Anda di halaman 1dari 99

BAB I

PENGENALAN ALAT

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 1


BAB I

PENGENALAN ALAT

1.1. Stereoskop Saku

Stereoskop adalah alat yang biasanya digunakan untuk melihat bentuk tiga
dimensi pasangan foto udara. Fungsinya adalah mengatur agar mata kiri hanya
melihat pasangn foto sebelah kiri dan mata kanan hanya melihat pasangan foto
sebelah kanan.
Salah satu jenis stereoskop yang paling sederhana adalah seteroskop saku.
Ukuran foto yang dapat dilihat bentuk tiga dimensinya terbatas sekitar 6 cm x 10 cm
stereoskop saku mempunyai lensa positif. Lensa-lensanya biasanya mempunyai
perbesaran 2,5 kali. Stereoskop ini memiliki kelemahan yang sama seperti pemakaian
mata telanjang, yaitu jarak antar titik yang berpasangan tak boleh melebihi panjang
basis mata (basis mata rata rata = 64 mm).
Stereoskop yang berukuran kecil , stereoskop ini terdiri dari lensa convex
yang sederhana, dan mempunyai faktor perbesaran yang cukup besar. Bagian
bagian dari stereoskop ini meliputi lensa cembung dan tiang penyangga. Kelebihan
stereoskop ini adalah harganya yang murah, praktis dapat dibawa kemana mana,
faktor perbesarannya cukup besar. Kekurangan dari stereoskop ini adalah daerah yang
bisa diamati sangat terbatas.

Stereoskop saku atau stereoskop lensa

Lebih murah daripada stereoskp cermin

Cukup kecil hingga dapat dimasukkan kedalam saku

Terdiri dari susunan lensa convex yang sederhana

Mempunyai faktor perbesaran yang cukup besar

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 2


Mudah dibawa ke lapangan

Daerah yang dpat dilihat secara stereoskopis sangat terbatas

Gambar Stereoskop Saku

1.2. Stereoskop Cermin

Stereoskop Cermin

Stereoskop cermin adalah stereoskop yang digunakan untuk melihat


foto udarabertampalan (berukuran lebih besar daripada stereoskop saku). Bagian-
bagian dari stereoskop cermin ini meliputi lensa cembung, sepasang prisma/cermin,

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 3


cermin perak, tiang penyangga, dan lensa binokuler. Kelebihan dari
stereoskop cerminini adalah dapat melakukan perbesaran dengan penambahan lensa
binokuler, daerah yang diamati lebih luas daripada stereoskop saku, dan dapat
menampakkan satu lembar foto udara secara penuh. Kekurangan stereoskop ini
adalah ukurannya yang besar sehingga tidak praktis (lebih sukar jika dibawa ke
lapangan), harga relatif mahal, dan jika ditambahkan dengan binokuler maka akan
memperkecil daerah yang diamati.

Stereoskop cermin menggunakan paduan prisma dan cermin untuk


memisahkan garis pengliatan dai tiap mata pengamat. Setereoskop cermin
mempunyai jarak antara dua sayap cermin yang jauh lebih besar dari pada jarak
pengamatan, sehingga pasangan foto udara yang berukuran 240 mm dapat diletakan
untuk di amati tanpa saling menutupi. Untuk menghasilkan penbesaran hingga empat
kali, dapat di gunakan binokuler pada lensa pengamatan tetapi cakupan daerah yang
di amati menjadi berkurang. Dengan menggunakan stereoskop cermin yang tanpa
atau dengan pembesaran kecil, penafsir dapat mengamati semua atau hampir semua
bagian yang stereoskopik dari pasangan foto udara 24 mm, tanpa memindah foto
udara atau stereoskopik. Stereoskop cermin pada umumnya dilengkapi dengan
paralaks meter untuk pengukuran paralaks.

Sketsa Stereoskop Cermin

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 4


1.3. Paralaks Bar

Paralaks bar (paralaks meter) berfungsi untuk mengukur beda paralaks pada suatu
obyek di foto udara. Pengukuran beda paralaks tersebut kemudian bisa menentukan
ukuran-ukuran dari obyek itu sendiri, meliputi panjang, lebar, luas, dan ketinggian.
Paralaks bar ini mempunyai ketelitian yang lebih teliti daripada menggunakan mistar
atau penggaris biasa.

Paralaks bar sendiri terdiri dari dari sebuah batang yang pada kedua ujungnya
terpasang masing-masing lensa, di kedua lensa tersebut terdapat tanda berupa titik,
silang atau lingkaran kecil yang disebut tanda apung (Floting mark) tanda di lensa
sebelah kiri disebut fixed mark, karena pada batang terdapat titik merah atau hita,
dimana jinggayang akan menggunakanya harus menentukan konstanta batang
paralaks dengan memilih salah satu titik tersebut. Bila telah ditetapkan titik merah,
maka selanjutnya lensa kiri ini tidak diubah-ubah lagi (fixed). Lensa sebelah kanan
memiliki tanda juga yang disebut half mark. Titik ini dapat digerakkan sesuai dengan
posisinya pada obyek yang dikehendaki dengan cara memutar-mutar skip
micrometer.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 5


Pembacaan dan pengukuran paralaks secara stereoskopik, dilakukan dengan
menggunakan batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua
keping kacayang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating mark).
Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat diatur panjangnya
yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer. Pengukuran dilakukan setelah foto
disetel di bawah pengamatan stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik
yang akan diukur paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada
titik yang akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan
dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada sekrup
mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 6


BAB II

FOTOGRAMETRI

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 7


BAB II

FOTOGRAMETRI

Pada Manual of Photogrametry edisi lama (dalam Sutanto, 1983) fogrametri


didefinisikan sebagai ilmu atau seni untuk memperoleh ukuran terpercaya dengan
menggunakan foto. Definisi fogrametri diperluas lagi maka pada tahun 1975 The
American Sociaty of Photogrammetri mendefinisikan fotogrametri adalah seni, ilmu,
dan teknologi untuk memperoleh informasi terpercaya tentang objek fisik dan
lingkungan dengan melalui proses perekaman, pengukuran, dan interpretasi citra pada
foto dan pola radiasi elektromagnetik serta gejala lain. Sedangkan pada fotogrametri
analitik dilakukan penghitungan matematik untuk pengukuran peta pada foto atau
citra lainnya sebagai bahan masukan.
Kegiatan dalam fotogrametri berupa pengukuran dan pembuatan peta berdasarkan
foto udara. Berdasarkan hal yang diukur berupa objek objek yang tergambar pada
foto udara, perlu pula pengenalan objek objek tersebut. Mengingat dalam
fotogrametri juga dipelajari pengenalan objek yang lazimnya termasuk bidang
interpretasi foto udara. Antara pengukuran dan pengenalan objek, pengukuranlah
yang menjadi tujuan utamanya.
Fotogrametri diperlukan dalam interpretasi foto udara untuk kuantitatif
perwujudan medan dalam aspek jarak, luas, lereng, tinggi, dan volume. Lebih dari itu
fotogrametri diperlukan untuk menyusun peta hasil interpretasi foto udara sehingga
tiap objek dapat diletakkan pada lokasi yang benar.
Dalam melaksanakan praktek fotogrametri digunakan pendekatan-pendekatan,
sebagai berikut :

- Kemiringan Lereng
Lereng adalah Kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila
beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar sehingga

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 8


akan diperoleh besarnya kelerengan (clope). Bentuk Lereng tergantung pada proses
erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan parametertopografi
yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relative,
dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan
kritis. Bila dimana suatu lahan yang lahan dapat merusak lahan secara fisik, kimia,
dan biologi ,sehingga akan membahayakan hidrologi produksi pertanian dan
pemukiman. Salah satunya dengan menbuat Peta Kemiringan Lereng (Peta Kelas
Lereng). Dengan pendekatan rumus Went-Worth yaitu pada peta topografi yang
menjaadi dasar pembuatan peta kemiringan lereng dengan dibuat grid atau jaring-
jaring berukuran 1 cm kemudian masing-masing bujur sangkarrr dibuat garis
horizontal. Suatu daerah dapat diukur ketinggiannya atau dapat diklasifikasikan
kemiringan lerengnya dengan melihat jumlah garis yang terpotong dalam grid-grid
yang telah dibuat. Kemudian hasilnya dihitung dan dapat di masukkan kedalam
aturan hasil perhitungan kemiringan lereng. Sehingga dapat diperoleh hasil
mengenai pengklasifikasian kemiringan lereng pada suatu daerah. Lereng adalah
kenampakan permukaan alam disebabkan karena beda tinggi. Kemiringan lereng
adalah perbandingan antara jarak lurus mendatar dengan beda tinggi suatu tempat.
- Bentuk Lahan
Hasil pengerjaan dan proses utama pada lapisan utama kerak bumi akan
meninggalkan kenampakan bentuk lahan tertentu disetiap roman muka bumi ini .
Kedua proses ini adalah proses endogen (berasal dari dalam) dan proses eksogen
(berasal dari luar). Perbedaan intensitas , kecepatan jenis dan lamanya salah satu
atau kedua proses tersebut yang bekerja pada suatu daerah menyebabkan
kenmapakan bentuk lahan disuatu daerah dengan daerah lain umumnya berbeda.
Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya ), bentuk lahan dapat
dibedakan menjadi :
Bentuk asal struktural
Bentuk asal vulkanik
Bentuk asal fluvial

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 9


Bnetuk asal marine
Bnetuk asal pelarutan karst
Bnetuk asal Aeolen / Glasial
Bentuk asal denudasional

BENTUK LAHAN ASAL STRUKTURAL


Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses
tektonik, yang berupa pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Gaya
(tektonik) ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir
semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh control struktural. Pada
awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan cekung, dan
structural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan structural
masih dapat dikenali, jika penyebaran structural geologinya dapat
dicerminkan dari penyebaran reliefnya.
BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK
Volkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan
magma yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi
berbagai bentuk lahan yang secara umum disebut bentuk lahan
vulkanik.Umumnya suatu bentuk lahan volkanik pada suatu wilayah
kompleks gunung api lebih ditekankan pada aspek yang menyangkut aktifitas
kegunungapian, seperti : kepundan, kerucut semburan, medan-medan lahar,
dan sebagainya. Tetapi ada juga beberapa bentukan yang berada terpisah dari
kompleks gunung api misalnya dikes, slock, dan sebagainya.
BENTUK LAHAN ASAL FLUVIAL
Bentukan asal fluvial berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan
yang berupa pengikisan, pengangkutan, dan jenis buangan pada daerah
dataran rendah seperi lembah, ledok, dan dataran alluvial. Proses penimbunan
bersifat meratakan pada daerah-daerah ledok, sehingga umumnya bentuk

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 10


lahan asal fluvial mempunyai relief yang rata atau datar. Material penyusun
satuan betuk lahan fluvial berupa hasil rombakan dan daerah perbukitan
denudasional disekitarnya, berukuran halus sampai kasar, yang lazim disebut
sebagai alluvial. Karena umumnya reliefnya datar dan litologi alluvial, maka
kenampakan suatu bentuk lahan fluvial lebih ditekankan pada genesis yang
berkaitan dengan kegiatan utama sungai yakni erosi, pengangkutan, dan
penimbunan.
BENTUK LAHAN ASAL MARINE
Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-surut, dan
pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas
marine berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai.
Pengaruh marine dapat mencapai puluhan kilometer kearah darat, tetapi
terkadang hanya beberapa ratus meter saja. Sejauh mana efektifitas proses
abrasi, sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung
dari kondisi pesisirnya. Proses lain yang sering mempengaruhi kawasan
pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa lalu, berupa gunung api, perubahan
muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi penyusun.
BENTUK LAHAN ASAL PELARUTAN (KARST)
Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada batuan yang mudah
larut. Menurut Jennings (1971), karst adalah suatu kawasan yang mempunyai
karekteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan keterlarutan
batuannya yang tinggi. Dengan demikian Karst tidak selalu pada
Batugamping, meskipun hampir semua topografi karst tersusu oleh
batugamping.
BENTUK LAHAN ASAL GLASIAL
Bentukan ini tidak berkembang di Indonesia yangb beriklim tropis ini, kecuali
sedikit di Puncak Gunung Jaya Wijaya, Irian. Bentuk lahan asal glacial
dihasilkan oleh aktifitas es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 11


BENTUK LAHAN ASAL AEOLEAN (ANGIN)
Gerakan udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan berbeda
dari bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan,
pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin
secara umum dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapan debu (LOESS).

