Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No 44 Tahun 2009).

Menurut American hospital association rumah sakit adalah suatu institusi

yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien. Pelayanan

tersebut merupakan diagnostic dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan

masalah kesehatan baik yang bersifat bedah maupun non bedah ( Triwibowo,

2013).

2.1.2. Fungsi Rumah Sakit

Menurur Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

pasal 5 Rumah Sakit mempunyai fungsi :

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

7
8

d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui

tingkat pemanfaatan, mutu, dab efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-

indikator berikut berikut bersumber dari sensus rawat inap (Triwibowo, 2013) :

1. BOR( Bed Occupancy Ratio) yaitu persentase pemakaian tempat tidur pada

satuan waktu tertentu.

2. AVLOS (Average Length Of Stay) yaitu rata-rata lama rawat seorang pasien.

3. TOI (Turn Over Internal) yaitu rata-rata hari dimana tempat tidur tidak

ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.

4. BTO ( Bed Turn Over) yaitu frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu

periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.

5. NDR (Net Death Rate) yaitu angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk

tiap-tiap 1000 penderita keluar.

6. GDR ( Gross Death Rate) yaitu angka kematian umum untuk setiap 1000

penderita keluar)

2.1.4. Pelayanan Rawat Inap

Berdasarkan keputusan menteri kesehatan RI No.828/Menkes/SK/IX/2008

mendefinisikan rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi

observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik, tinggal di ruang rawat inap

disarana kesehatan. Rawat inap berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani
9

pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan

kembali ke rumah.

Mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila :

1. Memberikan rasa tentram kepada pasien.

2. Memberikan pelayanan yang professional.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :

1. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus

mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan

penanganan segara

2. Penanganan pertama dari perawat harus mampu menaruh kepercayaan bahwa

pengobatan yang diterima dimulai secara benar

3. Penanganan para dokter dan perawat yang professional akan menimbulkan

kepercayaan pasien bahwa pasien tidak salah memilih rumah sakit

4. Ruang yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit

5. Peralatan yang memadai dengan operator yang professional

6. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.

2.2. Komitmen Perawat

2.2.1. Pengertian Komitmen Pegawai

Komitmen merupakan sikap loyalitas pekerja terhadap organisasinya dan

juga merupakan suatu proses mengekspresikan perhatian dan partisipasinya

terhadap organisasi. Komitmen pegawai digambarkan sebagai bentuk keterikatan,

identifikasi, dan keterlibatan dari individu terhadap organisasi.


10

Komitmen dapat didefinisikan sebagai upaya mencapai tujuan organisasi

dengan kemauan mengarahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan

ketertarikan untuk tetap menjadi bagian organisasi. Dalam organisasi, komitmen

sering dikaitkan dengan kepuasan kerja. Asumsinya semakin tinggi kepuasan

kerja karyawan akan semakin tinggi pula komitmen kerja (Sutrisno, 2010).

2.3.2. Bentuk-Bentuk Komiten Pegawai

Mayer dan Alen dalam Khairul umam (2012) merumuskan tiga dimensi

dalam komitmen pegawai puskesmas yaitu :

1. Komitmen afektif adalah berkaitan dengan hubungan emosional pegawai,

indentifikasi dan keterlibatan pegawai dengan kegiatan oraganisasinya.

2. Komitmen kelanjutan adalah adalah berkaitan dengan kesadaran pegawai

apabila meninggalkan organisasi akan mengalami kerugian.

3. Komitmen normatif adalah menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus

berada dalam organisasi.

2.3.3. Indikator Komitmen

Indikator-indikator perilaku komitmen yang dapat dilihat pada karyawan

adalah :

a. Melakukan upaya penyesuaian, dengan cara agar cocok di organisasinya dan

melakukan hal-hal yang diharapkan, serta menghormati norma-norma organisasi,

menurut peraturan dan ketentuan yang berlaku.

b. Meneladani kesetiaan, dengan cara membantu orang lain, menghormati dan

meneriama hal-hal yang dianggap penting oleh atasan, bangga menjadi bagian

dari organisasi, serta peduli akan citra organisasi.


11

c. Mendukung secara aktif, dengan cara bertindak mendukung misi memenuhi

kebutuhan/misi organisasi dan penyesuaian diri dengan misi organisasi.

d. melakukan pengorbanan pribadi, dengan cara menempatkan kepentingan

organisasi diatas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi,

serta mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi walaupun keputusan

tersebut tidak disenangi.

