Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oleokimia
2
Diagram alir dari oleokimia dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
2.2 Biodiesel
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari
bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang
terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur ulang. Bahan baku
biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah
kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO).
Biodiesel adalah alternatif bahan bakar solar yang terbuat dari sumber daya
alam yang dapat diperbarui seperti dari minyak tumbuhan dan minyak binatang.
Biodiesel bersifat biodegradable dan tidak mengandung senyawa beracun (toxic)
dan beremisi rendah serta ramah lingkungan (Freedman,1984).
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
pengolahan tumbuhan) di samping bioetanol. Biodiesel merupakan salah satu
alternatif sumber pengganti minyak diesel yang dibuat melalui reaksi esterifikasi
minyak nabati. Kegunaan biodiesel adalah sebagai bahan bakar pada mesin.
Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung
oksigen. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari
minyak goreng bekas/daur ulang, namun yang paling umum digunakan sebagai
3
bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Minyak nabati dan
biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa organik yang sama
yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-
asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida, sedangkan biodiesel adalah
monoester asam-asam lemak dengan methanol (Perry, 1984).
Sebagai bahan dasar industri oleokimia, metil ester asam lemak memang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan asam lemak, diantaranya (Fangrui,
Ma, 1999) :
1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan
terjamin
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya
kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik
daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
4. Dapat diproduksi secara lokal
5. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
6. Menurunkan emisi gas buang
7. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan
biodegradibility petroleum diesel sampai 500%
8. Biodiesel dapat diproduksi dengan energi termal yang lebih sedikit
9. Biodiesel memiliki titik didih lebih rendah dari pada asam lemaknya,
sehingga proses fraksionalisasi dan distilasi fraksional campuran biodiesel
lebih mudah dan murah untuk dilakukan dibandingkan asam-asam lemak.
Selain itu biodiesel memiliki kestabilan termal yang lebih baik sehingga
tidak cenderung membentuk anhidrida asam di dalam reboiler seperti
halnya asam lemak.
4
Banyak jenis sumber bahan baku nabati atau tumbuhan di Indonesia yang
bisa diolah menjadi biodiesel yang dapat dilihat dari Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tumbuhan Indonesia penghasil minyak lemak
Dalam pembuatan biodiesel sebagai salah satu alternatif bahan bakar solar
yang didapat dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui, membutuhkan bahan
berupa minyak nabati/lemak hewani sebagai bahan utama, alkohol (metanol) dan
juga katalis.
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi
hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan
titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak
berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya
meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua
karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti
asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang
kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak.
Semua jenis lemak tersusun dari asam asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat
dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol.
5
Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun
hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon
lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam lemak dengan rantai molekul yang
lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik intermolekul, (dalam hal ini
yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik .
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida termasuk
lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia.
Berikut ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida : Keragaman jenis
trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati diri asam lemak. Trigliserida
sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak
yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat akan diperoleh
trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat atau tristearin. Trigliserida
sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida
campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda. Lemak
hewan dan minyak nabati merupakan campuran beberapa trigliserida. Asam-asam
lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom
hidrogen yang terikat kepada atom karbon (Ketaren, 1986).
Kandungan minyak goreng dibalik warnanya yang bening kekuningan,
minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak
dari minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak. Sebagian besar
lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk trigliserida. Jika
terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol dan tiga molekul
asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai semakin banyak asam
lemak bebas yang dihasilkan, pada proses oksidasi lebih lanjut, asam lemak bebas
ini akan menyebabkan lemak atau minyak menjadi bau tengik. Biasanya untuk
menghilangkan atau memperlambat oksidasi yang menyababkan bau tengik ini,
minyak goreng ditambah dengan vitamin A, C, D atau E.
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada
suhu tinggi 17001800oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang
menghasilkan senyawa senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid
6
dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses proses tersebut
menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya
bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam
lemak bebas (FFA), bilangan iodin (IV), timbulnya kekentalan minyak,
terbentuknya busa, hanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang
digoreng (Ketaren, 1986). Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel
2.3 berikut.
