PENDAHULUAN
Lebih kurang 10-15% istri dari pasangan suami istri atau pasutri yang
berhubungan seksual tanpa mempergunakan alat kontrasepsi belum hamil pada
tahun pertama perkawinan. Kegagalan pasutri dalam memperoleh keturunan itu,
30% disebabkan oleh faktor yang berasal dari suami, 20% disebabkan oleh faktor
yang berasal dari suami dan isteri. Jadi paling sedikit terdapat 50% penyebab
infertilitas yang berasal dari pria.1
Meskipun pada tahun-tahun berikutnya kemungkinan untuk mendapatkan
kehamilan masih tetap ada, tetapi pasutri yang belum berhasil pada saat itu
kemungkinan untuk tetap infertil (mandul) cukup besar sehingga evaluasi
medik harus sudah mulai dilakukan.1
Mengingat kemungkinan infertilitas yang disebabkan oleh isteri juga
cukup besar maka evaluasi infertilitas pada pasutri harus dilakukan secara
komprehensif bersama-sama dengan seorang spesialis ginekologi.1
Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menjadi hamil
setelah paling sedikit selama 1 tahun melakukan hubungan seksual tanpa
perlindungan. Infertilitas menyebabkan masalah pada individual dan sosial untuk
pasangan. Pengobatan pada infertilitas pria merupakan hal yang sulit, khususnya
pada negara berkembang. Pada negara berkembang, pola dari infertilitas berbeda
dengan negara maju. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh WHO telah
menunjukkan 47% wanita dan 30,7% laki-laki menderita infertilitas sekunder dan
karenanya terdapat penyebab yang dapat dilakukan pencegahan pada kasus
infertilitas.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
1) Testis
Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada
dua yang masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri.
Bentuknya ovoida dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5 cm,
dengan volume 15 25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika
albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika
vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos.
Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur
testis agar tetap stabil.1
Secaa histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri
atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus semminiferus terdapat sel
spermatogonia dan sel Sertoli, sedangkan di antara tubuli seminiferi terdapat
sel Leydig. Sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma,
sedangkan sel Leydig atau disebut sel interstitial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron.1
Sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferus testis disimpan
dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah dewasa, sel
spermatozoa bersama-sama dengan getah epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ke ampula vas deferens, vesika seminalis, serta cairan
prostat membentuk cairan semen.1
Testis mendapatkan arah dari beberapa cabang arteri, yaitu 1) arteri
spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis
cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kresmatika yang merupakan
cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis
berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa
orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.1
2) Epididimis
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput,
korpus, dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis
melalui duktuli deferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri
testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal, epididimis
berhubungan dengan vasa deferens.1
Sel spermatozoa setelah diproduksi di dalam testis dialirkan ke
epididimis. Disini spermatozoa mengalami maturasi sehingga menjadi motil
(dapat bergerak) dan disimpan di dalam kauda epididimis sebelum dialirkan
ke vas deferens.1
Gambar 1. Anatomi testis dan epididimis
3) Vas deferens
Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-35
cm, bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di
uretra posterior. Duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1)
parts tunika vaginalis, (2) pars skrotalis, (3) pars inguinalis, (4) pars
pelvikum, (5) pars ampularis. Pars skrotalis ini merupakan bagian yang
dipotong dan diligasi saat vasektomi. Duktus ini terdiri atas otot polos yang
mendapatkan persarafan dari sistem simpatetik sehingga dapat berkontraksi
untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior.1
4) Vesikula seminalis
Vesikula seminalis terletak di dasar buli-bli dan di sebelah kranial dari
kelenjar prostat. Panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula.
Vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen.
Cairan ini diantaranya adalah fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada
sperma. Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di
dalam duktus ejakulatorius.1
5) Kelenjar prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-
buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
Kelenjar ini terdiri dari jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi
dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona preprostatik sfingter, dan zona anterior. Secara
histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma.
Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf,
dan jaringan penyangga yang lain.1
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen
dari cairan semen atau ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus
sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan
bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat
merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.1
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatetik dan parasimpatetik
dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan
serabut parasimpatetik dari korda spinalis S2-S4 dan simpatetik dari nervus
hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatetik meningkatkan sekresi
kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatetik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat
ejakulasi. Sistem simpatetik memberikan inervasi pada otot polos prostat,
kapsula prostat, dan leher buli-buli. Di tempat itu banyak terdapat reseptor
adrenergik-. Rangsangan simpatetik menyebabkan dipertahankan tonus otot
polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran
kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyebabkan
penyempitan uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih. 1
6) Penis
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora
kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang
berada di sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan
fibroelastik tunika albuginea sehingga merupakan suatu kesatuan, sedangkan
di sebelah proksimal terpisah menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus
penis dibungkus oleh otot ishio-kavernosus yang kemudian menempel pada
rami osis ischii. 1
Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari diafragma
urogenitalis hingga muara uretra eksterna. Sebelah proksimal korpus
spongiosum dilapisi oleh otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum ini
berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis. Ketiga korpora, yakni dua
buah korpora kavernosa dan sebuah korpus kavernosum dibungkus oleh fasia
Buck dan lebih ke superfisial lagi oleh fasia Colles atau fasia Dartos yang
merupakan kelanjutan dari fasia Scarpa. 1
Di dalam setiap korpus yang terbentuk oleh tunika albuginea terdapat
jaringan erektil yang berupa jaringan kavernus (berongga) seperti spon.
Jaringan ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh
endotelium dan otot polos kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung
darah yang cukup banyak sehingga menyebabkan ketegangan batang penis. 1
Gambar 2. Penis
Terdapat pula mekanisme inhibisi dari testis terhadap sekresi FSH yaitu
adanya hormon yang diproduksi oleh sel Sertoli. Inhibin, sebuah glikoprotein 32-
kD yang disekresi oleh sel Sertoli, menekan sekresi FSH oleh gonadotrop.
Bentukan dari inhibin yang disekresi oleh sel Sertoli, disebut inhibin B, diberikan
nama tersebut karena merupakan komposisi heterodimer dari subunit dan dan
memiliki varian B dari subunit . Inhibin B secara selektif menghambat sekresi
FSH pada gonadrotrop dengan cara menghambat transkripsi dari pengkodean gen
subunit dari FSH. Penggunaan secara klinis dari inhibin B sebagai sebuah
marker dari kegagalan fungsi testis masih kontroversial. Beberapa penelitian lain
menunjukkan inhibin B dan FSH telah disarankan menjadi prediktor dari
keberadaan sperma pada testis dari laki-laki infertil.3
Gambar 3. Aksis hipotalamus-hipofisis-hipogonad
1.2 Hipotalamus
Sebagai pusat terintegrasi dari aksis dari HPG (hipotalamus-hipofisis-
gonad), hipotalamus menerima input neuronal dari banyak pusat otak, termasuk
diantaranya amigdala, talamus, pons, retina, dan korteks, dan sebagai pengerak
denyut untuk sekresi dari hormon pituitari dan gonadal. Secara anatomi,
hipolatamus terhubung dengan kelenjar pituitari dengan sistem vaskular portal
dan jalur neuronal. Dengan menghindari sirkulasi sistemik, sistem vaskular portal
menyediakan mekanisme langsung untuk pengiriman dari hormon hipotalamus ke
anterior pituitari. Dari beberapa hormon hipotalamus yang bekerja pada kelenjar
pituitari, satu diantaranya yang terpenting untuk reproduksi adalah gonadotropin-
releasing atau LH-releasing hormone (GnRH atau LHRH), merupakan sebuah
asam amino peptida yang disekresi dari sel tubuh neuronal di dalam nukleus
preoptik dan arkuata. Sekarang, fungsi yang diketahui dari GnRH adalah untuk
stimulasi dari sekresi dari LH dan FSH dari pituitari anterior.
