Anda di halaman 1dari 2

Negosiasi atau Demonstrasi?

September 26, 2017 Pimpinan Redaksi

Oleh Ismail Syukur*

BANYAK polemik yang setiap harinya kita dengar dan perbincangkan di seputaran
kampus kita Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu. Baik itu masalah Pengenalan
Budaya Akademik Kampus (PBAK), Uang Kuliah Tunggal (UKT), almamater Mahasiswa
baru (MABA), jadwal perkuliahan lambat, kurangnya dosen, dan masih banyak lagi.

Masalah tersebut bukan hanya dibahas di area kampus hijau saja, melainkan meluas
puluhan kilo meter dari area kampus. Bahkan aib ini menjadi konsumsi mahasiswa dari
kampus-kampus lainnya. Dalam hal sensitif seperti ini, pasti akan adanya dua
pandangan berbeda yang akan kita dapatkan, baik itu positif ataupun dari sisi negatif.
Namun kita harus melihat pada sisi positif dari meluasnya pembahasan tentang
problematika tersebut.

Penulis berpendapat bahwa hal ini dilakukan semata-mata karena ingin mendapatkan
solusi dari permasalahan tersebut, baik itu masalah PBAK, UKT, almamater Maba, dan
lainnya. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian, apa yang harus dilakukan terlebih
dahulu Negosiasi atau Demonstrasi? Dua hal inilah yang harus kita pertimbangkan
sebagai siswa yang berdiri diatas Maha-nya, sehingga menjadi mahasiswa yang
intelektual, kritis, dan berakhlak mulia.

Namun seringkali kita selalu keliru dalam menyikapi permasalahan seperti ini. Dimana
sebagian orang langsung melakukan tindakan Demonstrasi sebelum melakukan
Negosiasi. Padahal kita sudah mempunyai penampung aspirasi mahasiswa yang
notabenya mereka dipilih untuk mewakili serta menyampaikan semua kegelisahan dan
permasalahan yang dirasakan mahasiswa.

Apa gunanya mereka? Padahal melalui mereka merupakan langkah awal yang mestinya
memecahkan dan berdiskusi dengan pihak birokrasi guna mencapai satu titik temu. Tapi
apakah mereka sudah berfungsi sebagaimana mestinya yang telah diamanahkan oleh
masyarakat kampus dan birokrasi?

Pertanyaan di atas selalu memicu yang namanya demonstrasi mahasiswa. Karena


memang, aspirasi mahasiswa tidak tersalurkan. Inilah yang membuat mahasiswa kritis
selalu turun aksi untuk memperjuangkan hak dan menuntut keadilan bagi mereka yang
tertindas bahkan tersakiti karena tak kunjung dapat solusi.

Akan tetapi, apakah Demontrasi adalah langkah awal untuk mencari solusi? Apakah ini
akibat dari Demokrasi? Atau mungkin hanya tau bertindak tanpa tahu atauran dalam
Demokrasi?

Penulis, mahasiswa kritis, mahasiswa apatis, pihak birokrasi, dan bahkan semua orang
mengetahui bahwa segala sesuatu yang kita jalani mempunyai tahap yang memang
harus ditempuh secara bertahap. Begitu pula dalam mencari solusi masalah yang
bertebaran di kampus, harus melalui tahap-tahap Demokratis.

Penulis adalah Koordinator devisi Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa


Jurusan (HMJ) Manajemen Pendidikan Islam (MPI).

Anda mungkin juga menyukai