Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari

teknik menyusui yang buruk, merupakan penyebab penting terjadinya bendungan

asi, tetapi dalam benak banyak petugas kesehatan, bendungan asi masih dianggap

sama dengan infeksi payudara. Mereka sering tidak mampu membantu wanita

penderita mastitis untuk terus menyusui, dan mereka bahkan mungkin

menyarankan wanita tersebut untuk berhenti menyusui, yang sebenarnya tidak

perlu. Bendungan asi dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan

atau tanpa kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikit

sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya dibawah 10% (WHO, 2005).

Pada hari ke tiga atau keempat setelah melahirkan sering kali payudara

terasa penuh, tegang dan nyeri. Hal ini disebabkan karena terjadinya bendungan

ASI (Suherni, 2009)

Dalam rangka menuju Target Millennium Development Goals (MGDs)

2015 Pemerintah Indonesia menargetkan secara nasional upaya peningkatan status

gizi masyarakat sebagai bagian integral pembangunan nasional semakin mendapat

prioritas karena faktor gizi turut menentukan kualitas sumber daya manusia.

Dalam kaitanya dengan perwujudan kualitas sumber daya manusia, status gizi

1
2

merupakan hal yang amat penting untuk dinilai. Sebab salah satu indikator

keadaan status gizi masyarakat tersebut (Depkes, 2005).

Masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting susu lecet/nyeri

sekitar 57% dari ibu-ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan

pada putingnya, payudara bengkak. Payudara bengkak sering terjadi pada hari

ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu

atau lebih duktus laktiferus dan mastitis serta abses payudara yang merupakan

kelanjutan/komplikasi dari bendungan asi yang disebabkan karena meluasnya

peradangan payudara. Sehingga dapat menyebabkan tidak terlaksananya ASI

ekslusif (Bobak, 2006).

ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan utama bagi bayi

baru lahir. ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi akan energi dan gizi selama 6

bulan pertama kehidupannya, sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang

optimal. Selain sebagai sumber energi dan gizi, pemberian ASI juga merupakan

media untuk menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayinya. Hubungan ini

akan menghantarkan kasih sayang dan perlindungan ibu kepada bayinya serta

memikat kemesraan bayi terhadap ibunya, sehingga terjalin hubungan harmonis

yang erat (Roesli, 2006).

Suatu kenyataan yang benar-benar terjadi di banyak negara, termasuk

negeri kita Indonesia. Disatu sisi kita sering begitu gelisah dengan banyak kasus

kematian ibu dan anak, namun disisi lain kita tidak pernah serius, bahkan

cenderung mengabaikan arti pentingnya pemberian air susu ibu, satu-satunya

makanan bayi yang tidak ada tandingannya dalam menjamin tumbuh kembang
3

anak secara optimal, bahkan dalam mencegah banyak resiko kematian (Roesli,

2008).

Cakupan kunjungan ibu menyusui di Propinsi Aceh tahun 2010 kejadian

bendungan ASI diperkirakan terjadi sebanyak 23,4% kasus (Dinkes Prov. Aceh,

2010). Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen (2011) melaporkan jumlah kunjungan

ibu menyusui tercatat 6.202 (82,24%) dari total ibu menyusui seluruhnya 8.049,

dan ibu menyusui yang berkunjung ke Puskesmas dengan keluhan ASI tidak

lancar sebanyak 326.

Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor dominan yang mempengaruhi

adalah kurang terdeteksinya faktor-faktor komplikasi secara dini. Untuk itu

diperlukannya peran serta masyarakat terutama ibu-ibu nifas untuk memiliki

pengetahuan tentang perawatan dan tanda-tanda bahaya pada masa nifas sehingga

ibu dapat mengetahui dan mengenal secara dini tanda-tanda bahaya masa nifas

sehingga bila ada kelainan dan komplikasi dapat segera terdeteksi (Prawirohardjo,

2005).

Asuhan pada masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena masa

nifas merupakan masa kritis untuk ibu dan bayinya. Paling sedikit 4 kali

kunjungan pada masa nifas sehingga dapat menilai status ibu dan bayinya, untuk

melaksanakan skreening yang komprehensif mendeteksi masalah, mengobati atau

merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayi, memberikan pendidikan

tentang kesehatan, perawatan payudara, perawatan kesehatan diri, nutrisi, dan

keluarga berencana, sehingga ibu-ibu nifas dapat mencegah komplikasi yang

terjadi pada masa nifas (Prawirohardjo, 2005).


4

Pengosongan mamae yang tidak sempurna dalam masa laktasi, terjadi

peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan Apabila

bayi sudah kenyang dan selesai menyusui, dan payudara tidak dikosongkan, maka

masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak

dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI (Suherni, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Kemukiman Teungku

Chik Di pulo Baroh Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen ternyata dari 326

ibu menyusui yang berkunjung ke Puskesmas Samalanga dari bulan Januari

sampai Juni ternyata ada 43 ibu menyusui datang dengan keluhan mengalami

bendungan ASI. Sedangkan jumlah ibu menyusui di kemukiman Teungku Chik

Dipulo Baroh Kecamatan Samalanga terdapat 43 ibu menyusui dengan jumlah 8

desa dengan rincian ibu menyusui di desa Batee Iliek sebanyak 6 orang, ibu

menyusui di desa Pulo Baroh sebanyak 6 orang, ibu menyusui di desa Lancok

sebanyak 4 orang, ibu menyusui di desa Paloh sebanyak 5 orang, ibu menyusui di

desa Mesjid Baro sebanyak 5 orang, ibu menyusui di desa Ulee Jembatan

sebanyak 5 orang, ibu menyusui di desa Lhokseumira sebanyak 6 orang, ibu

menyusui di desa Menasah Luong sebanyak 6 orang. hal ini menunjukkan adanya

gangguan atau masalah dalam pemberian ASI Ekskusif, sedangkan jumlah bayi

dari bulan Januari sampai Bulan Juni 2012 berjumlah 43 bayi. Dari uraian di atas,

maka penulis ingin mengetahui Hubungan Cara Menyusui Dengan Terjadinya

Bendungan ASI Di Kemukiman Teungku Chik Dipulo Baroh Kecamatan

Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2012.


