Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan ketentuan SOLAS Tahun 1974 amandemen 1995 bahwa
setiap kapal harus dilengkapi dengan alat-alat keselamatan dimana alat
keselamatan sangat penting sekali untuk penyelematan jiwa di laut. Alat
keselamatan itu dibedakan dari nama dan kegunaannya. Jumlah alat
keselamatan pada setiap kapal tidak sama tergantung dari jenis kapal itu
sendiri. Mengingat makin besarnya permintaan jasa transportasi laut pada
kapal barang maupun kapal penumpang sehingga awak kapal harus memiliki
keterampilan menggunakan alat-alat keselamatan. Apabila mereka mendapat
kecelakaan di laut maka dapat menolong diri sendiri maupun orang lain secara
cepat dan tepat. Salah satu unsur penting dalam kelancaran operasional sebuah
kapal adalah tersedianya perlengkapan alat-alat keselamatan sekoci penolong
di atas kapal, namun pada kenyataan masih terdapat kurangnya kesadaran
sebagian awak kapal untuk mempelajari dan memprktekkan alat-alat
keselamatan yang ada. Keselamatan sangat diperlukan di samping
kecakapan/keterampilan para awak kapal itu sendiri dengan ditetapkannya
Safety Management System (SMS) diharapkan sekoci penolong yang
merupakan salah satu alat keselamatan dapat berfungsi dengan baik.
B. Pokok Permasalahan
Salah satu alat keselamatan di atas kapal untuk menolong awak kapal
sewaktu terjadinya kecelakaan yang dapat mengancam jiwa di laut adalah:
sekoci peolong yang memenuhi syarat agar dapat dipergunakan setiap saat
baik dalam keadaan darurat maupun latihan-latihan. Namun, dalam
kenyataannya bahwa peranan alat keselamatan sekoci penolong di
1
MV. KARYA NUSANTARA 88 tidak sesuai dengan yang diharapkan seperti
apa yang Taruna alami dan ketahui sebagai berikut:
1. Latihan sekoci di kapal MV. KARYA NUSANTARA 88 belum dilakukan
secara optimal
2. Awak kapal belum disiplin dalam latihan meninggalkan kapal.
2
D. Lingkup Bahasan
Seperti yang sudah dijabarkan pada latar belakang bahwa alat-alat
keselamatan cukup banyak di kapal MV. KARYA NUSANTARA 88 sehingga
permasalahan yang akan dihadapi sangat luas sehingga penulis membatasi
ruang lingkup dengan membahas:
UPAYA PENINGKATAN PENGOPERASIAN SEKOCI PENOLONG
SECARA AMAN DAN EFISIEN
DI KAPAL MV. KARYA NUSANTARA 88,
yang dalam hal ini sekoci penolong merupakan satu persyaratan keselamatan
sebuah kapal sebagai alat penyelamatan jiwa di kapal, tetapi karena
keterbatasan, Taruna hanya membahas tentang cara pemakaian serta latihan-
latihan pada sekoci penolong saat penulis berada di atas kapal.
3
BAB II
KONDISI SAAT INI
4
Awak kapal kadang kala tidak bisa menggunakan alat-alat yang ada pada
sekoci penolong. Mereka masih sulit dalam penggunaan alat-alat keselamatan
baik yang alat-alat tetap maupun yang biasa dibawa.
Para awak kapal belum semuanya mengenal alat-alat keselamatan yang
ada di dalam sekoci penolong dengan demikian awak kapal akan sulit untuk
familiar dengan alat-alat tersebut karena mereka tidak mengerti dengan
alatnya dan juga kurangnya latihan.
Alat-alat yang berada di luar sekoci yang berhubungan dengan
kelengkapan sekoci dan dewi-dewi. Awak kapal masih banyak yang masih
belum mengerti tentang alat-alat yang harus diperhatikan dalam latihan sekoci
sehingga untuk familiar saja akan sulit. Dimana alat-alat tersebut langsung
digunakan dalam menurunkan sekoci pada saat latihan dan saat darurat untuk
meninggalkan kapal dengan menggunakan sekoci penolong, alat tersebut
adalah:
1. Pin pengaman / Harbour safety pin
2. Tali lashing / Gripes
3. Tali penahan / Tricing pendant
4. Tali lopor / Boat fall
5. Motor penggerak sekoci / Life boat Winch
6. Tali penolong / Life line
7. Tali tangkap / Painter
8. Tangga lambung / Side ladder
Sebagian awak kapal ada yang sudah mengetahui alat tersebut tetapi dalam
penggunaannya mereka belum familiar. Awak kapal kadang kala sering salah
dalam penggunaannya dan tidak cepat bertindak ketika timbul masalah.