2.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Pegawai

Menurut David dalam Sopiah (2008), mengemukakan empat faktor yang

mempengaruhi komitmen pegawai puskesmas yaitu :

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalam

kerja, kepribadian, dll.

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam peerjaan,

konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll.

3. Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya oganisasi, bentuk organisasi

seperti sentralisasi atau desentaralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat

pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap pegawai.

4. Pengalaman kerja, pegawai yang baru beberapa tahun bekrja dengan yang

sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi akan memiliki tingkat

komitmen yang berlainan.

2.3.5. Pemberdayaan Komitmen Pegawai

Pemeberdayaan yang dapat dikembangkan untuk memperkuat komitmen

pegawai dalam organisasi sebagai berikut sharafat khan dalam khairul umam

(2012).
12

1. Lama Bekerja (Time)

Lama bekerja merupakan waktu yang dijalani seseorang dalam melakukan

pekerjaan pada perusahaan. Semakin lama seseorang bertahan dalam perusahaan,

semakin terlihat bahwa dia beromitmen.

2. Kepercayaan (Trust)

Adanya saling percaya diantara anggota organisasi akan menciptakan akan

menciptakan kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan saran tanpa ada

rasa takut. Kepercayaan antara keduanya dapat diciptakan dengan cara:

a. Menyediakan waktu dan sumber daya yang cukup bagi pegawai dalam

menyelesaikan pekerjaan.

b. Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja

c. Menghargai perbedaan pandangan dan perbedaan kesuksesan yang diraih

pegawai.

d. Menyediakan akses informasi yang cukup.

3. Rasa Percaya Diri (Confident)

Rasa percaya diri akan membuat pegawai menghargai kemampuan yang

dimilikinya sehingga komitmen terhadap perusahaan semakin tingggi

Percaya diri pegawai dapat ditimbulkan dengan cara:

a. Mendegalasikan tugas penting pegawai.

b. Menggali saran dan ide dari pegawai.

c. Memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen.

d. Menyediakan instrukai tugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang baik.

4. Kredibilitas (Credibility).
13

Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan

lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yag sehat sehingga tercipta

organisasi yang memiliki kinerja tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

a. Memandang pegawai sebagai partner strategis.

b. Meningkatkan target di semua bagian pekerjaan.

c. Mendorong inisiatif individu untuk melakukan perubahan melalui partisipasi.

d. Membantu menyelesaikan perbedaan dalam penentuan tujuan dan prioritas.

5. Pertanggung jawaban (accountability)

Akuntabilitas dapat dilakukan dengan cara:

a. Menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja pegawai.

b. Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas.

c. Melibatkan pegawai dalam menentukan standar dan ukuran kinerja.

d. Memberikan saran dan bantuan kepada pegawai dalam menyelesaikan tugas.

2.3.6. Strategi mengembangkan Komitmen Pegawai

Menurut Muninjaya (2012), untuk mengembangkan komitmen pegawai,

ada beberapa strategi yang bias ditempuh:

1. Libatkan Karyawan pada setiap pengambilan keputusan. Harus disadari oleh

pihak pimpinan bahwa karyawan adalah asset utama (factor produksi)

institusi.

2. Tumbuhkan kepercayaan pada karyawan. Mereka akan membentuk kelompok

kerja yang aktif, penuh inisiatif, mandiri, berdisiplin (ini yang kurang

berkembang dikalangan PNS kesehatan di Indonesia), dan kebanggan

terhadap institusi dan tugasnya.


14

3. Kembangkan komunikasi dua arah dan kembangkan jaminan akan perlakuan

yang adil.

4. Ciptakan rasa kebersamaan dan kekeluargaan di antara para karyawan. Ini

merupakan cirri dan keunggulan masyarakat Indonesia, tetapi sering diabaikan

bahkan disalahgunakan.

5. Keamanan terhadap pekerjaan harus terjamin. Harus dijamin tidak adanya

PHK. Kondisi seperti ini sudah terjamin di kalangan PNS kecuali mereka

berbuat kesalahan yang fatal.

6. Memberikan penghargaan sesuai dengan bobot dan beban kerja serta

tanggungjawab atas pekerjaannya.

7. Sistem penilaian kinerja karyawan harus dikembangkan. System ini diterapkan

secara objektif dan terbuka.

8. Diberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan diri.

2.3 Motivasi Kerja Perawat

2.3.1 Definisi

Motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan semangat,

tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong sesorang atau sekelompok

orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.

Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi kerja biasa disebut pendorong

semangat kerja (Triwibowo, 2013).


15

2.3.2. Tujuan Motivasi

Tujuan dari motivasi di dalam organisasi adalah sebagai berikut (Bakri,

2017) :

1. Motivasi bertujuan meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

(perawat)

2. Motivasi bertujuan meningkatkan produktivitas kerja karyawan (Perawat).

3. Motivasi bertujuan mempertahankan kestabilan karyawan (Perawat).

4. Motivasi bertujuan meningkatkan kedisiplinan karyawan (Perawat).

5. Motivasi bertujuan mengefektifkan kedisiplinan karyawan (Perawat).

6. Motivasi bertujuan menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7. Motivasi bertujuan meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi

karyawan (Perawat).

8. Motivasi bertujuan meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan (Perawat).

9. Motivasi bertujuan memprtinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas-

tugasnya.

10. Motivasi bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan

baku.

2.3.3. Teori Motivasi

a. Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia

Maslow menyatakan bahwa dalam diri seseorang ada lima jenjang

kebutuhan dan manusia termotivasi untuk kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hirarki

kebutuhan tersebut adalah :

1. Fisiologis : Lapar, haus, seks, rasa enak, tidur dan istirahat.


16

2. Rasa aman : Menghindari bahaya dan bebas dari rasa takut atau terancam

3. Rasa memiliki : Rasa bahagia berkumpul dan berserikat, perasaan diterima

dalam kelompok, rasa bersahabat, dan afeksi.

4. Penghargaan : Menerima keberhasilan diri, kompetensi, keyakinan, rasa

diterima orang lain, aspirasi, rekognisi, dan martabat.

5. Aktualisasi diri : Keinginan mengembangkan diri secara maksimal melalui

usaha diri, kreativitas dan ekspresi diri.

b. Teori Karakteristik Pekerjaan

Teori karakteristik pekerjaan ini dikembangkan oleh Richard Hackman

dan Greg Oldham yang mengatakan bahwa ada tiga kondisi psikologis yang

respon terhadap tugas tersebut :

1. Ketika menjalankan tugas ini pekerja merasakan bahwa tugas itu sangat

berarti, berharga, dan berguna.

2. Pekerja merasa bertanggung jawab atas hasil dari pekerjaan itu.

3. Pekerja mengetahui manfaat dari pekerjaan tersebut.

c. Teori Kebutuhan

Teori motivasi berprestasi atau teori tiga kebutuhan yang dikemukakan

oleh Mc. Cleand yaitu kebutuhan akan berprestasi , kebutuhan kekuasaan dan

kebutuhan afiliasi.

Kebutuhan berprestasi yaitu adanya keinginan untuk mencapai tujuan yang

lebih baik daripada sebelumnya. Kebutuhan kekuasan yaitu dorongan yang

muncul dalam diri sesorang untuk duduk pada posisi paling dominan atau
17

pengatur dalam kelompok. Kebutuhan afiliasi yaitu kebutuhan akan disertakan,

cinta dan sosial.

d. Teori Motivasi Dua Faktor

Frederick Herzberg menganalisis motivasi manusia dalam organisasi dan

memperkenalkan teori motivasi dua faktor. Dalam analisisnya mengatakan bahwa

ada dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusi :

1) Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja (Faktor Motivator)

Faktor motivator meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab,

kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri dan potensi bagi pertumbuhan

pribadi. Semua ini berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Bila faktor-faktor ini

ditanggapi secara positif, pegawai cenderung merasa puas dan termotivasi.

2) Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasaan kerja (Faktor Hygiene)

Faktor hygiene atau faktor pemeliharaan meliputi gaji, pengawasan,

keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan

antar pribadi dengan rekan kerja, atasan dan bawahan di tempat kerja (Triwibowo,

2013).

Tabel 2.1 Teori motivasi dua faktor Herzberg


Faktor Hygiene Faktor Motivator
Gaji Kemauan
Kondisi kerja Perkembangan
Kebijakan Perusahaan Tanggung jawab
Penyeliaan Penghargaan
Kelompok Kerja Prestasi
Pekerja Itu sendiri

2.3.4. Asas Asas Motivasi


18

Terdapat beberapa asas yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang,

antara lain (Bakri, 2017):

1. Partisipasi

SDM karyawan atau bawahan perlu diikutsertakan dalam kegiatan

manajerial sehingga mendapat kesempatan untuk menyampaikan ide.gagasan

serta masukan dalam proses pembuatan keputusan. Bentuk partisipasi semacam

ini tentu saja akan meningkatkan moralserta gairah kerja bawahan.