5

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang

diangkat adalah Bagaimanakah Hubungan Cara Menyusui Dengan

Terjadinya Bendungan Asi Di Kemukiman Teungku Chik Dipulo Baroh

Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2012

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kejadian Bendungan ASI Di Kemukiman

Teungku Chik Dipulo Baroh Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen

Tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Untuk mengetahui kejadian bendungan ASI Di Kemukiman

Teungku Chik Dipulo Baroh Kecamatan Samalanga Kabupaten

Bireuen Tahun 2012 di tinjau dari segi cara menyusui.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Peneliti, sebagai bahan kajian Sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan untuk menambah informasi terhadap Hubungan Antara

cara Menyusui Dengan Terjadinya Bendungan ASI

b. Untuk Responden Bagi responden dapat menjadi informasi dan menjadi

pedoman untuk kehidupan lebih baik.


6

c. Bagi Institusi Pendidikan. Dapat dimanfaatkan dan dijadikan sebagai

bahan referensi untuk pustaka dan hasil penelitian ini dapat dijadikan

dasar dalam melakukan penelitian lebih lanjut.

d. Bagi Tempat Penelitian untuk menambah informasi terhadap Hubungan

Antara Cara Menyusui Dengan Terjadinya Bendungan ASI Di

Kemukiman Teungku Chik Dipulo Baroh Kecamatan Samalanga

Kabupaten Bireuen Tahun 2012, sehingga masyarakat terutama ibu

menyusui mau memberikan ASI kepada bayinya.

e. Bagi masyarakat Penelitian untuk menambah informasi sehingga

masyarakat terutama ibu menyusui mau memberikan ASI kepada

bayinya.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Cara Menyusui

2.1.1. Persiapan menyusui

Manajemem Laktasi adalah suatu tatacara menyeluruh yang

menyangkut laktasi dan penggunaan ASI, yang menuju suatu

keberhasilan menyusui untuk memelihara kesehatan ibu dan bayinya.

Manajemen laktasi ini harus dipahami oleh tenaga kesehatan agar dapat

melaksanakan tugas sebagai promoter penggunaan ASI. Manajeman ini

meliputi suatu persiapan dan pendidikan menyeluruh ibu, pelaksanaan

menyusui dan usaha lanjutan perlindungan ibu yang menyusui

(wiknjosastro, 2005).

Pemeriksaan payudara dilakukan pada kunjungan pertama

antenatal care sebagai bagian dari pemeriksaan umum, dan payudara di

palpasi untuk mengesampingkan adanya massa, tanda- tanda kehamilan

maupun penampakan vena-vena dan perubahan pigmentasi (Sylvia

Varralls, 2003).

a) Penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang manfaat menyusui

bagi ibu dan bayi serta keluarga.

b) Adanya dukungan keluarga

c) Adanya dukungan dan kemampuan petugas kesehatan.


8

d) Pemeriksaan payudara.

e) Persiapan Payudara dan Puting susu

a. Penggunaan air untuk membersihkan puting susu jangan

menggunakan sabun.

b. Pemeliharaan dan mempersiapkan puting susu

c. Pemakaian BH yang memadai

f) Gizi yang bermutu

a. Eksta 300 kalori perhari terutama protein

b. Pemberian prefarat besi dan asam folat

c. Tidak melakukan diet untuk menurunkan berat badan, penambahan

berat badan yang memadai adalah 11 13 kg.

g) Cara hidup sehat.

Proses menyusui memerlukan pengetahuan dan latihan yang tepat,

supaya proses menyusui dapat berjalan dengan baik, namun sering kali

proses menyusui dilakukan tidak tepat, akhirnya ASI tidak keluar dan ibu

tidak mau menyusui dan bayinya pun tidak mau menyusu (Utami Roesli,

2001:65). Tidak heran bila hasil survei membuktikan masih sedikit bayi

yang menerima ASI eksklusif sampai bayi berusia minimal 4 bulan


9

2.1.2. Cara menyusui

Saat menyusui ibu harus rileks dan nyaman, bayi melekat

menghadap puting ibu, kepala dan tubuh bayi berada pada garis lurus,

seluruh puting dan sebagian besar areola (bagian payudara yang berwarna

lebih gelap kecokelatan) masuk ke dalam mulut bayi, dagu bayi menyentuh

payudara dan bokong bayi ditopang (Runtulalo, 2004).

Bayi dapat mengisap dengan baik jika mulut terbuka lebar, bibir

bawah terlipat keluar, pipi bayi tidak cekung, tapi membulat dan isapannya

teratur lambat dan dalam. ASI dapat dikatakan benar-benar kurang jika berat

badan (BB) bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per bulan, BB

lahir dalam waktu 2 minggu belum kebal, ngompol rata-rata kurang dari 6

kali dalam 24 jam, cairan urin pekat, bau dan warna kuning (Runtulalo,

2004).

Posisi yang kurang benar dapat menyebabkan rasa sakit, lecet, dan

luka pada puting serta membuat ibu dan bayi frustrasi. Bayi akan frustasi

karena lapar dan ibu akan merasa cemas karena ketidakmampuan menyusui

bayi. Kurangnya pengeluaran ASI dari payudara ibu bisa menyebabkan

kepenuhan, bengkak payudara, dan bahkan kegagalan menyusui (Ramaiah,

2006).

Menurut Depkes RI, (2007) cara yang tepat ibu memeluk bayinya saat

menyusui adalah:

1. Kepala dan badan bayi berada dalam satu garis lurus.


10

2. Wajah bayi harus menghadap payudara dengan hidung berhadapan

dengan puting.

3. Ibu harus memeluk badan bayi dekat dengan badannya.

4. Jika bayi baru lahir, ibu harus menyangga seluruh badan, bukan hanya

kepala dan bahu.

Menurut Depkes RI, (2007) cara menyangga payudara adalah sebagai

berikut:

1. Ibu harus meletakkan jari-jarinya di dinding dada dibawah payudara,

sehingga jari telunjuk membentuk topangan di bagian dasar

payudara.

2. Ibu dapat menekan lembut payudaranya dengan jari-jari, cara ini

dapat memperbaiki bentuk payudara sehingga mempermudah bayi

untuk melekat dengan baik, sebaiknya ibu tidak memengang

payudara terlalu dekat ke puting.

3. ibu harus menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar, sebelum

membawa bayi kepayudara. Mulut bayi perlu membuka lebar untuk

memasukkan payudara sepenuh mulutnya.

Menurut Depkes RI (2007) cara mendekatkan bayi kepayudara

sebagai berikut:

a. Ibu harus mendekatkan bayi ke payudara, bukan mendekatkan

badan atau payudara kebayi.


11

b. Ibu harus mengarahkan bibir bawah bayi ke bawah puting,

sehingga dagu bayi akan menyentuh payudara.

Ibu dapat menyusui dengan berbagai posisi berbeda, misalnya

berdiri. Penting bagi ibu untuk tetap nyaman dan santai, dan bagi bayi

untuk bisa memasukkan cukup payudara kedalam mulutnya, sehingga

bayi dapat menyusui secara efektif (Depkes RI, 2007).

Adapun tanda-tanda menyusui berjalan dengan baik dan benar adalah:

1. Bagi ibu,

a. ibu tampak sehat,

b. ibu tampak rileks dan nyaman

c. terlihat tanda bonding ibu bayi.

2. Bagi Bayi,

a. tampak sehat,

b. bayi tampak tenang dan rileks

c. bayi mencari payudara bila lapar.

3. Payudara,

a. Payudara tampak sehat,

b. puting keluar dan lentur,

c. terasa nyaman, tak nyeri,

d. payudara ditopang dengan baik oleh jari-jari yang jauh dari

puting.

4. Posisi bayi,

a. kepala dan badan bayi dalam garis lurus,


12

b. bayi dipeluk dekat badan ibu,

c. seluruh badan bayi ditopang,

d. bayi mendekat kepayudara, hidung berhadapan dengan puting.

5. Pelekatan bayi:

a. Tampak lebih banyak ariola diatas bibir,

b. mulut bayi terbuka lebar,

c. bibir bawah terputar keluar,

d. dagu bayi menempel pada payudara.

6. Menghisap,

a. Hisapan lambat dan dalam

b. pipi membulat waktu menghisap

c. bayi melepaskan payudara waktu selesai,

d. ibu merasakan, tanda-tanda reflek oksitosin (Depkes RI, 2007).

2.1.3. Lama menyusui

Secara alamiah, seorang ibu mampu menghasilkan Air Susu Ibu

(ASI) segera setelah melahirkan. ASI diproduksi oleh alveoli yang

merupakan bagian awal dari pembuluh kecil air susu. ASI merupakan

makanan yang paling cocok bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang

paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh

manusia ataupun susu yang berasal dari hewan seperti susu sapi, susu

kerbau, atau susu kambing. Pemberian ASI secara penuh sangat

dianjurkan oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan

manusia (susu formula) dapat menggantikan perlindungan kekebalan


13

tubuh seorang bayi, seperti yang diperoleh dari susu kolostrum (Kamalia,

2005).

Pernyataan tersebut didukung oleh Syahmien Moehji (2002) yang

mengatakan bahwa ASI merupakan makanan yang mutlak untuk bayi

yaitu pada usia 4-6 bulan pertama kehidupannya. ASI mengandung

semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai

dengan kebutuhan bayi. Jika dibandingkan dengan susu sapi, Air Susu

Ibu (ASI) mempunyai kelebihan antara lain mampu mencegah penyakit

infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu dipersiapkan terlebih dahulu.

Melalui ASI dapat dibina kasih sayang, ketentraman jiwa bagi bayi yang

sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa bayi. Dengan

demikian ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan mempunyai

kelebihan yang tidak dimiliki oleh susu sapi (Kamalia, 2005).

Oleh karena itu ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi

ASI pada hari pertama baru sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi.

Pemberian air gula, air teh, air tajin dan makanan prelaktal (sebelum ASI

lancar produksi) lain, harus dihindari untuk mendapatkan manfaat

maksimal dari ASI, maka sebaiknya menyusui dilakukan setelah bayi

lahir (dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir) karena daya hisap pada

saat itu paling kuat untuk merangsang pengeluaran ASI selanjutnya

(Kamalia, 2005).

2.2. Bendungan Asi

2.2.1. Bendungan Air Susu Ibu


14

Memberi ASI pada bayi merupakan proses alami sebagai

kewajiban seorang ibu yang mengasuh anaknya. Karena ASI merupakan

makanan utama untuk bayi umur 0-6 bulan pertama kehidupannya.

Proses alami untuk memberikan ASI sudah dimulai saat terjadi

kehamilan, karena bersama dengan hamil, payudara telah disiapkan

sehingga setelah bayi lahir ibu bisa segera memberikan ASI pada

bayinya. Sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika

ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini

bersifat fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran

ASI oleh bayi. Namun keadaan ini bisa menjadi bendungan, pada

bendungan payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan

(Anonymous, 2010).

2.2.2. Definisi Bendungan Air Susu Ibu

Menurut Suherni (2009) bendungan Air Susu Ibu adalah suatu

keadaan dimana payudara sering mengalami distensi atau menjadi keras

dan bengkak dimana terjadi selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah

terlihatnya sekresi lakteal. Sedangkan Saifuddin (2002) menjelaskan

bahwa bendungan pada payudara adalah peningkatan aliran vena dan

limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi dan

hal ini bukan disebabkan oleh overdistensi dari saluran laktasi.

Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999 dalam Williams

2009) adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus

laktoferus atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan


15

sempurna atau karena kelainan pada puting susu. Sarwono (2005)

menjelaskan bahwa bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan

pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga

menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu

badan.

2.2.3. Penyebab Bendungan Air Susu Ibu

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:

a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi,

terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya

berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusui, dan

payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam

payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan

bendungan ASI).

b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu tidak

menyusui bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif

mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).

c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah

dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan

menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak

mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).

d. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan menyulitkan

bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan
16

areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan

ASI).

e. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang menimbulkan

kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap

areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI.

Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI) (info-

medis.blogspot.com, 2008).

2.2.4. Tanda dan Gejala

Payudara penuh, sebagian karena Air Susu Ibu, dan sebagian

karena peningkatan cairan jaringan dan aliran darah yang terhambat

menimbulkan gejala antara lain: payudara terlihat mengkilat, terasa sakit

dan tegang dan ASI tidak mengalir dengan baik. Penderita akan

mengalami demam yang hilang dalam 24 jam. Putingnya datar, karena

kulitnya meregang ketat, sehingga menyulitkan pelekatan bayi untuk

menyusui (Admin, 2010). Dimana bendungan air susu menyebabkan rasa

nyeri yang cukup hebat dan bisa disertai dengan kenaikan suhu (Suherni

2009)

2.2.5. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain, para ibu diharapkan

untuk istirahat yang cukup. Secara teratur menyusui bayinya, setiap dua

atau tiga jam sekali sesuai ritme perut bayi, akan dapat mencegah

payudara bengkak dari infeksi. Usahakan jangan pernah menunda atau


17

melewatkan waktu menyusui. Gunakan BH yang sesuai dengan ukuran

payudara Anda. Selalu menjaga kebersihan payudara dengan cara

membersihkan dengan kapas dan air hangat (Anonymous, 2009).

Mansjoer (2001) menjelaskan bahwa untuk pencegahan maka susui

bayi segera setelah lahir bila memungkinkan tanpa dijadwalkan (on

demand) dan lakukan perawatan payudara pasca persalinan secara

teratur.

2.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan masalah

bendungan ASI antara lain (Suherni, 2009):

a. Keluarkan ASI secara manual dan ASI tetap diberikan pada bayi.

b. Menyangga payudara dengan BH yang menyokong.

c. Kompres dengan kantong es (kalau perlu).

d. Pemberian analgetik atau kodein 60 mg per oral.

Sedangkan terapi dan pengobatan menurut Sarwono (2005) adalah:

a. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya.

b. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care.

c. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan

kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri.

d. Gunakan BH yang menopang.

e. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan

menurunkan panas.
18

2.3. Ibu Nifas

2.3.1. Defenisi Nifas

Nifas (puerpurium) adalah masa sesudah persalinan yang

diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal,

berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari (Manuaba, 2006). Menurut

Lowdermilk (2004) Periode post partum adalah waktu penyembuhan dan

perubahan, waktu kembali keadaan tidak hamil. Dalam masa nifas, alat-

alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih

seperti keadaan sebelum hamil. Untuk membantu mempercepat proses

penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet yang

cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dsb.

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya

plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003). Masa

nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung

kira-kira 6 minggu. (Abdul Bari, 2004). Sedangkan Hendarson (2006)

priode pasca natal didefinisikan sebagai suatu priode yang kurang dari 10

hari dan tidak lebih dari 28 hari setelah akhir masa persalinan.

Menurut Suherni, dkk (2009) masa nifas disebut juga masa post

partum atau puerperium yaitu masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan

plasenta keluar lepas dari rahim sampai enam minggu berikutnya, disertai

dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan,


19

yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya

berkaitan saat melahirkan.

Periode pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir

sampai organ-organ reproduksi kembali keadaan normal sebelum hamil.

Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester ke empat

kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun

dianggap normal, di mana proses-proses pada kehamilan berjalan

terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan,

kesehatan bayi baru lahir, dan perawatan serta dorongan semangat yang

diberikan tenaga kesehatan professional ikut membentuk respons ibu

terhadap bayinya selama masa ini. Untuk memberi perawatan yang

menguntungkan ibu, bayi, dan keluarganya, seorang perawat harus

mampu memanfaatkan pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu

pada periode pemulihan (Prawirohardjo, 2006).

Masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan: Puerperium dini yaitu

suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan

berjalan-jalan, Puerperium intermedial yaitu suatu masa dimana

kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam

minggu, Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih

dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu bila ibu selama

hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi (Indiarti, 2005).

Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit

empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk:
20

Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi, Melakukan pencegahan terhadap

kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya,

Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa

nifas, Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu

kesehatan ibu nifas maupun bayinya (Suherni, 2009).

2.3.2. Perawatan Nifas

Perawatan nifas merupakan asuhan atau perawatan yang

diberikan pada ibu dan bayinya sebagai bagian integral pada proses

melahirkan dan harus dimanfaatkan sebagai suatu kesempatan untuk

memberikan perawatan pada ibu dan bayinya. Perawatan nifas dimulai

sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan-

kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi (Pusdiknakes, 2003).

Perawatan pasca partum atau perawatan nifas yang ideal ditandai

oleh serangkaian kunjungan rumah untuk memeriksa kesejahteraan ibu

yang baru melahirkan dan keluarga, kunjungan ini terutama ditujukan

untuk mengevaluasi kesehatan mental klien, memberi dukungan dan

informasi, memastikan perasaan ibu terhadap persalinan dan bayinya,

memastikan dukungan yang tersedia baginya serta penyesuaian yang

telah berlangsung di dalam keluarga (Pusdiknakes, 2002).

Menurut Hanafiah (2004) Perawatan masa nifas adalah perawatan

terhadap wanita hamil yang telah selesai bersalin sampai alat-alat

kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-8

minggu. akan tetapi, seluruh alat genatelia baru pulih kembali seperti
21

sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. Adapun frekuensi

kunjungan, waktu dan tujuan kunjungan tersebut di paparkan sebagai

berikut:

1). Kunjungan pertama, waktu 6-8 jam setelah persalinan. Tujuan:

a. Mencegah perdarahan masa nifas karena persalinan atonia uterus.

b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan

c. Pemberian ASI awal

d. Memberi supervisi kepada ibu bagaimana tehnik melakukan

hubungan antara ibu dan bayi baru lahir

2). Kunjungan kedua waktu, 6 hari setelah persalinan

a. Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal.

b. Evaluasi adanya tanda-tanda infeksi atau perdarahan normal

c. Memastikan ibu cukup makan, minum dan istirahat

d. Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda

adanya penyulit

3). Kunjungan ketiga Waktu 2 minggu setelah persalinan. Tujuan sama

seperti kunjungan hari ke enam.

4). Kunjungan keempat, waktu: enam minggu setelah persalinan Tujuan

a. Menanyakan penyulit- penyulit yang ada

b. Memberikan konseling untuk KB secara dini (Suherni, 2009).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan masa

nifas (Hanafiah, 2004):

a. Mobilisasi dini
22

Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih

bila persalinan berlangsung lama, karena si ibu harus cukup

beristirahat, dimana ia harus tidur terlentang setelah post partum

untuk mencegah perdarahan post partum. Kemudian ia boleh

miring ke kiri dan ke kanan untuk memcegah terjadinya trombosis

dan tromboemboli. Mobilisasi dini bermanfaat untuk mempercepat

pemulihan kekuatan ibu. Ibu dapat bergerak bebas setelah priode

istirahat vital pertama berakhir. Pada hari kedua telah dapat duduk,

hari ketiga telah dapat jalan-jalan dan hari keempat atau kelima

boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung

pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka.

b. Diet / Makanan

Makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup

kalori, yang mengandung cukup protein, banyak cairan, serta

banyak buah-buahan dan sayuran karena si ibu ini mengalami

hemokosentrasi.

c. Buang Air Kecil

Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Kadang-

kadang wanita sulit kencing karena pada persalinan sphicter vesica

et urethare mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh

iritasi musculus sphincter ani. Juga oleh karena adanya oedem

kandungan kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung

kemih penuh wanita sulit kencing sebaiknya lakukan kateterisasi,


23

sebab hal ini dapat mengundang terjadinya infeksi. Bila infeksi

telah terjadi (urethritis, cystitis, pyelitis), maka pemberian

antibiotika sudah pada tempatnya.

d. Buang Air Besar

Buang air besar harus sudah ada dalam 3-4 hari post partum.

Bila ada obstipasi dan timbul berak yang keras, dapat kita lakukan

pemberian obat pencahar (laxantia) peroral atau parenterala, atau

dilakukan klisma bila masih belum berakhir. Karena jika tidak,

feses dapat tertimbun di rektum, dan menimbulkan demam.

e. Demam

Sesudah bersalin, suhu badan ibu naik 0,5 C dari keadaan

normal, tapi tidak melebihi 38 C. Dan sesudah 12 jam pertama

suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 C/

mungkin telah ada infeksi.

f. Mules-mules

Hal ini timbul akibat kontraksi uterus dan biasanya lebih terasa

sedang menyusui. Hal ini dialami selama 2-3 hari sesudah bersalin.

Perasaan sakit ini juga timbul bila masih ada sisa selaput ketuban,

plasenta atau gumpalan dari cavum uteri. Bila si ibu sangat

mengeluh, dapat diberikan analgetik atau sedativa supaya ia dapat

beristirahat tidur.

g. Laktasi
24

Segera sesudah persalinan si ibu disuruh mencoba menyusui

bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi, kecuali ada

kontraindikasi untuk menyusui bayinya, misalnya: menderita

thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis, DM berat,

psikosi atau puting susu tertarik ke dalam, leprae atau kelainan

pada bayinya sendiri misalnya pada bayi sumbing (labiognato

palatoschizis) sehingga ia tidak dapat menyusu oleh karena tidak

dapat menghisap, minuman harus diberikan melalui sonde.

2.3.3 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas

Kebutuhan dasar ibu nifas terdiri dari:

a. Kebutuhan nutrisi dan cairan

1) Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, bergizi seimbang,

terutama kebutuhan protein dan karbohidrat.

2) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, (ibu harus

mengkonsumsi 3 sampai 4 porsi setiap hari)

3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum

setiap kali menyusui)

4) Pil zat besi harus diminum, untuk menambah zat gizi setidaknya

selama 40 hari pasca bersalin

5) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan

vitamin A kepada bayinya melalui ASInya (Rahmi, 2008).


25

b. Kebutuhan Ambulasi

Sebagian besar pasien dapat melakukan ambulasi segera setelah

persalinan usai. Aktifitas tersebut amat berguna bagi semua sistem

tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru.

Hal tersebut juga membantu mencegah trombosis pada pembuluh

tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit

menjadi sehat. Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan

jarak antara aktivitas dan istirahat (Syaifuddin, 2004).

c. Kebutuhan Eliminasi : BAB/BAK

Kebanyakan pasien dapat melakukan BAK secara spontan dalam 8

jam setelah melahirkan. Selama kehamilan terjadi peningkatan

ektraseluler 50%. Setelah melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai

urine. Umumnya pada partus lama yang kemudian diakhiri dengan

ektraksi vakum atau cunam, dapat mengakibatkan retensio urine. Bila

perlu, sebaiknya dipasang dower catheter untuk memberi istirahat

pada otot-otot kandung kencing. Dengan demikian, jika ada

kerusakan-kerusakan pada otot-otot kandung kencing, otot-otot cepat

pulih kembali sehingga fungsinya cepat pula kembali. Buang air besar

(BAB) biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah melahirkan

karena prapersalinan, diet cairan, obat-obatan analgesik selama

persalinan dan perineum yang sakit. Memberikan asupan cairan yang


26

cukup, diet yang tinggi serat serta ambulasi secara teratur dapat

membantu untuk mencapai regulasi BAB (Saleha, 2009).

d. Kebersihan diri dan bayi

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan

meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu unutuk

menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2

kali sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan

dimana ibu tinggal. Perawatan luka perineum bertujuan untuk

mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat

penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara

mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis

BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru

kemudian daerah anus. Sebelum dan sesudah ibu dianjurkan untuk

mencuci tangan. Pembalut hendaknya diganti minimal 2 kali sehari.

Bila pembalut yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai, pembalut

dapat dipakai kembali dengan dicuci, dijemur dibawah sinar matahari

dan disetrika (Yoana, 2009). Menurut suherni (2009) hal-hal yang

perlu dijelaskan pada ibu nifas agar bayi tetap terjaga kebersihannya

adalah: memandikan bayi setelah enam jam, memandikan bayi dua

kali sehari, mengganti pakaian bayi setiap habis mandi termasuk

BAB/BAK, menjaga daerah kelamin agar selalu bersih, menjaga

tempat tidur serta alat-alat yang dipakai bayi selalu bersih.

e. Kebutuhan Istirahat
27

Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang

dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada

siang hari (Manuaba, 2006).

f. Hubungan Seksual

Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka

episiotomi telah sembuh dan lokea telah berhenti. Hendaknya pula

hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari

setelah persalinan, karena pada waktu itu diharapkan organ-organ

tubuh telah pulih kembali. Ibu mengalami ovulasi dan mungkin

mengalami kehamilan sebelum haid yang pertama timbul setelah

persalinan. Untuk itu bila senggama tidak mungkin menunggu sampai

hari ke-40, suami/istri perlu melakukan usaha untuk mencegah

kehamilan. Pada saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan

konseling tentang pelayanan KB (Lowdermilk, 2004).

g. Latihan senam nifas

Pada saat hamil otot perut dan sekitar rahim serta vagina telah

teregang dan melemah. Latihan senam nifas dilakukan untuk

membantu mengencangkan otot-otot tersebut. Hal ini untuk mencegah

terjadinya nyeri punggung dikemudian hari dan terjadinya kelemahan

pada otot panggul sehingga dapat mengakibatkan ibu tidak bisa

menahan BAK (Suherni, 2009).

h. Pemberian ASI/laktasi

Hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien:


28

1) Menyusui bayi segera setelah lahir minimal 30 menit bayi telah

disusukan.

2) Ajarkan cara menyusui yang benar

3) Memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain (ASI

eklusif)

4) Menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi (On Demand)

5) Diluar menyususi jangan memberikan dot/kompeng pada bayi, tapi

berikan ASI dengan sendok

6) Penyapihan bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan

menurunkan frekuensi pemberian ASI.

Pada waktu nifas sering muncul banyak masalah salah satunya

masalah dalam menyusui yaitu mastitis. Mastitis adalah peradangan

pada payudara (abses payudara). Payudara menjadi merah, bengkak,

kadang kala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat.

Didalam terasa ada masa padat (lump) dan diluarnya kulit menjadi

merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah

persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut.

Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI diisap atau dikeluarkan atau

penghisapan yang tak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan

payudara dengan jari atau karena tekanan baju/ BH

(http://bejocomunity.bloggsport.com., 2010).
29

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Teoritis

Menurut Setia Ningsih (2004) faktor faktor yang menyebabkan

terjadinya bendungan ASI adalah, persiapan menyusui, cara menyusui dan lama

menyusui. Sedangkan menurut Ambarwati (2003) faktor yang menyebabkan

terjadinya bendung ASI adalah pendidikan, pengetahuan, daya tahan tubuh dan

tehnik menyusui, seperti yang digambarkan di kerangka teori dibawah ini.

Menurut Setia ningsih (2004):


a. Persiapan menyusui
b. Cara menyusui
c. Lama menyusui
Bendungan ASI
Menurut Ambarwati 2003:
a. Pendidikan
b. Pengetahuan
c. Daya tahan tubuh
d. Tehnik menyusui

Gambar 3.1. Kerangka Teoritis

29
30

3.2 Kerangka Konsep

Karena keterbatasan waktu dan biaya, dalam penelitian ini peneliti

membatasi variabel independen seperti pada gambar berikut ini:

Variable independent Variable Dependent

Kejadian bendungan asi


Cara menyusui

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian


31

3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

N Variabel Definisi Cara ukur Alat Skala Ukur Hasil


o. Operasional Ukur Ukur
Variabel Dependen (terikat)
1 Kejadian Segala sesuatu Penyebaran Kuesioner - Ya Ordinal
bendungan yang kejadian kuesioner, - Tidak
asi pada payudara
dan terjadinya
bendungan pada
payudara
dimana
payudara yang
bengkak yang
tidak disusui
secara adekuat
pada ibu nifas
Variabel Independen
2 Cara Cara yang Penyebaran Kuesioner a. Benar, jika Ordinal
menyusui dilakukan ibu kuesioner ibu
untuk menyusui menjawab
bayinya benar 50%
dari total
skore
b. Tidak, jika
ibu
menjawab
benar < 50%
dari total
skore

3.4 Hipotesa Penelitian

1. Ho : Tidak ada hubungan antara cara menyusui dengan kejadian bendungan

ASI

Ha : ada hubungan antara cara menyusui dengan kejadian bendungan ASI


32

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey bersifat analitik dengan

pendekatan cross sectional yaitu untuk mempelajari Hubungan Cara Menyusui

Dengan Terjadinya Bendungan ASI Di Kemukiman Teungku Chik Dipulo

Baroh Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2012. dengan efek

dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada

suatu saat (Notoatmojo, 2005).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan di Kemukiman Teungku Chik Dipulo Baroh

Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen, pengumpulan data direncanakan

pada bulan Agustus 2012.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas yang ada di

Kemukiman Teungku Chik Dipulo Baroh Kecamatan Samalanga

Kabupaten Bireuen sebanyak 43 Ibu menyusui.

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik Total Sampling yaitu semua populasi dijadikan

32
33

sampel diambil sebanyak 43 ibu menyusui, dengan rincian ibu

menyusui di desa Batee Iliek sebanyak 6 orang, ibu menyusui di desa

Pulo Baroh sebanyak 6 orang, ibu menyusui di desa Lancok sebanyak 4

orang, ibu menyusui di desa Paloh sebanyak 5 orang, ibu menyusui di

desa Mesjid Baro sebanyak 5 orang, ibu menyusui di desa Ulee

Jembatan sebanyak 5 orang, ibu menyusui di desa Lhokseumira

sebanyak 6 orang, ibu menyusui di desa Menasah Luong sebanyak 6

orang.

4.4. Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data skunder. Data

primer yaitu data yang langsung diperoleh di lapangan dengan menyebarkan

kuesioner yang berisi pertanyaan untuk mengetahui Hubungan Antara Cara

Menyusui Dengan Terjadinya Bendungan ASI Di Kemukiman Teungku Chik

Dipulo Baroh Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2012.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan dan

buku-buku yang menjadi referensi. Setelah responden mengerti tentang

penjelasan tersebut maka kuesioner diberikan untuk diisi dan kemudian data

tersebut dikumpulkan untuk rencana pengolahan dan analisa data.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh data yang perlu diketahui. Kuesioner dibuat sendiri berdasarkan

kajian kepustakaan yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang cara menyusui.


34

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

4.6.1. Pengolahan Data

Data dalam penelitian ini dapat diolah dengan cara (Purwanto, 2004) :

a. Editing

Yaitu melakukan pengecekan kembali apakah semua item

pertanyaan telah terisi dan melihat apakah ada kekeliruan yang

mungkin dapat mengganggu pengolahan data selanjutnya.

b. Coding

Yaitu memberi kode berupa nomor pada lembaran kuesioner untuk

memudahkan pengolahan data.

c. Transfering

Yaitu data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari

responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan

kedalam tabel sesuai dengan variabel yang diteliti.

d. Tabulating

yaitu pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiap-

tiap variabel yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel

distribusi frekuensi.

4.6.2. Analisa Data.

4.6.2.1. Univariat

Data yang didapat dari pengisian kuesioner oleh responden

kemudian dianalisa secara deskriptif dengan menghitung

persentase setiap variabel dependen dan independen dan


35

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk di

narasikan dengan rumus (Budiarto, 2002).

Keterangan :

P = Persentase

f = Frekuensi

n = Jumlah semua responden

4.6.2.2. Bivariat (Cross Sectional)

Untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan

variabel dependen maka dapat digunakan statistik sederhana

yaitu chi-square (x2) dengan bantuan komputerisasi program

SPSS for Window versi 16.0 dengan tingkat kepercayaan 95%

(a=0,05)

4.7. Penyajian Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan bantuan

program SPSS kemudian di sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

untuk dinarasikan.
36

KUESIONER

HUBUNGAN CARA MENYUSUI DENGAN TERJADINYA BENDUNGAN


ASI DI KEMUKIMAN TEUNGKU CHIK DIPULO BAROH KECAMATAN
SAMALANGA KABUPATEN BIREUEN
TAHUN 2012

Nama Peneliti : Nurhayati

Tanggal wawancara : 2012

I. Identitas Reponden

Nama Responden

Umur :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

A. Kejadian bendungan ASI

Apakah ibu mengalami bendungan ASI

a. Ya

b. Tidak

B. Cara Menyusui

1. Salah satu cara menyusui yang benar adalah ....

a. Ibu duduk dalam posisi tenang dan santai

b. Ibu dalam keadaan gelisah

c. Ibu memberikan ASI pada saat bayi menangis


37

2. Cara membuka mulut bayi sebelum menyusui, yaitu....

a. Menyentuh pipi dengan puting

b. Menyentuh bayi

c. Menyentuh tangan bayi

3. Apabila bayi telah menyusui dengan benar maka akan memperlihatkan

tanda-tanda sebagai berikut....

a. Puting susu terasa nyeri

b. Bayi tampak tenang

c. Bayi menghisap sebentar-bentar

4. Pada saat mau menyusui, puting payudara Ibu sebaiknya....

a. Langsung diberikan pada bayi

b. ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting

c. Dilap dengan handuk basah

5. Setelah menyusui sebaiknya bayi.....

a. Tidak perlu disendawakan karena hanya buang waktu

b. Disendawakan untuk mengeluarkan udara

c. Dibiarkan saja

6. Posisi ibu yang paling tepat saat menyusui adalah

a. Berbaring atau duduk

b. Berdiri

c. Terlentang
38

7. Tanda-tanda bayi berada dalam posisi menyusui yang benar adalah....

a. Tubuh bayi menempel dan menghadap tubuh ibu

b. Dagu bayi menempel pada payudara ibu

c. Bayi menangis

8. Tanda-tanda bayi berada dalam posisi yang salah pada saat menyusui

adalah....

a. Mulut dan dagu bayi terpisah dari payudara

b. Bayi menghadap tubuh ibu

c. Perut bayi menempel pada perut ibu

9. Salah satu posisi dasar yang harus diketahui oleh ibu agar proses

menyusui dapat berjalan lancar dan aman kecuali ....

a. Posisi mulut bayi dan payudara ibu (perlekatan)

b. Posisi badan ibu

c. Bayi tidur terlentang

10. Tehnik menyusui yang tidak benar mengakibatkan .....

a. Puting susu menjadi lecet

b. ASI keluar secara optimal

c. Bayi puas
39

KUNCI JAWABAN

CARA MENYUSUI
1. A

2. A

3. B

4. B

5. B

6. A

7. A

8. C

9. C

10. A
40

DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun, Spd, S.SiT, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal, EGC, Jakarta,
2009.

Budiarto. Biostatika untuk kedokteran dan kesehatan Masyarakat, Jakarta


EGC.2002.

Bobak, Lowdermilk, Jensen, Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta, 2004.

Cunningham, dkk, Obstetri Williams, Jilid 21, EGC, Jakarta, 2009.

Departemen Pendidikan Nasional, Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta, 2004.

Manuaba Ida Bagus Gde, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, ECG, Jakarta, 2002.

Mansjoer, Arief Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Jakarta, Media Aesculapius,


FKUI, 2001.

Notoatmodjo, Soekidjo, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta, Rineka


Cipta, 2005.

___________________, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta, Rineka


Cipta, 2007.

Potter dan Perry. Pendidikan ke Arah Budaya Produk Tinggi, LP3ES, Jakarta. 1997.
Roesli,Utami,Dr, Mengenal ASI Eksklusif,Seri I.Jakarta, 2004.

Saifuddin. AB, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
41

Sarwono. P, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,


Jakarta, 2005.

Suherni, Widyasih, Rahmawati, Perawatan Masa Nifas, Fitramaya, Yogyakarta,


2009.
Wiknjosastro, Saifuddin Abdul Bari, Rachimhadhi Trijatmo, Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwano Prawiroharjo, Jakarta, 2002.

Annonymous, 2008, http://creasoft.wordpress.com/2008/05/04/, Perawatan


Payudara, Dikutip tanggal 20 Mei 2012.

__________, 2008, http://info-medis.blogspot.com/2008/09/bendungan-pada-


asi.html, Bendungan Pada ASI, Dikutip tanggal 25 Mei 2012.

__________, 2010, http://kuliahbidan.wordpress.com/2010/02/06/bendungan-asi/,


Bendungan Air Susu Ibu, Dikutip tanggal 25 Mei 2012.

Saleha, 2009, http://lifestyle.okezone.com/2009/07/07/196/236228/ menyusui-


teratur-cegah -payudara-bengkak, Menyusui Teratur Cegah Payudara
Bengkak, Dikutip tanggal 27 Mei 2012.

__________, 2010, http://www.thesisfull.com/, Perawatan Payudara Pada Masa


Nifas, Dikutip tanggal 20 Mei 2012.

Admin, Payudara Bengkak, Modul 4 Asosiasi IBCLC Indonesia,


http://peduliasi.com/?p=131, Dikutip tanggal 25 Mei 2012

Anda mungkin juga menyukai