OLEH:
DOSEN PEMBIMBING :
JURUSAN FISIKA
2017
GEOLOGI PULAU SUMATERA
Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian
selatan dengan Selat Sunda.Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik
sekunder yang lebat dengan tanah yang subur.Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra
adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal
yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan
Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa
bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang
disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas
pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Tobaterdapat di pulau Sumatra
.
2. Sejarah Terbentuknya Struktur Geologi Pulau Sumatera
Struktur geologi adalah segala unsure dari bentuk arsitektur kulit bumi / gambaran
geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya endogen. Secara
umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang perlapisan, Lipatan, Patahan
dan kekar atau joint.
Pada awal berkembangnya geologi, Pemikiran geologi dimulai oleh Leonardo da
Vinci (1452-1519).Pada awalnya perkembangan geologi didominasi pemikiran klasik (fixist),
yang menganggap pembentukan orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat yang tetap.
Mewakili pemikiran ini misalnya Erich Haarmann (1930), yang menyatakan bahwa
orogenesa terjadi karena kulit bumi terangkat seperti tumor, dan melengser karena gaya berat.
Selanjutnya pendapat ini diterapkan oleh van Bemmelen (1933) di Indonesia sebagai Teori
Undasi.
Pemikiran lain, mobilist dikemukakan Antonio Snider-Pellgrini (1658) yang
mencermati kesamaan bentuk pantai barat dan timur Atlantik, serta Alfred Lothar Wegener
(1915) yang mengemukakan konsep benua mengembara.Perubahan mendasar geologi
global terjadi setelah Perang Dunia II, ketika data geofisika lantai samudera menunjukkan
bahwa jalur anomali magnet mempunyai rasio yang tetap di mana-mana.Pada 250 juta tahun
yang lalu benua merupakan satu kesatuan benua induk, atau Pangea. Perputaran bumi
mendorong benua untuk bergerak ke arah kutub, sehingga benua terpecah-pecah sebagai
kepingan benua kecil-kecil seperti saat ini: 6 lempeng utama dengan 14 lempeng yang lebih
kecil. Dengan demikian maka seluruh permukaan bumi berada di dalam satu kesatuan proses
geologis yang universal: Tektonik Global.
Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah
adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari
arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di
Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang
curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower
structure yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur
(gambar 3).Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan
penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama
dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa
struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).
Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan
struktur Barat lautTenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi
adanya morfologi High Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan
morfologi High Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah
(kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter darigraben dan half graben.
Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di
sepanjang cekungan Sumatra tengah.Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh
pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen).Akan tetapi
liniasi basement ini masih dapat diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi
pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi
beberapa tahap, yaitu :
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat
laut-Tenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir
dan zaman Kapur.
3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen)
menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan
aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah
terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga
lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir
fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang
mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra
relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda
dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen
dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya
struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier
ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan
episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup
oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif
dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya
cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan
selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan
Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-
struktur berarah utara selatan.
6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya
inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang
berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan
ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap
formasi-formasi di bawahnya.
Stratigrafi Regional , Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada
awal tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah
berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen
berupagreywacke, kuarsit dan argilit.Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada
beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984
dalam Wibowo, 1995).
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
Rift (Siklis Pematang),Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase
tektonik ekstensional (rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun
oleh batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya
refleksi seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang
berasosiasi dengan lingkungan lakustrin.
Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin
dariLower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju fase late
rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin dan diendapkan
Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.
1. Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah hijau, batulanau, batupasir kerikilan dan
sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi
lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari
banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi
2. Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang
coklat tua sampai hitam.Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa tempat
terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol.Ketebalan formasi ini mencapai lebih
dari 530 m di bagian depocenter.
Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan
kondisianoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir
konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi
ini, terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada bagian
pinggiran/batas danau yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman
inti batuan di komplek Bukit Susah.
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang cepat
sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
3. Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown
Shale.Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal
dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya,
formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben
menjauhi depocenter(gambar 6).
4. Formasi Lake Fill
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih.Komposisi batuan terutama berupa
klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas
kuarsa dan kuarsit.Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik
mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada
lingkungan danau.Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan
penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage).Ketebalan formasi mencapai
600 m.
5. Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan
aluvial.Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai
merah.Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi
formasiLower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.
Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir (Lake
Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi Pematang
berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik.
Sag
Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen.Fase
sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan
mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.
Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari pengangkatan
Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada Plio-Pleistosen.Aktivitas
tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun menjadi sesar naik. Pada
fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh endapan darat dan
aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen
Resen.
7. Formasi Muara Enim, Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase
regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat
pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan
formasi ini 500 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara.
Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada
formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified
wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit.
Formasi Muara Enim berumur Miaosen Akhir Pliosen Awal. Secara lebih rinci
berikut adalah data mengenai petroleum system dari Air Benakat.
TOC 0.5-52.7 wt% Fair - Excellent
Imature T-max < 4300C
0.29-0.30 %Ro
8. Formasi Kasai, Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi
Muara Enim dengan ketebalan 850 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan
dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya kuarsa,
batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf
berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit
serta kayu yang terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah fluvial danalluvial fan.
Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.
9. Sedimen Kuarter, Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak
terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak
selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen
konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-
basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.
Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke timur adalah
sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar
Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering
sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan
berlanjut hingga selatan Pulau Jawa.Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah
Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa,
dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi
.Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu saling menekan.Namun lempeng
Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif.Pergerakannya yang hanya beberapa
millimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini memang tidak terasa oleh manusia.
Karena dorongan lempeng Indo-Australia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya
hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6 cm per tahun.
Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring posisinya ini lebih cepat
dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.
Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen
diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah jarum jam.
Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW dimulai pada
Eosen-Oligosen.Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar
mendatar Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar
Sumatra menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan
Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan cekungan-
cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra Utara,
Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar Diatas).
Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen di
Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005).Sekarang
Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20E
dengan rata-rata pergerakannya 6 7 cm/tahun.Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra
berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic
fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan
Sidi, 2000):
1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan
yang memisahkan dari lereng trench.
2. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik
punggungan outer-arc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-
arc Sumatra.
3. Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan
Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian
bawah Bukit Barisan.
4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama
pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah
pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc danback-
arc basin.
Perkembangan Tektonik
Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan Sumatra
Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:
Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini menghasilkan sesar
geser dekstral WNW ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung,
Musi Lineament dan N S trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik
Kapur.
Gambar 3. Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992).
Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal dan sesar
tumbuh berarah N S dan WNW ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas batuan
dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi
Lahat.
Gambar 4. Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk,
1992).
Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan pengangkatan
tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi
Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.
Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian Formasi Air
Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah yang
relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah
barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan
Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.
Gambar 5. Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk,
1992).