2. Komunikasi

Keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya sangat

dipengaruhi oleh faktor komunikasi. Apakah tujuan organisasi, bagaimana cara

mengerjakan suatu pekerjaan sesuai aturan organisasi, apa kendala-kendala

organisasi, maupun keberhasilan yang dicapai organisasi dalam mencapai tujuan,

hal-hal tersebut perlu diinformasikan kepada seluruh anggota. Intensitas

komunikasi yang kental dan berkelanjutan mengenai segala hal yang terjadi di

organisasi dapat meningkatkan rasa kepemilikan, minat serta perhatian anggota

terhadap organisasinya, sehingga motivasi anggota pun secara otomatis

meningkat.

3. Kompensasi dan penghargaan

Seorang manajer perlu meningkatkan kinerja bawahan dengan

memberikan motivasi kerja. Guna mencapai tujuan itu, manajer seharusnya

memberikan pengakuan dan penghargaan yang tepat dalam wajar atas prestasi

yang dicapai.

4. Pendelegasian wewenang
19

Pemberian wewenang yang didelegasikan dari pimpinan/manajer kepada

bawahan dapat meningkatkan moral serta kepercayaaan diri mereka. Wewwnang

yang didelegasikan dari pimpinan memungkinkan bawahan mempunyai

kebebasan dalam mengambil keputusan. Namun pimpinan harus mampu

meyakinkan bwahan yang diberi wewenang memiliki kopetensi dan mampu

melakukan apa tugaskan.

5. Perhatian

Perhatian yang layak dari manajer/pemimpin kepada karyawan nya

merupakan timbale balik yang baik bagi karyawan atau bawahanya. Perhatian

dapat berbentuk reward secara fisik seperti pemberian bonus ataupun secara

verbal, seperti memberikan pujian. Perhatian tersebut merupakan budaya yang

baik bagi kelangsungan hidup oragisasi yang berdampak pada kesejahteraan

karyawan.

2.4. Kinerja Perawat

2.4.1. Pengertian Kinerja Perawat

Kinerja merupakan pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan

seluruh tugas yang dibebankan kepadanya. Perawat adalah tenaga profesional

yang mempunyai kemampuan baik intelektual, teknikal, interpersonal dan moral,

bertanggung jawab serta berwenang melaksankan asuhan keperawatan

(Triwibowo, 2013).

Kinerja perawat adalah bentuk pelayanan professional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan.


20

Beberapa hal penting tentang kinerja perawat adalah :

a. Kinerja mencerminkan hasil akhir seseorang yaitu perbandingan antara target

dan tingkatan pencapaian.

b. Kinerja berkaitan dengan seluruh tugas-tugas yang diberikan pada seseorang.

c. Kinerja diukur dalam waktu tertentu (Triwibowo, 2013).

2.4.2. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal individu dan

faktor eksternal individu. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 (tiga) faktor, yaitu (Triwibowo, 2013):

1. Faktor faktor presdisposisi (Predisposing factors)

Terwujudnya dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai

dan karekteristik individu.

2. Faktor faktor yang memungkinkan (Enabling factors)

Terwujudnya dalam saran fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas dan sarana

prasarana.

3. Faktor faktor pendorong (Reinforcing factors)

Terwujudnya dalam dukunganorganisasi seperti lingkungan keluarga, lembaga

/ institusi dan masyarakat.

2.4.3. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja perawat berdasarkan standar asuhan keperawatan telah

dijabarkan oleh Depkes RI (2001) yang mengacu pada tahapan proses

keperawatan yang mengacu pada tahapan proses keperawatan yang meliputi

(Triwibowo, 2013) :
21

1. Pengkajian

2. Diagnose keperawatan

3. Perencanaan

4. Implementasi

5. Evaluasi

Standar 1 : pengkajian keperawatan, terdiri dari tahap-tahap :

a. Pengumpulan data : menggunakan format yang baku, sistematis, diisi

sesuai dengan item yang tersedia, aktual, valid.

b. Perumusan masalah : kesenjangan status kesehatan dengan norma dan

pola fungsi hidup, perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah

dikumpulkan.

Standar 2 : Diagnosa keperwatan. Diagnosa keperawatn dihubungkan dengan

penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan.

