Oleh :
1. Musnitarini Ramadhani
3. Joko Wahono
4. Roudlotul Fauziah
5. Agus Widiyanto
6. Piani
2017
BAB 1
KONSEP MEDIS
1.1 Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai
manifestasi klinik dan laboratorik
1.2 Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
1.4 Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat
lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan
oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen.
Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke
neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti
pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan
otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum
yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena
adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak
di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-
basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel
fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang
berikut :
a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Ketidaksinkronan impuls
Kejang epiletik
Parsial Umum
1.6 Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari
epilepsi
b. Melakukan terapi simtomatik
c. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:
1) Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
2) Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf
pusat yang normal.
3) Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
4) Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik.
Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat
tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras,
tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi
klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi
jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau
yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti
perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan
mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun
pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member
restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
i. Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah
bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini
bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang
penderita epilepsi
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS
EPILEPSI
I. Biodata
IDENTITAS IBU BAPAK
KELUARGA
Nama Ny. L Tn. G
Umur Saat Ini 37 tahun 40 tahun
Pekerjaan IRT Swasta
Pendidikan SMA S1
Alamat Grogol, Diwek Grogol, Diwek
KET:
V. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
Mulai 0 bulan sekarang
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : untuk mengganti saat tidak ada ASI
2. Jumlah pemberian : 2x/hari
3. Cara pemberian : menggunakan dot
USIA Jenis Nutrisi Lama Pemberian
E. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Program olahraga - -
2. Jenis dan - -
frekuensi
3. Kondisi setelah - -
olah raga
F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi
- Cara Digosok perlahan Diseka
Frekuensi 2x/ hari 1x/ hari
Alat Bak mandi Kain dan air
mandi
2. Cuci rambut 2x/ hari 1x/hari
- Frekuensi Digosok pelan Diusap halus
- Cara
3. Gunting kuku
Tidak menentu Belum memotong
- Frekuensi
Menggunakan potongan kuku
- Cara
kuku
4. Gosok gigi
- Frekuensi - -
- Cara
G. Aktivitas/ Mobilitas fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Kegiatan Bermain Berbaring dan bermain diatas
sehari-hari tempat tidur
2. Pengaturan - -
jadwal harian
3. Penggunaan Bersma orang tua Bersama orangtua
alat bantu
aktivitas
4. Kesulitan
bergerak
X. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
7. Muka
Inspeksi
-Bentuk Wajah : Oval
-Simetris / tidak : Simetris
-Gerakan abnormal : (-)
-Ekspresi wajah : sesekali tersenyum dan menangis
Palpasi
-Benjolan (Ada/Tidak) : Tidak ada
-Data lain : (-)
8. Mata
Inspeksi
-Simetris /Tidak : Simetris
-Palpebra : Tidak edema
-Sclera : Tidak ada peradangan
-Konjungtiva : Tidak ada peradangan dan anemis
-Pupil : Isokor
-Gerakan Bola Mata : Myosis
-Penutupan Kelopak Mata : Normal / baik
-Keadaan Bulu Mata : Normal / baik
Palpasi
-Tekanan Bola Mata : Tidak nyeri tekan
10. Telinga
Inspeksi
-Bentuk Telinga : Simetris
-Lubang Telinga : Ada Serumen
-Aurikel : Baik / normal
11. Mulut
Inspeksi
a. Gigi
-Keadaan gigi : Masih sedikit, baik
-Karang gigi : (-)
-Pemakaian gigi palsu : Tidaka ada
b.Gusi (Merah / Radang / Tidak) : Tidak meradang
c. Lidah (Kotor / Tidak) : Tidak kotor
d. Bibir
Cianosis/Pucat/Tidak : Pucat
Basah/ Kering/Pecah : Basah
Mulut Berbau / Tidak : Tidak berbau
12. Tenggorokan
a. Warna mukosa : Merah
b. Nyeri tekan : (-)
c. Kemampuan bicara : (-)
13. Leher
Inspeksi
-Kalenjar Tyroid (Membesar/Tidak) : Tidak terdapat pembesaran
Palpasi
-Kalenjar Tyroid (Teraba /Tidak) : Tidak terdapat pembesaran
-Kaku Kuduk/Tidak : Tidak ada
Kalenjar Limfe (Membesar/Tidak) : Tidak ada
Data lain :
15. Abdomen
Inspeksi
a. Membuncit : Tidak membesar
b. Ada luka/tidak : Tidak terdapat luka
Palpasi
a. Hepar : Tidak terdapat pembesaran
b. Lien : Tidak terdapat pembesaran lien
c. Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi
a. Peristaltik : 15x/ menit
Perkusi
a. Tympani : (-)
b. Redup : (-)
Data lain :
16. Genetalia dan anus : pasien berjenis kelamin laki-laki dan belum
terlihat pertumbuhan yang spesifik
17. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a. Motorik : Baik
- Pergerakan kanan/kiri : Baik
- Pergerakan abnormal : Tidak ada
- Kekuatan otot kanan/kiri : Otot kanan kurang aktif karena
terdapat Infus
- Koordinasi : Baik
b. Refles
- Biceps kanan/ kiri : Kurang / Baik
- Triceps kanan / kiri : Kurang/ Baik
c. Sensori
- Nyeri : Ada
- Rangsang suhu : -
- Rasa raba :-
Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan : (-)
- Kekuatan otot kanan/kiri : Baik
b. Reflex
- KPR kanan / kiri : Baik
- APR kanan / kiri : Baik
- Babinsky kanan / kiri : Baik
c. Sensori
- Nyeri : Ada
- Rangsang suhu : -
- Rasa raba :-
ANALISA DATA
1.
IMPLEMENTASI
Nama klien : An. M Dx Medis : EPILEPSI
No. Register : 29 94 14 Ruangan : PAV. SERUNI
O: Pasien tampak :
- Suhu tubuh diatas normal
- SB : 38,7 C
- Panas sering naik turun
- Akral hangat
- Nadi : 124x/menit
EVALUASI H-2
No DIAGNOSA EVALUASI
. KEPERAWATAN
1. Hipertermia b/d S: - Ibu pasien mengatakan panas sudah
Peningkatan Laju mendingan
Metabolik - Sudah mau makan dan minum
sedikit-sedikit
O: Pasien tampak :
- Suhu tubuh pasien stabil
- SB : 37 C
- Panas pasien masih naik turun
- Akral hangat
- Nadi : 188x/menit
EVALUASI H-3
No DIAGNOSA EVALUASI
. KEPERAWATAN
1. Hipertermia b/d S: - Ibu pasien mengatakan pasien mulai
Peningkatan Laju tidak rewel karena panas lagi
Metabolik - Sudah mau makan dan minum
O: Pasien tampak :
- SB : 37,3 C
- Panas masih naik turun
- Akral hangat
- Nadi : 124x/menit
- Respirasi : 28x/menit