Medan aeolean dapat terbentuk jika memenuhi syarat-syarat:


Tersedia material berukuran pasir halus-halus sampai debu dalam jumlah
banyak
Adanya periode kering yang panjang disertai angin yang mampu
mengangkut dan mengendapkan bahan tersebut.
Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi atau obyek lainnya.
BENTUK LAHAN ASAL DENUDASIONAL
Proses denudasional (penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses
pelapukan gerakan tanah erosi dan kemudian diakhiri proses pengendapan.
Semua proses pada batuan baik secara fisik maupun kimia dan biologi
sehingga batuan menjadi desintegrasi dan dekomposisi. Batuan yang lapuk
menjadi soil yang berupa fragmen, kemudian oleh aktifitas erosi soil dan
abrasi, tersangkut ke daerah yang lebih landai menuju lereng yang kemudian
terendapkan. Pada bentuk lahan asal denudasional, maka parameter
utamanya adalah erosi atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis
batuannya, vegetasi, dan relief.
- Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan bentuk campur tangan manusia terhadap
lahan untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan hidupnya .Meskipun faktor campur
tangan manusia relatif kuat, tetapi di dearah (misalnya di Indonesia) terdapat
kecenderungan bahwa manusia menyesuaikan diri dengan kondisi lahannya.
Topografi (relief) , ketersediaan air, dan sifat-sifat tanah merupakan faktor dominan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 12


yang mendorong manusia cenderung beradaptasi dengan mengembangkan bentuk
penggunaan lahan yang lebih sesuai.
Faktor-faktor tersebut diatas biasanya berkaitan dengan ekspresi medan
yang tampak lebih jelas pada citra. Medan dapat diartikan sama dengan lahan,
sehingga satuan medan biasanya sudah memuat informasi mengenai penggunaan
lahan.
Dengan melihat kaitan ekologis antara bentuk penggunaan lahan dan faktor-
faktor tersebut, maka interpretasi citra untuk pemetaan penggunaan lahan dapat
menggunakan analisis medan.
Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses
interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra
penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang
sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan para ahli berpendapat penggunaan lahan
yaitu segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap maupun berpindah
pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang
secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik
material maupun spiritual, ataupun kedua duanya.
Pengelompokan objek-objek ke dalam klas-klas berdasarkan persamaan dalam
sifatnya, atau kaitan antara objek-objek tersebut disebut dengan klasifikasi.
Klasifikasi adalah penetapan objek - objek kenampakan atau unit - unit menjadi
kumpulan - kumpulan di dalam suatu sistem pengelompokan yang dibedakan
berdasarkan sifat - sifat yang khusus berdasarkan kandungan isinya. Klasifikasi
penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi apabila
data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan
klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 13


BAB III

PETA TOPOGRAFI

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 14


BAB III

PETA TOPOGRAFI

3.1. Pola Aliran

Dalam interpretasi pola aliran dapat mudah dilakukan dengan pemanfaatan data
penginderaan jauh baik citra foto ataupun non foto sangat terlebih lagi apabila data
penginderaan jauh yang stereoskopis (foto udara) dengan menampakkan 3
dimensional, sehingga hasil yang didapatkan akan maksimal. Citra satelit yang paling
baik digunakan untuk mengetahui pola aliran adalah citra radar (ifsar) yang
menghasilkan kenampakan tiga dimensi yang paling baik. Pola aliran mempunyai
berbagai jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel, radial, trelis, rectangular,
centripetal, angular dan multibasinal.
Gambar 3. merupakan jenis-jenis pola aliran sungai dalam DAS.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 15


Pola Aliran Sungai
1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah
dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak
terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan
horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.
2. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara
alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini
berkembang pada daerah rekahan dan patahan.
3. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada
sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut.
Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal,
isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-
sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat
atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan
resisten.
5. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek
yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah
glacial bagian bawah.
6. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik.
Berkembang pada vulkan atau dome.
7. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.
Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.
8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut
hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara
lunak dan keras.
9. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai
membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada
bukit yang lerengnya terjal.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 16


10. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama,
melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst. Tabel
l merupakan pola pengaliran dengan karaktersitiknya.

Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk sungai dan


jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif serta
lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya pensesaran, pengangkatan
(perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol
struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif.
Sedangkan batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang
memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi. Tabel 2.
merupakan tabel kontrol struktur terhadap bentuk sungai

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 17


Pola Pengaliran dan Karakteristiknya (van Zuidam, 1985)

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 18


Pola Aliran Sungai
Perbedaan pola aliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat
ditentukan oleh perbedaan kemiringan, topografi, struktur dan litologi batuan
dasarnya. Beberapa pola aliran sungai yang sering dijumpai adalah
1.Dendritik
2.Radial Sentrifugal
3.Rectangular
4.Trellis
5.Radial Sentripetal
6.Annular
7.Pararel
8. Pinnate
Dendritik, Berbentuk seperti cabang batang pohon. Berada di daerah datar dengan
struktur batuan homogen.
Radial Sentrifugal, Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunung api
Rectangular, Pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh
struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai
rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar
dan patahan.
Trelllis, Aliran sungai yang anak sungainya hampir sejajar dengan sungai induknya,
biasanya berada di wilayah patahan.
Sentripetal, Aliran yang berlawanan dengan pola radial, di mana aliran sungainya
mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi).
Annular, Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar
secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali
bersatu.
Pararel, Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh
lereng yang curam/terjal.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 19


Pinnate, Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk
sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada bukit yang
lerengnya terjal.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 20


Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola
pengaliran tertentu di antara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan
pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola
pengaliran sungai dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya.

Bentuk atau pola berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur
geologi bawah permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika air
permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap
erosi.

Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan


pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 21


cabang-cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya
perbedaan pola pengaliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat
ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan
dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut :

1. Pola Aliran Dendritik

Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi
batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai
yang dikontrol oleh jenis batuannya.

Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten
terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada
batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang).

Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa
demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat
berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten
cenderung akan lebih mudah dierosi membentuk alur-alur sungai.

Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak resisten
akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan
sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.
2. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi.
Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 22


laccolith. Pada bentang alam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan
kombinasi dari pola radial dan annular.
3. Pola Aliran Rectangular

Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap


erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah
dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi
sehingga memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar
membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti
sistem kekar. Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya
terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan
terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang
sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang
dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar
(patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola
dari struktur kekar dan patahan.

4. Pola Aliran Trellis

Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar
yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai
yang mengalir lurus di sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari
lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya
membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis
adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur
geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-
saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus
dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah searah dengan sumbu lipatan.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 23


5. Pola Aliran Sentripetal

Pola aliran sentripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial, di
mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola
aliran sentripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan
barat laut Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan,
di mana pada musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin
kering. Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.

6. Pola Aliran Annular

Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara
radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu. Pola
aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.

7. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)

Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang
curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran
sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang
sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng
dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel kadangkala
mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan
dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi
antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 24


3.2. Stadia Geomorfologi

Stadia geomorfologis merupakan perwajahan permukaan bumi yang


disebabkan oleh pengaruh tenaga eksogen. Stadia merupakan penggambaran umur
relatif bentuk lahan tertentu yang dinyatakan dengan sebutan muda, dewasa, tua atau
variasinya seperti muda awal, muda penuh, dewasa awal, dewasa akhir.
Stadia suatu bentuk lahan dapat menjadi ukuran intensitas pengaruh tenaga
perusak terhadap permukaan bumi ditempat itu. Pada stadia muda masih terlihat
karakteristik asli bentuk lahan di suatu tempat, belum banyak mengalami proses
perubahan.
Contoh penerapan konsep stadia ini akan dipaparkan pada bentuk lahan asal proses
fluvial berikut ini:
a.Stadia muda
Berdasarkan prosesnya, bentuk lahan ini belum banyak dipengaruhi faktor
perusak, kenampakanya masih asli. Struktur asli bentuk lahan ini masih jelas terlihat.
Karakteristiknya adalah: sistem aliran (streams) sedikit, gradient tinggi;
mempunyai igir-igir pemisah yang lebar dan tinggi; dinding lembah terjal dan irisan
melintang berbentuk huruf V; sepanjang aliran terdapat air terjun; dan aktivitas erosi
sebagian besar vertikal.
b. Stadia Dewasa
Struktur asli bentuk lahan ini sudah mulai tidak nampak, sebagai akibat faktor
perusak yang bekerja lebih intensif. Karakteristik stadia dewasa ini adalah: sistem
aliran makin banyak, kadang-kadang aliran induk (main streams) sudah menunjukkan
stadia tua yang ditandai oleh genangan di beberapa tempat; air terjun rendah; dan
lembah melandai menyerupai huruf U sebagai akibat erosi lateral.
c. Stadia Tua
Pada stadia ini pengaruh tenaga eksogen sangat kuat, sehingga kadang-kadang
struktur asli telah hilang. Karakteristiknya adalah: semua aliran rata; aliran sangat
lambat sehingga daya angkut material kecil; ditemukan meander, danau tapal kuda

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 25


(oxbox lake), rawa belakang; igir pemisah hilang atau kalau ada rendah dan sempit
karena erosi lateral; kadang-kadang dijumpai bukit-bukit sisa terpisah kalau
batuannya resisten.
Bentuk lahan yang mempunyai stadia tua kadang-kadang dapat mengalami
peremajaan (rejuvenation) sebagai akibat pengaruh tenaga endogen yang bersifat
membangun. Misalnya diastrofisme yang menyebabkan pengangkatan daerah
tersebut atau penurunan dasar lembah. Selain itu dapat juga disebabkan oleh
perubahan iklim yang ekstrem.
Peremajaan ini dapat menghasilkan satuan-satuan bentuk lahan yang
karakteristik seperti: lembah menggantung (hanging valley); teras-teras;
pengangkatan dataran nyaris ( up liff peneplain).

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 26


3.4. Satuan Bentuk Asal Lahan

Penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan


menganalisis informasi tentang bumi. Informasi itu berbentuk radiasi elektromagnetik
yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi (Lindgren, 1985).

Menurut Liliesand dan Kiefer (1990), penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data
yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau
fenomena yang dikaji. Karena tanpa kontak langsung, diperlukan media supaya
obyek atau gejala tersebut dapat diamati dan didekati oleh si penafsir. Media ini
berupa citra (image, atau gambar). Citra dapat diperoleh melalui perekaman
fotografis, yaitu pemotretan dengan kamera; dan dapat pula diperoleh melalui
perekaman nono-fotografis, misalnya dengan pemindai atau penyiam (scanner).
Perekaman fotografis menghasilkan foto udara, sedangkan perekaman lain
menghasilkan citra non-foto. Citra foto udara selalu berupa gambar tercetak yang
diproduksi dari master rekaman yang berupa film. Citra non-foto biasanya terekam
secara digital dalam format asli, dan memerlukan computer untuk interpretasinya.

Interpretasi foto dapat didefinisikan sebagai: "tindakan memeriksa gambar foto untuk
tujuan mengidentifikasi objek dan menilai signifikansi mereka" (Colwell, 1997).

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 27


Pengertian Interpretasi Citra

Menurut Este dan Simonett (1975), interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji
foto udara atau citra dengan maksud untuk megidentifikasi obyek dan menilai arti
pentingnya obyek tersebut.

Interpretasi ini meliputi :

1. Deteksi

2. Identifikasi

3. Delineasi

4. Analisis

5. Sintesis

6. Klasifikasi

Dari keenam hal tersebut ada tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam proses
interpretasi citra, yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi citra merupakan
pengamatan tentang adanya suatu objek, misalkan pendeteksian objek di sebuah
daerah dekat perairan. Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan
objek yang telah dideteksi dengan menggunkan keterangan yang cukup, misalnya
mengidentifikasikan suatu objek berbentuk kotak sebagai tambak di sekitar perairan
karena objek tersebut dekat dengan laut. Sedangkan analisis merupakan
pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti penambahan
informasi bahwa tambak tersebut merupakan tambak udang dan diklasifikasikan
sebagai daerah pertambakan udang.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 28


Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi,
2001). Interpretasi secara manual merupakan interpretasi data penginderaan jauh
yang didasarkan pada pengenalan ciri atau karakteristik objek secara keruangan.
Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk,
ukuran, pola, bayangan, ronaatau warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi
bukti. Interpretasi secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral
yang disajikan pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel
berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam
pengklasifikasian citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk
mengkategorikan secara otomatis setiap pixel yang mempunyai informasi spektral
yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial
dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan
(spasial) tertentu.

Unsur dasar interpretasi citra

Dalam melakukan kegiatan interpretasi citra, ada beberapa unsur yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan deteksi, identifikasi untuk mengenali sebuah
obyek. Unsur-unsur tersebut jika disusun secara hirarki menurut tingkat kesulitan
interpretasi akan terlihat seperti pada gambar di bawah ini :

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 29


Bentuk Lahan

Struktur geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul (genesa) dari


bentuklahan. Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau
pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik
terendah dan kemiringan lereng. Relief atau kesan topografi memberikan informasi
tentang konfigurasi permukaan bentuklahan yang ditentukan oleh keadaan
morfometriknya. Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik batuan serta
mineral penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan (Zmit,
2013).

Bentuklahan adalah suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami yang
memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat tertentu
yang terjadi dimanapun bentuklahan tersebut terdapat. Berdasarkan klasifikasi yang
dikemukaan oleh Van Zuidam (1969) dan Verstappen maka bentuk muka bumi dapat
diklasifikasikan menjadi 8 satuan bentuklahan utama (geomorfologi), yang dapat
masing-masing dirinci lagi berdasarkan skala peta yang digunakan. Adapun satuan
bentuk lahan tersebut adalah sebagai berikut (Zmit, 2013).

Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya), bentuk lahan dapat dibedakan
menjadi :

Bentuk asal struktural

Bentuk asal vulkanik

Bentuk asal fluvial

Bentuk asal marine

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 30


Bentuk asal pelarutan karst

Bentuk asal Aeolen / Glasial

Bentuk asal denudasional

Bentuk Lahan Struktural

bentuk lahan asal structural tersusun dari seseri lapisan, baik yang telah
terusik oleh suatu tekanan maupun yang belum terusik. terbentuk karena
adanya proses endogen berupa tektonisme atau diastropisme . proses ini
meliputi pengangkatan, penurunan dan pelipatankerak bumi sehingga
terbentuk strujtur geologi lipatan dan patahAn. selain itu terdapat struktur
horizontal yang merupakan struktur asli sebelum mengalami perubahan.
dari struktur pokok tersebut dapat dirinci menjadi berbagai bentuk
berdasarkan sikap lapisan batuan dan kemiringannya.

ciri-ciri bentuk lahan asal structural

dip dan strike batuan resisten-non resisten jelas

horizon kunci jelas

adanya sesar, kekar, pecahan,:gawai sesar, sesar bertingkat

adanya materi interusif: dike, kubah granitic

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 31


a. Perbukitan Struktural

Relief : Perbukitan

Batuan/ Struktur : Berlapis, Cekung, Cembung, Miring

Proses : Endapan purba, Erosi, Longsor

Karakteristik : Perbukitan dgn pola memanjang, igir sejajar, sering


terdenudasi

b. Patahan (Fault)

Relief : Perbukitan

Batuan/ Struktur : Patahan

Proses : Tektonik

Karakteristik : Terdapat kelurusan bidang goresan, jalur mataair, jalur


vegetasi

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 32


Bentuk Lahan Volkanik

Bentuklahan vulkanik secara sederhana dibagi menjadi 2, yaitu


bentuk-bentuk eksplosif (krater letusan, ash dan cinder cone) dan bentuk-
bentuk effusif (aliran lava/lidah lava, bocca, plateau lava, aliran lahar dan
lainnya) yang membentuk bentangan tertentu dengan distribusi di sekitar
kepundan, lereng bahkan kadang sampai kaki lereng. Struktur vulkanik
yang besar biasanya ditandai oleh erupsi yang eksplosif dan effusif, yang
dalam hal ini terbentuk volkanostrato. Erupsi yang besar mungkin sekali
akan merusak dan membentuk kaldera yang besar. Kekomplekkan terrain
vulkanik akan terbentuk bila proses-proses yang non-vulkanik
berinteraksi dengan vulkanisme. Proses patahan yang aktif akan
menghasilkan erupsi linier dan depresi volkano-tektonik. Satuan
bentuklahan vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi satuan-satuan
yang lebih kecil, dan sebagai contoh penyimbulannya antara lain : satuan
kepundan (VK), satuan kerucut parasiter (VKp), satuan lereng vulkan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 33


(VL), satuan kakilereng gunungapi (VLk) dan satuan dataran fluvial
gunungapi (VDk).

Proses erosi vertikal yang kuat pada bagian hulu akibat aliran lava/lahar
dan curah hujan yang tinggi membentuk lembah-lembah sungai yang
curam dan rapat serta dibatasi oleh igir-igir yang runcing dengan pola
mengikuti aliran sungai-sungainya. Proses erosi dan denudasional yang
bekerjasama menyebabkan terbentuknya relief yang kasar dan topografi
yang tinggi dengan kemiringan lereng yang curam pada bagian lereng
atas, kemudian terdapat tekuk lereng (break of slope) yang mencirikan
munculnya mataair membentuk sabuk mataair(spring belt).

Pola aliran sungai terbentuk akibat proses geomorfologi yang bekerja


pada batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola yang relatif annular
sentrifugal dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar, kemudian
bertemu pada tekuk lereng pertama. Beberapa sungai bertemu kembali
pada tekuk lereng kedua, dan seterusnya. Kerapatan aliran umumnya
tinggi pada lereng atas dan tengah, yang semakin menurun kerapatannya
ke arah lereng bawah dan kaki lereng.

Pola-pola kelurusan yang ada umumnya berupa igir-igir curam di kanan-


kiri sungai, pola kelurusan kontur yang melingkar serta break of slope
yang berasosiasi dengan spring belt. Vegetasi umumnya rapat berupa
hutan lindung di bagian atas, hutan penyangga di tengah dan akhirnya
menjadi lahan budidaya pertanian di bagian kaki lereng sampai dataran
fluvialnya. Permukiman dapat dijumpai mulai pada lereng tengah dengan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 34


kerapatan jarang ke arah bawah yang mempunyai kerapatan semakin
padat.

Bentuk Lahan Dataran Fluvial

a. Dataran Banjir

Relief : Datar

Batuan/ Struktur : Berlapis, tidak kompak

Proses : sedimentasi

Karakteristik : relief datar, terbentuk dari proses fluvial

b. Tanggul Sungai

Relief : Berombak

Batuan/ Struktur : Berlapis, tidak kompak

Proses : Sedimentasi, Erosi

Karakteristik : Relief datar-berombak, pola memanjang sungai

c. Teras Depositional

Relief : Datar

Batuan/ Struktur : Berlapis, tidak kompak

Proses : Sedimentasi, Erosi

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 35


Karakteristik : Relief datar, membentuk teras di sisi sungai karena erosi
dan sedimentasi

Bentuk lahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang


terjadi akibat adanya proses aliran baik yang berupa aliran sungai
maupun yang tidak terkonsetrasi yang berupa limpasan permukaan.
Akibat adanya aliran air tersebut maka akan terjadi mekanisme proses
erosi, transportasi, dan sedimentasi. Proses erosi yang disebabkan oleh
aliran air diawali dengan adanya proses pelapukan, baik pelapukan fisis,
khemis maupun organis akan terpencarkan oleh tetesan air hujan,
selanjutnya akan terangkut oleh aliran permukaan dan aliran sungai.

Pengangkutan sedimen dalam bentuk : muatan dasar, muatan suspensi,


muatan terlarut, dan muatan yang mengapung. Pada muatan dasar
sedimen berpindah secara bergulling (rolling), bergeser (shifting), dan
melompat (saltation), sedangkan pada muatan suspensi sedimen bergerak
secara melayang-layang pada aliran sungai. Pada aliran yang relatif

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 36


cepat, sebagian muatan dasar dapat menjadi muatan suspensi., sedangkan
aliran lambat sebagian muatan suspensi menjadi muatan dasar. Muatan
dasar akan mengalami sedimentasi, jika aliran air sudah tidak mampu
mengangkutnya lagi. Demikian juga muatan suspensi, akan menjadi
muatan dasar jika kecepatan aliran, dan selanjutnya akan mengalami
sedimentasi. Muatan yang mengapung akan terangkut terus hingga
tenaga aliran sudah tidak mampu untuk mengangkutnya lagi. Mekanisme
pengangkutan muatan sedimen (muatan dasar, muatan sedimentasi, dan
muatan terlarut).

Aliran sungai akan mengangkut material dari bagian hulu menuju bagian
hilir. Dalam proses pengangkutan sedimen, kemampuan aliran air dalam
mengangkut sedimen (stream competention) akan berkurang, hal tersebut
ditentukan oleh: berkurangnya debit aliran, kemiringan dasar sungai
semakin kecil, terjadi penambahan sedimen yang terangkut, dan aliran air
sungai semakin melebar. Struktur sedimen dapat dipengaruhi oleh aliran
air, kecepatan aliran, banyaknya material sedimen yang terangkut.
Struktur sedimen yang dihasilkan dapat berupa struktur horizontal,
silangsiur, struktur delta. Permukaan sedimen dapat berombak, dengan
berbagai macam bentuk. Secara vertikal sedimen dapat memilikisebaran
butir, gradasi sangat baik, gradasi baik, gradasi sedang, gradasi buruk,
dan tidak bergradasi. Secara memanjang sungai sebaran sedimen dapat
terjadi sortasi, dengan kriteriasortasi sangat baik, baik, sedang, buruk,
dan tidak ada sortasi.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 37


Bentuk Lahan Solusional (Karst)

a. Kubah Kars

Relief : Perbukitan

Batuan/ Struktur : Gamping

Proses : Solusional, erosi

Karakteristik : Perbukitan berbatuan gamping, sering dipisahkan relief


dataran atau berombak

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 38


Karst adalah sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umumnya
dicirikan dengan adanyadepresi tertutup ( closed depression ),drainase
permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan,
kebanyakan batu gamping.

Karakteristik karst

Ciri-ciri daerah karst antara lain:

Daerahnya berupa cekungan-cekungan.

Terdapat bukit-bukit kecil.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 39


Sungai-sungai yang nampak dipermukaan hilang dan terputus ke
dalam tanah.

Adanya sungai-sungai di bawah permukaan tanah

Adanya endapan sedimen lempung berwama merah hasil dari


pelapukan batugamping.

Permukaan yang terbuka nampak kasar,

Bentuk Lahan Marine

Bentuk Lahan asal marin merupakan bentuk lahan yang terdapat di


sepanjang pantai. Proses perkembangan daerah pantai itu sendiri sangat
dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal laut maka akan
semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan
semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang
alam di daerah pantai.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 40


Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 41
Bentuk Lahan Asal Glasial

Bentukan ini tidak berkembang di Indonesia yang beriklim tropis ini, kecuali sedikit
di Puncak Gunung Jaya Wijaya, Irian. Bentuk lahan asal glacial dihasilkan oleh
aktifitas es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam.

Bentuk Lahan Asal Aeolean (Angin)

Gerakan udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan berbeda dari
bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan, pengangkatan,
dan pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin secara umum dibedakan
menjadi gumuk pasir dan endapan debu (LOESS).