Tabel 2.3 Standar mutu minyak goreng
No Kriteria Uji Persyaratan
1. Bau Normal
2. Rasa Normal
3. Warna Muda Jernih
4. Cita Rasa Hambar
5. Kadar Air Max 0,3%
6. Asam Lemak Bebas Max 0,3%
7. Titik Asap Max 200
8. Bilangan Iodin 45-51
(Sumber : BSN,1995)
2.3.2 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau
yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Berikut sifat-sifat fisik dan kimia
metanol pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Sifat-sifat fisika dan kimia metanol
Massa molar 34.04 g/mol
Wujud Cairan tidak berwarna
Specific gravity 0.7918
Titik leleh -97oC. -142.9oF (176 K)
Titik didih 64.7oC. 148.4oF (337.8 K)
7
Kelarutan dalam air Sangat larut
Keasaman ~15.5
(Sumber : MSDS, 2013)
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar
dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara alami oleh
metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol
(dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan
teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida
dan air.
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat
api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan
sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri.
Penambahan racun ini akan menghindarkan industri dari pajak yang dapat
dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman beralkohol
(Hikmah dan Zuliyana, 2010).
8
digunakan untuk menetralkan pH tanah yang asam, juga dapat digunakan sebagai
fungisida dan herbisida. Kalium hidroksida dapat ditemukan dalam bentuk murni
dengan mereaksikan natrium hidroksida dengan kalium murni. Sifat sifat kalium
hidroksida ditunjukkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Sifat-sifat fisika dan kimia kalium hidroksida
Berat Molekul 56,1047
Wujud Padat
Warna Putih atau kuning
PH 13,5 (0,1 M larutan)
Titik didih 2408oF
Titik lebur 680oF
Specific Gravity 2,04
(Sumber : MSDS, 2013)
9
Reaksi Transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
10
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada
peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi
pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini dinamakan tahap
esterifikasi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yang
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
11
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98% (Fessenden dan Fessenden, 1986). Secara umum ditunjukkan
bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang
diperoleh juga akan semakin bertambah.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida
(KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis
sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi
transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah
katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi
adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati
untuk natrium hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined.
Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin
diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi trasesterifikasi dapat dilakukan pada temperature 30 65 C (titik didih
metanol sekitar 65 C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan
semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Untuk waktu 6 menit, pada
temperatur 60 C konversi telah mencapai 94% sedangkan pada 45 C yaitu 87%
dan pada 32 C yaitu 64%. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi
yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama.
12
Katalitik transesterifikasi dari minyak nabati dengan metanol untuk
menghasilkan biodiesel adalah proses industri yang penting. Dikenal juga sebagai
methanolysis. Proses membuat penggunaan asam atau basa, seperti asam sulfat atau
natrium hidroksida sebagai katalis untuk memfasilitasi reaksi. Secara umum,
Semua katalis untuk transesterifikasi dari minyak nabati dapat dipasang ke dalam
tiga klasifikasi yang dikenal sebagai homogen, enzim atau katalis heterogen. Enzim
dapat jatuh ke dalam kategori homogen atau heterogen tergantung pada mobilitas.
Katalis homogen dasar adalah cairan alkali seperti natrium hidroksida,
natrium methoxide, kalium hidroksida, atau methoxide kalium. Katalis asam
homogen adalah cairan asam seperti asam sulfat, asam klorida atau sulphonic asam.
Sedangkan heterogen katalis asam atau basa adalah padatan yang mencakup enzim,
titanium-silikat, senyawa alkali - bumi logam, pertukaran anion resin atau
guanadines heterogenized polimer organik. Sementara aplikasi heterogen katalis
tampak menjanjikan dan tumbuh, penggunaan katalis homogen seperti natrium atau
kalium hidroksida, methoxide natrium atau kalium masih umum di industri karena
yang terakhir relatif murah dan cukup aktif untuk reaksi ini (Helwani, 2009).
reaksi ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya alkohol diberikan
dalam jumlah yang berlebihan dan air diambil selama reaksi. Umumnya
pengambilan air dilakukan secara kimia, fisika dan pervorasi.
13
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam
lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada
Gambar 2.3 berikut:
RCOOH + ROH
H+ RCOOR + H2O
Asam Lemak Alkohol Metil Ester Air
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi bolak balik yang berjalan lambat, sehingga
untuk waktu reaksi yang relatif pendek reaksi ke kiri (arah reaktan) dapat diabaikan
terhadap reaksi ke kanan (arah produk).
14
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.2. Alat
Berikut alat yang digunakan:
1. Set ketel reaksi
2. Erlenmeyer 250 ml
3. Gelas kimia 250 ml
4. Corong pisah 250 dan 1000 ml
5. Gelas ukur 5 dan 10 ml
6. Buret 50 ml
7. Cawan petri
8. Pipet tetes
9. Thermometer
15
3.3.1. Analisa Kadar ALB
a. Minyak yang akan dihitung kadar ALB-nya ditimbang sebanyak 3 gram.
b. Kemudian etanol 96% ditambahkan sebanyak 25 ml, kemudian dipanaskan
dengan suhu 70C. Penambahan dan pemanasan ini dilakukan untuk
membuat minyak dalam kondisi netral serta agar minyak dan etanol
membentuk larutan homogen.
c. Setelah itu ditetesi dengan phenolptalein sebanyak 2 tetes untuk sampel
dapat bereaksi saat dititrasi dengan KOH.
d. Kemudian dilakukan titrasi dengan KOH hingga bewarna merah muda.
% = 100%
1000
16
3.4. Rangkaian Alat
5
4
Keterangan
1. Pemanas dan Water Batch
2. Reaktor
3. Termometer
4. Kondenser
5. Pengaduk
6. Statif
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil berupa data
kadar ALB dan Yield untuk masing-masing rasio mol minyak terhadap metanol
yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Data hasil percobaan reaksi transesterifikasi dengan variasi rasio mol
minyak terhadap metanol
No Rasio mol Metil ester
Gliserol
minyak terhadap asam lemak ALB (%) Yield (%)
(gr)
metanol (gr)
1 1:3 13,043 14,397 0,33 12,49
2 1:6 55,587 39,98 0,48 31,645
3 1:9 57,341 53,459 0,33 38,74
Catatan : Suhu reaksi adalah 65 dan waktu reaksi selama 1 jam
Berdasarkan perhitungan neraca massa yang telah dilakukan, didapatkan
hasil berupa data berat sisa reaktan dan katalis setelah reaksi berlangsung yang
dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan komponen reaktan sisa
No Rasio mol Trigliserida (gr) Metanol (gr) Katalais KOH (gr)
minyak Awal Sisa Awal Sisa Awal Sisa
terhadap setelah setelah setelah
metanol reaksi reaksi reaksi
1 1:3 100,58 59,28 11,66 6,912 3,02 0,224
2 1:6 100,05 17,74 23,32 12,896 2,97 0,14
3 1:9 100,01 6,8 34,98 20,4 3,01 0
4.2 Pembahasan
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar ALB untuk rasio mol minyak
terhadap metanol 1:3 dan 1:9 memiliki nilai yang sama yaitu 0,33%. Sementara
untuk rasio 1:6 memiliki kadar ALB sebesar 0,48 % dimana nilai ini lebih tinggi
18
dibandingkan kadar ALB minyak goreng (bahan baku) yaitu 0,44%. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan (Gumpon, 2007), kandungan asam lemak bebas dari
metil ester asam lemak yang digunakan tidak terkait dengan jumlah metanol yang
ditambahkan sebagai reaktan.
Asam lemak bebas pada metil ester akan meningkat dengan adanya proses
hidrolisis, dimana prorses hidrolisis terjadi karena adanya air. Proses hidrolisis juga
dipercepat dengan peningkatan suhu. Hidrolisis asam lemak tidak jenuh seperti
asam oleat dan linoleat lebih mudah terjadi karena kelarutannya dalam air cukup
tinggi (Ketaren, 1986).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Pawoko, 2009), asam
lemak bebas yang masih tinggi dalam biodiesel disebabkan karena proses
pemisahan, pencucian dan pengeringan biodises yang belum sempurna.
