Anda di halaman 1dari 5

Tradisi: Geulayang Tunang

Sudah seminggu ini mata ku susah untuk dipejam, berkali-kali mencoba menutup mata tapi tidak
pernah berhasil dengan sukses. Akibatnya siang jadi ngantuk terus ketiduran, bawaannya suntuk
terus. Kebiasaan buruk ini cukup membuatku menderita, ditambah urusan akademis tak kunjung
kelar-kelar. akhirnya kuambil kesempatan buruk ini untuk membuat postingan ringan seputar
aceh. Mengingat sudah sekian lama absen buat postingan tentang aceh.

Sebagaimana daerah lain, aceh juga memiliki beberapa permainan tradisional karya nenek
moyang terdahulu yang diwariskan turun-temurun melalui generasi-generasi hingga sampai saat
ini. bebarapa permainan tradisional aceh yang dulunya sering dimainkan sekarang sudah mulai
sedikit diminati seperti permainan Gatok, Haba Dang Daria dan lainnya. Bahkan yang paling
menarik sebagian generasi aceh tidak mengenal sama sekali permainan-permainan tersebut.
Untuk mengingat kembali memori kita akan warisan budaya leluhur, postingan ini akan coba
membahas salah satu permainan tradisional aceh, Geulayang Tunang. Selain geulayang tunang
masih ada beberapa permainan lain seperti Pupok Leumo, geude-geude, Seurune Kalee,
Geundrang, Alee Tunjang dan Kecapi. Tapi untuk saat ini cukup tentang geulayang tunang dan
sisanya untuk postingan selanjutnya.

Geulayang Tunang atau geulayang Kleung atau


geulayang sayeup atau geulayang buleun merupakan sebutan rakyat aceh untuk permainan
layang-layang. setiap daerah di aceh memiliki sebutan sendiri untuk permainan ini tapi pada
dasarnya tetap sama. Asal usul Geulayang tidak diketahui dengan pasti mengingat catatan
sejarah aceh tidak menulis mengenai permainan ini, bila kita melihat sejarah layang di dunia
Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar
2500 Sebelum Masehi. Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada
awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi
mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara. Diduga terjadi
perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara
banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di
kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu
(Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti
oleh seorang pembesar kerajaan.
Layang aceh terdiri dari bagian kepala, sayap, badan serta ekor bila di udara dalam jarak tertentu
layang aceh mirip dengan seekor elang sehingga muncul istilah Geulayang Kleung [layang
elang].

Permainan Layang aceh dapat dimainkan oleh orang dewasa hingga anak-anak. Ukuran standar
untuk orang dewasa rata-rata +2 meter, sedangkan untuk anak-anak disesuaikan dan biasanya
dibuat dalam ukuran lebih kecil. Proses pembuatan layang tunang harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan tersendiri dan biasanya untuk layang yang diperlombakan biasanya dibuat
oleh sang ahli. Diriwayatkan, untuk membuat sebuah layang tunang dibutuhkan waktu hingga
satu tahun untuk menghasilkan layang dengan kualitas terbaik. Mulai dari memilih bambu untuk
rangka hingga menentukan ukuran proporsional setiap bagian layang. Bambu dipilih yang sudah
berumur tua serta arah kecondongan bambu. Untuk mendapatkan bambu terbaik Kebanyakan
mereka mencari bambu hingga ke tengah hutan belantara. Sedangkan Rangka layang dapat
disimpan 20 sampai 30 tahun lamanya.
Permainan layang tunang dimainkan sebagai hiburan musiman, biasanya berlangsung setelah
musim panen. Selesai panen sawah-sawah dibiarkan untuk beberapa waktu sebelum ditanam
kembali. pada masa tersebut permainan layang tunang dilaksanakan diareal persawahan sekedar
selingan masyarakat setelah semusim menuai padi disawah. Permainan belangsung mulai sore
sampai menjelang shalat magrib.

Dahulu perlombaan layang diikuti oleh setiap meunasah/gampong, setiap gampong mewakili 1
layang untuk diikut sertakan. setiap gampong baik laki-laki maupun wanita ikut berperan dalam
kelompok dengan membagi tugas untuk mendukung team gampongnya. Berbeda dengan
sekarang perlombaan diikuti secara individu/perorangan.

Cara pembuatan

Lebar seluruh sayap merupakan ukuran utama untuk menentukan ukuran pada bagian lainnya.
Untuk memudahkan saya lampirkan gambar dibawah. Langkah pertama tentukan ukuran utama
lebar sayap (a) karena ini akan menjadi pedoman dasar, selanjutnya ukuran tinggi secara
keseluruhan mulai dari kepala (seureungguek) sampai dengan ekor (kipas ikue) (b) yaitu x
ukuran utama sayap ( x a = b) misalnya ukuran keseluruhan sayap 200cm maka x 200 =
100 cm. Begitu juga dengan lainnya anda bisa melihat digambar. Disamping kualitas yang harus
diperhatikan dalam membuat layang aceh juga dituntut teliti dalam pemasangan tali teraju (talo
teuraje) ini penting karena akan menentukan layang ppada saat terbang. Bila pemasangan tali ini
kurang sempurna resikonya layang akan berputar-putar dan jatuh ke tanah. Untuk pemasangan
tali juga harus berpedoman pada ukuran layang tersebut. Untuk tali utama (a) ukuranya x lebar
sayap secara keseluruhan. Sedangkan untuk tali kedua (b) berdasarkan ukuran lebar muka
layang.
Jalannya perlombaan

Sebagaimana namanya layang ini memang kebanyakan untuk diperlombakan. Pemenang dinilai
layang yang paling depan (vertikal) pada batas waktu yang ditetapkan juri. Panjang Benang
untuk layang juga ditentukan oleh juri dan diberi tanda agar ketinggian layang sama. Alasan ini
karena mengingat udara memiliki perbedaan arah angin serta kecepatannya. Biasanya
memerlukan benang sepanjang 1000 m untuk perlombaan. Pada saat batas yang ditentukan sudah
dicapai, oleh sang juri menghitung mundur waktu dan layang diikat pada bambu yang telah
disiapkan, pada saat ini benang layang tidak boleh dipegang sedangkan Layang dianggap gugur
apaila pada waktu sudah ditetapkan layang tiba-tiba putus.
Selain menjadi hiburan musiman, permainan geulayang tunang mengandung nilai sosial budaya
terutama terciptanya sifat kebersamaan serta membangun budaya gotongroyong. Zaman telah
berubah ketika gotong royong menjadi barang langka. Permainan-permainan modern dalam
waktu singkat membanjiri pasaran, sedangkan permainan tradisional meskipun masih dimainkan
namun menjadi sedikit peminatnya dan perlahan mulai ditinggalkan. Setidaknya meskipun tidak
pernah memainkannya kita masih ingat bahwa aceh juga memiliki warisan budaya geulayang
tunangsaleum acehdesain.

Anda mungkin juga menyukai