Dengan kurangnya pengetahuan tentang alat pendukung pada sekoci penolong
sehingga belum familiar sehingga kendala seperti ini yang dijumpai pada
kapal MV. KARYA NUSANTARA 88 saat Taruna berpraktek di atas kapal.
5
C. Kurangnya Keseriusan Awak Kapal dalam Latihan Sekoci
Kebanyakan Taruna menemukan penyebab dari kurang seriusnya Awak
kapal dalam latihan sekoci adalah kurangnya koordinasi di dalam persiapan-
persiapan yang akan dilakukan pada saat akan mengadakan latihan sekoci,
sehingga pada saat diadakan latihan keselamatan sekoci penolong awak kapal
ada yang tidak disiplin. Awak kapal sering terlambat datang ke tempat latihan
dan ada yang tidak menggunakan pakaian seragam seperti yang sudah
diberikan perusahaan. Saat akan diadakan latihan dimana tanda bahaya sudah
dihidupkan semua awak kapal berkumpul di tempat muster station dimana
awak kapal ada yang terlambat ke tempat latihan sehingga pelaksanaan latihan
sering menunggu awak kapal lainnya. Awak kapal yang terlambat ini
menyebabkan latihan tertunda beberapa menit. Awak kapal suka bercanda
pada saat latihan dan kadang-kadang bicara saat menurunkan sekoci. Setelah
ditegur oleh perwira barulah mereka diam.
6
BAB III
PERMASALAHAN
7
tidak jelas atau buram, PSC menyarankan supaya diganti dengan yang baru
karena ini masalah keselamatan. PSC membuat catatan pada laporannya
bahwa ditemukan kesalahan, PSC memberikan peringatan untuk segera
diganti dengan yang baru akhirnya nakhoda memohon untuk diganti pada
pelabuhan berikutnya mengingat keterbatasan waktu.
PSC menyetujui supaya diganti pelabuhan berikutnya yaitu Selat Panjang.
Hal ini akan merugikan perusahaan dan awak kapal yang tidak cakap dan lalai
bisa saja diturunkan oleh PSC. Padahal nakhoda sudah mengingatkan pada
mualim dua supaya dibuat permintaan pada perusahaan.
8
dalam sekoci akan diturunkan. Tiba tiba sekoci meluncur dengan sendirinya
tanpa ada perintah dari perwira senior.
Awak kapal yang berada di luar sekoci terkejut mengapa sekoci turun
tanpa komando dan secara mengejutkan seorang juru mudi itu bertugas
membuka pasak sekoci yang terdapat pada dewi dewi. Seandainya juru mudi
jatuh ke dek sekoci, akan berakibat fatal bisa jadi juru mudi itu kaki dan
tanganya patah.
Setelah diselidiki ternyata hand lever ditarik oleh juru minyak yang saat
itu berada di deck sekoci. Sebenarnya tugas untuk menarik hand lever tersebut
adalah perwira dek bukan juru minyak. Kurangnya pengawasan dari perwira
yang berada di dalam sekoci mengakibatkan hand lever ditarik oleh juru
minyak.
9
E. Tidak tepat waktu pada saat diadakan latihan
Dari Pengamatan penulis kadang kala awak kapal sering terlambat pada
saat diadakan latihan sekoci. bermacam alasan yang dibuat oleh awak kapal
karena terlambat datang. Ada yang tidak mendengar sirine, ketiduran, lagi
sibuk kerja dikamar mesin, sedang di kamar pendingin mengambil makanan.
Dari sini Taruna memberikan beberapa masalah yang pernah terjadi di kapal
penulis.
Pada waktu kapal berada di Bengkalis - Indonesia diadakan latihan sekoci
penolong. Pada waktu latihan di Bengkalis - Indonesia yang terlambat datang
ke muster station adalah koki, awak kapal yang lain sudah berkumpul kecuali
koki belum datang, kemudian juru mudi disuruh oleh perwira senior untuk
mencari koki. Beberapa menit kemudian dia datang setelah ditanya perwira
senior koki beralasan karena tidak mendengar tanda bahaya karena sedang di
kamar pendingin pada waktu mengambil daging.