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat juga bahwa yield yang dihasilkan untuk setiap
rasio adalah 12,49%, 31,645%, dan 38,74% secara berturut-turut. Yield yang
dihasilkan mengalami peningkatan seiring meningkatnya rasio mol minyak dengan
metanol. Perbandingan stoikiometri minyak dengan metanol yang dibutuhkan
untuk proses transesterifikasi yang sempurna biasanya adalah 1:3 (Jazie, 2012).
Tetapi, rasio mol yang lebih tinggi dibutuhkan untuk menggeser arah
kesetimbangan ke biodiesel (Freedman, 1986).
Hubungan rasio mol dengan yield yang dihasilkan dapat dilihat pada
Gambar 4.1 dibawah ini.
45
40
35
30
Yield (%)
25 y = 13.125x + 1.3767
20 R = 0.9342
15
10
5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Rasio mol minyak terhadap metanol
Gambar 4.1 Grafik hubungan rasio mol minyak terhadap metanol dengan yield
19
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah maksimum yang dibutuhkan
untuk menghasilkan yield biodiesel tertinggi adalah rasio mol 1:9 dengan yield
38,74%. Guan et. al (2012), mengemukakan bahwa karena transesterifikasi
merupakan reaksi reversibel, jumlah metanol yang berlebih menggeser
kesetimbangan ke arah produk sehingga konversi minyak meningkat.
Berdasarkan grafik, didapat nilai R2 sebesar 0,9342 dimana nilai ini sudah
cukup untuk menyatakan bahwasannya rasio mol minyak terhadap metanol
memiliki hubungan yang linear dengan yield metil ester asam lemak yang
dihasilkan.
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat juga berat gliserol yang dihasilkan untuk rasio
mol minyak dan metanol 1:3, 1:6, dan 1:9 sebesar 13,043; 55,587; dan 57,341 gr
secara berturut. Data-data tersebut dapat digambarkan dalam sebuah grafik dan
dapat dilihat pada Gambar 4.2 dibawah ini.
70
y = 22.149x - 2.3077
60 R = 0.7796
Berat gliserol (gr)
50
40
30
20
10
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Rasio mol minyak terhadap metanol
Gambar 4.2 Grafik hubungan rasio mol minyak terhadap metanol dengan
berat gliserol
Dari grafik pada Gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa berat gliserol
meningkat seiring meningkatnya rasio mol minyak terhadap metanol. Pada rasio
mol 8:1 untuk metanol terhadap minyak, fasa gliserol terbentuk pada bagian atas
sehingga menyebabkan kesulitan dalam pemisahan (Crabbe, 2001). Fenomena ini
terjadi dengan rekombinasi metil ester asam lemak dan gliserol yang mana
terbentuk karena kelebihan metanol (Shu, 2007).
20
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa setelah reaksi selesai, terdapat reaktan
yang bersisa dan juga katalis. Jumlah trigliserida sisa pada bagian produk menurun
seiring meningkatnya rasio mol minyak dengan metanol. Hal ini membuktikan
bahwa, semakin banyak metanol yang ditambahkan maka jumlah gugus alkil yang
mengikat gugus ester pada trigliserida semakin banyak dan menyebabkan produksi
metil ester semakin besar.
Jumlah metanol sisa pada bagian produk mengalami peningkatan seiring
meningkatnya jumlah rasio mol minyak dengan metanol. Hal ini disebabkan karena
kelebihan molal metanol yang menyebabkan metanol tidak bereaksi seluruhnya
dengan trigliserida. Penambahan metanol yang berlebih akan mendorong reaksi ke
arah pembentukkan produk (metil ester) sampai pada keadaan tertentu dan akan
mengalami penurunan setelah melewati kondisi maksimal (Knothe dkk, 2005).
Sementara jumlah katalis sisa mengalami penurunan seiring meningkatnya
rasio mol minyak dengan metanol. Katalis sisa terdapat pada rasio mol minyak
dengan metanol 1:3 dan 1;6, sementara untuk rasio 1:9 katalis habis bereaksi.
Meningkatnya jumlah metanol menyebabkan reaksi berlangsung dalam jumlah
yang lebih besar, sehingga penggunaan katalis juga semakin besar sebagai agen
penurun energi aktivasi sehingga jumlah katalis sisa setelah reaksi akan berkurang.
21
BAB V
5.1. Kesimpulan
1. Biodiesel telah berhasil disintesis dari minyak goreng dan metanol dengan
bantuan katalis basa KOH melalui proses transesterifikasi.
2. Yield metil ester asam lemak meningkat seiring meningkatnya rasio mol
minyak terhadap metanol .
3. Yield terbesar diperoleh pada rasio mol minyak terhadap metanol 1:9.
5.2. Saran
Dalam proses transesterifikasi sintesis biodiesel dari minyak nabati,
sebaiknya minyak dipanaskan terlbih dahulu dalam ketel reaktor kemudian metanol
dan katalis dicampurkan dalam wadah berbeda kemudian campuran tersebut di
campurkan dengan minyak yang telah dipanaskan dan direaksikan dengan waktu
yang telah ditentukan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Brahmana, H.R., 1993. Reaksi Esterifikasi Alkil Klorida dengan Garam Asam
Lemak Berantai Panjang yang Menggunakan Tridodekilamin Hidroklorida
Sebagai Katalis Perpindahan Dua Fasa. Dalam Komunikasi Penelitian
5,170.
BSN. 1995. Minyak Goreng. SNI 01 3741 1995. BADAN STANDARISASI
Crabbe E., Nolasco-Hipolito C., Kobayashi G., Sonomoto K. and Ishizaki A.,
Biodiesel production from crude palm oil and evaluation of butanol
extraction and fuel properties. Process Biochem., 2001; 37: 65-71.
Fangrui, Ma., Milford, A., Hanna. 1999. Biodiesel Production. Jurnal Bioresource
Technology. 70. 15.
Fessenden, R . J dan Fessenden, J. S , 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Erlangga.
Freedman, B., Pryde, E.H., and Mounts, T.L., 1984. Variables Affecting the Yields
of fatty esters from transesterified vegetable oils, J. Am. Oil Chem. Soc., 61,
1638-1643.
Freedman B, Butterfield RO, Pryde EH. Transesterification kinetics of soybean oil.
JAOCS 1986; 63: 1375-80.
Guan G, Kusakabe K. Development of advanced biodiesel fuel production process.
J Jpn Petrol Inst 2012; 55: 171-81.
Helwani, Z., M. R. Othman, N. Aziz, J. Kim dan W. J. N. Fernando. 2009. Solid
Heterogeneus Catalyst for Transesterification of Triglycerides with
Methanol : A Review. Applied Catalysis A : General. 369: 1 -10.
Hikmah, M.N., dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak
Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi.
Skripsi, Universitas Diponegoro.
Jazie A. A, Sinha A. S. K, Pramanik H. Optimization of biodiesel production from
peanut and rapeseed oils using response surface methodology. Int J Biomass
Renew 2012; 1(2):9-18.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia: Jakarta.
23
Knothe, G., Krahl, J., dan Gerpen J.V. 2005. The Biodiesel Handbook. USA :
AOCS Press.
Material Safety Data Sheet. 2013. Methanol MSDS
Material Safety Data Sheet. 2013. Potassium hydroxide MSDS
Mittlebach, M., Remschmidt, Claudia., 2004, Biodiesel The Comprehensive
Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH.
Pawoko, E. 2009. Pengaruh Tahapan Proses Esterifikasi, Transesterifikasi dan
Netralisasi Terhadap Karakteristik Biodiesel Dari Biji Kesambi. Skripsi.
Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Perry, R.H., & Green, D.W. 1984. Perrys Chemical Engineering Handbook. 6th
ed. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York.
Puspita, Anas. 2008. Kinetika Reaksi dalam Proses Pembuata Biodiesel dari CPO
dengan Proses Esterifikasi. USU: Medan
Richtler, H.J., and Knault, J. 1984. Challenges a Nature Industry Marketing and
Economics of Oleo Chemical in Western Europe, J.Am.Oil Chem.Soc.
61,160.
Shu Q., Yang B., Yuan H., Qing S. and Zhu G., Synthesis of biodiesel from soybean
oil and methanol catalyzed by zeolite beta modified with La3+.
Catal.Commun., 2007; 8: 2158-2164.
Soerawidjaya, Tatang H., Prakoso, Tirto., Reksowardojo, Iman K. 2005. Prospek,
Status dan Tantangan Penegakan Industri Biodiesel di Indonesia.
Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
24
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Perbandingan 1 3 = 0.121454825
= .
metanol = 0.792 gram/mol
Mr metanol = 32 gram/mol
32 0.364364475
= = = .
0.792
2. Rasio 1:6
Perbandingan 1 6 = 0.121454825
= .
32 0.72872895
= = = .
0.792
3. Rasio 1:9
Perbandingan 1 9 = 0.121454825
= .
32 1.093093425
= = = .
0.792
B. Kadar ALB
1. Kadar ALB minyak goreng sawit
Berat minyak = 3 gram
Volume etanol = 25 ml
Normalitas KOH = 0.08665 N
Volume KOH = 0.6 ml
% ALB = 100%
1000
25
256 0.08665 0.6
= 100%
3 1000
= 0.44%
= 0.33%
= 0.48%
= 0.33%
26
C. Perhitungan Yield
1. Rasio 1 : 3
Produk = 14.397 gram
Reaktan = 115.26 gram
Yield = 100%
14.397
= 112.24 100%
= 12.83%
2. Rasio 1 : 6
Produk = 39.98 gram
Reaktan = 126.34 gram
Yield = 100%
39,98
= 123.37 100%
= 32.40%
3. Rasio 1 : 9
Produk = 53.459 gram
Reaktan = 138 gram
Yield = 100%
53.450
= 134.99 100%
= 39.60%
D. Neraca Massa
Metanol Trigliserida
Reaktor
KOH FAME
KOH
Gliserol
Metanol
Trigliserida
27
1. Rasio 1 : 3
Mol Komponen
100.58
Trigliserida = 823.3514 = 0.122
Massa Komponen
Trigliserida = 100.58 gram
Metanol = 11.66 gram
KOH = 3.02 gram
FAME sebelum dicuci = 77.65 gram
FAME setelah dicuci = 14.397 gram
Gliserol = 13.043 gram
Produk
Trigliserida = 0.122 mol 0.05 mol = 0.072 mol = 59.28 gram
Gliserol = 13.043 gram
FAME setelah dicuci = 14.397 gram
Mol metanol + KOH = 0.27 0.05 = 0.22
Metanol = 3 0.072 = 0.216 = 6.912
KOH = 0.22 0.216 = 0.004 = 0.224
2. Rasio 1 : 6
Mol Komponen
100.05
Trigliserida = 823.3514 = 0.1215
28
55.584
Gliserol = = 0.604
92
Massa Komponen
Trigliserida = 100.05 gram
Metanol = 23.32 gram
KOH = 2.97 gram
FAME sebelum dicuci = 53.016 gram
FAME setelah dicuci = 39.98 gram
Gliserol = 55.584 gram
Produk
Trigliserida = 30.776 gram 13.036 gram = 17.74 gram
Gliserol = 55.584 gram
FAME setelah dicuci = 39.98 gram
Metanol = 13.036 0.14 = 12.896
KOH = 0.14
3. Rasio 1 : 9
Mol Komponen
100.01
Trigliserida = 823.3514 = 0.1215
Massa Komponen
Trigliserida = 100.01 gram
Metanol = 34.98 gram
KOH = 3.01 gram
FAME sebelum dicuci = 56.893 gram
FAME setelah dicuci = 53.459 gram
Gliserol = 57.341 gram
29
Produk
Trigliserida = 6.8 gram
Gliserol = 57.341 gram
FAME setelah dicuci = 53.459 gram
Mol metanol + KOH = 0.27 0.05 = 0.22
Metanol = 20.4
KOH = 0
30
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
31
Gambar C.5 Hasil Run 1 Gambar C.6 Hasil Run 1
(Rasio 1:3) (Rasio 1:6)
32
Gambar C.9 Metil Ester
yang Telah Dipisahkan
33