 Penatalaksanaan

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan

secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim

yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim

onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,

tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:

histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium

kanker serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN

0 Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia
kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV
Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb
Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran

Jilid 1)
Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh

onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum

terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada

usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga

adalah penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.

Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion

(HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision

procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser.

Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki

keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain

yang dapat dilakukan untuk terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya

mencapai 80-90% bila lesi tidak luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi

luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk

lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas. HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi

yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi

didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.

Manajemen Mikroinvasif

Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan

batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan

CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan

stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi

definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.

Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas

pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti

dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif.

Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10%

sehingga terapinya adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi.

Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan

bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai

limfadenektomi laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi.

Observasi selanjutnya dilakukan dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan

12 bulan.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi

diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka

sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto

toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif

adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila

diterapi dengan operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai

90% pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang

penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.

Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi

menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-

sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat

apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan

penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi
yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical

hysterectomy atau radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah

dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan

penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis

dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm

tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.

Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan

dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium,

atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai

dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi

menunjukkan penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko

juga meningkat apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi

pada kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3

stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan

menurunkan angka progresifitas dibandingkan tanpa radioterapi.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut

Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan

cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi

lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua

parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran

intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti

sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif

bila stadium mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.


Manajemen Nyeri Kanker

Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-

Inflamasi Non-Steroid)

2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti

kodein dan tramadol

3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin

dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)

Operasi

Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan bedah

mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor / kanker.

Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur pembedahannya

mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.

Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.

Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks

untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker

serviks

Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan jaringan

abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)

Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang dilewati

pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).


Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,

dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga

harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,

ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :

Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi

maupun kelenjar getah bening di dekatnya.

Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya

diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone

biopsy dapat menjadi pilihan.

Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa

kemoterapi.

Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin,

histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi

Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding

abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi). Perawatan di

Rumah Sakit biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-6

hari rata-rata) dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan waktu (sekitar 2 jam,

kecuali uterus tersebut berukuran lebih besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama.

Perlu diingat aturan utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui

beberapa test untuk memilih prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul

lengkap (Antropometri) termasuk mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG

panggul, tergantung pada temuan diatas.


Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian

bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita juga mungkin akan

mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air

kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus

dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual)

biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi,

penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi

gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita

yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap

seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil

lagi.

Kemoterapi

Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang

diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan

dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau

intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel

kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada

jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang

dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain,

pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut

pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol

penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker

menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk

memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk
penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan

keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada

kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB

(Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian kemoterapi:

1. Ditelan

2. Disuntikkan

3. Diinfus

Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi

pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU). Sedangkan

Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent

adalah : Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecan telah disetujui untuk digunakan

bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi /

radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul

kembali / menyebar ke organ lain.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut

2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan

dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko

kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor

4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan

memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)


Efek samping dari kemoterapi adalah :

Lemas

Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang

berlangsung terus sampai akhir pengobatan.

Mual dan muntah

Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum,

selama, dan sesudah pengobatan.

Gangguan pencernaan

Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi

berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.

Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus

minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.

Sariawan

Rambut rontok

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah

kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat

terjadi seminggu setelah kemoterapi.

Otot dan saraf

Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki.

Serta kelemahan pada otot kaki.

Efek pada darah

Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang

merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun.

Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi
setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk

memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat

menyebabkan :

Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang

memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan

peningkatkan leukosit.

Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah trombosit

rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.

Anemia

Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb

(Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah

dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.

Kulit menjadi kering dan berubah warna

Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

Elektrokoagulasi

Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya

Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial

dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi.

Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau

paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke
sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap

mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum,

vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan

pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi

hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Selama menjalani

radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu

sesudahnya.Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya

menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal, sering terjadi

kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal.

Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara

yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak

menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.

Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa

menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita

diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.

Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

2.9 Komplikasi

Pendarahan

Kematian janin

Infertil

Obstruksi ureter

Hidronefrosis

Gagal ginjal

Pembentukan fistula
Anemia

Infeksi sistemik

Trombositopenia

2.10 Pencegahan

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar
itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang
dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan
hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan
sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York
University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining
yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu
pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk
mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah
dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani
pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak
pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan
pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini
suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu
upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :

1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat
jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV
yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi
infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih
dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28
tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif
secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA
HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten.
Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan
risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali

pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

2.11 Prognosa

Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap

pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang

menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi

karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara

lain :

Usia penderita

Keadaan umum

Tingkat klinis keganasan


Ciri - ciri histologik sel kanker

Kemampuan tim kesehatan untuk menangani

Sarana pengobatan yang tersedia

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)


Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
0 Karsinoma insitu 100

I Terbatas pada uterus 85

II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60


dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih 7
atau rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK

3.1 PENGKAJIAN

a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

Status kesehatan saat ini

Status kesehatan masa lalu

Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan.
Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat zat kimia juga
dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari

kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat

terjadi akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.

3. Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat

pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari

peningkatan tekanan otot abdominal


4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang biasa

dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil

juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.

5. Pola kognitif perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi

penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah metastase ke organ

tubuh

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker

serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari

kanker serviks adalah akibat dari sering berganti ganti pasangan seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan

perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan

alat, 4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien

menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri

yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya

perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk

dari vagina.
9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping

pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah

penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.

3.2 Analisis data

1. Data subyektif :

Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama

yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah

Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah

Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah

Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.

Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya


2. Data obyektif

TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

Nadi : 60-100 x / menit

Nafas : 16 - 24 x / menit

Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

Suhu : 36,5 0C 37,5 0C

Membran mukosa kering

Turgor kulit buruk akibat perdarahan

Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

Ekspresi wajah pasien pucat

Pasien tampak lemas

Warna kulit kebiruan

Kulit pecah pecah, rambut rontok, kuku rapuh

Ekspresi wajah pasien meringis

Pasien tampak gelisah

Pasien mengalami kejang

Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)

Terjadi hematuria

Terjadi inkontinensia urine


Terjadi inkontinensia alvi

Berat badan pasien tidak stabil

Mual ataupun muntah

Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul :


1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat pendarahan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas metabolik
terhadap kanker
8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks
9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis jaringan,
kerusakan neuromuscular
11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker pada serabut
saraf lumbosakral
12. PK Gagal Ginjal
13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker serviks,
terapi, dan prognosisnya
15. Ansietas b/d krisis situasional
16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman kematian
17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga terdekat
18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20. PK Anemia
21. Mual b/d kemoterapi
22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24.HDR b/d bau busuk pada keputihan

3.4 RENCANA TINDAKAN

Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif

akibat pendarahan

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan keseimbangan

volume cairan adekuat

Kriteria Hasil :

1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)

Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)

Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)

2.Membran mukosa lembab

3.Turgor kulit baik (elastis)

4.Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam 2-3 detik setelah ditekan)

5.Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi


NO INTERVENSI RASIONAL

1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk penggantian

volume darah yang keluar melalui cairan yang perlu diberikan sehingga dapat

perdarahan mempertahankan volume sirkulasi yang

adekuat untuk transport oksigen.

2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan


menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya peningkatan
berlebihan pada daerah yang mengalami pendarahan
pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume darah kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau
hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi
pengisian kapiler
6 Catat respon fisiologis individual pasien Simtomatologi dapat berguna untuk mengukur
terhadap pendarahan, misalnya kelemahan, berat / lamanya episode pendarahan.
gelisah, ansietas, pucat, berkeringat / Memburuknya gejala dapat menunjukkan
penurunan kesadaran berlanjutnya pendarahan / tidak adekuatnya
penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran Merupakan indikator dari status hidrasi /
mukosa, dan perhatikan keluhan haus pada derajat kekurangan cairan
pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada derajat
Berikan cairan IV sesuai indikasi hipovolemia dan lamanya pendarahan (akut /
kronis). Cairan IV juga digunakan untuk
mengencerkan obat antineoplastik pada
penderita kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk memperbaiki
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan jumlah darah dalm tubuh ibu dan mencegah
trombosit sesuai indikasi manifestasi anemia yang sering terjadi pada
penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan darah
sehingga pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk menentukan kebutuhan
Awasi pemeriksaan laboratorium, resusitasi cairan dan mengawasi keefektifan
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah terapi

Dx 2 :Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak mengalami
infeksi
Kriteria Hasil :1.Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesia)
2.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)
3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas normal (4 - 9
103/L)

INTERVENSI RASIONALISASI
NO

1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
pada semua sistem tubuh (misalnya : mencegah perkembangan infeksi lebih lanjut
pernafasan, pencernaan, genitourinaria)
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil dengan
kanker serviks dapat terjadi karena proses
penyakitnya, infeksi, dan efek samping
kemoterapi yang dijalaninya. Identifikasi dini
proses infeksi memungkinkan terapi yang
tepat untuk dimulai segera
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda Deteksi dini terhadap reaksi infeksi yang bisa
infeksi seperti takikardi dan penurunan berdampak pada janin dan menghambat
keaktifan gerakan janin pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Menurunkan risiko kontaminasi agen
Hindari / batasi prosedur invasif infeksius
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial
sumber infeksi dan menimalisir paparan
pertumbuhan sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC merupakan
Awasi hasil laboratorium untuk melihat salah satu respon tubuh untuk mengatasi
adanya diferensial atau peningkatan WBC infeksi yang timbul oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab dan
Dapatkan kultur sesuai indikasi terapi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat perkembangan
Berikan antibiotik sesuai indikasi agen infeksi

Dx 3 : Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine pasien
kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi hematuria
2. Tidak terjadi inkontinensia urine
3. Tidak terjadi disuria
4. Jumlah output urine dalam batas normal ( 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat
mengindikasikan adanya obstruksi / disfungsi
penghentian aliran urine tiba-tiba
pada traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan Identifikasi kerusakan fungsi vesika urinaria
akibat metastase sel-sel kanker pada bagian
jumlahnya). Bandingkan haluaran urine dan
tersebut
masukan cairan serta catat berat jenis urine

3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan Penyebaran kanker pada traktus urinarius
(salah satunya di vesika urinaria) dapat
ada / tidaknya hematuria
menyebabkan jaringan di vesika urinaria
mengalami nekrosis sehingga urine yang
keluar berwarna merah karena bercampur
dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada Identifikasi tanda - tanda infeksi pada jaringan
traktus urinarius
urine (bau abnormal)

5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
pemasukan akurat
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor Indikator keseimbangan cairan dan
menunjukkan tingkat hidrasi
kulit, pengisian kapiler, dan membran
mukosa

7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjang


misalnya pemeriksaan retrograd dapat
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur
digunakan untuk mengevaluasi tingkat
penunjang sesuai indikasi infiltrasi kanker pada traktus urinarius
sehingga dapat menjadi dasar untuk intervensi
selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abnormal
dapat menjadi indikator kegagalan fungsi
Pantau nilai BUN dan kreatinin
ginjal sebagai akibat komplikasi metastase
sel-sel kanker pada traktus urinarius hingga ke
organ ginjal.

3.5 Implementasi

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

3.6 Evaluasi
1. Keseimbangan volume cairan
2. Tidak ada tanda tanda infeksi
3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5. Nafsu makan meningkat
6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7. Perhatian keluarga meningkat
8. Turgor kulit normal
9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10. Berat badan stabil
11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12. Mual dan muntah berkurang / hilang
13. Ekspresi wajah klien tenang
14. Pengisian kapiler cepat
15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :


EGC

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima


Medika

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :


EGC

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC

Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media
Ausculapius

Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)

http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-
reproduksi.html (akses : 10 Oktober 2009)

http://infokesehatan2009.html (akses 10 Oktober 2009)

http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=9636 (akses : 11
Oktober 2009)
Gambar Stadium Ca.Cervix

Anda mungkin juga menyukai