Bentuk Lahan Asal Denudasional

Proses denudasional (penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses pelapukan


gerakan tanah erosi dan kemudian diakhiri proses pengendapan. Semua proses pada
batuan baik secara fisik maupun kimia dan biologi sehingga batuan menjadi
desintegrasi dan dekomposisi. Batuan yang lapuk menjadi soil yang berupa fragmen,
kemudian oleh aktifitas erosi soil dan abrasi, tersangkut ke daerah yang lebih landai
menuju lereng yang kemudian terendapkan. Pada bentuk lahan asal denudasional,
maka parameter utamanya adalah erosi atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh :
jenis batuannya, vegetasi, dan relief.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 42


Klasifikasi Bentuk Lahan

Bentukan Denudasional (D) Bentukan struktural (S)

D1 Perbukitan terkikis S1 Blok sesar

D2 Pegunungan terkikis S2 Gawir sesar

D3 Bukit sisa S3 Pegunungan antiklinal

D4 Bukit terisolasi S4 Perbukitan antiklinal

D5 Dataran nyaris S5 Perbukitan sinklinal

D6 Dataran nyaris yang terangkat S6 Pegunungan sinklinal

D7 Lereng kaki S7 Perbukitan sinklinal

D8 Pedimen (Permukaan transportasi) S8 Pegunungan monoklinal

D9 Pidmony (Disected D7) S9 Perbukitan monoklinal

D10 Gawir (Lereng terjal) S10 Pegunungan dome

D11 Kipas rombakan lereng S11 Perbukitan Dome

D12 Daerah dengan gmb lebih kuat S12 Dataran tinggi

D13 Lahan rusak S13 Cuesta

S14 Hogback

S15 Flat iron

S16 Lembah antiklinal

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 43


S17 Lembah sinklinal

S18 Lembah subsekwen

S19 Sembul (Horst)

S20 Graben

S21 Perbukitan lipatan kompleks

Bentukan Volkanik (V) Bentukan Fluvial (F)

V1 Kepunden F1 Dataran aluvium

V2 Kerucut vulkan F2 Dasar sungai

V3 Lereng atas vulkan F3 Danau

V4 Lereng tengah vulkan F4 Rawa

V5 Lereng bawah vulkan F5 Rawa Belakang

V6 Kaki vulkan F6 Sungai mati

V7 Dataran kaki vulkan F7 Dataran banjir

V8 Dataran fluvial vulkan F8 Tanggul alam

V9 Padang lava F9 Ledok fluvial

V10 Padang lahar F10 Bekas dasar danau

V11 Lelehan lava F11 Hamparan celah

V12 Aliran lava F12 Gosong lengkung dalam

V13 Dataran antar vulkan F13 Gosong sungai

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 44


V14 Dataran tinggi vulkan F14 Teras fluvial

V15 Planezes F15 Kipas alluvium aktif

V16 Padang abu, tuff, atau lapili F16 Kipas alluvium tidak aktif

V17 Solfatar F17 Delta

V18 Fumarol F18 Igir delta

V19 Bukit vulkaan terdenidasi F19 Ledok delta

V20 Leher vulkan F20 Pantai delta

V21 Sumbat vulkan F21 Batuan delta

V22 Kerucut parasiter

V23 Boka

V24 Dike

V25 Baranko

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 45


Bentukan Karst (K)

K1 Dataran tinggi karst

K2 Lereng dan perbukitan karst terkikis

K3 Kubah karst

K4 Bukit sisa batu gamping terisolasi

K5 Dataran alluvial karst

K6 Uvala, dolin

K7 Polje

K8 Lembah kering

K9 Ngarai karst

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 46


Spesifikasi penamaan dan warna dasar bentuk lahan

No. Kode Nama Bentuk Lahan Indonesia

Bentuk asal Marine (M) warna dasar Biru

1. M1 Rataan oleh abrasi gelombang laut

2. M2 Zona tebing pantai curam berbatu

3. M3 Zona gisisk pantai

4. M4 Gugusan beting pantai, gumuk pasir

5. M5 Ledokan antar beting gisik

6. M6 Gumuk gumuk pasir aktif

7. M7 Gumuk gumuk pasir tidak aktif

8 M8 Rataan lumpur pasang surut tak bervegetasi

9. M9 Rataan pasang surut bervegetasi

10. M10 Dataran aluvial pantai terendah untuk tambak

11. M11 Dataran aluvial pantai terendah untuk sawah

12. M12 Teras marin abrasi/ Teras marin pengangkatan

13. M13 Teras teras marin/ Rataan marin terangkat

14. M14 Karang atol

15. M15 Karang

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 47


16. M16 Rataan karang

17. M17 Karang terangkat

18. M18 Terumbu karang dengan rataan pasir koral

19. M19 Laguna

Bentukan asal Fluvial Origin (F) warna dasar Hijau

20. F1 Dasar sungai

21. F2 Danau, rawa-rawa, rawa belakang, sungai yang ditinggalkan

F3 Dataran banjir, dataran banjir musiman/rawa belakang bekas


22.
alur sungai

23. F4 Cekung fluvial/ rawa belakang atau dasar danau tua

24. F5 Tanggul fluvial, gugusan aluvial

25. F6 Teras aluvial

26. F7 Kipas aluvial aktif

27. F8 Kipas aluvial tidak aktif

28. F9 Delta, tanggul alam dan gugusan delta kecil-kecil

29. F10 Rawa belakang delta fluvial

30. F11 Pantai delta

31. F12 Aluvial aktif

32. F13 Aluvial tua (tidak aktif)

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 48


Bentuk asal denudasional (D) warna dasar Orange

33. D1 Perbukitan terkikis dan tererosi ringan

34. D2 Perbukitan terkikis dengan erosi sedang berat

35. D3 Perbukitan dan pegunungan terkikis

36. D4 Bukit sisa terisolasi

37. D5 Dataran

38. D6 Dataran terangkat/ plato

39. D7 Kaki lereng

40. D8 Pedimen

41. D9 Zona singkapan/ lereng terjal

42. D10 Kipas aluvial dan rombakan kaki lereng

43. D11 Daerah dengan gerakan massa tanah cukup berat

44. D12 Sisi lembah curam

Spesifikasi penamaan dan warna dasar bentuk lahan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 49


Overlay

Teknik overlay merupakan pendekatan yang sering dan baik digunakan


dalam perencanaan tata guna lahan/ landscape. Teknik overlay ini dibentuk melalui
penggunaan secara tumpang tindih (seri) suatu peta yang masing-masing mewakili
faktor penting lingkungan/ lahan. Overlay merupakan suatu sistem informasi
dalam bentuk grafis yang dibentuk dari penggabungan berbagai peta individu
(memiliki informasi/database yang spesifik). Melalui penggunaan teknik overlay,
berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan kelayakan teknik dapat ditentukan
secara visual. Skala peta dapat divariasikan mulai dari skala besar (untuk
perencanaan regional) sampai skala kecil untuk identifikasi yang bersifat
spesifik. Overlay juga digunakan pada pemilihan rute untuk proyek bidang datar (dua
dimensi) seperti jalan dan jalur transmisi.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 50


BAB IV

CITRA LANDSAT

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 51


BAB IV

CITRA LANDSAT

4.1. Pola Aliran

Dalam interpretasi pola aliran dapat mudah dilakukan dengan pemanfaatan


data penginderaan jauh baik citra foto ataupun non foto sangat terlebih lagi apabila
data penginderaan jauh yang stereoskopis (foto udara) dengan menampakkan 3
dimensional, sehingga hasil yang didapatkan akan maksimal. Citra satelit yang paling
baik digunakan untuk mengetahui pola aliran adalah citra radar (ifsar) yang
menghasilkan kenampakan tiga dimensi yang paling baik. Pola aliran mempunyai
berbagai jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel, radial, trelis, rectangular,
centripetal, angular dan multibasinal.
Gambar 3. merupakan jenis-jenis pola aliran sungai dalam DAS.

Pola Aliran Sungai

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 52


1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah
dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak
terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan
horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.
2. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara
alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini
berkembang pada daerah rekahan dan patahan.
3. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada
sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut.
Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal,
isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-
sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat
atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan
resisten.
5. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek
yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah
glacial bagian bawah.
6. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik.
Berkembang pada vulkan atau dome.
7. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.
Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.
8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut
hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara
lunak dan keras.
9. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai
membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada
bukit yang lerengnya terjal.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 53


10. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama,
melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst.

4.2. Struktur

Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat kerja
kekuatan tektonik,sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi disamping itu
struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk deformasi tektonik .

Cabang geologi yang menjelaskan struktur geologi secara detail disebut GEOLOGI
STRUKTUR ,dimana geologi struktur merupakan cabang ilmu geologi yang
mempelajari mengenai bentuk arsitektur kulit bumi.
Kekutan Tektonik dan orogenik yang membentuk struktur geologi itu berupa stress
(Tegangan).
Berdasarkan keseragaman kekuatannya,Stress dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

A.Uniformtress(ConfiningStress)
Yaitu tegangan yang menekan atau menarik dengan kekuatan yang sama dari atau ke

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 54


segalaarah

B.DifferentialStress

Yaitu tegangan yang menekan atau menarik dari atau ke satu arah saja dan bisa juga
dari atau ke segala arah,tetapi salah satu arah kekuatannya ada yang lebih dominan.
Pengenalan struktur geologi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui cara-cara
berikutini:
a.Pemetaan geologi dengan mengukur strike dan dip.
b.Interprestasi peta topografi,yaitu dari penampakan gejala penelusuran
sungai,penelusuran morfologi dan garis kontur serta pola garis konturnya.
c.Fotoudara.
d.Pemboran.
e. Geofisika,yang didasarkan pada sifat-sifat yang dimiliki oleh batuan,yaitu dengan
metode :

Grafity,
Geolectrik,
Seismik,dan
Magnetik.

Umumnya struktur geologi terbentuk oleh differential stress.


Dari aspek arah kerjanya,ada 3 macam Differential stress,yaitu :
1.Compressionalstress

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 55


2.Tensionalstress
3.Shearstress

Batuan bila mengalami gaya atau stress akan berubah atau mengalami
perubahan,dalam geologi struktur hal ini disebut Deformasi.

Tahapan-tahapanDeformasiadalahsebagaiberikut:

1.ElasticDeformation(Deformasisementara)
Deformasi sementara ini terjadi jika kerja stress tidak melebihi batas elastis
batuan.Begitu stress terhenti,maka bentuk atau posisi batuan kembali seperti semula.
2.DuctileDeformation
Yaitu deformasi yang melampaui batas elastis batuan.Mengakibatkan batuan berubah
bentuk dan volume secara permanen,sehingga bentuknya berlainan dengan bentuk
semula.

3.FractureDeformation
Yaitu deformasi yang sangat melampaui batas elastis batuan,sehingga mengakibatkan
pecah.
Seperti diketahui,bumi terdiri dari berbagai bagian yang paling luar (kerak
bumi),tersusun oleh berbagai lapisan batuan.Kedudukan daripada batuan-batuan
tersebut pada setiap tempat tidaklah sama,bergantung dari kekuatan tektonik yang
sangatmempengaruhiya.

Adanya gaya-gaya yang bekerja menyebabkan batuan terangkat dan terlipat-lipat


serta apabila terkena pelapukan dan erosi,maka batuan tersebut akan menjadi
tersingkapdipermukaanbumi.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 56


3.1.STRUKTURKEKAR(JOINT)

Hampir tidak ada suatu singakapan dimuka bumi ini yang tuidak memperlihatkan
gejala rekahan.Rekahan pada batuan bukan merupakan gejala yang
kebetulan.Umumnya hal ini terjadi akibat hasil kekandasan akibat tegangan
(stress),karena itu rekahan akan mempunyai sifat-sifat yang menuruti hukum fisika.

Kekar adalah Struktur rekahan dalam blok batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali
mengalami pergeseran (hanya retak saja),umumnya terisi oleh sedimen setelah
beberapa lama terjadinya rekahan tersebut.Rekahan atau struktur kekar dapat terjadi
pada batuan beku dan batuan sedimen.

Pada batuan beku,kekar terjadi karena pembekuan magma dengan sangat cepat
(secara mendadak).

Pada batuan sedimen ,Kekar terjadikarena:


a.Intrusi/ekstrusi
b.Pengaruhiklim/musim

Dalam batuan sedimen umunya kekar juga dapat terbentuk mulai dari saat
pengendapan atau segera terbentuk setelah pengendapannnya.dimana sedimen
tersebutmasihsedangmengeras.
Struktur kekar dapat berguna dalam memecahkan masalah sebagai berikut :
GeologiTeknik
Geologi Minyak,terutama dengan masalah cadangan dan produksi minyak
Geologi Pertambangan,yaitu dalam hal sistem penambangan maupun pengarahan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 57


terhadapbentuk-bentukmineralisasi.