Standar 3 : Perencanaan keperawatan

Standar 4 : Implentasi keperawatan. Dalam pelaksanaan, perawat tinggal

menerapkan kepada klien sesuai dengan intervensi yang telah ditetapkan

sebelumnya. Implementasi keperawatan terdiri dari :

a. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan,

b. Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio spiritual pasien,

c. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada

klien / keluarga,

d. Sesuai waktu yang ditentukan,

e. Menggunakan sumber daya yang ada,


22

f. Menerapkan prinsip aseptic dan antiseptic,

g. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan

mengutamakan keselamatan pasien,

h. Melakukan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien,

i. Merujuk bila ada masalah yang mengancam keselamatan pasien,

j. Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan,

k. Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan,

l. Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis

yang telah ditentukan.

Standar 5 : Evaluasi keperawatan.

Standar 6 : Catatan asuhan keperawatan, terdiri dari :

a. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar,

b. Dilakukan sesama klien dirawat inap dan rawat jalan,

c. Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi, dan laporan,

d. Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan,

e. Penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang

baku,

f. Sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan,

g. Setiap pencatatan harus mencantumkan inisial / paraf / nama perawat,

yang melaksanakan tindakan dan waktunya,

h. Menggunakan formulir baku,

i. Disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2.4.4. Proses Penilaian Kinerja


23

Penilaian kinerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas individu

karyawan, tentang prestasinya dalam pekerjaan dan potensi untuk pengembangan.

Terdapat bebrapa proses dalam penilaian kinerja keperawatan, antara lain sebagai

berikut (Bakri, 2017) :

a. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dijalankan staff

keperawatan. Rumusan tersebut sebaiknya telah disetujui atasan agar hasilnya

lebih optimal.

b. Menyepakati sasaran kerja yang harus dicapai staff dalam kurun waktu

tertentu, dengan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan.

c. Melakukan pengawasan, koreksi, serta memberikan kesempatan dan bantuan

yang diperlukan staff.

d. Menilai prestasi kerja dengan cara membandingkannya dengan standar yang

telah ditetapkan,

e. Memberi umpan balik kepada staff yang telah dinilai. Diskusi antara manajer

dengan staff perlu dilakukan terkait cara-cara memperbaiki prestasi kerja di

masa yang akan datang.

2.4.5. Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian

afektif manajemen sumber daya manusia dengan melihat kemampuan personel

dan pengambilan keputusan dalam pengembangan personil. Manfaat penilaian

kinerja terdiri dari 6 hal, yaitu (Triwibowo, 2013) :

a. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun kelompok,

dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan


24

aktualisasi diri dalam rangka pencapaian tujuan dan kualitas pelayanan rumah

sakit.

b. Peningkatan yang terjadi pada staf secara perorangan akan mempengaruhi atau

mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya.

c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan

hasil karya dan prestasi, yaitu melalui umpan balik terhadap prestasi mereka.

d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan

pelatihan staf yang lebih tepat guna.

e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja melalui

peningkatan gaji atau system imbalan baik.

f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staff untuk menyampaikan

perasaan tentang pekerjaanya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur

komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antar bawahan

dengan atasan.

2.4.6. Alat Ukur Penialaian Kinerja

Berikut ini adalah alat ukur penilaian kinerja yaitu (Bakri, 2017) :

a. Laporan bebas

Manajer diminta berkomentar tentang kualitas pelaksanaan kerja staf dalam

jangka waktu tertentu. Sayangnya, alat ukur ini tidak memiliki petunjuk yang

harus dievaluasi, sehingga penilaian cenderung tidak sah.

b. Checklist pelaksanaan kerja

Checklist terdiri dari daftar criteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling

penting dalam deskripsi kerja karyawan. Checklist dilengkapi lampiran


25

formulir yang dapat digunakan penilai untuk menyatakan, apakah staf dapat

memperlihatkan perilaku yang diinginkan atau tidak.

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Komitmen

Kinerja perawat

Motivasi kerja Perawat

Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

2.7. Hipotesis Penelitian

1. H0 : Tidak Ada Pengaruh Antara Komitmen Terhadap Kinerja Perawat di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Advent Medan Tahun 2017.

Ha : Ada Pengaruh Antara Komitmen Terhadap Kinerja Perawat di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Advent Medan Tahun 2017.

2. H0 : Tidak Ada Pengaruh Antara Motivasi Kerja Perawat Terhadap Kinerja

Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Advent Medan Tahun 2017.

Ha : Ada Pengaruh Antara Motivasi Kerja Perawat Terhadap Kinerja Perawat

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Advent Medan Tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai