IMPLEMENTASI UNDANG Fatekhah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 30

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BAGI ANAK PUTUS SEKOLAH

(Study Kasus Terhadap Data resmi Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33
Provinsi Yang Menyatakan Jumlah Anak Putus Sekolah Pada Tahun 2017 Sudah
Mencapai 11,7 Juta Jiwa)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Pamulang Sebagai Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Strata Satu

Oleh:

Fatekhah
NIM :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

TANGERANG SELATAN

2015
DAFTAR ISI

Daftar Isi i

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....... 1
B. Identifikasi Masalah .. 7
C. Perumusan Masalah .. 8
D.Tujuan dan Manfaat Penelitian .. 8
E. Kerangka Teori .. 9
F. Metode Penelitian .. 15
G. Sistematika Penulisan ... 17
Daftar Pustaka
A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu usaha setiap bangsa untuk meningkatkan


kualitas sumber daya manusia sehingga membantu memperlancar pelaksanaan
pembangunan nasional Indonesia. Usaha pendidikan ini ditujukan untuk
mengembangkan cipta, rasa, dan karsa yang ada sehingga setiap manusia diharapkan
mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional, maupun kehidupan global.

Sejalan dengan hal tersebut, Prof. MR. Kuntjoro Purbopranoto mengatakan:


Pendidikan adalah proses atau usaha setiap bangsa yang tak terputus-putus sifatnya
di dalam segala tingkat kehidupan manusia, sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan kebudayaan yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan dan
kedewasaan pada manusia, agar dengan kesadaran dan tanggung jawab dapat
menghadapi pelbagai persoalan hidup.1

Di sisi yang lain, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan menjelaskan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan juga merupakan suatu amanat dari Pembukaan UndangUndang


Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea keempat yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.

Di tinjau dari Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional adalah pendidikan yang

1
Prof. DR. Kuntjoro Purbopranoto, 1976, Hak-Hak Azasi Manusia dan Pancasila, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.
147 2
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 menegaskan bahwa salah satu tujuan pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Oleh karena itu, pendidikan harus dipahami sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya pembentukan Negara Indonesia. Pendidikan merupakan
elemen dasar dari pembangunan nasional yang mampu menghantarkan kesejahteraan
bagi rakyat Indonesia. Pendidikan adalah kata kunci untuk meningkatkan
kesejahteraan dan martabat bangsa. Tak salah jika kita sebut pendidikan sebagai pilar
pokok 3 dalam pembangunan bangsa. Tinggi-rendah derajat suatu bangsa bisa dilihat
dari mutu pendidikan yang diterapkannya.

Merujuk pada Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran. Pendidikan juga merupakan pengamalan terhadap Hak
Asasi dari seluruh warga Negara Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga
menegaskan bahwa setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.

Dewasa ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang tidak dapat mengenyam
pendidikan, walaupun pendidikan adalah hak setiap warga negara. Sebagian besar
warga Negara Indonesia yang tidak dapat memperoleh pendidikan adalah anak-anak.
Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA)
di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2017 sudah mencapai 11,7 juta
jiwa. Sumber Ini adalah hal yang cukup ironis, dimana anak-anak merupakan
generasi penerus bangsa yang seharusnya memperoleh pendidikan dasar yang terbaik
sehingga masa depan bangsa dapat terjamin dengan baik. Pendidikan dasar yang
seharusnya diperoleh anak-anak yaitu program pemerintah Wajib Belajar 12 tahun.
Program Wajib Belajar 12 tahun ini berjenjang mulai dari tingkat Sekolah Dasar
(SD) hingga tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat. Faktor
yang menyebabkan anak-anak tidak dapat mengenyam pendidikan antara lain
kemiskinan, biaya pendidikan yang semakin mahal, kemalasan, dan keadaan anak
yang sudah merasa nyaman dengan pekerjaan mereka sehingga mereka lebih
mengutamakan bekerja dari pada belajar. Anak yang bekerja ini biasanya untuk
membantu perekonomian keluarga mereka, dengan keadaan mereka yang sudah
merasa nyaman karena mendapat penghasilan maka mereka pun meninggalkan
kewajibannya untuk belajar. Pekerjaan yang dilakukan anak-anak usia sekolah untuk
membantu 5 keluarga mereka antara lain menjadi penjual koran, pengamen jalanan
bahkan menjadi buruh bangunan. Faktor lain yang menyebabkan anak putus sekolah
yaitu tidak lulus Ujian Akhir Nasional dan paradigm masyarakat yang mengatakan
bahwa pendidikan itu kurang penting.

Kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga


saat ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk
Indonesia yang belum tersentuh pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan bermutu pun masih hanya di dalam angan. Hal ini
seharusnya menjadi perhatian penting dari pemerintah Negara Indonesia khususnya
pemerintah karena pendidikan bukan hanya sebagai pengamalan terhadap hak asasi
manusia tapi juga sebagai pelaksanaan dari kewajiban asasi manusia. Berdasarkan
uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menulis tentang:
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BAGI ANAK PUTUS SEKOLAH

B.Identifikasi Masalah

1. Apakah Tujuan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem


Pendidikan Nasional?
2. Apakah Tujuan dari Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut :

1. Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pemenuhan hak anak untuk
memperoleh pendidikan bagi anak putus sekolah ditinjau dari Undang- 6
undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?
2. Bagaimanakah tinjauan Data resmi Kantor Komnas Perlindungan Anak
(PA) di 33 provinsi yang menyatakan jumlah anak putus sekolah pada
tahun 2017 sudah mencapai 11,7 juta jiwa ditinjau dari Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bagi anak
putus sekolah?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pemenuhan hak anak untuk
memperoleh pendidikan bagi anak putus sekolah ditinjau dari
Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak unuk
mengetahui bagaimanakah pelaksanaan hak anak dalam memperoleh
pendidikan ditinjau dari Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
2. Untuk mengetahui tinjauan Data resmi Kantor Komnas Perlindungan
Anak (PA) di 33 provinsi yang menyatakan jumlah anak putus sekolah
pada tahun 2017 sudah mencapai 11,7 juta jiwa ditinjau dari Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bagi
anak putus sekolah.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti Penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah wawasan


peneliti serta menambah pengetahuan peneliti dalam kaitannya dengan
hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang khususnya
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
2. Bagi Masyarakat Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi masyarakat agar mengetahui tentang
pelaksanaan pendidikan sehingga masyarakat mengerti arti penting dari
pendidikan.
3. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam upaya penegakan
Peraturan Perundang-undangan.