3.2.STRUKTURSESAR(FAULT)

Sesar adalah suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran sehingga
terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan dengan arah yang sejajar
dengan bidang patahan.Hal ini terjadi apabila blok batuan yang dipisahkan oleh
rekahan telah bergeser sedemikian rupa hingga lapisan batuan sediment pada blok
yang satu terputus atau terpisah dan tidak bersambungan lagi dengan lapisan sediment
pada blok yang lainnya.Ukuran panjang maupun kedalaman sesar dapat berkisar
antara beberapa centimeter saja sampai mencapai ratusan kilometer.
Istilah-istilah penting yang berhubungan dengan gejala sesar antara lain :

1. BidangSesar
Merupakan bidang rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran.
2. Bagian-bagianyangtersesarkan(tergeser)
Bagianini terdiri dari Hanging Wall dan Foot Wall.
a.HangingWall(Atapsesar)
Adalah bongkahan patahan yang berada dibagian atas bidang sesar.
b.FootWall(Alassesar)
Adalah bongkahan patahan yang berada dibagian bawah bidang sesar.
3. ThrowdanHeave
a. Throw,adalah jarak yang memisahkan lapisan atau vein yang terpatahkan yang
diukur pada sesar dalam bidang tegak lurus padanya.
b. Heave,adalah jarak horizontal yang diukur normal (tegak lurus) pada sesar yang
memisahkan bagian-bagian dari lapisan yang terpatahkan.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 58


Berdasarkan pada sifat geraknya,sesar dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :

1. Sesar Normal (Gravity Fault),yaitu gerak relatif Hanging Wall turun terhadap Foot
Wall.Disebut juga sebagai Sesar Turun.

2. Sesar Naik (Reverse Fault),yaitu gerak relatif Hanging Wall naik terhadap Foot
Wall.Posisi Hanging Wall lebih tinggi daripada Foot Wall.Namun jika Hanging Wall
bergeser naik hingga menutupi Foot Wall,maka sesar tersebut.

3. disebut Thrust Fault yang bergantung pada kuat stress horizontal dan dip
(kemiringan bidang sesar).

4. Sesar Mendatar (Horizontal Fault),yaitu gerak relative mendatar pada bagian-


bagian yang tersesarkan. Hanging Wall dan Foot Wall bergeser Horizontal yang
diakibatkan oleh kerja shear stress.

Disamping itu juga terdapat sesar-sesar yang lain ,diantaranya :


a. Strike Dip Fault,yaitu kombinasi antara sesar turun dan sesar horizontal
b. Hing Fault,yaitu Sesar Rotasional

3.3LIPATAN(folding)
Lipatan adalah perubahan bentuk dan volume pada batuan yang ditunjukkan oleh
lengkungan atau melipatnya batuan tersebut akibat pengaruh suatu tegangan (gaya)
yang bekerja pada batuan tersebut yang umunya refleksi perlengkungannya
ditunjukkan oleh perlapisan pada batuan sedimen serta bisa juga pada foliasi batuan
metamorf .
Secara umum,jenis-jenis lipatanyang terpenting adalah sebagai berikut :

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 59


1. Antiklin,yaitu lipatan yang kedua sayapnya mempunyai arah kemiringan yang
saling berlawanan.

2. Sinklin,yaitu lipatan yang kedua sayapnya mempunyai arah kemiringan yang


menuju ke satu arah yang sama.
Beberapa defenisi tentang lipatan :
a. Sayap Lipatan,yaitu bagian sebelah menyebelah dari sisi lipatan
b. Puncak Lipatan,yaitu titik atau garis yang tertinggi dari sebuah lipatan
c. Bidang Sumbu Lipatan,yaitu suatu bidang yang memotong lipatan,membagi sama
besar sudut yang dibentuk oleh lipatan tersebut.
d. Garis Sumbu Lipatan,yaitu perpotongan antara bidang sumbu dengan bidang
horizontal.
e. Jurus (Strike),yaitu arah dari garis horizontal dan merupakan perpotongan antara
bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal.
f. Kemiringan (Dip),yaitu sudut kemiringan yang tersebar dan dibentuk oleh suatu
bidang miring dengan bidang horizontal dan diukur dengan tegak lurus dengannya.

Lipatan(Folding)
Lipatan adalah perubahan bentuk dan volume pada batuan yang ditunjukkan dengan
lengfkungan atau melipatnya batuan tersebut akibat pengaruh suatu tegangan (gaya)
yang bekerja pada batuan tersebut. Pada umumnya refleksi pelengkungan ditunjukkan
pada pelapisan pada batuan-batuan sedimen atau foliasi pada batuan metamorf.

Kekar(Joint)
Rekahan adlah sebutan untuk struktur rekahan dalam batuan dimana tidak ada atau
sedikit sekali mengalami pergeseran. Rekahan yang telah bergeser disebut sesar.
Struktur kekar merupakan gejala yang paling umum dijumpai dan justru karenanya
banyak dipelajari secaras luas. Struktur-struktur ini merupakan struktur yang palinbg

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 60


sukat untuk dianalisa. Struktur ini banyak dipelajari karena hubunganya yang erat
denganmasalah-masalah:
Geologiteknik
Geologi minyak, terutaam dengan masalah cadangan dan produksi
Geologi pertambangan, baik dalam hal system penambangan maupun pengarahan
terhadap bentuk-bentuk mineralisasi, dll.
Umumnya dalam batuan sedimen, kekar dapat terbentuk mulai saat pengendapan atau
terbentuk setelah pengendapannya, dimana sedimen tersebut sedang mengeras.
Struktur kekar dipelajari dengan cara statistic, mengukur dan mengelompokan dalam
bentuk diagram Rosset atau dengan diagram kontur (kutub).

Sesar(Fault)
Sesar adalah satuan rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
sehingga terjadi perpindahan anatara bagian-bagian yang berhadapan dengan arah
yang sejajar dengan bidang patahan. P[ergeseran-pergeseran yang telah terjadi pasda
sesar, ukuran panjang mauypun kedalaman sesar dapat berkisar antara beberapa
sentimeter saja sampai mencapai ratusan kilometer.

Macam-macam sesar secara umum :


Sesar normal, yaitu gerak relative hanging wall turun terhadap footwall.
Sesar naik, yaitu gerak relative hanging wall terhadap footwall
Sesar mendatar, yaitu gerak relative mendatar pada bagian yang tersesarkan.

Struktur permukaan bumi selalu mengalami perubahan yang disebut


deformasi. Deformasi kerak bumi dapat disebabklan oleh stree dan strain,
temperature, waktu dan strain rate, dan komposisi jenis kandungan mineral batuan
dabn kandungan air batuan. Deformasi akibat gaya tektonik dikelompokan dalam
struktur primer dan skunder.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 61


Adapun struktur geologi yang cukup penting untuk diingat adalah kekar,
yaiut rekahan-rekahan lurus planar yang membagi batuan-batuan menjadi vblok-blok
atau struktur rekahan dalam batuan-batuan. Sesar yaitu rekahan pada batuan yang
mengalami poergeseran, sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang
berhadapan dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan. Lipatan, yaitu
perubahan bentuk dan volume batuan yang ditunjukan dengan lengkungan atau
melipatnya batun tersebut.

4.3. Litostratigrafi

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta
distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan
sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat
dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil
(biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita
pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.

Ilmu stratigrafi muncul untuk pertama kalinya di Britania Raya pada abad ke-
19. Perintisnya adalah William Smith. Ketika itu dia mengamati beberapa perlapisan
batuan yang tersingkap yang memiliki urutan perlapisan yang sama (superposisi).
Dari hasil pengamatannya, kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan batuan yang
terbawah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena
banyak lapisan batuan merupakan kesinambungan yang utuh ke tempat yang berbeda-
beda maka dapat dibuat perbandingan antara satu tempat ke tempat lainnya pada
suatu wilayah yang sangat luas. Berdasarkan hasil pengamatan ini maka kemudian
Willian Smith membuat suatu sistem yang berlaku umum untuk periode-periode
geologi tertentu walaupun pada waktu itu belum ada penamaan waktunya. Berawal
dari hasil pengamatan William Smith dan kemudian berkembang menjadi
pengetahuan tentang susunan, hubungan dan genesa batuan yang kemudian dikenal
dengan stratigrafi.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 62


Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku kata, yaitu
kata strati berasal dari kata stratos, yang artinya perlapisan dan kata grafi yang
berasal dari kata graphic/graphos, yang artinya gambar atau lukisan. Dengan
demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu pemerian
lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa)
macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu.

- Aturan: Tatanama stratigrafi diatur dalam Sandi Stratigrafi. Sandi stratigrafi


adalah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi ataupun tidak resmi,
sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun pengertian nama-nama tersebut
seperti misalnya: Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan sebagainya.

-Hubungan: Pengertian hubungan dalam stratigrafi adalah bahwa setiap lapis batuan
dengan batuan lainnya, baik diatas ataupun dibawah lapisan batuan tersebut.
Hubungan antara satu lapis batuan dengan lapisan lainnya adalah selaras
(conformity) atau tidak selaras (unconformity).

-Pembentukan (Genesa): Mempunyai pengertian bahwa setiap lapis batuan memiliki


genesa pembentukan batuan tersendiri. Sebagai contoh, facies sedimen marin, facies
sedimen fluvial, facies sedimen delta, dsb.

-Ruang: Mempunyai pengertian tempat, yaitu setiap batuan terbentuk atau


diendapkan pada lingkungan geologi tertentu. Sebagai contoh, genesa batuan
sedimen: Darat (Fluviatil, Gurun, Glacial), Transisi (Pasang-surut/Tides, Lagoon,
Delta), atau Laut (Marine: Lithoral, Neritik, Bathyal, atau Hadal)

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 63


-Waktu: Memiliki pengertian tentang umur pembentukan batuan tersebut dan
biasanya berdasarkan Skala Umur Geologi. Contoh: Batugamping formasi
Rajamandala terbentuk pada kala Miosen Awal; Batupasir kuarsa formasi Bayah
terbentuk pada kala Eosen Akhir

B. Sandi Stratigrafi

Pada hakekatnya ada hubungan tertentu antara kejadian dan aturan batuan di alam,
dalam kedudukan ruang dan waktu geologi. Stratigrafi membahas aturan, hubungan,
kejadian lapisan serta tubuh batuan di alam. Sandi stratigrafi dimaksudkan untuk
memberikan pengarahan kepada para ahli geologi yang bekerja mempunyai persepsi
yang sama dalam cara penggolongan stratigrafi. Sandi stratigrafi memberikan
kemungkinan untuk tercapainya keseragaman dalam tatanama satuan-satuan
stratigrafi. Pada dasarnya, Sandi Stratigrafi mengakui adanya satuan lithostratigrafi,
satuan litodemik, satuan biostratigrafi, satuan sekuen stratigrafi, satuan
kronostratigrafi dan satuan geokronologi. Sandi ini dapat dipakai untuk semua
macam batuan.
Berikut ini pengertian pengertian mengenai Sandi Stratigrafi sebagai berikut:

- Penggolongan Stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan menurut berbagai


cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap
lainnya. Kelompok bersistem tersebut diatas dikenal sebagai satuan stratigrafi.

- Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan
tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus
berimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu
sama lain.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 64


- Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi
maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun pengertian
nama nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan
sebagainya.

- Tata nama Satuan Stratigrafi Resmi dan Tak Resmi. Dalam Sandi Stratigrafi diakui
nama resmi dan tak resmi. Aturan pemakaian satuan resmi dan tak resmi masing-
masing satuan stratigrafi, menganut batasan satuan yang bersangkutan. Penamaan
satuan tak resmi hendaknya jangan mengacaukan yang resmi.

- Stratotipe atau Pelapisan Jenis adalah tipe perwujudan alamiah satuan stratigrafi
yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan stratigrafi. Tipe ini
merupakan sayatan pangkal suatu satuan stratigrafi. Stratotipe hendaknya
memberikan kemungkinan penyelidikan lebih lanjut.

1) Stratotipe Gabungan ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh kombinasi


beberapa sayatan komponen
2) Hipostratotipe ialah sayatan tambahan (stratotipe sekunder) untuk memperluas
keterangan pada stratotipe;

3) Lokasitipe ialah letak geografi suatu stratotipe atau tempat mula-mula


ditentukannya satuan stratigrafi.

- Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan


satuan satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 65


- Horison ialah suatu bidang (dalam praktek, lapisan tipis di muka bumi atau dibawah
permukaan) yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu. Horison dapat berupa:
horison listrik, horison seismik, horison batuan, horison fosil dan sebagainya. Istilah
istilah seperti : datum, marker, lapisan pandu sebagai padanannya dan sering dipakai
dalam keperluan korelasi.

- Facies adalah aspek fisika, kimia, atau biologi suatu endapan dalam kesamaan
waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda
facies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia atau biologinya.

1. Satuan Lithostratigrafi

- Azas Tujuan:

Pembagian litostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan batuan di bumi secara


bersistem menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi pada ciri-ciri litologi. Pada
satuan litostratigrafi penentuan satuan didasarkan pada ciri-ciri batuan yang dapat di-
amati di lapangan, sedangkan batas penyebarannya tidak tergantung kepada batas
waktu.

- Satuan Resmi dan Tak Resmi:

Satuan litostratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan Sandi, sedangkan
satuan litostratigrafi tak resmmi ialah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi
persyaratan Sandi.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 66


- Batas dan Penyebaran Satuan Satuan Litostratigrafi:

1. Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri
litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.

2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau
dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya (batas arbiter).

3. Satuan satuan yang berangsur berubah atau menjemari, peralihannya dapat


dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan Sandi.

4. Penyebaran satuan satuan litostratigrafi semata mata ditentukan oleh kelanjutan ciri
ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.

5. Dari segi praktis, penyebarasan suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batas
cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.

6. Batas batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan
berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan.

- Tingkat-tingkat Satuan Litostratigrafi:

1. Urutan tingkat satuan litostratigrafi resmi dari besar sampai kecil adalah:
Kelompok, Formasi dan Anggota.

2. Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 67


- Stratotipe atau Pelapisan Jenis:

1. Suatu stratotipe merupakan perwujudan alamiah satuan litostratigrafi resmi di


lokasi tipe yang dapat dijadikan pedoman umum.

2. Letak suatu stratotipe dinyatakan dengan kedudukan koordinat geografi.

3. Apabila pemerian stratotipe suatu satuan litostratigrafi di lokasi tipenya tidak


memungkinkan, maka sebagai gantinya cukup dinyatakan lokasi tipenya.

- Tatanama Satuan Litostratigrafi :

Tatanama satuan litostratigrafi resmi ialah dwinama (binomial). Untuk tingkat


Kelompok, Formasi dan Anggota dipakai istilah tingkatnya dan diikuti nama
geografinya.

2. Satuan Litodemik

- Azas Tujuan:

Pembagian satuan litodemik dimaksudkan untuk menggolongkan batuan beku,


metamorf dan batuan lain yang terubah kuat menjadi satuan-satuan bernama yang
bersendi kepada ciri-ciri litologi. Batuan penyusun satuan litodemik tidak mengikuti
kaidah Hukum Superposisi dan kontaknya dengan satuan litostratigrafi dapat bersifat
extrusif, intrusif, metamorfosa atau tektonik.

- Batas dan Penyebaran Satuan Litodemik:

Batas antar Satuan Litodemik berupa sentuhan antara dua satuan yang berbeda ciri
litologinya, dimana kontak tersebut dapat bersifat ekstrusif, intrusif, metamorfosa,
tektonik atau kontak berangsur.
- Tingkat Tingkat Satuan Litodemik:

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 68


1. Urutan tingkat Satuan Litodemik resmi, masing-masing dari besar ke kecil adalah:
Supersuite, Suite, dan Litodem.

2. Litodem adalah satuan dasar dalam pembagian Satuan Litodemik, satuan dibawah
litodem merupakan satuan tidak resmi.

- Tata Nama Satuan Litodemik:

Tatanama Satuan dasar Litodemik yang terdiri dari nama geografi dan ciri utama
komposisi litologinya, misalnya Diorit Cihara.

3. Satuan Biostratigrafi

- Azas Tujuan:

1. Pembagian biostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan lapisan-lapisan batuan di


bumi secara bersistem menjadi satuan satuan bernama berdasar kandungan dan
penyebaran fosil.
2. Satuan biostratigrafi ialah tubuh lapisan batuan yang dipersatukan berdasar
kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi pembeda terhadap tubuh
batuan sekitarnya.
3. Satuan Resmi dan Tak Resmi:

Satuan biostratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan Sandi sedangkan
satuan biostratigrafi tak resmi adalah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi
persyaratan Sandi.

- Kelanjutan Satuan

Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh penyebaran kandungan fosil yang


mencirikannnya.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 69


- Tingkat dan Jenis Satuan Biostratigrafi

1. Zona ialah satuan dasar biostratigrafi

2. Zona adalah suatu lapisan atau tubuh batuan yang dicirikan oleh satu takson fosil
atau lebih.
3. Urutan tingkat satuan biostratigrafi resmi, masing-masing dari besar sampai kecil
ialah: Super-Zona, Zona, Sub-Zona, dan Zenula,

4. Berdasarkan ciri paleontologi yang dijadikan sendi satuan biostratigrafi, dibedakan:


Zona Kumpulan, Zona Kisaran, Zona Puncak, dan Zona Selang

- Zona Kumpulan

1. Zona Kumpulan ialah kesatuan sejumpah lapisan yang terdiri oleh kumpulan
alamiah fosil yang hkas atau kumpulan sesuatu jenis fosil.

2. Kegunaan Zona Kumpulan, selain sebagai penunjuk lingkungan kehidupan purba


dapat juga dipakai sebagai penciri waktu.

3. Batas dan kelanjutan zona Kumpulan ditentukan oleh batas terdapat bersamaannya
(kemasyarakatan) unsur-unsur utama dalam kesinambungan yang wajar.

4. Nama Zona Kisaran harus diambil dari satu unsur fosil atau lebih yang menjadi
penciri utama kumpulannya.

- Zona Kisaran:

1. Zona kisaran ialah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi untur
terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 70


2. Kegunaan Zona Kisaran terutama ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan
dan sebagai dasar untuk penempatan batuan batuan dalam skala waktu geologi

3. Btasa dan Kelanjutan Zona Kisaran ditentukan oleh penyebaran tegak dan
mendatar takson (takson-takson) yang mencirikannya.

4. Nama Zona Kisaran diambil dari satu jenis atau lebih yang menjadi ciri utama
Zona.

- Zona Puncak:

1. Zona Puncak ialah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan


maksimum suatu takson tertentu.

2. Kegunaan Zona Puncak dalam hal tertentu ialah untuk menunjukkan kedudukan
kronostratigrafi tubuh lapisan batuan dan dapat dipakai sebagai petunjuk lingkungan
pengendapan purba, iklim purba

3. Batas vertikal dan lateral Zona Puncak sedapat mungkin bersifat obyektif

4. Nama-nama Zona Puncak diambil dari nama takson yang berkembang secara
maksimum dalam Zona tersebut.

- Zona Selang:

1. Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan awal/akhir dari dua takson
penciri.
2. Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan
batuan
3. Batas atas atau bawah suatu Zona Selang ditentukan oleh pemunculan awal atau
akhir dari takson-takson penciri.

4. Nama Zona Selang diambil dari nama-nama takson penciri yang merupakan batas
atas dan bawah zona tersebut.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 71


- Zona Rombakan:

Zona Rombakan adalah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh banyaknya fosil
rombakan, berbeda jauh dari pada tubuh lapisan batuan di atas dan di bawahnya.

- Zona Padat

Zona Padat ialah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh melimpahnya fosil dengan
kepadatan populasi jauh lebih banyak dari pada tubuh batuan di atas dan dibawahnya.

4. Satuan Sikuenstratigrafi

- Azas Tujuan:

1. Pembagian sikuenstratigrafi ialah penggolongan lapisan batuan batuan di bumi


secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama berdasarkan gerak relatif muka laut.
Pembagian ini merupakan kerangka untuk menyusun urutan peristiwa geologi.

2. Satuan sikuenstratigrafi ialah suatu tubuh lapisan batuan yang terbentuk dalam
satuan waktu tertentu pada satu siklus perubahan relatif muka laut.

- Batas Satuan:

Batas atas dan bawah satuan sikuenstratigrafi adalah bidang bidang ketidakselarasan
atau bidang keselarasan padanannya.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 72


- Tingkat Tingkat Satuan Sikuenstratigrafi

1. Urutan tingkat satuan sikuenstratigrafi, masing-masing dari besar sampai kecil


adalah Megasikuen, Supersikuen dan Sikuen.

2. Sikuen ialah satuan dasar dalam pembagian satuan sikuenstratigrafi.

- Satuan Resmi dan Tak resmi:

Satuan sikuenstratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan Sandi


sedangkan satuan tak resmi adalah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi
persyaratan Sandi.

- Tatanama Satuan Sikuenstratigrafi:Tatanama satuan sikuenstratigrafi resmi ialah


dwinama (binomial). Untuk tingkat sikuen atau yang lebih tinggi, dipakai istilah
tingkatnya dan diikuti nama geografi lokasitipenya (yang mudah dikenal).

5. Satuan Kronostratigrafi

- Azas Tujuan:

Pembagian kronostratigrafi ialah penggolongan lapisan-lapisan secara bersistem


menjadi satuan bernama berdasarkan interval waktu geologi. Interval waktu geologi
ini dapat ditentukan berdasar geo-kronologi atau metoda lain yang menunjukkan
kesamaan waktu. Pembagian ini merupakan kerangka untuk menyusun urutan
penafsiran geologi secara lokal, regional dan global.

- Hubungan Kronostratigrafi dan Geokronologi:

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 73


Bagi setiap Satuan Kronostratigrafi terdapat satuan geokronologi bandingannya:
Eonotem dengan Kurun, Eratem dengan Masa, Sistem dengan Zaman, Seri dengan
Kala dan Jenjang dengan Umur.

- Stratotipe dan Batas satuan:

1. Dalam Kronostratigrafi dikenal Stratotipe Satuan dan Stratotipe Batas

2. Stratotipe Satuan adalah sayatan selang stratigrafi yang dibatasi oleh stratotipe
batas atas dan bawah di tempat asal nama satuan.

3. Stratotipe Batas ialah tipe batas bawah dan atas satuan

4. Batas satuan kronostratigrafi ialah bidang isokron.

5. Batas satuan kronostratigrafi ditetapkan pada stratotipe, berdasarkan pertimbangan


obyektif.

- Tingkat Tingakat Satuan Kronostratigrafi:

1. Urutan tingkat satuan kronostratigrafi resmi, masing-masing dari besar sampai


kecil ialah: Eonotem, Sistem, Seri, dan Jenjang. Satuan ini dapat diberi awalan
Super bila tingkatnya dianggap lebih tinggi daripada satuan tertentu, tetapi lebih
rendah dari satuan lebih besar berikutnya. Dalam hal sebaliknya awalan yang
dipergunakan adalah Sub,

2. Bidang lapisan pada dasarnya adalah bidang kesamaan waktu, oleh karena itu satu
lapisan yang menerus, cirinya mudah dikenal serta mempunyai pelamparan luas,
dapat merupakan penunjuk kesamaan waktu dan dinamakan lapisan pandu. Selang
antara dua lapisan pandu disebut Selang Antara.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 74


3. Lapisan yang ditandai oleh keseragaman polaritas geomagnit yang mempunyai
kesamaan waktu dinamakan Selang Polaritas.

- Penyebaran Satuan Kronostratigrafi:

Kelanjutan suatu satuan kronostratigrafi dari stratotipe hanya mungkin, bila terdapat
bukti-bukti akan adanya kesamaan waktu.

- Urutan Satuan kronostratigrafi:

Pembagian Kronostratigrafi dalam Sandi adalah seperti tercantum pada Skala Waktu
Geologi

- Satuan Kronostratigrafi Tak Resmi:

Pemakaian istilah satuan kronostratigrafi tak resmi tidak boleh mengacaukan istilah
satuan resmi.

- Pembagian Geokronologi:

Pembagian waktu geologi ialah pembagian waktu menjadi interval-interval tertentu


berdasarkan peristiwa geologi. Interval waktu geologi ini disebut sebagai satuan
geokronologi. Cara penentuannya didasarkan atas analisis radiometrik atau isotropik.

- Tingkat satuan Geokronologi:

Tingkat-tingkat satuan geokronologi dari besar ke kecil adalah: Kurun, Masa, Zaman,
Kala, dan Umur.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 75


6. Satuan Tektonostratigrafi

- Azas Tujuan:

Pembagian tektonostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan suatu kawasan di


bumi, yang tergolong pinggiran lempeng aktif, baik yang menumpu (plate
convergence) ataupun memberai (plate divergence) menjadi mintakat-mintakat
(terrances). Penentuan mintakat didasarkan pada asal-usul terbentuknya dan bukan
pada keterdapatannya, dan karenanya mintakat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu 1).
Atockton (Autochthonous), 2). Alokton (Allochthonous) dan 3). Para-Atokton (Para-
autochthonous). Penentuan batas penyebarannya ditentukan oleh kegiatan tektonik
pada waktu tertentu.

- Tingkat Tingkat Satuan Tektonostratigrafi:

1. Urutan tingkat satuan tektonostratigrafi resmi, mulai dari yang terbesar: Lajur
(Zone), Komplek (Complex), Mintakat (Terrane), dan Jalur (Belt).

2. Mintakat adalah satuan dasar dalam pembagian satuan tektonostratigrafi.

C. Pengukuran Stratigrafi

Pengukuran stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam
pemetaan geologi lapangan. Adapun pekerjaan pengukuran stratigrafi dimaksudkan
untuk memperoleh gambaran yang terperinci dari hubungan stratigrafi antar setiap
perlapisan batuan / satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah
sedimentasi secara vertikal dan lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 76


Di lapangan, pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan dengan menggunakan tali
meteran dan kompas pada singkapan-singkapan yang menerus dalam suatu lintasan.
Pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus perlapisan batuannya, sehingga
koreksi sudut antara jalur pengukuran dan arah jurus perlapisan tidak begitu besar.

1. Metoda Pengukuran Stratigrafi

Pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terperinci urut-


urutan perlapisan satuan stratigrafi, ketebalan setiap satuan stratigrafi, hubungan
stratigrafi, sejarah sedimentasi dalam arah vertikal, dan lingkungan pengendapan.
Mengukur suatu penampang stratigrafi dari singkapan mempunyai arti penting dalam
penelitian geologi.
Secara umum tujuan pengukuran stratigrafi adalah:

1. Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan


stratigrafi (formasi), kelompok, anggota dan sebagainya.

2. Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi.

3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan
urut-urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil, untuk menafsirkan
lingkungan pengendapan.

Pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan terhadap singkapan singkapan yang


menerus, terutama yang meliputi satu atau lebih satuan satuan stratigrafi yang resmi.
Metoda pengukuran penampang stratigrafi banyak sekali ragamnya. Namun demikian
metoda yang paling umum dan sering dilakukan di lapangan adalah dengan
menggunakan pita ukur dan kompas. Metoda ini diterapkan terhadap singkapan yang

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 77


menerus atau sejumlah singkapan-singkapan yang dapat disusun menjadi suatu
penampang stratigrafi.

Metoda pengukuran stratigrafi dilakukan dalam tahapan sebagai berikut:

1. Menyiapkan peralatan untuk pengukuran stratigrafi, antara lain: pita ukur ( 25


meter), kompas, tripot (optional), kaca pembesar (loupe), buku catatan lapangan,
tongkat kayu sebagai alat bantu.

2. Menentukan jalur lintasan yang akan dilalui dalam pengukuran stratigrafi, jalur
lintasan ditandai dengan huruf B (Bottom) adalah mewakili bagian Bawah sedangkan
huruf T (Top) mewakili bagian atas.

3. Tentukan satuan-satuan litologi yang akan diukur. Berilah patok-patok atau tanda
lainnya pada batas-batas satuan litologinya.

4. Pengukuran stratigrafi di lapangan dapat dimulai dari bagian bawah atau atas.
Unsur-unsur yang diukur dalam pengukuran stratigrafi adalah: arah lintasan (mulai
dari sta.1 ke sta.2; sta.2 ke sta.3. dst.nya), sudut lereng (apabila pengukuran di
lintasan yang berbukit), jarak antar station pengukuran, kedudukan lapisan batuan,
dan pengukuran unsur-unsur geologi lainnya.

5. Jika jurus dan kemiringan dari tiap satuan berubah rubah sepanjang penampang,
sebaiknya pengukuran jurus dan kemiringan dilakukan pada alas dan atap dari satuan
ini dan dalam perhitungan dipergunakan rata-ratanya.

6. Membuat catatan hasil pengamatan disepanjang lintasan pengkuran stratigrafi yang


meliputi semua jenis batuan yang dijumpai pada lintasan tersebut, yaitu: jenis batuan,
keadaan perlapisan, ketebalan setiap lapisan batuan, struktur sedimen (bila ada), dan
unsur-unsur geologi lainnya yang dianggap perlu. Jika ada sisipan, tentukan jaraknya
dari atas satuan.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 78


7. Data hasil pengukuran stratigrafi kemudian disajikan diatas kertas setelah melalui
proses perhitungan dan koreksi-koreksi yang kemudian digambarkan dengan skala
tertentu dan data singkapan yang ada disepanjang lintasan di-plot-kan dengan
memakai simbol-simbol geologi standar.
8. Untuk penggambaran dalam bentuk kolom stratigrafi, perlu dilakukan terlebih
dahulu koreksi-koreksi antara lain koreksi sudut antara arah lintasan dengan jurus
kemiringan lapisan, koreksi kemiringan lereng (apabila pengukuran di lintasan yang
berbukit), perhitungan ketebalan setiap lapisan batuan dsb.

2. Perencanaan lintasan pengukuran

Perencanaan lintasan pengukuran ditetapkan berdasarkan urut-urutan singkapan yang


secara keseluruhan telah diperiksa untuk hal hal sebagai berikut:

a. Kedudukan lapisan (Jurus dan Kemiringan), apakah curam, landai, vertikal atau
horizontal. Arah lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak lurus terhadap
jurus.

b. Harus diperiksa apakah jurus dan kemiringan lapisan secara kontinu tetap atau
berubah rubah. Kemungkinan adanya struktur sepanjang penampang, seperti sinklin,
antiklin, sesar, perlipatan dan hal ini penting untuk menentukan urut-urutan stratigrafi
yang benar.

c. Meneliti akan kemungkinan adanya lapisan penunjuk (key beds) yang dapat diikuti
di seluruh daerah serta penentuan superposisi dari lapisan yang sering terlupakan
pada saat pengukuran.

3. Menghitung Ketebalan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 79


Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang alas (bottom) dan bidang atas
(top). Dengan demikian perhitungan tebal lapisan yang tepat harus dilakukan dalam
bidang yang tegak lurus jurus lapisan. Bila pengukuran di lapangan tidak dilakukan
dalam bidang yang tegak lurus tersebut maka jarak terukur yang diperoleh harus
dikoreksi terlebih dahulu dengan rumus:

d = dt x cosinus ( = sudut antara arah kemiringan dan arah pengukuran).

Didalam menghitung tebal lapisan, sudut lereng yang dipergunakan adalah sudut
yang terukur pada arah pengukuran yang tegak lurus jurus perlapisan. Apabila arah
sudut lereng yang terukur tidak tegak lurus dengan jurus perlapisan, maka perlu
dilakukan koreksi untuk mengembalikan kebesaran sudut lereng yang tegak lurus
jurus lapisan. Biasanya koreksi dapat dilakuan dengan menggunakan tabel koreksi
dip untuk pembuatan penampang.

a. Pengukuran pada daerah datar (lereng 0o)

Pengukuran pada daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tegak lurus jurus,
ketebalan langsung di dapat dengan menggunakan rumus : T = d sin (dimana d
adalah jarak terukur di lapangan dan adalah sudut kemiringan lapisan). Apabila
pengukuran tidak tegak lurus jurus, maka jarak terukur harus dikoreksi seperti pada
cara diatas.

b. Pengukuran pada Lereng

Terdapat beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng seperti sudut lereng
(s) dan kemiringan lapisan () adalah pada keadaan yang tegak lurus dengan jurus
atau disebut true dip dan true slope }.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 80


a) Kemiringan lapisan searah dengan lereng.

Bila kemiringan lapisan ( ) lebih besar daripada sudut lereng (s) dan arah lintasan
tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah :

T = d sin ( - s ).

Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada sudutlereng dan arah lintasan tegak lurus
jurus, maka perhitungan ketebalan adalah:

T = d sin (s - ).

b). Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng dan arah lintasan
tegak lurus jurus maka:

T = d sin ( + s ) (Gambar 2.1 b)

Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 900 (lereng
berpotongan tegak lurus dengan lapisan) dan arah lintasan tegak lurus jurus maka :

T = d (Gambar 2.1 c)

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng dan arah lintasan
tegak lurus jurus, maka :

T = d sin (1800 - - s) (Gambar 2.1 d)

Bila lapisannya mendatar, maka : T = d sin (s)

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 81


Gambar 2.1 Posisi pengukuran pada lereng yang berlawanan dengan kemiringan
lapisan

Penyajian hasil pengukuran stratigrafi seperti yang terlihat pada gambar 2.2 dibawah
ini. Adapun penggambaran urutan perlapisan batuan/satuan batuan/satuan stratigrafi
disesuaikan dengan umur batuan mulai dari yang tertua (paling bawah) hingga yang
termuda (paling atas)

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 82


Seringkali hasil pengukuran stratigrafi disajikan dengan disertai foto-foto singkapan
seperti yang diperlihatkan pada gambar 8.2. Adapun maksud dari penyertaan foto-
foto singkapan adalah untuk lebih memperjelas bagian bagian dari perlapisan batuan
ataupun kontak antar perlapisan yang mempunyai makna dalam proses
sedimentasinya.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 83


Penggambaran penampang stratigrafi terukur yang dilengkapi dengan foto-foto untuk
menjelaskan hubungan antar lapisan batuan ataupun kontak antar lapisan batuan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 84


4. Kolom Stratigrafi

Kolom stratigrafi pada hakekatnya adalah kolom yang menggambarkan susunan


berbagai jenis batuan serta hubungan antar batuan atau satuan batuan mulai dari yang
tertua hingga termuda menurut umur geologi, ketebalan setiap satuan batuan, serta
genesa pembentukan batuannya. Pada umumnya banyak cara untuk menyajikan suatu
kolom stratigrafi, namun demikian ada suatu standar umum yang menjadi acuan bagi
kalangan ahli geologi didalam menyajikan kolom stratigrafi. Penampang kolom
stratigrafi biasanya tersusun dari kolom-kolom dengan atribut-atribut sebagai berikut:
Umur, Formasi, Satuan Batuan, Ketebalan, Besar-Butir, Simbol Litologi,
Deskripsi/Pemerian, Fosil Dianostik, dan Linkungan Pengendapan.

Tabel 8.1 adalah kolom stratigrafi daerah Karawang Selatan, Jawa Barat yang
tersusun dari kiri ke kanan sebagai berikut: umur, formasi, satuan batuan, simbol
litologi, deskripsi batuan, dan lingkungan pengendapan.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 85


5. Profil Lintasan Stratigrafi

Dalam penelitian geologi, pengamatan stratigrafi disepanjang lintasan yang dilalui


perlu dibuat, baik dengan cara menggambarnya dalam bentuk sketsa profil lintasan
ataupun melalui pengukuran stratigrafi. Adapun tujuan dari pembuatan profil lintasan

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 86


adalah untuk mengetahui dengan cepat hubungan antar batuan / satuan batuan secara
vertikal.

Gambar 8.9 adalah salah satu conto hasil pengamatan sepanjang lintasan sungai,
dimana nomor 1, 2, 3 dst merupakan lokasi pengamatan dan pengukuran
singkapan batuan-batuan pada lintasan sungai. Kedudukan batuan dan jenis batuan /
satuan batuan pada setiap stasiun pengamatan disepanjang lintasan dan pada bagian
bawah adalah sketsa dari profil lintasan yang memperlihatkan hubungan setiap batuan
/ satuan batuan dari yang tertua hingga termuda.

Gambar 8.9 Lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan (atas) dan
penampang lintasan yang memperlihatkan hubungan antar lapisan batuan atau satuan
batuan.

Gambar 8.10 memperlihatkan lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan


/ satuan batuan disepanjang jalan dari desa Cipanas ke Bendungan Saguling. Terdapat
4 (empat) satuan batuan yang dapat diamati mulai dari desa Cipanas hingga ke

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 87


Bendungan Saguling, yaitu: Satuan Batuan Batugamping (Formasi Rajamandala),
Satuan Batuan Batupasir selangseling Serpih (Formasi Citarum) dan Satuan Batuan
Breksi (Formasi Saguling) dan Satuan Batuan Lempung selangseling Batupasir
(Anggota Cibanteng Formasi Saguling).

