IMPLEMENTASI UNDANG Fatekhah
IMPLEMENTASI UNDANG Fatekhah
IMPLEMENTASI UNDANG Fatekhah
(Study Kasus Terhadap Data resmi Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33
Provinsi Yang Menyatakan Jumlah Anak Putus Sekolah Pada Tahun 2017 Sudah
Mencapai 11,7 Juta Jiwa)
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
Fatekhah
NIM :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....... 1
B. Identifikasi Masalah .. 7
C. Perumusan Masalah .. 8
D.Tujuan dan Manfaat Penelitian .. 8
E. Kerangka Teori .. 9
F. Metode Penelitian .. 15
G. Sistematika Penulisan ... 17
Daftar Pustaka
A. Latar Belakang Masalah
Di sisi yang lain, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan menjelaskan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Di tinjau dari Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional adalah pendidikan yang
1
Prof. DR. Kuntjoro Purbopranoto, 1976, Hak-Hak Azasi Manusia dan Pancasila, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.
147 2
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Oleh karena itu, pendidikan harus dipahami sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya pembentukan Negara Indonesia. Pendidikan merupakan
elemen dasar dari pembangunan nasional yang mampu menghantarkan kesejahteraan
bagi rakyat Indonesia. Pendidikan adalah kata kunci untuk meningkatkan
kesejahteraan dan martabat bangsa. Tak salah jika kita sebut pendidikan sebagai pilar
pokok 3 dalam pembangunan bangsa. Tinggi-rendah derajat suatu bangsa bisa dilihat
dari mutu pendidikan yang diterapkannya.
Dewasa ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang tidak dapat mengenyam
pendidikan, walaupun pendidikan adalah hak setiap warga negara. Sebagian besar
warga Negara Indonesia yang tidak dapat memperoleh pendidikan adalah anak-anak.
Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA)
di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2017 sudah mencapai 11,7 juta
jiwa. Sumber Ini adalah hal yang cukup ironis, dimana anak-anak merupakan
generasi penerus bangsa yang seharusnya memperoleh pendidikan dasar yang terbaik
sehingga masa depan bangsa dapat terjamin dengan baik. Pendidikan dasar yang
seharusnya diperoleh anak-anak yaitu program pemerintah Wajib Belajar 12 tahun.
Program Wajib Belajar 12 tahun ini berjenjang mulai dari tingkat Sekolah Dasar
(SD) hingga tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat. Faktor
yang menyebabkan anak-anak tidak dapat mengenyam pendidikan antara lain
kemiskinan, biaya pendidikan yang semakin mahal, kemalasan, dan keadaan anak
yang sudah merasa nyaman dengan pekerjaan mereka sehingga mereka lebih
mengutamakan bekerja dari pada belajar. Anak yang bekerja ini biasanya untuk
membantu perekonomian keluarga mereka, dengan keadaan mereka yang sudah
merasa nyaman karena mendapat penghasilan maka mereka pun meninggalkan
kewajibannya untuk belajar. Pekerjaan yang dilakukan anak-anak usia sekolah untuk
membantu 5 keluarga mereka antara lain menjadi penjual koran, pengamen jalanan
bahkan menjadi buruh bangunan. Faktor lain yang menyebabkan anak putus sekolah
yaitu tidak lulus Ujian Akhir Nasional dan paradigm masyarakat yang mengatakan
bahwa pendidikan itu kurang penting.
B.Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut :
D. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. KERANGKA TEORI
Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari
generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamnnya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat
memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah4 Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2
Nurani Soyomukti, Teori-Teori Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogyakarta, 2010, hlm. 27.
(selanjutnya ditulis UU Sisdiknas) menyatakan: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengertian
yang lebih sederhana dan umum, pendidikan adalah usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani
maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan. Pendidikan baik untuk kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan
mutlak, yang harus dipenuhi sepanjang hayat, tanpa pendidikan sama sekali mustahil
suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita)
untuk maju sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Secara
umum pendidikan adalah pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang
yang bertanggungjawab kepada anak didik.3
Dalam pengertian yang lain, pendidikan adalah sebagai usaha untuk menumbuhkan
dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan jasmani maupun rohani sesuai
dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan adalah
suatu peristiwa penyampaian informasi yang berlangsung dalam situasi komunikasi
antar manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan
pendidikan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Secara
khusus pendidikan bertujuan untuk:
3
Ibid....hal 46
4
Soegarda Poerbakawtja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm. 257
1. Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan;
Menurut Quraish Shihab, disepakati oleh seluruh ahli pendidikan bahwa sistem
serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor atau
diekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Atas dasar ini, pendidikan itu
harus tumbuh dan muncul dari dalam masyarakat itu sendiri. Pendidikan adalah
pakaian yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran
pemakainya, berdasarkan identitas, pandangan hidup, serta nilai-nilai yang terdapat
dalam masyarakat atau negara tersebut.8
5
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 71
6
Revrisond Baswir, Pembangunan Tanpa Perasaan, Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,
ELSAM, Jakarta, 2003, hlm. 108.
7
Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 55
8
M. Quraish Shihab, Membunikan Al-Quran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung:
Penerbit Mizan, Bandung, 1995, Cet. Ke-9, hlm. 173
mengakibatkan dunia menjadi semakin terbuka, menghilangkan batas-batas
geografis, administratif-yuridis, politis, dan sosial budaya.9
9
8Nana Syaodih, Ayi Novi Jamiat, Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip,
dan Instrumen), Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 5.
10
Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 56
terwujudnya sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan
nasional mempunyai visi berikut:
2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bansa secara utuh sejak
usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
11
Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 57
12
Suyanto, Djihad Hisyam, Refleksi Dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia Memasuki Milenium III, Adicita
Karya Nusa, Jogjakarta, 2000, hlm. 24
Pendidikan merupakan elemen dasar dari hak asasi manusia. Di dalam
hak atas pendidikan terkandung berbagai elemen yaitu hak ekonomi, sosial dan
budaya serta juga hak sipil dan politik. Hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia
dan sarana yang mutlak diperlukan demi terpenuhinya hak-hak yang lain.
Penyelenggaran pendidikan hingga selesai merupakan prasyarat untuk mendapatkan
hak atas pekerjaan, dengan asumsi bahwa dengan pendidikan yang tinggi, maka akan
mudah mendapatkan pekerjaan.
13
Imam Wahyudi, Pengembangan Pendidikan Strategi Inovatif & Kreatif Dalam Mengelola Pendidikan Secara
Komprehensif, PT Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2012, hlm. 2-3.
14
S. Abdi, dkk., Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Otonomi Daerah, PusHAM UII,
Yogyakarta, 2009, hlm.26.
15
Eide (editor), Economic, Social and Cultural Rights, A Text Books, Martinus Nijhoff Publishers, London, 2001,
hlm. 531. Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 58
Secara umum indikator tersebut dapat diambil di dalam kovenan maupun
konvensi yang telah ditanda tangani, karena dalam setiap kovenan terlah diberikan
apa yang disebut order of implementation bagi semua Negara.
Penulisan indikator adalah sangat penting untuk mengetahui dua hal yaitu: kemauan
(willingness) dan kapasitas atau kemampuan (capacity) dari setiap pemerintahan
untuk memenuhi dan melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.13
Hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia di Indonesia tidak
sekedar hak moral melainkan juga hak konstitusional. Hal ini sesuai dengan
ketentuan UUD 1945 (pascaperubahan), khususnya Pasal 28 C ayat (1) yang
menyatakan: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Ketentuan Pasal 31 ayat (2) UUD
1945 (pascaperubahan) juga merumuskan bahwa: Setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar, sedangkan pemerintah wajib membiayainya.
Pasal 31 ayat (3) dan (4) menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk
mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memprioritaskan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan jaminan hak atas
pendidikan. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia memperkuat dan memberikan perhatian khusus pad hak anak untuk
memperoleh pendidikan sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.
Penegasan serupa tentang hak warga negara atas pendidikan juga tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pemenuhan hak atas pendidikan pada dasarnya merupakan tanggungjawab dari
Negara untuk memberikan jaminan kepada warga negaranya sebagaimana
diamanatkan oleh konstitusi (UUD 1945).
Tanggung jawab pemerintah atau negara dalam membiayai dan menyediakan dana
pendidikan sebagai konsekuensi atas pelaksanaan Pasal 31 UUD 1945, ternyata
dilaksanakan lain oleh Pasal 46 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 yaitu Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan masyarakat. Begitu juga sumber pendanaan pendidikan di dalam Pasal 47 Ayat
(2) UU Nomor 20 Tahun 2003 menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat. Pengalokasian anggaran pendidikan di dalam Pasal 49 Ayat
(1) UU Nomor 20 Tahun 2003 telah diatur dialokasikan minimal 20% dari APBN
sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD selain alokasi gaji pendidik dan
biaya pendidikan kedinasan. Penjelasan Pasal 49 Ayat (1) menyatakan Pemenuhan
pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap.
Sebagai hak pemampuan, pendidikan adalah sarana utama dimana orang dewasa dan
terutama anak-anak yang dimarjinalkan secara ekonomi dan sosial dapat mengangkat
diri mereka keluar dari kemiskinan dan memperoleh cara untuk terlibat dalam
komunitas mereka. Pendidikan memainkan sebuah peranan penting untuk
memberdayakan perempuan, melindungi anak-anak dari eksploitasi kerja dan seksual
yang berbahaya. Anak menjadi prioritas utama dalam pendidikan, karena anak
merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap pelanggaran HAM sehingga
memerlukan bantuan orang dwasa dalam melindungi hak-haknya. Perlindungan anak
di sini tidak hanya sampai pada pemenuhan hak hidup, namun mencakup pula segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-haknya agar dapat tumbuh,
16
13Ibid. Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 59
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. UUD
1945 mengamanatkan bahwa tiap warga Negara berhak untuk mendapatkan
pendidikan.
Hak asasi untuk memperoleh pendidikan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan
Konferensi UNESCO di Yom Tjien (Thailand) pada tahun 1990 dan Konferensi
Dakkar. Selanjutnya di dalam perumusan PBB mengenai tujuan pembangunan
milennium, yaitu:
17
Ristina Yudhanti, Kebijakan Hukum Pemenuhan Hak Konstitusional Warga atas Pendidikan Dasar dalam
Jurnal Pandecta, Vol. 7 No.1 Januari 2012, Universitas Negeri Semarang, hlm. 17.
8. Membangun kemitraan global dan pembangunan.18 Untuk melaksanakan
pendidikan dasar untuk semua tentunya diperlukan ketentuanketentuan tertentu
sebagaimana di dalam Deklarasi PBB tentang Hak atas Pembangunan yang diadopsi
oleh Sidang Umum pada Desember 1986.
Kewajiban Negara, dalam hal ini kewajiban Pemerintah Daerah untuk melaksanakan
wajib belajar diperlukan hal-hal sebagai berikut:
1. Tersedianya sarana dan prasaran, seperti Gedung Sekolah dan tempat pelaksanaan
wajib belajar lainnya;
Pendidikan untuk semua (universal) telah ada sejak masa orde baru seperti yang telah
dilaksanakan melalui INPRES SD, yang berarti setiap desa sekurang-kurangnya
memiliki 1 buah sekolah dasar.
19
A.R. Tilaar (2), Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hlm. 164.
20
Ibid, hlm. 164-165.
21
Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063
Artinya negara seharusnya melakukan intervensi secara aktif untuk menjamin hak-
hak anak melalui upaya-upaya yang secara khusus ditujukan kepada kelompok ini
sebagai penerima manfaat. Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberi
layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi
warga negara tanpa diskriminasi. Justru karena itulah pemerintah pusat dan daerah
wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Itulah sebabnya
pemerintah pusat/daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar, minimal
pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karena wajib belajar adalah tanggung jawab
negara yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Menurut Mayanti Kun Konsep Peranan Pemerintah Peranan adalah sebuah kata
dalam bahasa Indonesia dari kata dasar peran yang dalam kamus besar bahasa
Indonesia berarti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong,
atau perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat. Sedangkan Peranan itu sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia
adalah bagian yang dimainkan oleh seorang pemain, atau tindakan yang dilakukan
seseorang di suatu peristiwa. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari
seseorang atau kelompok sesuai dengan status atau kedudukan yang dimilikinya.
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. 22
22
Maryati Kun & Juju Suryawati, 2006, Sosiologi, Jakarta : Erlangga.Hal.70
tidak ada peranan tanpa status dan sebaliknya tidak ada status tanpa peranan Peranan
adalah tindakan seseorang dalam status tertentu.23
23
Ranoh, Ayub, 2006, Kepemimpinan Kharismatis: Tinjauan Teologis Etis atas
Kepemimpinan Soekarno, Jakarta : Gunung Mulia.Hal 21
24
Salam, Dharma Setiawan, 2007, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Djambatan. Hal. 31
B.Konsep Pendidikan Wajib Belajar
Lebih lanjut Edgar Morin menjelaskan bahwa pendidikan dalam pengertian yang
paling luas memainkan peranan yang amat besar untuk mewujudkan perubahan
mendasar dalam cara hidup kita dan bertindak. Ia adalah kekuatan masa depan
karena merupakan alat perubahan yang amat ampuh.26
Sebelum menjelaskan tentang pengertian pendidikan, sekedar kilas balik, kita ingat
kembali istilah Ilmu Pendidikan (paedagogik) dan Pendidikan (paedagogie), yang
sebetulnya punya makna berbeda. Ilmu pendidikan punya makna yang sama dengan
Paedagogik, sedangkan Pendidikan sama dengan paedagogie. Ilmu Pendidikan
(paedagogik) menunjuk pada pemikiran dan permenungan tentang pendidikan,
misalnya bagaimana tentang sistem pendidikan, tujuan pendidikan, materi
pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, yang semuanya berkaitan dengan teori.
Sedangkan pendidikan (paedagogie) menunjuk pada praktek, misalnya kegiatan
belajar-mengajar. Meskipun memiliki makna berbeda, keduanya tak bisa dipisahkan,
dan harus berdampingan dan memperkuat demi peningkatan mutu dan tujuan
pendidikan.
25
Darmaningtyas, 2004, Pendidikan Yang Memiskinkan, Bandung : Gallang Press. Driyarkara, 1980, Pendidikan,
Yogyakarta: Kanisius.Hal.33
26
Morin, Edgar, 2005, Tujuh Materi Penting Bagi Dunia Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius. Hak. 9
Langeveld, seorang ahli paedagogik dari Belanda, bahwa pendidikan adalah suatu
bimbingan yang diberikan oleh seorang dewasa kepada anak yang belum dewasa
untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.
27
Kartono, Kartini, 1997, Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional, Jakarta:
Pradnya Paramita. Hal.3
Menurut Soedijarto (2008 : 295) Wajib Belajar merujuk pada suatu
kebijakan yang mengharuskan warga negara dalam usia sekolah mengikuti
pendidikan sekolah sampai jenjang tertentu, dan pemerintah berupaya memberikan
dukungan sepenuhnya, agar warga negara peserta wajib belajar dapat mengikuti
pendidikan sekolah.
Secara hakiki Wajib Belajar telah menjadi tekad pemerintah. Tekad ini
hendaknya tidak hanya dalam bentuk slogan, wacana dan sebatas konsep, tetapi
harus diimplementasikan dengan konkret, terutama yang menyangkut penyediaan
dana. Tanpa dana mana mungkin tujuan penuntasan wajib belajar dapat terwujud.28
28
Ishaq, Isjoni, 2006. Membangun Visi Bersama Aspek-Aspek Penting Dalam Reformasi
Pendidikan.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal. 41
F. Metode Penelitian
2. Bahan hukum Adapun bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian
hukum ini terdiri atas: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer dalam penelitian
ini meliputi peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:
1. UUD 1945
Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah bahan yang diperoleh
melalui studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti baik dari
bahan-bahan literatur, maupun pendapat hukum dengan cara mewawancarai pejabat
pemerintahan yang berkopetensi di bidang pendidikan.
29
F. Sugeng Istanto, 2007, Penelitian Hukum, CV Ganda, Yogyakarta, hlm.29 5 Ibid, hal.30,
c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier dalam penelitian hukum ini
berupa:
3. Kamus Inggris-Indonesia.
3. Metode pengumpulan
bahan Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data yang relevan
dalam penelitian hukum normatif ini adalah:
a). Studi pustaka Yaitu suatu cara pengumpulan data yang relevan dengan
mempelajari undang-undang yang terkait serta menggunakan literaturliteratur yang
sesuai dan berkaitan dengan obyek penelitian.
b). Wawancara Wawancara yaitu pengumpulan data yang berupa pendapat dari
pejabat pemerintahan di bidang pendidikan yang dilakukan yaitu dengan cara
mengajukan pertanyaan secara langsung kepada pejabat pemerintahan di bidang
pendidikan sebagai aparat penegak hukum yang diharapkan dapat memberikan
penjelasan mengenai permasalahan hukum yang diteliti.
4. Metode analisis
Data sekunder yang diperoleh baik melalui studi pustaka maupun pendapat pejabat
pemerintah di bidang pendidikan yang diperoleh melalui wawancara akan di susun
secara sistematis dan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran.
G. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, serta batasan konsep.
Disamping itu dalam bab ini juga akan menguraikan metode penelitian. Dalam
metode penelitian akan diuraikan tentang jenis penelitian, sumber data, metode
pengumpulan data, lokasi penelitian, narasumber, serta metode analisis data.
Selanjutnya pada akhir dari bab ini akan disajikan tentang sistematika penulisan
hukum.
BAB III : adalah uraian tentang tinjauan umum Undang-undang No. 20 Tahun 2003
Tentang sistem Pendidikan Nasional? Apakah Tujuan dari Undang- undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
BAB IV : adalah uraian tentang analisa Data resmi Kantor Komnas Perlindungan
Anak (PA) di 33 provinsi yang menyatakan jumlah anak putus sekolah pada tahun 2017
sudah mencapai 11,7 juta jiwa dengan sub bab kasus posisinya
BAB V : adalah bagian penutup yang berisi kesimpulan yang menyimpulkan bab
satu sampai bab empat dan saran terhadap uraian bab satu sampai bab empat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Dra Nur Uhbiyati, 1991, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
A.R. Tilaar (2), Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Rineka Cipta, Jakarta,
2006
Bungin, Burhan, 2007, Penelitian Kualitatif : Komunikasi Ekonomi Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial Lainnya, Jakarta : Kencana.
Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Fuad Ihsan, 2003, Dasar-Dasar Kepenidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta Harum
Ishaq, Isjoni, 2006. Membangun Visi Bersama Aspek-Aspek Penting Dalam Reformasi
Pendidikan.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Imam Wahyudi, Pengembangan Pendidikan Strategi Inovatif & Kreatif Dalam Mengelola
Pendidikan Secara Komprehensif, PT Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2012,
Kartono, Kartini, 1997, Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional, Jakarta:
Pradnya Paramita.
Morin, Edgar, 2005, Tujuh Materi Penting Bagi Dunia Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.
M. Quraish Shihab, Membunikan Al-Quran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Penerbit Mizan, Bandung, 1995, Cet. Ke-9,
Nana Syaodih, Ayi Novi Jamiat, Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah
(Konsep, Prinsip, dan Instrumen), Refika Aditama, Bandung, 2006,
Nasrudin Aizzd. Mohd., 2006, Pengantar Pengurusan Pusat Pengkajian Jarak Jauh, Malaysia:
Univesity Sains Malaysia.
Pudjiarto St, 1999, Hak Asasi Manusia, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta Kuntjoro
Purbopranoto, 1976, Hak-Hak Azasi Manusia dan Pancasila, Pradnya Paramita, Jakarta.
Ranoh, Ayub, 2006, Kepemimpinan Kharismatis: Tinjauan Teologis Etis atas Kepemimpinan
Soekarno, Jakarta : Gunung Mulia.
Revrisond Baswir, Pembangunan Tanpa Perasaan, Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya, ELSAM, Jakarta, 2003,
Ristina Yudhanti, Kebijakan Hukum Pemenuhan Hak Konstitusional Warga atas Pendidikan
Dasar dalam Jurnal Pandecta, Vol. 7 No.1 Januari 2012, Universitas Negeri Semarang,
S. Abdi, dkk., Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Otonomi Daerah,
PusHAM UII, Yogyakarta, 2009
Salam, H. Burhaduddin, 2002, Pengantar Pedagogik, Dasar Ilmu Mendidik, Jakarta: Rineka
Cipta.
Soedijarto,dkk, 2007, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta : PT Imperial Bakti Utama.
Soedijarto, 2008, Landasan dan Arah pendidikan Nasional Kita, Jakarta : PT Kompas Media
Nusantara.
Sugiyono, 2007, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta. ________, 2011, Metode
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung : Alfabeta.
Tirtarahardja, Umar, dan La Sula, 1995, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, dan
Depdikbud
Wahjoetomo, 1993, Wajib Belajar, Pendidikan Dasar 9 Tahun, PT Grasindo, Jakarta Kamus:
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi III, balai Pustaka, Jakarta, 2002 Makalah: