Anda di halaman 1dari 5

KARDIAK SIROSIS

1. Definisi

Kardiak sirosis merupakan suatu keadaan kronis pada hati yang ditandai
dengan fibrosis hati yang mengakibatkan perubahan struktur hati dan hilangnya
sebagian fungsi hati yang merupakan komplikasi dari gagal jantung kanan yang
berlangsung lama. tanda dan gejala kongestif jantung terlihat dominan pada kelainan
ini. Tidak seperti sirosis hepatis primer yang disebebakan oleh alcoholic atau
hepatitis, tatalaksana yang dilakukan hanya untuk mengatasi kegagalan jantung yang
terjadi.

Pada kardiak sirosis dapat terjadi nekrosis hepatoseluler masif yang


disebabkan oleh colaps hemodynamic. Pada kardiak sirosis terjadi peningkatan nilai
transaminase serum. Walaupun manifestasi klinis yang muncul pada kardiak sirosis
dan iskemik hepatitis dapat serupa. Tidak seperti namanya, kardiak sirosis tidak selalu
dapat memenuhi kriteria patologis sirosis. Kongestif hepatopati atau chronic passive
liver congestion lebih sesuai daripada istilah kardiak sirosis, namun istilah kardiak
sirosis dapat diartikan sebagai congestive hepatopathy dengan atau tanpa fibrosis
hepar.

2. Patofisiologi

Kardiak sirosis biasanya diawali oleh kongestif hepatopati yang disebabkan


oleh dekompensasi ventrikel kanan jantung atau gagal jantung biventrikular dimana
terjadi peningkatan tekanan atrium kanan ke hati melalui vena kava inferior dan vena
hepatik.

Pada tingkat seluler, kongestif vena menghambat efisiensi aliran darah


sinusoid ke venula terminal hati kemudian terjadi stasis darah dalam parenkim hepar.
Untuk mengompensasi aliran balik darah, sinusoid hati menjadi membesar sehingga
mengakibatkan hepar membesar. Stasis sinusoid menyebabkan akumulasi
deoksigenasi darah, atrofi perenkim hati, nekrosis, deposisi kolagen dan fibrosis.
Stasis kemudian menyebabkan timbulnya trombosis. Trombosis sinusoid akan
menambah aktivasi fibroblas dan deposisi kolagen. Dalam kondisi yang parah
menyebabkan nekrosis dan trombosis pada vena hepatik.
Pembengkakan sinusoid dan perdarahan akibat nekrosis terjadi di area
perivenular dari hepar kemudian terjadi fibrosis yang muncul seperti jembatan fibrosis
antara vena sentral yang berdekatan. Pada gagal jantung kanan, cardiac output
menurun sehingga oksigenasi ke hepar juga menurun. Hal ini menyebabkan proses
kardiak fibrosis, sehingga istilah sirosis sebenarnya kurang tepat digunakan karena
berbeda dengan sirosis dimana jembatan fibrosis cenderung untuk berdekatan dengan
daerah portal. Regenerasi hepatosit periportal dapat mengakibatkan regenerasi
hiperplasia nodular.

gagal jantung

peningkatan
cardiac output
tekanan di
menurun
atrium kanan

peningkatan
blood flow
tekanan vena
hepar menurun
hepatik

distensi dan suplai oksigen


hemoragik zona ke hepar
3 sinusoid menurun

zona 3 nekrosis

zona 3 retikulin
kolaps dan
fibrosis

kardiak sirosis

3. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis kardiak sirosis disebabkan oleh hipertensi portal atau akibat
penyakit jantung kongestif. Pada kongestif kronik, terjadi hipoksia jaringan yang
menghambat regenerasi hepatoseluler dan membentuk jaringan fibrosis yang akan
mengarah ke kardiak sirosis.

Manifestasi klinis yang muncul dapat beruba ikterik ringan, rasa tidak nyaman
pada perut kanan atas, progressif dipsnea, ortopnea, paroxyxymal nokturnal dipsnea,
edema, nokturia, fatigue, anoreksia, mual, muntah, ansietas, dan palpitasi. Pada
pemeriksan fisik dapat ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis dan murmur
jantung yang dapat membantu membedakan kardiak sirosis dengan sirosis hepatis
primer. Pada pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan hepatomegali yang kadang
masif, spleenomegali, asites dan edema. Edema yang muncul lebih tipikal pada daerah
perifer termasuk ekstremitas bawah dan dapat berkembang menjadi edema anasarka
terutama pada kasus gagal jantung yang tidak mendapatkan tatalaksana. Edema yang
muncul dapat disertai oleh adanya pigmentasi, indurasi, dan selulitis. Hepatomegali
dikarenakan peningkatan tekanan hidrostatik pada vena hepatik dan peritoneal venous
drainage system yang dapat disertai munculnya asites. Kehilangan protein enteropati
yang kemudian menurunkan tekanan onkotik plasma juga dapat menyebabkan asites
memburuk. Pada pemeriksaan jantung, dapat ditemukan abnormalitas yang
berhubungan dengan gagal jantung kanan yaitu bunyi jantung tambahan S3 dan S4.
Bunyi jantung S3 muncul berhubungan gagal jantung kanan. Bunyi jantung S4
muncul karena kontraksi atrium kanan. Holosistolik, high-pitch, dan murmur dapat
terdengar pada insufisiensi trikuspid yang berhubungan dengan dilatasi ventrikel
kanan atau gagal jantung kanan. Namun pada dilatasi ventrikel kanan yang lebih
berat, murmur yang terdengar lebih keras saat inspirasi dan menurun pada ekspirasi.
Tanda-tanda hipertensi pulmonal dapat muncul meliputi closely split S2. Pada
pemeriksaan paru dapat terdengar bunyi vesikuler melemah yang dikarenakan efusi
pleura.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan alkaline


phospatase, gamma glutamyl transpeptidase, SGOT , SGPT, bilirubin total, bilirubin
indirek, disertai hipoalbuminemia. Kadar SGOT dan SGPT meningkat karena
meningkatnya sintesis protein enzim yang biasanya disertai peningkatan bilirubin.
Prothrombin time dapat terganggu, albumin serum menurun, dan kadar amonia serum
dapat meningkat.

5. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dasar yang dilakukan untuk menunjang pemeriksaan


yaitu foto rontgen thorax, USG abdomen, Echocardiogram, CT Scan. Pada foto
rontgen thorax dilakukan untuk melihat kardiomegali, hipertensi vena pulmonal,
perubahan ruang jantung, edema esensial pada paru atau efusi pleura. Echocardiogram
dilakukan untuk mendiagnosa penyakit dasar kardiak sirosis dimana dapat ditemukan
peningkatan arteri pulmonalis, dilatasi sisi kanan jantung, regurgutasi trikuspid, atau
diastolic ventricular filling yang abnormal. USG abdomen dilakukan untuk
mengidentifikasi asites, hepatomegali, hepatic congestion, pembesaran vena cava
inferior dan spleenomegali. CT Scan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
pembesaran ruang jantung, hipertrofi ventrikel, diffuse cardiomiopathy, kelainan
katup dan kelainan struktural lainnya.

Biopsi hati dilakukan untuk menegakkan diagnosis kardiak sirosis. Pada biopsi
hati dapat ditemukan nutmeg liver, dimana penampakan hati pada congestive
hepatology merupakan 2 area yaitu area kontras berwarna merah yang disebabkan
sinusoidal congestion dan perdarahan pada area nekrosis di sekeliling vena hepatika
yang membesar, serta area berwarna kekuningan yang merupakan area hati normal
yang mengalami perlemakan atau fatty liver tissue.

6. Tatalaksana

Tatalaksana dilakukan untuk manajemen kardiak sirosis. Ikterik dan asites


biasanya dikoreksi dengan diuretik. Tatalaksana gagal jantung mempunyai efek yang
positif terhadap progresi kardiak sirosis. Beta blocker dan ACE inhibitor dapat
diberikan jika penyebab yang mendasarinya adalah gagal jantung kiri. Jika gagal
jantung kongestif dapat dikoreksi, awal perubahan histopatologi congestive
hepatopathy dapat teratasi dan bahkan kardiak fibrosis secara histopatologi dan klinis
dapat mengalami regresi.

Diet yang disarankan yaitu pembatasan asupan garam yang digunakan untuk
managemen jangka panjang. Target asupan garam perhari adalah kurang dari 2gr/hari.

7. Prognosis

Mortalitas pasien dengan kardiak sirosis banyak disebabkan oleh gagal


jantung kongestif. Kelainan hati jarang memberi kontribusi pada morbiditas dan
mortalitas pasien kardiak sirosis, karena pada kardiak sirosis terutama congestive
hepatopathy jarang mengalami komplikasi serius seperti varises esofagus.
Daftar referensi :

1. Asdie H Ahmad. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Vol.1. Ed.13. Jakarta
: EGC, 1999. Hal 217
2. Rubenstein D, et all. Lecture notes : kedokteran klinis. Ed.6. Jakarta : Erlangga, 2005.
Hal. 313
3. Ren Xiushui(Mike). Cardiac cirrhosis and congestive hepatophaty. Emedicine, 2th
March 2012. Tersedia di http;//emedicine.medscape.com/article/151792-overview
Diakses tanggal 25 maret 2014
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Ed.5. Jilid 2. Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia. 2009. Hal.1588

Anda mungkin juga menyukai