Gambar 8.11 adalah sketsa penampang stratigrafi lintasan daerah Saguling yang
menunjukan hubungan antar satuan batuan (formasi) dan struktur geologi yang
mengontrol hubungan antar satuan batuan dari yang tertua hingga termuda, yaitu
antara Formasi Batuasih, Formasi Rajamandala dan Formasi Citarum serta Formasi
Saguling.

8.10 Lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan Daerah Saguling (Desa
Cipanas Bendungan Saguling)

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 88


Gambar 8.11 Penampang stratigrafi lintasan Daerah Saguling (Desa Cipanas
Bendungan Saguling)

8.12 Penampang stratigrafi lintasan Daerah Ampiteater Ciletuh, Sukabumi, Jawa


Barat

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 89


Gambar 8.12 adalah sketsa hasil pengamatan stratigrafi di daerah ampiteater Ciletuh,
Jawa Barat. Pengamatan dilakukan mulai dari bagian atas ampiteater Ciletuh hingga
ke Cikadal (Muara S. Ciletuh). Disepanjang lintasan ini tersingkap satuan batuan dari
Formasi Jampang (batupasir tufan dan breksi), Formasi Bayah (pasir konglomeratan
dan lempung) Formasi Ciletuh (breksi, batupasir greywacke, lempung), dan Melange
Ciletuh (filit). Hubungan stratigrafi antara Melange Ciletuh dengan Formasi Ciletuh
diperkirakan adalah selaras, sedangkan hubungan antara Formasi Ciletuh dengan
Formasi Bayah diatasnya juga selaras, sedangkan antara Formasi Bayah dengan
Formasi Jampang diatasnya tidak selaras (lihat sketsa kolom stratigrafinya).

Gambar 8.13 adalah penamang stratigrafi lintasan Batuasih Gunung Walat yang
memperlihatkan hubungan antara Formasi Bayah, Formasi Batuasih dan Formasi
Rajamandala. Hubungan stratigrafi antara Formasi Bayah dengan Formasi Batuasih
diatasnya adalah tidak selaras, sedangkan hubungan Formasi Batuasih dengan
Formasi Rajamandala diatasnya adalah selaras.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 90


6. Korelasi Stratigrafi

Korelasi stratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan titik-titik kesamaan


waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan
kesamaan waktu. Adapun maksud dan tujuan dari korelasi stratigrafi adalah untuk
mengetahui persebaran lapisan-lapisan batuan atau satuan-satuan batuan secara
lateral, sehingga dengan demikian dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh dalam
bentuk tiga dimensinya. Berikut ini adalah beberapa contoh korelasi stratigrafi yang
umum dilakukan antara lain: (1). Korelasi Litostratigrafi, (2). Korelasi Biostratigrafi,
(3). Korelasi Kronostratigrafi.

7. Korelasi Lithostratigrafi

Korelasi litostratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan lapisan-lapisan


batuan yang mengacu pada kesamaan jenis litologinya. Catatan: Satu lapis batuan
adalah satu satuan waktu pengendapan.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 91


- Prosedur dan penjelasan:

1. Korelasi dimulai dari bagian bawah dengan melihat litologi yang sama.

2. Korelasikan/hubungkan titik-titik lapisan batuan yang memiliki jenis litologi yang


sama (Pada gambar diwakili oleh garis warna hitam).

3. Konglomerat pada Sumur-1 dikorelasikan dengan konglomerat pada Sumur-2,


demikian juga antara batupasir dan batugamping di Sumur-1 dengan batupasir dan
batugamping dan lempung di Sumur-2.

4. Sebaran breksi di Sumur-1 ke arah Sumur-2 menunjukkan adanya pembajian.


5. Kemudian dilanjutkan antara napal dan lempung di Sumur-1 dengan napal dan
lempung di Sumur-2.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 92


8. Korelasi Biostratigrafi

Korelasi biostratigrafi adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan didasarkan atas


kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan. Dalam
korelasi biostratigrafi dapat terjadi jenis batuan yang berbeda memiliki kandungan
fosil yang sama.

Prosedur dan penjelasan:

1. Korelasikan/hubungkan lapisan lapisan batuan yang mengandung kesamaan dan


persebaran fosil yang sama (Pada gambar diatas diwakili oleh garis warna hitam).

2. Kandungan dan sebaran fosil pada batulempung di Sumur-1 sama dengan


kandungan dan sebaran fosil pada serpih di Sumur-2, sehingga batulempung yang ada
di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan serpih yang terdapat di Sumur-2.

3. Batupasir pada Sumur-1 mengandung kumpulan fosil K sedangkan pada Sumur-2,


batupasir juga mengandung kumpulan dan sebaran fosil K. Dengan demikian lapisan
batupasir pada Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan batupasir pada Sumur-2.

4. Kandungan dan sebaran fosil pada lempung di Sumur-1 sama dengan kandungan
dan sebaran fosil pada napal di Sumur-2, sehingga lempung yang ada di Sumur-1
dapat dikorelasikan dengan napal yang terdapat di Sumur-2.

9. Korelasi Kronostratigrafi

Korelasi kronostratigrafi adalah menghubungkan lapisan lapisan batuan yang


mengacu pada kesamaan umur geologinya.

Prosedur dan penjelasan:

Prosedur korelasi kronostratigrafi adalah sebagai berikut:

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 93


1. Korelasikan/bubungkan titik titik kesamaan waktu dari setiap kolom yang ada
(Pada gambar diwakili oleh garis merah, dan garis ini dikenal sebagai garis kesamaan
umur geologi)

2. Korelasikan lapisan-lapisan batuan yang jenis litoginya sama dan berada pada
umur yang sama, seperti Konglomerat pada Sumur-1 dengan konglomerat pada
Sumur-2, dikarenakan umur geologinya yang sama yaitu Miosen Bawah.

3. Pada kolom umur Miosen Tengah, batupasir pada Sumur-1 dengan batupasir pada
Sumur-2, dan batugamping pada Sumur-1 dan batugamping pada Sumur-2 dapat
dikorelasikan.

4. Korelasi lapisan lapisan batuan tidak boleh memotong garis umur (Pada gambar
diwakili oleh garis warna merah).

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 94


BAB V

PENUTUP

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 95


BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN
Dengan mempelajari Geomorfologi kita tahu bahwa keberadaan suatu pulau
tidak dapat lepas dari faktor geologi yg mengikutinya atau mengontrolnya,
faktor itu adalah adanya interaksi batas antar lempeng,ini bias terlihat dari
pulau-pulau di Indonesia yg dikontrol oleh interaksi lempeng benua Eurasia,
lempeng samudra Hindia dan lempeng samudra Pasifik.
Kita juga mempelajari peta topografi,kerena peta merupakan ungkapan
miniature suatu posisi permukaan bumi yg terlihat dari atas. Unsur-unsur
dalam peta antara lain : relief, pola pengaliran(drainage), culture, skala,
orientasi peta, judul peta, legenda dan indeks adminitrasi.
Permukaan bumi selalu mengalami perubahan bentuk dari waktu
kewaktusebagai akibat proses geomorfologi,baik yg berasal dari dlm bumi
(endogen), maupun yg berasal dari luar bumi (eksogen). Proses eksogen
tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukan struktur geologi antara
lain:Struktur horizontal (dataran dan plato), Struktur miring (dome, lipatan,
sesar serta struktur volkan) yang akan mengakibatkan perubahan bentuk
permukaan bumi kerena aktifitas gunungapi, tektonik maupun gempa
bumi.Proses eksogen berlangsung pada permukaan bumi dan tenaganya
berasal dari luar kulit bumi, tenaga ini dapat berupa:gletser, angin, air
mengalir, gelombang dan arus laut. Berdasarkan proses yg bekerja pada
permukaan bumi dikenalk proses : Fluvial, Marin, Eolian dan Proses Glasial.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 96


5.2. SARAN
Dalam menyampaikan materi hendak tidak terlalu cepat dan jangan ada
perbedaan pendapat biar mudah untuk ditangkap.
Diharapkan kepada asissten dalam memberikan nilai tugas jangan terlalu
pelit gito lo..kitakan udah berusaha yg terbaik.
Kepada seluruh asisten yang telah meluangkan waktu tenaga dan pikiran
untuk berkonsultasi dan memberi Acc saya ucapkan banyak terima kasih dan
semoga kebaikan yang anda berikan dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tidak ada yang sempurna di muka bumi ini, selain Dia yang Maha Esa.
Manusia tidak pernah akan merasa puas dengan apa yang dimilikinya. Hal
yang tidak pernah lepas dari kritikan, pasti masalah fasilitas Jadi, jangan
bosan ya! Tapi yang paling penting, mutu dari praktikan itu sendiri.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 97


DAFTAR PUSTAKA

http://quiinyta90.blogspot.com/2011/03/geologi-citra-penginderaan-jauh.html

http://annisamuawanah.blogspot.com/2011/10/interpretasi-citra-penginderaan-
jauh.html

http://yanti-geoblog.blogspot.com/2012/03/inderaja.html

http://lopecasubrata.blogspot.com/2012/05/pola-aliran-sungai.html

http://dwioktavianingrum.wordpress.com/

Prayitno, Budi. 2016. Modul Praktikum Geologi Citra Pengindraan Jauh.

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 98


LAMPIRAN

Laporan Akhir Praktikum Geologi Citra dan Pengindraan Jauh 99

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • TUGAS
    TUGAS
    Dokumen6 halaman
    TUGAS
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Sedimentologi Pengendapan Estuari
    Sedimentologi Pengendapan Estuari
    Dokumen19 halaman
    Sedimentologi Pengendapan Estuari
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Sedimentologi Pengendapan Estuari
    Sedimentologi Pengendapan Estuari
    Dokumen19 halaman
    Sedimentologi Pengendapan Estuari
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    Dokumen8 halaman
    Kata Pengantar Dan Daftar Isi
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen24 halaman
    Bab 3
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen3 halaman
    Pendahuluan
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen3 halaman
    Pendahuluan
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Pengajuan Tugas Akhir
    Pengajuan Tugas Akhir
    Dokumen1 halaman
    Pengajuan Tugas Akhir
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen20 halaman
    Bab 2
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Geologi Dasar Aap
    Geologi Dasar Aap
    Dokumen6 halaman
    Geologi Dasar Aap
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Metode Penelitian
    Bab 3 Metode Penelitian
    Dokumen7 halaman
    Bab 3 Metode Penelitian
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Geologi Dasar Evan
    Geologi Dasar Evan
    Dokumen6 halaman
    Geologi Dasar Evan
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 Mapping
    Bab 4 Mapping
    Dokumen36 halaman
    Bab 4 Mapping
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen7 halaman
    Bab 1
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Xigua Sweet
    Xigua Sweet
    Dokumen10 halaman
    Xigua Sweet
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen29 halaman
    Bab I
    Tina
    Belum ada peringkat
  • Halaman Judul
    Halaman Judul
    Dokumen1 halaman
    Halaman Judul
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 1
    Jurnal 1
    Dokumen18 halaman
    Jurnal 1
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • GUNUNGAPI
    GUNUNGAPI
    Dokumen23 halaman
    GUNUNGAPI
    Mufty Said
    Belum ada peringkat
  • Present As I
    Present As I
    Dokumen17 halaman
    Present As I
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 5
    Jurnal 5
    Dokumen14 halaman
    Jurnal 5
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • GEOLOGI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
    GEOLOGI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
    Dokumen11 halaman
    GEOLOGI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • 01-BUMI Dan Gunung API
    01-BUMI Dan Gunung API
    Dokumen10 halaman
    01-BUMI Dan Gunung API
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Geotektonik 1-2
    Geotektonik 1-2
    Dokumen25 halaman
    Geotektonik 1-2
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • L8 - Objektif Eksplorasi
    L8 - Objektif Eksplorasi
    Dokumen11 halaman
    L8 - Objektif Eksplorasi
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • L1 - 2 - Geologi Eksplorasi
    L1 - 2 - Geologi Eksplorasi
    Dokumen57 halaman
    L1 - 2 - Geologi Eksplorasi
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat
  • Stratigrafi Indonesia Smatera Utara
    Stratigrafi Indonesia Smatera Utara
    Dokumen20 halaman
    Stratigrafi Indonesia Smatera Utara
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    100% (1)
  • Geologi Komputasi dan Gambar Teknik Command Prompt
    Geologi Komputasi dan Gambar Teknik Command Prompt
    Dokumen14 halaman
    Geologi Komputasi dan Gambar Teknik Command Prompt
    AFRIADMA AULIA PERDANA
    Belum ada peringkat