E. KERANGKA TEORI

A. Pendidikan dalam Konstitusi Indonesia

Filsafat pendidikan mengkaji tentang pendidikan dengan membedakan


dua istilah yang berbeda tetapi hampir sama bentuknya, Paedagogie dan
Paedagogiek. Paedagogie berarti pendidikandan Paedagogiek artinya ilmu
pendidikan. Perkataan Paedagogos yang pada mulanya berarti pelayan kemudian
berubah menjadi pekerjaan mulia. Karena pengertian paedagoog (dari paedagogos)
berarti seorang yang tugasnya, membimbing anak di dalam pertumbuhannya ke arah
berdiri sendiri dan bertanggung jawab. Dalam bukunya Teori-Teori Pendidikan,
Nurani Soyomukti mengatakan bahwa aspekaspek yang biasanya paling
dipertimbangkan dalam pendidikan antara lain: penyadaran, pencerahan,
pemberdayaan, perubahan perilaku.2

Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari
generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamnnya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat
memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah4 Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2
Nurani Soyomukti, Teori-Teori Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogyakarta, 2010, hlm. 27.
(selanjutnya ditulis UU Sisdiknas) menyatakan: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengertian
yang lebih sederhana dan umum, pendidikan adalah usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani
maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan. Pendidikan baik untuk kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan
mutlak, yang harus dipenuhi sepanjang hayat, tanpa pendidikan sama sekali mustahil
suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita)
untuk maju sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Secara
umum pendidikan adalah pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang
yang bertanggungjawab kepada anak didik.3

Pengertian pendidikan menurut M.J Langeveld sebagaimana dikutip oleh Kartini


Kartono ialah:

1. Pendidikan merupakan upaya manusia dwasa membimbing manusia yang belum


dewasa kepada kedewasaan. 2. Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk
melaksanakan tugas-tugas hidupnya. 3. Pendidikan adalah usaha agar tercapai
penentuan diri susila dan bertanggungjawab.4.

Dalam pengertian yang lain, pendidikan adalah sebagai usaha untuk menumbuhkan
dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan jasmani maupun rohani sesuai
dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan adalah
suatu peristiwa penyampaian informasi yang berlangsung dalam situasi komunikasi
antar manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan
pendidikan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Secara
khusus pendidikan bertujuan untuk:

3
Ibid....hal 46
4
Soegarda Poerbakawtja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm. 257
1. Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan;

2. Menciptakan pola daya pikir yang sama;

3. Menciptakan dan mengembangkan metode specification yang lebih baik;

4. Membina masyarakat daerah setempat.5 Pendidikan berfungsi menunjang


pembangunan bangsa dalam arti yang luas yaitu menghasilkan tenaga-tenaga
pembangunan yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai
dengan kebutuhan pembangunan.6 Proses pendidikan pada hakikatnya merupakan
suatu proses pemberdayaan, yaitu suatu proses untuk mengungkapkan potensi yang
ada pada manusia sebagai individu yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan
kepada pemberdayaan masyarakat dan bangsanya. Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 7

Menurut Quraish Shihab, disepakati oleh seluruh ahli pendidikan bahwa sistem
serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor atau
diekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Atas dasar ini, pendidikan itu
harus tumbuh dan muncul dari dalam masyarakat itu sendiri. Pendidikan adalah
pakaian yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran
pemakainya, berdasarkan identitas, pandangan hidup, serta nilai-nilai yang terdapat
dalam masyarakat atau negara tersebut.8

Melihat kecenderungan saat ini, dunia pendidikan Indonesia mengalami


perubahanperubahan yang sangat cepat dan bersifat global. Hal itu diakibatkan oleh
perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat. Revolusi informasi telah

5
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 71
6
Revrisond Baswir, Pembangunan Tanpa Perasaan, Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,
ELSAM, Jakarta, 2003, hlm. 108.
7
Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 55
8
M. Quraish Shihab, Membunikan Al-Quran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung:
Penerbit Mizan, Bandung, 1995, Cet. Ke-9, hlm. 173
mengakibatkan dunia menjadi semakin terbuka, menghilangkan batas-batas
geografis, administratif-yuridis, politis, dan sosial budaya.9

Fungsi dari pendidikan nasional yang tertuang dalam UU Sisdiknas


antara lain: Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.10

Prinsip penyelenggaraan pendidikan yang terdapat dalam UU Sisdiknas


adalah:

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak


diskriminasi dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa;

2. Pendekatan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem


terbuka dan multimakna;

3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan


peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;

4. Pendidikan diselengarakan dengan memberi keteladanan, membangun, kemauan


dan mengembangkan kraetivitas peserta didik dalam proses pembelajaran;

5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis


dan menghitung bagi segenap warga masyarakat;

6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen


masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan nasional mempunyai visi yaitu

9
8Nana Syaodih, Ayi Novi Jamiat, Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip,
dan Instrumen), Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 5.
10
Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 56
terwujudnya sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan
nasional mempunyai visi berikut:

1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan


yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bansa secara utuh sejak
usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk


mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;

4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai


pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global;

5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan


berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mekanisme penyelenggaraan sistem pendidikan terdapat jenjang pendidikan yang
dilalui oleh peserta didik. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan sekolah terdiri dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Di samping jenjang
pendidikan itu terdapat pendidikan prasekolah yang bukan merupakan prasyarat
untuk memasuki pendidikan dasar. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan keterampilan, menambahkan sikap dasar yang
diperlukan dalam masyarakat, serta dipersiapkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan
yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi
maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan menengah adalah
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik, dengan lingkungan sosial
budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam
dunia kerja atau dunia pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri dari
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan tinggi
adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota
masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan
profesional sehingga dapat menciptakan, mengembangkan dan atau menciptakan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan
meningkatkan kesejahteraan manusia. Saat ini pemerintah telah memiliki program
pendidikan nasional yang amat strategis, yaitu peningkatan relevansi, efisiensi, dan
kualitas pendidikan.

Dari program itu memang bisa diyakinkan bawa pendidikan nasional


Indonesia secara makro cukup menjanjikan bagi penyediaan sumber daya manusia
yang benar-benar memiliki keunggulan kompetitif. Walaupun demikian, pelaksanaan
program itu tidak semudah rumusannya, masih ada persoalan esensial yang perlu
dipecahkan dalam sistem pendidikan nasional.11

Paradigma sistem pendidikan nasional seharusnya mencakup berbagai


faktor diantaranya input, proses dan output pendidikan. Output pendidikan
merupakan fokus dari ikhtiar pendidikan, dan input menjadi masukan yang penting
bagi output, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mendayagunakan input
tersebut yang terkait dengan individu-individu dan sumber-sumber lain yang ada di
sekolah. Faktor proses itulah yang menentukan output pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut, masalah semacam kurikulum yang efektif dan


menyenangkan serta manajemen yang menjadi sangat penting dalam proses
pendidikan di sekolah.12

B. Pendidikan sebagai Hak Dasar (Hak Asasi Manusia)

11
Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 57
12
Suyanto, Djihad Hisyam, Refleksi Dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia Memasuki Milenium III, Adicita
Karya Nusa, Jogjakarta, 2000, hlm. 24
Pendidikan merupakan elemen dasar dari hak asasi manusia. Di dalam
hak atas pendidikan terkandung berbagai elemen yaitu hak ekonomi, sosial dan
budaya serta juga hak sipil dan politik. Hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia
dan sarana yang mutlak diperlukan demi terpenuhinya hak-hak yang lain.
Penyelenggaran pendidikan hingga selesai merupakan prasyarat untuk mendapatkan
hak atas pekerjaan, dengan asumsi bahwa dengan pendidikan yang tinggi, maka akan
mudah mendapatkan pekerjaan.

Bahkan pendidikan juga seringkali dikaitkan dengan isu hak perempuan;


dan pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting untuk pemberdayaan
perempuan.13

Dalam konteks bernegara, pemenuhan hak dasar atas pendidikan


tersebut dalam perspektif hukum HAM internasional, dikategorikan dalam kelompok
hak-hak positif. Pengertiannya adalah, bahwa hak tersebut tidak akan terwujud
dengan baik, jika tidak ada intervensi Negara. Oleh sebab itu, Negara berkewajiban
untuk memenuhinya. Sifat lainnya dari hak ini adalah, tidak bisa dikurangi. Dalam
arti pemenuhan bersifat mutlak oleh Negara. Dalam konteks UUD 1945, kewajiban
ini secara implisit ditegaskan sebagai salah satu bagian dari rumpun HAM. Penulisan
indikator pemenuhan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak atas pendidikan
sangat penting terutama untuk menjelaskan kewajiban pemenuhan hak asasi manusia
dan untuk mendiskusikan bagaimana ketentuan tentang hak-hak di atas data
dioperasionalkan. 14

Catarina Tomasevsky Pelapor Khusus PBB sebagaimana dikutip oleh Eide


(2001:531) menyatakan bahwa indikator ini diperlukan untuk menerjemahkan
hukum hak asasi manusia ke dalam bahasa pemenuhan kuantitatif sebagai patokan
realisasi hak-hak tersebut.15

13
Imam Wahyudi, Pengembangan Pendidikan Strategi Inovatif & Kreatif Dalam Mengelola Pendidikan Secara
Komprehensif, PT Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2012, hlm. 2-3.
14
S. Abdi, dkk., Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Otonomi Daerah, PusHAM UII,
Yogyakarta, 2009, hlm.26.
15
Eide (editor), Economic, Social and Cultural Rights, A Text Books, Martinus Nijhoff Publishers, London, 2001,
hlm. 531. Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 58
Secara umum indikator tersebut dapat diambil di dalam kovenan maupun
konvensi yang telah ditanda tangani, karena dalam setiap kovenan terlah diberikan
apa yang disebut order of implementation bagi semua Negara.

Penulisan indikator adalah sangat penting untuk mengetahui dua hal yaitu: kemauan
(willingness) dan kapasitas atau kemampuan (capacity) dari setiap pemerintahan
untuk memenuhi dan melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.13

Hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia di Indonesia tidak
sekedar hak moral melainkan juga hak konstitusional. Hal ini sesuai dengan
ketentuan UUD 1945 (pascaperubahan), khususnya Pasal 28 C ayat (1) yang
menyatakan: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Ketentuan Pasal 31 ayat (2) UUD
1945 (pascaperubahan) juga merumuskan bahwa: Setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar, sedangkan pemerintah wajib membiayainya.

Pasal 31 ayat (3) dan (4) menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk
mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memprioritaskan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan jaminan hak atas
pendidikan. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia memperkuat dan memberikan perhatian khusus pad hak anak untuk
memperoleh pendidikan sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.

Penegasan serupa tentang hak warga negara atas pendidikan juga tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pemenuhan hak atas pendidikan pada dasarnya merupakan tanggungjawab dari
Negara untuk memberikan jaminan kepada warga negaranya sebagaimana
diamanatkan oleh konstitusi (UUD 1945).

Mengenai tanggungjawab Negara terhadap akses pendidikan bagi setiap warga


Negara, kembali ditegaskan pada Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam hal ini pemerintah memiliki
tanggungjawab memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau
pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak terlantar, dan anak
yang bertempat tinggal di daerah terpencil.

Kewajiban pemerintah dalam pelaksanaan pendidikan nasional adalah memberikan


layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi dan wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
11 UU Nomor 20 Tahun 2003.

Tanggung jawab pemerintah atau negara dalam membiayai dan menyediakan dana
pendidikan sebagai konsekuensi atas pelaksanaan Pasal 31 UUD 1945, ternyata
dilaksanakan lain oleh Pasal 46 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 yaitu Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan masyarakat. Begitu juga sumber pendanaan pendidikan di dalam Pasal 47 Ayat
(2) UU Nomor 20 Tahun 2003 menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat. Pengalokasian anggaran pendidikan di dalam Pasal 49 Ayat
(1) UU Nomor 20 Tahun 2003 telah diatur dialokasikan minimal 20% dari APBN
sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD selain alokasi gaji pendidik dan
biaya pendidikan kedinasan. Penjelasan Pasal 49 Ayat (1) menyatakan Pemenuhan
pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap.

Pendidikan juga dilakukan dengan mengupayakan kegiatan pendidikan berdasarkan


Sistem Pendidikan Nasional dengan pengadaan prasarana dan sarana pendidikan
yang sudah tentu tidak murah. Keberhasilan pendidikan merupakan salah satu
indikator utama keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan. Karena itu,
Pemerintah sudah sepantasnya memberikan perhatian terhadap pendidikan, terutama
melalui alokasi dana untuk kegiatan pendidikan.16

Di tingkat Internasional, Kovenan Internasional Hak ECOSOB yang telah


diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005, berkaitan
tentang hak atas pendidikan, Negara memiliki kewajiban untuk: 1. Pendidikan dasar
harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-vuma bagi semua orang; 2. Pendidikan
lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan teknik dan kejuruan tingkat
menengah, harus tersedia secara umum dan terbuka bagi semua orang dengan: 3.
segala cara yang layak dan khususnya dengan menerapkan pendidikan cuma-cuma
secara bertahap; 4. Pendidikan tingkat tinggi harus dapat dicapai oleh siapa pun juga,
berdasarkan kapasitas, dengan cara-cara yang layak, dan khususnya dengan
menerapkan pendidikan cuma-cuma secara bertahap; 5. Pendidikan dasar harus
sedapat mungkin didorong atau diintensifkan bagi orang-orang yang belum pernah
menerima atau menyelesaikan keseluruhan periode pendidikan dasar mereka; 6.
Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkat harus diupayakan secara
aktif, suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk, dan kondisi-kondisi
material staf pengajar harus ditingkatkan secara berkelanjutan. Pendidikan adalah
sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hakhak asasi manusia
lainnya.

Sebagai hak pemampuan, pendidikan adalah sarana utama dimana orang dewasa dan
terutama anak-anak yang dimarjinalkan secara ekonomi dan sosial dapat mengangkat
diri mereka keluar dari kemiskinan dan memperoleh cara untuk terlibat dalam
komunitas mereka. Pendidikan memainkan sebuah peranan penting untuk
memberdayakan perempuan, melindungi anak-anak dari eksploitasi kerja dan seksual
yang berbahaya. Anak menjadi prioritas utama dalam pendidikan, karena anak
merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap pelanggaran HAM sehingga
memerlukan bantuan orang dwasa dalam melindungi hak-haknya. Perlindungan anak
di sini tidak hanya sampai pada pemenuhan hak hidup, namun mencakup pula segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-haknya agar dapat tumbuh,

16
13Ibid. Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063 59
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. UUD
1945 mengamanatkan bahwa tiap warga Negara berhak untuk mendapatkan
pendidikan.

Ujung tombak pelaksanaan UUD 1945 tersebut ialah di daerah. Sebagaimana


dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke
daerah.17 Pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang bebas untuk semua
orang merupakan perwujudan dari deklarasi hak-hak asasi manusia PBB pada tahun
1948.

Hak asasi untuk memperoleh pendidikan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan
Konferensi UNESCO di Yom Tjien (Thailand) pada tahun 1990 dan Konferensi
Dakkar. Selanjutnya di dalam perumusan PBB mengenai tujuan pembangunan
milennium, yaitu:

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan;

2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua;

3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

4. Menurunkan angka kematian anak;

5. Meningkatkan kesehatan ibu;

6. Mengurangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular;

7. Kelestarian lingkungan hidup;

17
Ristina Yudhanti, Kebijakan Hukum Pemenuhan Hak Konstitusional Warga atas Pendidikan Dasar dalam
Jurnal Pandecta, Vol. 7 No.1 Januari 2012, Universitas Negeri Semarang, hlm. 17.
8. Membangun kemitraan global dan pembangunan.18 Untuk melaksanakan
pendidikan dasar untuk semua tentunya diperlukan ketentuanketentuan tertentu
sebagaimana di dalam Deklarasi PBB tentang Hak atas Pembangunan yang diadopsi
oleh Sidang Umum pada Desember 1986.

Kewajiban Negara, dalam hal ini kewajiban Pemerintah Daerah untuk melaksanakan
wajib belajar diperlukan hal-hal sebagai berikut:

1. Tersedianya sarana dan prasaran, seperti Gedung Sekolah dan tempat pelaksanaan
wajib belajar lainnya;

2. Keterjangkauan (accessability) sarana pelaksanaan wajib belajar;

3. Penerimaan (acceptability) yaitu diterima;

4. Kesesuaian (adaptability) yaitu kesesuaian lembaga-lembaga pendidikan dengan


kebutuhan lingkungan.17

Tuntutan pelaksanaan wajib belajar untuk semua di daerah merupakan wewenang


pemerintah daerah. Untuk melaksanakan hal tersebut tentunya pemerintah daerah
perlu menyediakan dana yang cukup sebagaimana yang diminta oleh UD 1945.
Tentunya tugas pemerintah pusat membantu pemerintah daerah falam hal-hal yang
menjadi tugas pemerintah pusat, seperti isi kurikulum yang menjamin kesatuan
bangsa.

Pendidikan untuk semua (universal) telah ada sejak masa orde baru seperti yang telah
dilaksanakan melalui INPRES SD, yang berarti setiap desa sekurang-kurangnya
memiliki 1 buah sekolah dasar.

Demikian pula pendidikan universal tidak mempunyai sanksi sebagaimana di dalam


wajib belajar. Wajib belajar merupakan suatu keharusan yang harus ditepati oleh
setiap warga negara. Oleh sebab itu banyak negara telah ada undang-undang wajib
belajar.18 Pelaksanaan wajib belajar yang telah dirumuskan sedemikian rupa, baik
oleh Hukum Internasional maupun hukum nasional, akan tetapi pelaksanaan wajib
belajar ini tidak terlepas dari peran orang tua yang mendorong anaknya untuk ikut
ambil andil dalam pelaksanaan wajib belajar tersebut.

A.A. Tilaar mengatakan perlu mendapat perhatian khusus mengenai keterjangkauan


(accessability) pendidikan meskipun wajib belajar tersebut merupakan tanpa biaya
alias gratis, tetapi kebanyakan orang tua terutama di negara-negara yang berkembang
yang miskin menghalang-halangi masuknya anak-anak di sekolah.19 Kenyataan ini
menunjukkan bahwa wajib belajar erat kaitannya dengan masalah kemiskinan.20
Jeffrey Sachs mengemukakan bahwa hubungan timbal balik antara pendidikan dan
penuntasan kemiskinan demikian pula penerima hadiah Nobel ekonomi di India,
Amartyasen menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara pendidikan dan
pengembangan masyarakat demokratis. Pendapat para ahli tersebut di atas
menunjukkan bahwa pelaksanaan wajib belajar tidak terlepas dari upaya penuntasan
kemiskinan. Hal ini berarti yang satu didahulukan daripada yang lain tetapi suatu
upaya yang bersamaan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Kaitan antara
wajib belajar dan kemiskinan meminta susunan prioritas pembangunan di daerah
akan berubah. Perlu ditekankan pelaksanaan wajib belajar dan penuntasan
kemiskinan lebih utama daripada pelaksanaan pembangunan lainnya. Penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan hak-hak anak, dalam konteks hukum internasional
menegaskan kewenangan atributif negara untuk mengambil tindakan khusus
sementara (affirmative action) bagi sekelompok masyarakat yang dikategorikan
sebagai kelompok rentan (vurnerable groups).21 Anak-anak termasuk ke dalam
kelompok ini, menurut Human Rights Reference, kelompok masyarakat yang
tergolong rentan adalah: pengungsi (refugess), pengungsi dalam negeri (internally
displaced persons/IDPs), kelompok minoritas (national minorities), pekerja migrant
(migrant workers), penduduk asli pedalaman (indigenous peoples), anak-anak
(children), dan perempuan (women).

19
A.R. Tilaar (2), Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hlm. 164.
20
Ibid, hlm. 164-165.
21
Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1 Maret 2016 ISSN: 2442-6024 e-ISSN: 2442-7063
Artinya negara seharusnya melakukan intervensi secara aktif untuk menjamin hak-
hak anak melalui upaya-upaya yang secara khusus ditujukan kepada kelompok ini
sebagai penerima manfaat. Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberi
layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi
warga negara tanpa diskriminasi. Justru karena itulah pemerintah pusat dan daerah
wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Itulah sebabnya
pemerintah pusat/daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar, minimal
pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karena wajib belajar adalah tanggung jawab
negara yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

A. Konsep Peranan Pemerintah

Menurut Mayanti Kun Konsep Peranan Pemerintah Peranan adalah sebuah kata
dalam bahasa Indonesia dari kata dasar peran yang dalam kamus besar bahasa
Indonesia berarti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong,
atau perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat. Sedangkan Peranan itu sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia
adalah bagian yang dimainkan oleh seorang pemain, atau tindakan yang dilakukan
seseorang di suatu peristiwa. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari
seseorang atau kelompok sesuai dengan status atau kedudukan yang dimilikinya.
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. 22

Ayub Ranoh mengatakan ,Peranan adalah prilaku yang diharapkan oleh


pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang
dimilikinya. Peranan dan status tidak dapat dipisahkan, karena dalam penerapannya

22
Maryati Kun & Juju Suryawati, 2006, Sosiologi, Jakarta : Erlangga.Hal.70
tidak ada peranan tanpa status dan sebaliknya tidak ada status tanpa peranan Peranan
adalah tindakan seseorang dalam status tertentu.23

Dan dalam melaksanakan peranan melibatkan bakat, keterampilan,


kemampuan, dan talenta. Istilah Pemerintah berasal dari bahasa latin
Gubernaculum yang berarti kemudi, dalam bahasa Yunani keberman yang
artinya mengemudikan kapal. Dari bahasa Yunani inilah kemudian disalin ke bahasa
Inggris Government yang berasal dari kata kerja to govern yang berarti perintah,
walaupun masih ada istilah lain yang to order maupun to command. Govervnment
berarti: pemerintah, pemerintahan, penguasa, wilayah/negara yang diperinah, cara
atau sistem yang memerintah. Istilah pemerintah berasal dari kata perintah. Menurut
kamus bahasa Indonesia, perintah berarti perkataan yang termasuk menyuruh
melakukan sesuatu, sesuatu yang harus dilakukan. Pemerintah adalah orang, badan,
atau aparat yang mengeluarkan atau memberi perintah. Pemerintahan dan pemerintah
memiliki arti sempit dan arti luas.

Dharma Setyawan Salam mengatakan bahwa Pemerintahan dalam arti


luas adalah segala tugas dan kewenangan negara, kalau mengikuti perbidangan
menurut Montesquieu pemerintah dalam arti luas meliputi eksekutif, yudikattif dan
legislatif, sedangkan pemerintah dalam arti sempit diartikan sebagai tugas dan
kewenangan negara dalam bidang eksekutif saja. Pada dasarnya pemerintah adalah
sekelompok orang yang diberi kekuasaan legal oleh masyarakat setempat untuk
melaksanakan pengaturan atas interaksi yang terjadi dalam pergaulan masyarakat
(baik antara individu dengan individu, individu dengan lembaga pemerintah,
lembaga pemerintah dengan lembaga pemerintah, lembaga pemerintah dengan pihak
swasta, pihak swasta dengan individu) untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan
hidupnya sehari-hari, sehingga interaksi tersebut dapat berjalan secara harmonis.24

23
Ranoh, Ayub, 2006, Kepemimpinan Kharismatis: Tinjauan Teologis Etis atas
Kepemimpinan Soekarno, Jakarta : Gunung Mulia.Hal 21

24
Salam, Dharma Setiawan, 2007, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Djambatan. Hal. 31
B.Konsep Pendidikan Wajib Belajar

Menurut Driyarkara,pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia,


mengandung banyak aspek dan sangat kompleks sifatnya. Karena kompleksitas
sifatnya itu, maka tak suatu batasan pun dapat menjelaskan arti pendidikan secara
lengkap.25 Batasan tentang pendidikan seperti yang diperlihatkan banyak tokoh yang
akan kita temukan di bawah, pun beragam dan kandungannya saling berbeda.
Perbedaan itu diberi tempat mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang
digunakan, aspek yang menjadi tekanan atau falsafah yang melandasinya.

Lebih lanjut Edgar Morin menjelaskan bahwa pendidikan dalam pengertian yang
paling luas memainkan peranan yang amat besar untuk mewujudkan perubahan
mendasar dalam cara hidup kita dan bertindak. Ia adalah kekuatan masa depan
karena merupakan alat perubahan yang amat ampuh.26

Sebelum menjelaskan tentang pengertian pendidikan, sekedar kilas balik, kita ingat
kembali istilah Ilmu Pendidikan (paedagogik) dan Pendidikan (paedagogie), yang
sebetulnya punya makna berbeda. Ilmu pendidikan punya makna yang sama dengan
Paedagogik, sedangkan Pendidikan sama dengan paedagogie. Ilmu Pendidikan
(paedagogik) menunjuk pada pemikiran dan permenungan tentang pendidikan,
misalnya bagaimana tentang sistem pendidikan, tujuan pendidikan, materi
pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, yang semuanya berkaitan dengan teori.
Sedangkan pendidikan (paedagogie) menunjuk pada praktek, misalnya kegiatan
belajar-mengajar. Meskipun memiliki makna berbeda, keduanya tak bisa dipisahkan,
dan harus berdampingan dan memperkuat demi peningkatan mutu dan tujuan
pendidikan.

Secara etymologis, paedagogie berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari


kata yakni: pais (anak) dan again diterjemahkan dengan membimbing. Jadi
pendidikan secara etimologis menunjuk pada bimbingan yang diberikan kepada
anak. Pengertian ini nampak pula dalam batasan pendidikan menurut Prof.

25
Darmaningtyas, 2004, Pendidikan Yang Memiskinkan, Bandung : Gallang Press. Driyarkara, 1980, Pendidikan,
Yogyakarta: Kanisius.Hal.33
26
Morin, Edgar, 2005, Tujuh Materi Penting Bagi Dunia Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius. Hak. 9
Langeveld, seorang ahli paedagogik dari Belanda, bahwa pendidikan adalah suatu
bimbingan yang diberikan oleh seorang dewasa kepada anak yang belum dewasa
untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.

Masalah dasar dan tujuan pendidikan adalah suatu masalah yang


fundamental dalam pelaksanaan pendidikan. Dari dasar pendidikan itulah kita akan
menentukan corak dan isi pendidikan. Dan dari tujuan pendidikan kita akan
menentukan ke arah mana anak didik itu dibawa. Karena pentingnya pendidikan itu
bagi bangsa dan negara, maka hampir seluruh negara di dunia menangangi secara
langsung masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan. Dan dari sanalah
ditentukan dasar dan tujuan pendidikan itu. Kalau kita memperhatikan rumusan
tujuan-tujuan pendidikan di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah membantu manusia agar berkembang dalam semua dimensi hidupnya sebagai
manusia. Hampir dimana-mana terjadi, negara berkepentingan mengurusi pendidikan
bagi warga negaranya.

Hal ini berangkat keyakinan dasar hakekat manusia, adanya manusia


adalah ada bersama dan dalam kebersamaan ini bisa berkembang secara wajar
sebagai manusia seutuhnya, lewat proses sosialisasi diri, asuhan dan tuntunan
pendidikan. Hasil dari kebersamaan itulah yang kemudian membentuk negara, yang
merupakan sesuatu dari, oleh dan untut rakyat. Karena negara terbentuk oleh
individu yang ingin mendelegasikan haknya untuk mengatur hidup bersama, maka
sebenarnya tujuan negara adalah tujuan rakyat yang membentuk negara tadi. Negara
adalah organisasi politik yang dibentuk oleh rakyat.

Negara inilah yang berkepentingan mengurusi masalah pendidikan bagi


para warganya. Sebabnya antara lain, faktor tumbuhnya demokrasi politik, dan
kebutuhan akan warga negara yang terdidik yang diperlukan untuk memajukan
bangsa dan negara di era modern.27

27
Kartono, Kartini, 1997, Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional, Jakarta:
Pradnya Paramita. Hal.3
Menurut Soedijarto (2008 : 295) Wajib Belajar merujuk pada suatu
kebijakan yang mengharuskan warga negara dalam usia sekolah mengikuti
pendidikan sekolah sampai jenjang tertentu, dan pemerintah berupaya memberikan
dukungan sepenuhnya, agar warga negara peserta wajib belajar dapat mengikuti
pendidikan sekolah.

Program Wajib Belajar pendidikan 9 tahun merupakan perwujudan pendidikan dasar


untuk semua anak usia 6-15 tahun. Pelaksanaan Wajib Belajar selain menjadi hak
dan kewajiban orang tua, juga menjadi hak dan kewajiban masyarakat dalam
menyukseskan pelaksanaannya. Dan tak kalah pentingnya pelaksanaan Wajib Belajar
menjadi hak dan kewajiban pemerintah. Demikian juga peserta didik memiliki hak
untuk mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya.

Secara hakiki Wajib Belajar telah menjadi tekad pemerintah. Tekad ini
hendaknya tidak hanya dalam bentuk slogan, wacana dan sebatas konsep, tetapi
harus diimplementasikan dengan konkret, terutama yang menyangkut penyediaan
dana. Tanpa dana mana mungkin tujuan penuntasan wajib belajar dapat terwujud.28

28
Ishaq, Isjoni, 2006. Membangun Visi Bersama Aspek-Aspek Penting Dalam Reformasi
Pendidikan.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal. 41
F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian hukum.


Menurut F. Sugeng Istanto, penelitian hukum adalah penelitian yang membantu
pengembangan ilmu hukum dalam mengungkapkan suatu kebenaran hukum.29 Ilmu
hukum dalam uraian ini adalah ilmu yang mengkaji hukum positif. Kajian tentang
hukum positif perundangundangan ini meliputi tiga bidang kajian, yakni:

1. Kajian tentang isi ketentuan hukum positif 2. Kajian tentang penerapan


ketentuan hukum positif 3. Kajian tentang pembentukan hukum positif.5 Penelitian
yang berjudul Implementasi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bagi Anak Putus sekolah adalah penelitian hukum yang
termasuk dalam bidang kajian tentang isi ketentuan hukum positif yang berkaitan
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penelitian hukum ini difokuskan pada data sekunder, sedangkan data primer
digunakan sebagai data penunjang. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder.

2. Bahan hukum Adapun bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian
hukum ini terdiri atas: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer dalam penelitian
ini meliputi peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:

1. UUD 1945

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah bahan yang diperoleh
melalui studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti baik dari
bahan-bahan literatur, maupun pendapat hukum dengan cara mewawancarai pejabat
pemerintahan yang berkopetensi di bidang pendidikan.

29
F. Sugeng Istanto, 2007, Penelitian Hukum, CV Ganda, Yogyakarta, hlm.29 5 Ibid, hal.30,
c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier dalam penelitian hukum ini
berupa:

1. Black Law Dictionary

2. The Contemporary English-Indonesia Dictionary dan

3. Kamus Inggris-Indonesia.

3. Metode pengumpulan

bahan Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data yang relevan
dalam penelitian hukum normatif ini adalah:

a). Studi pustaka Yaitu suatu cara pengumpulan data yang relevan dengan
mempelajari undang-undang yang terkait serta menggunakan literaturliteratur yang
sesuai dan berkaitan dengan obyek penelitian.

b). Wawancara Wawancara yaitu pengumpulan data yang berupa pendapat dari
pejabat pemerintahan di bidang pendidikan yang dilakukan yaitu dengan cara
mengajukan pertanyaan secara langsung kepada pejabat pemerintahan di bidang
pendidikan sebagai aparat penegak hukum yang diharapkan dapat memberikan
penjelasan mengenai permasalahan hukum yang diteliti.

4. Metode analisis

Data sekunder yang diperoleh baik melalui studi pustaka maupun pendapat pejabat
pemerintah di bidang pendidikan yang diperoleh melalui wawancara akan di susun
secara sistematis dan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran.

Menurut F. Sugeng Istanto, metode penafsiran adalah suatu cara


mengungkapkan kebenaran dengan mengukur kesesuaian isi ketentuan 12 hukum
berdasarkan prinsip gramatikal, prinsip obyektif, prinsip konsistensi, dan prinsip
efektivitas.6

Penafsiran yang digunakan dalam mengungkapkan kebenaran dalam penelitian


ini didasarkan pada prinsip obyektif, di mana penafsiran dengan prinsip obyektif
menurut F. Sugeng Istanto adalah suatu kegiatan mencari kebenaran isi ketentuan
hukum dengan mengukur isi ketentuan hukum itu dengan tujuan umum dari
pembuatan peraturan yang mencakup ketentuan hukum tersebut.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, serta batasan konsep.
Disamping itu dalam bab ini juga akan menguraikan metode penelitian. Dalam
metode penelitian akan diuraikan tentang jenis penelitian, sumber data, metode
pengumpulan data, lokasi penelitian, narasumber, serta metode analisis data.
Selanjutnya pada akhir dari bab ini akan disajikan tentang sistematika penulisan
hukum.

BAB II : Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional Bagi Anak di Daerah


Istimewa Yogyakarta Pada bab ini akan menguraikan mengenai tinjauan umum
tentang sistem pendidikan nasional yang di dalamnya menguraikan tentang
pengertian pendidikan nasional, pendidikan nasional sebagai suatu sistem, dasar,
tujuan dan fungsi pendidikan nasional, asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional,
jenis, jalur, dan jenjang pendidikan serta wajib belajar 12 tahun. Dalam bab ini juga
menguraikan tentang tinjauan umum hak asasi manusia, tinjauan umum tentang hak
anak dalam pendidikan, pelaksanaan pendidikan bagi anak putus sekolah dalam
melaksanakan Pendidikan bagi anak.

BAB III : adalah uraian tentang tinjauan umum Undang-undang No. 20 Tahun 2003
Tentang sistem Pendidikan Nasional? Apakah Tujuan dari Undang- undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
BAB IV : adalah uraian tentang analisa Data resmi Kantor Komnas Perlindungan
Anak (PA) di 33 provinsi yang menyatakan jumlah anak putus sekolah pada tahun 2017
sudah mencapai 11,7 juta jiwa dengan sub bab kasus posisinya

BAB V : adalah bagian penutup yang berisi kesimpulan yang menyimpulkan bab
satu sampai bab empat dan saran terhadap uraian bab satu sampai bab empat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Dra Nur Uhbiyati, 1991, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

A.R. Tilaar (2), Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Rineka Cipta, Jakarta,
2006

Bungin, Burhan, 2007, Penelitian Kualitatif : Komunikasi Ekonomi Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial Lainnya, Jakarta : Kencana.

Darmaningtyas, 2004, Pendidikan Yang Memiskinkan, Bandung : Gallang Press. Driyarkara,


1980, Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.

Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuad Ihsan, 2003, Dasar-Dasar Kepenidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta Harum

Ishaq, Isjoni, 2006. Membangun Visi Bersama Aspek-Aspek Penting Dalam Reformasi
Pendidikan.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Imam Wahyudi, Pengembangan Pendidikan Strategi Inovatif & Kreatif Dalam Mengelola
Pendidikan Secara Komprehensif, PT Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2012,

Kartono, Kartini, 1997, Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional, Jakarta:
Pradnya Paramita.

Maleong, Lexy.J, 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung :Rosdakarya. ___________,


2000, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosdakarya
Maryati Kun & Juju Suryawati, 2006, Sosiologi, Jakarta : Erlangga.

Morin, Edgar, 2005, Tujuh Materi Penting Bagi Dunia Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.

M. Quraish Shihab, Membunikan Al-Quran Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Penerbit Mizan, Bandung, 1995, Cet. Ke-9,

Nana Syaodih, Ayi Novi Jamiat, Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah
(Konsep, Prinsip, dan Instrumen), Refika Aditama, Bandung, 2006,

Nasrudin Aizzd. Mohd., 2006, Pengantar Pengurusan Pusat Pengkajian Jarak Jauh, Malaysia:
Univesity Sains Malaysia.

Nurani Soyomukti, Teori-Teori Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogyakarta, 2010,

Pamudji, S. 1992. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Indonesia.

Pudjiarto St, 1999, Hak Asasi Manusia, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta Kuntjoro

Purbopranoto, 1976, Hak-Hak Azasi Manusia dan Pancasila, Pradnya Paramita, Jakarta.

Ranoh, Ayub, 2006, Kepemimpinan Kharismatis: Tinjauan Teologis Etis atas Kepemimpinan
Soekarno, Jakarta : Gunung Mulia.

Revrisond Baswir, Pembangunan Tanpa Perasaan, Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya, ELSAM, Jakarta, 2003,

Ristina Yudhanti, Kebijakan Hukum Pemenuhan Hak Konstitusional Warga atas Pendidikan
Dasar dalam Jurnal Pandecta, Vol. 7 No.1 Januari 2012, Universitas Negeri Semarang,

S. Abdi, dkk., Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Otonomi Daerah,
PusHAM UII, Yogyakarta, 2009

Salam, Dharma Setiawan, 2007, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Djambatan.

Salam, H. Burhaduddin, 2002, Pengantar Pedagogik, Dasar Ilmu Mendidik, Jakarta: Rineka
Cipta.
Soedijarto,dkk, 2007, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta : PT Imperial Bakti Utama.

Soedijarto, 2008, Landasan dan Arah pendidikan Nasional Kita, Jakarta : PT Kompas Media
Nusantara.

Soegarda Poerbakawtja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1982,

Sugeng Istanto, 2007, Penelitian Hukum, CV Ganda, Yogyakarta Suparlan, 2004,


Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Hikayat Publishing, Yogyakarta

Sugiyono, 2007, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta. ________, 2011, Metode
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung : Alfabeta.

Tirtarahardja, Umar, dan La Sula, 1995, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, dan
Depdikbud

Wahjoetomo, 1993, Wajib Belajar, Pendidikan Dasar 9 Tahun, PT Grasindo, Jakarta Kamus:
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi III, balai Pustaka, Jakarta, 2002 Makalah:

Anda mungkin juga menyukai