Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk
yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang
materialistik. Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan mencakup peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan
(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta mengembalikan serta
memfungsikan kembali baik individu, keluarga dan kelompok masyarakat ke lingkungan
sosial dan masyarakat (resosialitatif). Dewasa ini, penyakit batu saluran kemih menjadi
salah satu kasus yang membutuhkan perhatian perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan karena prevalensinya di Indonesia yang
terus meningkat.
Mengkonsumsi suplemen makanan dan obat-obatan tertentu juga dapat memicu
terbentuknya batu saluran kemih. Sering menahan BAK dan kegemukan juga dapat
menaikkan kemungkinan terkena batu saluran kemih (Muslim, 2007). Gaya hidup
masyarakat kota seperti disebutkan dalam paragraf ini mempengaruhi terbentuknya batu
saluran kemih. Indonesia terletak pada kelompok negara di dunia yang dilewati oleh
sabuk batu atau stone belt (Portalkalbe dalam Nurlina, 2008).
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi (Nurlina, 2008). Insidensi dan prevalensi yang pasti dari
penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sampai saat ini angka
kejadian batu saluran kemih yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000
kasus per tahun (Muslim, 2007). Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi
didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-
Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi
847 pasien pada tahun 2002 (Raharjo, 2002). Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita
(kira-kira 3:1) dengan puncak insidensi antara dekade keempat dan kelima, hal ini kurang
lebih sesuai dengan yang ditemukan di RSUPN-CM (Raharjo, 2004). Peningkatan jumlah
penderita batu saluran kemih berhubungan langsung dengan faktor-faktor pembentuk
batu itu sendiri. Faktor instrinsik seperti genetik, penyakit, jenis kelamin, ras, dan usia
memegang peranan sekitar 25%, sedangkan sebesar 75 lebih dipengaruhi oleh faktor
1
ekstrinsik seperti iklim tempat tinggal, geografis, dan gaya hidup (Muslim, 2007). Gaya
hidup yang menjadi penyebab pembentukan batu adalah pekerjaan, diet,
aktivitas/olahraga, pola makan dan minum, serta kebiasaan menahan buang air kecil.
Gaya hidup ini merupakan salah satu faktor yang bersifat modifiable.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Menganalisis asuhan keperawatan masyarakat perkotaan pada klien dengan

batu saluran kemih di lantai 5 bedah RSPAD Gatot Soebroto.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis masalah kesehatan perkotaan pada agregat dewasa dengan

penyakit batu saluran kemih

2. Menganalisi kasus kelolaan pasien dengan batu saluran kemih

3. Menganalisis aplikasi asuhan keperawatan pasien dengan batu saluran

kemih

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien,

khususnya peran perawat sebagai edukator dalam mengubah perilaku dan

gaya hidup serta mencegahan kekambuhan ulang pasien dengan batu saluran

kemih.

1.3.2 Bagi Pendidikan

Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran

dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan upaya edukasi untuk

mengubah faktor gaya hidup pada pasien dengan batu saluran kemih.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. URETEROLITHIASIS (BATU URETER)


A. Pengertian
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada
di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu
mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada
pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau
merah. (Brunner and Suddarth, 2002 : 1460).
Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu
ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama
kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus
menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil
menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R.
Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali
disebut batu ginjal. Batu dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black,
Joyce, 1997, hal. 1595).
Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai
zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat
(60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat (batu
tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%).( Pierce A. Grace
& Neil R. Borley. 2006, Ilmu Bedah, hal. 171).
Urolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air
kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.(DR. Nursalam, M.
Nurs & Fransica B.B, Sistem Perkemihan hal. 76).

3
B. Etiologi
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara
pasti. Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
1. Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu.
2. Immobilisasi
Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium.
Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
3. Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi
inti pembentukan batu.
4. Kurang minum
5. Pekerjaan
Dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu
dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
6. Iklim
Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah
tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi
produksi urin.
7. Diuretik
Potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya
batu saluran kemih.
8. Makanan
Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang
polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, dan
jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.

C. Klasifikasi
Teori pembentukan batu renal :
1. Teori Intimatriks

4
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik
Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin,
asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Urin
yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urin alkali
akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat,
sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya
Batu Saluran Kencing.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi dan edema.
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria)
dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan
sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
Nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan.
2. Batu di piala ginjal
a. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
b. Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri
ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal,
dan muncul mual dan muntah.
e. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal
ini akibat dari reflek renoinstistinal dan proksimitas anatomik ginjal ke
lambung pankreas dan usus besar.

5
3. Batu yang terjebak di ureter
a. Menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang
menyebar ke paha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
c. Hematuri akibat aksi abrasi batu.
d. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.
4. Batu yang terjebak di kandung kemih
a. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus
urinarius dan hematuri.
b. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi
retensi urine.

D. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake
cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran
kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga
mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap
dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam
urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang
akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan
diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan
semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan
batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa
nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan
batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan

6
dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal
dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak
mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi penyakit GGK yang
dapat menyebabkan kematian.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya sel
darah merah, sel darah putih dan kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serta
serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam (meningkatkan sistin dan batu
asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu
kalsium fosfat.
2. Urin 24 jam
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
3. Kultur urin
Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus, proteus,
klebsiela, pseudomonas).
4. Survei biokimia
Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.
5. BUN / Kreatinin serum dan urin
Abnormal ( tinggi pada serum / rendah pada urin) sekunder terhadap tingginya
batu okstuktif pada ginjal menyebabkan iskemia / nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum
Peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan
terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7. Hitung Darah lengkap
Sel darah putih mungkin meningkat menunjukan infeksi / septikemia.
8. Sel darah merah
9. Hemoglobin
Hb : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi ( mendorong
presipitas pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi ginjal).
10. Hormon paratiroid

7
Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium
dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin).
11. Foto rontgen
Menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
12. IVP
Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik ( distensi ureter) dan
garis bentuk kalkuli.
13. Sistoureterokopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu dan efek
obstruksi.
14. CT Scan
Mengidentifikasi / menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih.
15. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

F. Komplikasi
1. Sumbatan akibat pecahan batu
2. Infeksi akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
3. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal

G. Pencegahan
1. Usahakan diuresis yang adekuat : minum air 2-3 liter per hari dapat dicapai
diuresis 1,5 liter/hari.
2. Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium tinggi sisa
asam, diet tinggi sisa basa, dan diet rendah purin).
3. Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.

H. Penatalaksanaan
1. Pengurangan nyeri

8
Mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin
diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air hangat di
area panggul dapat bermanfaat. Cairan yang diberikan, kecuali pasien
mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain
yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada
ruang belakang batu sehingga mendorong passase batu tersebut ke bawah.
Masukan cairan sepanjang hari mengurangi kosentrasi kristaloid urine,
mengencerkan urin dan menjamin haluaran urine yang besar.
2. Pengangkatan batu
Pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral kecil untuk
menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika mungkin), akan segera
mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
3. Terapi nutrisi dan Medikasi
Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu ginjal. Masukan
cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang
merupakan bahan utama pembentuk batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah
pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada.
Minum paling sedikit 8 gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali
dikontraindikasikan.
a. Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
b. Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki
batu fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida
dapat diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan
mengeksikannyamelalui saluran intensial bukan ke system urinarius.
c. Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin,
untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
d. Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan
oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun
banyak, kacang,seledri, coklat,the, kopi.
e. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi,
modaritas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal,
pengankatan batu perkutan, atau uteroroskopi.
4. Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal

9
Prosedur noninvasif yang digunakan untuk menghancurkan batu kaliks
ginjal. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-
batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
5. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Bidang endourologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan
urologi untuk mengankat batu renal tanpa pembedahan mayor.
6. Uteroskopi
Mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan suatu alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan laser,
lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
7. Pelarutan batu infus cairan kemolitik
Untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk
pasien kurang beresiko terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau
mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit).
8. Pengangkatan Bedah
Sebelum adanya lithotripsy, pengangkatan batu ginjal secara bedah
merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan
dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau
nefrektomi), jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di
piala ginjal diangat dengan pielolitotomi, sedangkan batu yang diangkat dengan
ureterolitotomi, dan sistostomi jika batu berada di kandung kemih., batu
kemudian dihancur dengan penjepit alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.

10
BAB III
ASKEP UROLITHIASIS

1. PENGKAJIAN
A. Identitas
Nama :
Umur : Paling sering 30 50 tahun
Jenis kelamin : 3 x Lebih banyak pada pria
Alamat : Tinggal di daerah panas
Pekerjaan : Perkerja berat

B. Keluhan Utama
1. Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.
2. Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Pernah menderita infeksi saluran kemih.
2. Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi.
3. Bekerja di lingkungan panas.
4. Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium.
5. Olahragawan.

D. Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri, Mual / Muntah, Hematuria, Diare, Oliguria, Demam, Disururia

E. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Pernah menderita urolitiasis
2. Riwayat ISK dalam keluarga
3. Riwayat hipertensi
Pemahaman pasien mengenai perawatan harus digali untuk
mengidentifikasi kesalahan konsepsi atau kesalahan informasi yang dapat
dikoreksi sejak awal.

11
F. Dasar Dasar Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi sehubungan
dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla
spinalis).
2. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, anseitas, gagal ginjal). Kulit hangat dan
kemerahan ;pucat
3. Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya/ ISK Kronis;obstruksi sebelumnya(kalkulus).
Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan
kemih.
Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
4. Makanan/cairan
Gejala : muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin, kalsium
oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak minum air dengan
cukup.
Tanda : distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus, muntah.
5. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat menyebar ke seluruh
punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia. Nyeri dangkal konstan
menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat
digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda : melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil.
6. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,gout, ISK
Kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium
bikarbonat,alupurinol,fosfat,tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin.

12
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pre operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi uretral.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih oleh
batu,iritasi ginjal atau uretral.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah.
4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan adanya batu pada saluran
kemih (ginjal).
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat salah
interpertasi informasi.

B. Post operasi :
1. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik / hipovolemik
2. Nyeri b.d insisi bedah
3. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
4. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.

3. INTERVENSI
A. Pre operasi
1. DX. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
uretral
Tujuan :
Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Catat lokasi, lamanya intensitas (0-10) dan penyebaran
Rasional : Membantu mengevaluasi tempat abstruksi dan kemajuan gerakan
kalkulus
b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan tentang perubahann
kejadian / karakyeristik nyeri.
Rasional : Berikan kesempatan untuk pemberian analgesic sesuai waktu
(membantu dalam meningkatkan koping pasien dan dapat menurunkan
ansietas).
c. Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung lingkungan istirahat.

13
Rasional : Menaikkan relaksasi menurunkan tegangan otot dan menaikkan
koping
d. Perhatikan keluhan/menetap nya nyeri abdomen.
Rasional : Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine ke dalam area perineal.
e. Berikan banyak cairan bila tidak ada mual, lakukan dan pertahankan terapi
IV yang diprogramkan bila mual dan muntah terjadi.
Rasional : Cairan membantu membersihkan ginjal dan dapat mengeluarkan
batu kecil.
f. Dorong aktivitas sesuai toleransi, berikan analgesic dan anti emetic sebelum
bergerak bila mungkin.
Rasional : Gerakan dapat meningkatkan pasase dari beberapa batu kecil dan
mengurangi urine statis. Kenmyamanan meningkatkan istirahat dan
penyembuhan mual disebabkan oleh peningkatan nyeri.

2. DX.Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih


oleh batu,iritasi ginjal oleh ureteral.
Tujuan :
Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
Tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi :
a. Awasi pemasukan dan keluaran serta karakteristik urine
Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal, dan adanya
komplikasi contoh infeksi dan perdarahan
b. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan ekstibilitas yang menyebabkan
sensasi kebutuhan berkemih segera
c. Dorong meningkatjkan pemasukan cairan
Rasional : Peningkatan hidrasi membilas bakteri,darah dan debris dan dapat
membantu lewatnya batu.
d. periksa semua urine catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium
untuk analisa
Rasional : Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan
mempengaruhi pilihan terapi

14
e. Observasi perubahan status mental,perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional : Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik di SSP.
f. Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh BUN,elektrolit,kreatinin
Rasional :Peninggian BUN,kreatinin dan elektrolit mengidentifikasikan
disfungsi ginjal.