Sekali disekresikan ke sirkulasi portal pituitari, GnRH memiliki waktu paruh kira-
kira 5-7 menit, sebagian besar dikeluarkan pada aliran pertama melalui pituitari
dengan bantuan internalisasi reseptor atau degradasi enzim. GnRH yang disekresi
oleh hipotalamus dihasilkan dari berbagai macam pengaruh, termasuk efek dari
stres, latihan, dan diet dari pusat yang otak yang lebih tinggi, gonadotropin yang
dihasilkan dari pituitari, dan pengaliran hormon gonadal. Sekresi GnRH
berbentuk denyutan. Pola sekresi memerintahkan pelepasan siklus secara
bersamaan dari gonadotropin LH dan FSH dari pituitari. Frekuensi denyutan
ditunjukan bermacam-macam, dari sekali dalam sejam atau menjadi jarang seperti
sekali atau dua kali dalam 24 jam.4
1.4 Testis
Virilitas dan fertilitas dari pria nomal membutuhkan kolaborasi dari testis
eksokrin dan endokrin. Kedua unit tersebut berada dibawah kendali dari aksis
HPG. Kompartemen interstitial terdiri dari sel Leydig yang bertanggung jawab
untuk steroidogenesis. Tubulus seminiferus memiliki fungsi eksokrin dengan
spermatozoa sebagai produknya.4
- Testis endokrin
Produksi testosteron pada pria normal berkisar 5g/hari, dan sekresi terjadi
dalam cara yang basah, iregular dan pulsatil. Pada pria normal, 2% dari
testosteron tidak terikat atau bebas dan merupakan fraksi aktif secara
biologi. Sebagian sisanya berikatan dengan albumin atan sex hormone
binding globulin (SHBG) didalam darah. SHBG dapat juga berikatan
dengan estradiol didalam darah perifer, tetapi afinitas ikatan lebih rendah
daripada testosteron. Beberapa kondisi patologik dapat mengubah level
SHBG dan sebagai konsekuensinya mengubah jumlah testosteron yang
aktif yang tersedia untuk jaringan. Testosteron dimetabolisme menjadi 2
metabolit aktif utama di dalam jaringan target: 1) androgen utama
dihydrotestosteron (DHT) dari aksi dari 5-reduktase dan 2) estogen
estradiol melalui aksi dari aromatase. DHT merupakan androgen potensial
yang lebih besar daripada testosteron. Pada sebagian besar jaringan
perifer, reduksi testosteron menjadi DHT diperlukan untuk aksi dari
androgen, tetapi pada testis dan mungkin pada otot skeletal, konversi ke
DHT menjadi tidak penting untuk aktivitas hormonal.4
- Testis eksokrin
Tempat utama dari aksi FSH adalah sel Sertoli di dalam tubulus
seminiferus. Sebagai respon ikatan FSH, sel Sertoli distimulasi untuk
membuat inang dari produk sekret yang penting untuk pertumbuhan sel
germ, termasuk androgen yang terikat protein, transferin, laktat,
seruloplasmin, clusterin, aktivator plasminogen, prostaglandin dan
beberapa growth factor. Melalui aksi yang dimediasi FSH, pertumbuhan
dari tubulus seminiferus distimulasi selama perkembangan dan produksi
sperma diinisiasi selama pubertas. Pada dewasa, FSH diperlukan untuk
spermatogenesis normal.4
- Inhibin dan aktivin
Inhibin adalah sebuah protein 32-kDa berasal dari sel Sertoli yang
memiliki kekhususan untuk menghambat pelepasan FSH dari pituitari.
Didalam testis, produksi inhibin distimulasi oleh FSH dan bekerja dengan
cara feedback negatif pada pituitari atau hipotalamus. Aktivin, sebuah
hormon protein dengan struktur yang hampir sama secara homolog dengan
growth factor-, menunjukkapan penggunaannya untuk memacu efek pada
sekresi FSH.4
1.5 Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan sebuah proses komplek dimana secara
primitif, sel stem totipotent dibagi untuk memperbaharui diri mereka sendiri atau
pro uksi sel untuk menjadi spermatozoa. Proses ini terjadi didalam tubulus
seminiferus dari testis. Pada kenyataannya, 90% dari volume testis ditentukan
oleh tubulus seminiferus dan sel germinal pada berbagai tahapan perkembangan.4
a. Sel Sertoli
Tubulus seminiferus terkait dengan sel Sertoli yang beristirahat pada dasar
membran tubular dan meluas ke lumen dengan sitoplasma kompleks. Sel
Sertoli dihubungkan dengan tight junction, barier terkuat interselular di
dalam tubuh. Kompleks hubungan ini membagi rongga tubulus
seminiferus menjadi basal (dasar membran) dan bagian lumen. Pengaturan
anatomi ini membentuk dasar dari barier darah-testis, memungkinkan
spermatogenesis terjadi dalam sebuah tempat yang istimewa secara
imunologi.
Kepentingan dari efek perlindungan menjadi nyata apabila mengingat
spermatozoa diproduksi pada pubertas dan dapat menjadi benda asing bagi
sistem imun yang mengembangkan pengenalan sendiri selama tahun
pertama dari kehidupan. Sel sertoli berkerja seperti sel perawat bagi
spermatogenesis, memelihara sel germinal selama mereka berkembang.4
b. Sel Germinal
Didalam tubulus, sel germinal diatur dalam sebuah perintah berurutan dari
membran dasar ke lumen. Spermatogonia berjalan langsung pada
membran dasar, diikuti oleh spermatosit primer, spermatosit sekunder, dan
spermatid mengarah ke lumen. Secara keseluruhan, 13 tahap sel germinal
yang berbeda telah diidentifikasi pada manusia. Barier tight junction
menyokong spermatogoni dan spermatosit awal di dalam kompartemen
basal dan smua sel germinal lanjutan yang berada di dalam kompartemen
lumen.4
c. Siklus dan gelombang
Siklus dari spermatogenesis mengembangkan pembuahan dari sel stem
spermatogonial primitif menjadi sel germinal lanjutan. Durasi dari siklus
secara keseluruhan dari spermatogenik di dalam manusia adalah 74 hari.
Selama spermatogenesis, pengikut dari sel germinal pada titik yang sama
saat perkembangan terhubung oleh jembatan sitoplasmik dan melewati
proses secara bersama-sama. Terdapat pula organisasi spesifik dari
langkah-langkah siklus spermatogenik di dalam rongga tubulus,
dinamakan dengan gelombang spermatogenik. Pada manusia, hal ini
tampak seperti pengaturan sel spiral, dimana memungkinkan produksi
sperma merupakan suatu produksi yang berkelanjutan dan bukan
merupakan suatu proses pulsatil.4
2. Etiologi
Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan-kelainan yang
terdapat pada fase: (1) pre-testikuler yaitu kelaina pada rangsangan proses
spermatogenesis, (2) testikuler yaitu kelainan dalam proses spermatogenesis, (3)
pasca testikuler yaitu kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi
fertilisasi. Selain itu 40% penyebab infertilitas pria adalah idiopatik yaitu
infertilitas yang masih belum dapat diketahui penyebabnya. 1
Etiologi infertilitas pada pria, dijabarkan berikut ini : 1
1) Pre Testikuler
- Kelainan pada hipotalamus
- Defisiensi hormon gonadotropin yaitu LH, dan FSH
- Kelainan pada hipofisis
- Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi
- Hiperprolaktinemia
- Hemokromatosis
- Subtitusi/terapi hormon yang berlebihan
2) Testikuler
- Anomali kromosom, contohnya sindrom Klinefelter, sindrom XX Male,
sindrom XYY
- Anorkhismus bilateral
- Gonadotoksin : obat-obatan, radiasi
- Orkitis
- Trauma testis
- Penyakit sistemik : gagal ginjal, gagal hepar
- Kriptorkismus
- Varikokel
3) Pasca testikuler
- Gangguan transportasi sperma
- Kelainan bawaan: vesikula seminalis atau vas deferens tidak terbentuk
yaitu pada keadaan Congenital Bilateral Absent of the Vas Deferens
(CBAVD)
- Obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau vasektomi
- Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan ejakulasi (ejakulasi
retrograd)
- Kelainan fungsi dan motilitas sperma
- Kelainan bawaan ekor sperma
- Gangguan maturasi sperma
- Kelainan imunologik
- Infeksi
3.1 Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan mengenai riwayat seksual, riwayat penyakit
yang pernah diderita, dan riwayat reproduksi sang isteri.1,3
1. Riwayat seksual
Durasi dari hubungan seksual dengan dan tanpa kontrol kelahiran
Metode dari kontrol kelahiran
Teknik seksual : potensi, penggunaan lubrikan (beberapa merupakan
spermicidal)
Frekuensi dan waktu dari melakukan hubungan seksual
2. Riwayat penyakit dahulu
a) Developmental
- Sejarah kriptokidisme
- Usia saat pubertas
- Ginekomastia
- Abnormalitas kongenital dari traktus urinarius atau sistem saraf pusat
b) Pembedahan
- Orchidopexy
- Pembedahan pada pelvis, skrotal, inguinal, atau retroperitoneal
- Herniorrhaphy
- Sympathectomy
- Vasectomy
- Trauma pada skrotum
- Spinal cord injury
- Torsio testis
c) Medikal
- Infeksi urinarius
- Sexually transmitted diseases
- Orkitis yang disebabkan virus
- Penyakit ginjal
- Diabetes
- Radioterapi
- Penyakit demam terbaru
- Epididimitis
- Tuberkulosis atau penyakit kronis lainnya
- Anosmia
- Defek pada garis tengah tubuh
d) Obat-obatan
- Daftar lengkap semua pengobatan masa lalu dan sekarang. Obat-obatan
yang berhubungan dengan spermatogenesis, ereksi, dan ejakulasi
e) Pekerjaan dan kebiasaan
Hubungan dengan terpapar pada bahan kimia dan panas, mandi air
panas, mandi uap, radiasi, rokok, alkohol, dan steroid anabolik
f) Sejarah reproduksi sebelumnya
Termasuk kehamilan dan keturunan dengan pasangannya
3. Sejarah keluarga
- Hipogonadisme
- Kriptokidisme
- Congenital midline defects
- Cysctic fibrosis
4. Sejarah reproduksi pasangan
- Sejarah sebelumnya termasuk kehamilan dan keturunan dengan
pasangannya masing-masing
- Sejarah menstruasi
- Evaluasi infertilitas berdasarkan tanggal
Libido maupun potensi seksual yang lemah mengurangi kemampuan
sperma mengumpul di vagina, sedangkan penggunaan pelicin sewaktu senggama
dapat mengurangi motilitas sperma seperti pada pemakaian air ludah/saliva, dan
bahkan dapat membunuh sperma seperti pada pemakaian jeli KY. 1
Sejarah perkembangan dari pasien juga harus dieksplorasi lebih dalam.
Kriptokidisme unilateral akan mengurangi fertilias secara ringan, dan
kriptokidisme bilateral menghasilkan pengurangan yang signifikan pada fertilitas.
Penelitian dan bukti klinis menunjukkan waktu dari orkidopeksi tidak
menunjukkan efek pada abnormalitas spermatogenesis selama testis ditarik ke
bawah sebelum terjadinya pubertas. Riwayat dari tertundanya atau ketidakadaan
pubertas dihubungkan dengan sebuah endokrinopati atau abnormalitas reseptor
androgen.3
Tindakan pembedahan yang pernah dijalani masa lalu dapat pula
mempengaruhi sistem reproduksi, antara lain: herniorafi dapat merusak pembuluh
darah vas deferens, pembedahan pada pelvis dan rongga retroperitoneal dapat
mempengaruhi fungsi seksual. 1
Penyakit sistemik (kencing manis, gagal ginjal, gagal liver, anemia bulan
sabit, dan disfungsi tiroid) dapat menurunkan kualitas testis dan mengurangi
potensi seksual. Infeksi gonore atau tuberkulosis pada masa lalu menyebabkan
pembuntuan vas deferens, epididimis, maupun duktus ejakulatorius. Demikian
pula serangan parotitis akut (mump) yang diderita pada usia pubertas dapat
menyebabkan kerusakan testis. 1
Obesitas merupakan tampilan kardinal dari sindrom metabolik. Efek
merugikan yang disebabkan oleh obesitas pada infertilitas pria dapat terjadi
melalui beberapa mekanisme. Pertama, konversi perifer dari testosteron ke
estrogen pada jaringan adiposa perifer yang berlebihan dapat menybabkan
hipogonadisme sekunder melalui inhibisi aksis hipotalamus-pituitari-gonad.
Kedua, stres oksidasi pada tingkat lingkungan mikro dapat menyebabkan
penurunan dari spermatogenesis dan kerusakan sperma.
Ketiga, akumulasi dari lemak pada paha dan suprapubik dapat meningkatkan
temperatur scrotum khususnya pada laki-laki obesitas berat.5
Testis yang pernah mengalami torsio, trauma serta didapatkannya
varikokel atau kriptokirmus dapat mempengaruhi spermatogenesis. Di samping
itu torsio atau trauma pada testis dapat menyebabkan reaksi imunitas testis akibat
rusaknya blood testis barier. 1
Pemakaian obat-obatan nitrofurantoin, simetidin, kokain, nikotin, dan
marijuana dapat menurunkan kemampuan spermatogenesis. Pada pemakaian
steroid dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipogonadotropik
hipogonadisme yang menghambat spermatogenesis. 1
4. Terapi
a. Medikamentosa
Kelainan-kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara
medikamentosa adalah defisiensi hormon, reaksi imunologik, antibodi,
antisperma, infeksi, dan ejakulasi retrograd. 1
Pada hipogonadotropik-hipogonadismus (hipogonadismus sekunder) dapat
dicoba diberikan LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosteron;
kemudian diberikan hormon human chorionic gonadotropin atau hCG (misalkan
dengan Pregnyl atau Profasi). 1
Adanya antibodi antisperma yang didapatkan pada pemeriksaan
imunologik dapat dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Ejakulasi retrograd
dapat diberikan golongan adrenergik alfa atau trisiklik antidepresan (imipramin)
yang dapat menyebabkan kontraksi leher-leher buli pada saat emisi sperma pada
uretra posterior. 1
Tabel 3. Terapi Kortikosteroid
b. Pembedahan
Usaha pembedahan yang dilakukan ditujukan pada tempat kelainan
penyebab infertilitas, yaitu mungkin operasi pada organ pretestikuler, koreksi
terhadap penyebab kerusakan testis, dan koreksi saluran yang membuntu
penyaluran sperma. Tindakan itu bisa berupa: 1
1. Adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis
2. Varikokel yang dapat menyebabkan teradinya kerusakan pada
spermatogonium dilakukan operasi vasoligasi tinggi atau varikokelektomi.
3. Jika terdapat penyumbatan pada vas deferens karena infeksi atau setelah
menjalani vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau
vaso-vasostomi, sedangkan pada penyumbatan yang lebih proksimal yaitu
pada epididimis dilakukan penyambungan epididimo-vasostomi yaitu
penyambungan epididimis dengan vas deferens. Melalui teknik bedah
mikroskopik angka keberhasilan penyambungan vas deferens (yang
ditandai dengan terdapatnya sperma pada ejakulat) 80-90% sedangkan
angka keberhasilan fungsional (pasangan menjadi hamil) 50-60%.
4. Penyumbatan pada duktus ejakulatoriu
5. Penyumbatan pada duktus ejakulatorius dilakukan rekseksi transuretral.
Gambar 4. Transurethral resection of the ejaculatory ducts