3. Dx. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah.


Tujuan :
Mempertahankan keseimbangan cairan
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
Intervensi
a. Awasi intake dan Output
Rasional : Membandingkan keluaran actual dan yang diantisifikasi
membantu dalam evaluasi adanya / derajat statis / kerusakan ginjal.
b. Catat insiden muntah,diare perhatikan karakteristik dan frekuensi mual /
muntah dan diare.
Rasional : Mual / muntah, diare secara umum berdasarkan baik kolik ginjal
karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
c. Awasi Hb /Ht, elektrolit
Rasional : Mengkaji hidrasi dan efektifian / kebutuhan intervensi.
d. Berikan cairan IV
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi / bila pemasukan oral tidak
cukup,/ menaik fungsi ginjal.
e. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut sesuai toleransi.
Rasional : Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI / iritasi dan
membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.

4. DX. Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada saluran kemih (
ginjal )
Tujuan :
Fungsi ginjal dalam batas normal
Urine berwarna kuning / kuning jernih

15
Tidak nyeri waktu berkemih.
Intervensi
a. Pantau Urine berwarna,bau / tiap 8 jam,Masukan dan haluaran tiap 8
jam,PH urine , TTV setiap 4 jam
Rasional : Untuk deteksi dini terhadap masalah.
b. Saring semua urine,observasi terhadap kristal. Simpan kristal untuk dilihat
dokter kirim ke laboratorium
Rasional : Untuk mendaptakan data- data keluarnya batu,perubahan diet
yang didasari oleh komposisi batu
c. Konsultasi dengan dokter bila pasien sering berkemih,jumlah urine sedikit
dan terus menerus,perubahan urine.
Rasional : Temuan-temuan ini menunjukkan perkembangan obstruksi dan
kebutuhan intervensi progresif.
d. Berikan obat-obatan sesuai program untuk mempertahankan PH urine tepat.
Rasional : Dengan perubahan PH urine / peningkatan keasamaan /
alkalinitas, faktor solubilitas untuk batu dapat dikontrol

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat salah


interpertasi informasi.
Tujuan :
Menyatakan pemahaman proses penyakit.
Menghubungkan gejala dan faktor penyebab.
Melakukan perubahan prilaku yang perlu dan berpastrisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit dan harapan di masa yang datang
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
b. Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan , contoh 3-4 liter per hari/
6-8 liter/ hari. Dorong pasien melaporkan mulut kering, diuresis (keringat
berlebihan) dan untuk peningkatan pemasukan cairan baik bila haus atau tidak.
Rasional : pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan statis ginjal atau
pembentukan batu.

16
c. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan membaca
semua label produk/ kandungan dalam makanan
Rasional : obat-obatan diberikan untuk mengasamkan mengakalikan urine,
tergantung pada penyebab dasar pembentukan batu.
d. Mendengar dengan aktif tentang terapi / perubahan pola hidup.
Rasional : membantu pasien berkerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa
kontrol apa yang terjadi.
e. Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada.
Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri, dan kemandirian.

Post operasi
1. DX.Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan haemoregik / hipovolemik
Tujuan :
tanda tanda vital stabil
kulit kering dan elastic
intake output seimbang
insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang
intervensi
a. Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor dokter.
Rasional : mengetahui adanya perdarahan.

b. Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat mengubah posisi.
Rasional : mencegah perdarahan pada luka insisi
c. Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak seimbangan.
Rasional : mengetahui kesimbangan dalam tubuh.
d. Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.
Rasional : dapat menunjukan adanya dehidrasi / kurangnya volume cairan

2. DX.Nyeri berhubungan dengan insisi bedah


Tujuan :
pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan mudah untuk
bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks.
Intervensi :
a. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus daan penghalang factor nyeri.

17
Rasional : menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, anjarkan tehnik relaksasi, bantu pasien
memilih posisi yang nyaman.
c. Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan.
Rasional : dengan otot relkas posisi dan kenyamanan dapat mengurangi nyeri.
d. Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila sedang batuk.
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik dapat mengurangi nyeri.

3. DX. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan pemasangan alat medik ( kateter).
Tujuan : pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat berkemih
spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari.
Intervensi :
a. Kaji pola berkemih normal pasien.
Rasional : untuk membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih.
b. Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional : kandung kemih yang tegang disebabkan karena sumbatan kateter.
c. Ukur intake output cairan.
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kaji warna dan bau urine dan nyeri.
Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal.
e. Anjurkan klien untuk minum air putih 2 Lt /sehari , bila tidak ada kontra indikasi.
Rasional : untuk melancarkan urine.

4. DX.Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah dan pemasangan kateter.


Tujuan :
Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
Drainase dan selang kateter bersih.
Intervensi
a. Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi luka (demam, kemerahan, bengkak, nyeri tekan
dan pus)
Rasional : . mengintervensi tindakan selanjutnya.

18
b. Kaji suhu tiap 4 jam.
Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
c. Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuk insisi.
Rasional : menghindarkan infeksi.

d. Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan perawatan luka.


Rasional : menghindari infeksi silang

19
. Definisi
Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu tersebut
dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat, struvit dan
sistin). Ukuran batu tersebut bervareasi dari yang granular (pasir dan krikil) sampai sebesar
buah jeruk. Batu sebesar krikil biasanya dikeluarkan secara spontan, pria lebih sering terkena
penyakit ini dari pada wanita dan kekambuhan merupakan hal yang mungkin terjadi)

B. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
idiopatik.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :
A. Faktor Intrinsik :
a) Herediter (keturunan).
b) Umur : sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.
c) Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.

B. Faktor Ekstrinsik :
a) Geografis :
pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan
daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
b) Iklim dan temperatur

c) Asupan air :
kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d) Diet :
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran
kemih.
e) Pekerjaan :

20
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang
aktivitas atau sedentary life.

C. Patofisiologi
Ada beberapa teori tentang terbentuknya Batu saluran kemih adalah:

1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di
dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau
benda asing saluran kemih.

2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan
mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.

3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk


kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar
salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran
kemih.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran
kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau
keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan
hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat
menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen
(gagal ginjal).

D. Manifestasi klinik
Manifestasi klinisnyaadanya batu dalam traktus urinarius menurut Smeltzer (2001)
bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, edema, antara lain :
1. Ketika menghambat aliran urin, terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan hidrostatik da
distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
2. Infeksi (pielonetritis dan sistinis yang disertai menggigil, demam dan disuria).
3. Batu dipiala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus-menerus di area
koskovertebral.
4. Nyeri bertahap biasanya pada pinggang.
21
5. Nyeri yang berpindah kebawah (panggul, testis/vulva).
6. Hematuria.
7. Mual dan muntah sebagai akibat dari adanya gejala gastrointestinal.

E. Komplikasi
Menurut guyton, 1993 adalah :
1. Gagal ginjal
Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang disebut
kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat. Hal ini
menyebabkan iskemis ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan gagal ginjal
2. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan
microorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada peritoneal.
3. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk diginjal dan
lam-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin
4. Avaskuler ischemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian jaringan.

F. Pemeriksaan penunjang
1.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisa :
warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan
obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal).
pH : normal 4,6 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat, kultur urine
menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 20 mg/dl tujuan untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN
menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh
diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi).
Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25

22
mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya
batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

b. Darah lengkap :
hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.

c. Hormon Paratyroid
Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi)
kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.

d. Foto Rontgen :
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.

e. IVP :
Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul.
Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).

f. Sistoureteroskopi :
Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.

g. USG Ginjal :
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

G. Penatalaksanaan
Karena batu ginjal meningkatkan resiko infeksi, sepsis dan obstruksi urinarius pasien di
instruksikan melaporkan penurunan volume urin dan adanya urin yang keruh atau
mengandung darah.
Keluar urin total dan pola berkemih diperiksa.
Meningkatkan pemasukan cairan di lakukan untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan
tekanan hidrostaltik dalam traktus urinasius untuk mendorong pasase batu.
Ambulasi didorong sebagai suatu cara untuk menggeser batu dari taktus urinarius.

23
Tanda-tanda vital pasien mencakup suhu dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda dini
adanya infeksi.
Segera melaporkan bila ada rasa nyeri.
Analgesik diberikan sesuai resep untuk mengurangi nyeri.
Melakukan pembedahan untuk pengambilan batu ginjal.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1.1 Dasar data pengkajian pasien
a. Anamnesis
Meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit
Keluarga
b. Aktifitas / Istirahat.
c. Riwayat :
pekerjaan, dehidrasi, infeksi, imobilisasi
d. Eliminasi
e. Mual dan muntah
f. Makan dan Minum
g. Nyeri / rasa tidak nyaman
h. Keluhan nyeri
Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri,
skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri,
riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Apakah nyeri
sampai menimbulkan kokik atau tidak.

24
i. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan.
j. Respon emosi : cemas
k. Pengetahuan tentang penyakitnya

1.2 Pemeriksaan fisik


1. Keadaan Umum :
Klien biasanya lemah.
Kesadaran Composmetis.
Adanya rasa nyeri.
2. Kulit :

Teraba panas.
Turgor kulit menurun.
Penampilan pucat.

3. Pernafasan :
Pergerakan nafas simetris.

4. Cardio Vaskuler :
Takicardi.
Irama jantung reguler.

5. Gastro Intestinal:
Kurang asupan makanan nafsu makan menurun.

6. Sistem Integumen:
Tampak pucat.

7. Geneto Urinalis:
Dalam BAK produksi urin tidak normal.
Jumlah lebih sedikit karena ada penyumbatan.

1.3 Pola-pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup

25
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal dalam menjaga
kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena adanya luka pada
ginjal.
3. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya luka
pada ginjal.
4. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit karena adanya
sumbatan atau bagu ginjal dalam perut, BAK normal.
5. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya
penyakitnya.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan bagaimana
dilakukan operasi.
7. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di rumah sakit.
8. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan dan selama sakit
tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.
9. Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada gangguan.
10. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang positif jika stress
muncul.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdoa supaya penyakit yang di derita ada obat dan dapat sembuh.

26
B. DIAGNOSA
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubugan dengan adanya batu diginjal spasme pelvis
renalis.
2. Perubahan eliminasi urin : oliguria berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal untuk
mensekresi cairan.
3. Resti infeksi berhubungan dengan penurunan tubuh karena trauma jaringan akibat obstruksi
ginjal.

27
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubugan dengan adanya batu diginjal spasme pelvis
renalis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri terkontrol /hilang dan rasa nyaman
terpenuhi.
Kriteria hasil : 1) Skala nyeri menurun
2) Klien tidak gelisah
3) Klien dapat beristrahat dan tidur nyenyak.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri.
Rasional : mengetahui seberapa jauh nyeri yang dirasakan klien.
2) Kaji lokasi nyeri
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus.
3) Ajarkan tekhnik relaksasi.
Rasional : mengurangi rasa nyeri klien.
4) Kolaborasi pemberian obat analgetik.
Rasional : menurunkan kolik uretral.
5) Ciptakan lingkunan yang kondusif.
Rasional : meminimalkan rasa nyeri klien.

2. Perubahan eliminasi urin : oliguria berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal untuk
mensekresi cairan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pola berkemih seperti biasanya.
Kriteria hasil : 1) Urine 250 cc/BAK 6-7x/hari.

28
2) Tak mengalami tanda inflamasi
3) Warna urine bening kekuningan.
Intervensi:
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran : karaktristik urine.
Rasional : memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi
dan pendarhan.
2) Tentukan pola berkemih klien.
Rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksikabilitas saraf yang menyebabkan sensai
kebutuhan berkemih segera.
3) Dorong meningkatkan masukan cairan.
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris dan dan dapat membantu
lewatnya batu.
4) Awasi pemeriksaan laboraturium : elektrolit, BUN (Blood Ureum Nitrogen), kreatinin.
Rasional : peninggian BUN (Blood Ureum Nitrogen), kreatinin dan elektrolit
mengidentifikasikan disfungsi ginjal.

3.) Resti infeksi berhubungan dengan penurunan tubuh karena trauma jaringan akibat obstruksi
ginjal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Suhu normal dan warna urine tidak keruh (bening kekuningan), urine tidak bau,
leukosit menurun.

Intervensi
1) Kaji intensitas dan warna urine.
Rasional : seberapa jauh klien terkena infeksi.
2) Observasi tanda-tanda vital klien.
Rasional : mengetahui penurunan / peningkatan suhu.
3) Motivasi klien makan tinggi protein.
Rasional : infeksi tidak bertambah.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik.
Rasional : mengurangi infeksi menyebar.

29

Anda mungkin juga menyukai