Pada waktu latihan di Cirebon yang terlambat datang adalah juru minyak
A, setelah tanda bahaya dibunyikan awak kapal berkumpul di muster station.
Perwira senior menghitung ternyata juru minyak A tidak hadir, sekarang yang
disuruh mencari adalah juru minyak C dan setelah ditunggu beberapa saat juru
minyak A muncul setelah ditanya oleh KKM dia mengatakan bahwa dirinya
ketiduran.
Masih ada lagi masalah seperti diatas yang tidak bisa penulis ceritakan
satu persatu. Panulis hanya mengambil dua saja sebagai contoh sering
terlambatnya awak kapal saat latihan.
10
sehingga awak kapal kurang memperhatikan latihan ini. Awak kapal yang jaga
seharian kadang merasa capek sehingga kelihatan lemas dan tidak ada tenaga.
Pada saat berkumpul ada awak kapal yang tidak disiplin dalam berpakaian.
Mereka tidak menggunakan baju kerja, sepatu kerja dan helm seperti yang
sudah diberikan perusahaan.
Dari ke enam indetifikasi masalah yang penulis uraikan di atas, penulis
mendapat satu masalah yang potensial dengan cara menggunakan Urgent,
Seriusness, Growth, ( USG ) tabel USG terdapat pada halaman berikut.
Dari satu buah masalah prioritas yang didapat melalui metode pendekatan
U.S.G, maka dapat di analisis faktor faktor penyebabnya
Latihan AB A A B
Sekoci AC A A C
A Belum AD A A D 6 6 1 13 I
dilakukan AE A A E
secara AF A A A
optimal
Alat
keselamatan BC A A C
tidak B-D B B D 3 2 1 6 IV
B
memiliki B-E B E E
petunjuk BF B B F
penggunaan
C Awak kapal CD C C C
belum C-E C C E
11
familiar C C C 3 3 4 10 II
dalam
penggunaan C-F
alat alat
keselamatan
Latihan D D E
sekoci sulit D E D
dilakukan DE 2 1 3 6 V
D
pada saat DF
serah terima
jabatan
Tidak tepat E E E
waktu pada 1 3 5 9 III
E EF
saat dilakukan
latihan
Kurang Serius
F dalam latihan 0 0 1 1 VI
sekoci
Keterangan :
U (URGENCY) adalah : Masalah yang apabila tidak segera diatasi akan
berakibat fatal dalam jangka panjang.
S (SERIOUSNESS) adalah : Masalah yang apabila terlambat diatasi akan
berdampak fatal terhadap kegiatan tetapi berpengaruh terhadap jangka pendek
G (GROWTH) adalah : Masalah potensial untuk tumbuh dan berkembangnya
dalam waktu jangka panjang dan timbulnya masalah baru dalam jangka
panjang.
BAB IV
PEMBAHASAN
12
A. Masalah Prioritas
Latihan Sekoci Penolong Belum Dilakukan Secara Optimal
B. Penyebabnya:
1. Pengawasan dari Atasan Tidak Dijalankan termasuk perusahaan
sebagai pemilik kapal
Nahkoda tidak memberi pengawasan penuh kepada anak buah dalam
latihan sekoci. Nahkoda hanya memberikan wewenang pada perwira
senior saja dan nahkoda tidak ikut terlibat dalam kegiatan latihan sekoci,
mungkin saja perwira senior dapat mengatasinya. Perwira junior dan
bawahan menginginkan nahkoda ikut serta memberi pengarahan langsung
dan tgerlibat saat latihan. Sehingga untuk menilai awak kapal secara
langsung akan sulit karena nahkoda sendiri tidak ikut serta. Disamping
pengawasan dari Nakhoda yang kurang, juga sering didapatkan perusahaan
yang tidak terlalu perduli dengan hal-hal yang menyangkut keselamatan
ABK kapal, yang penting kapal bisa berlayar dan segera tiba di pelabuhan
tujuan.Yang paling terpenting buat perusahaan yang menjadi kendala buat
Awak kapal adalah tidak diberinya tanggapan atau tidak terlalu diindahkan
apabila Nakhoda melaporkan bahwa alat-alat keselamatan di kapal kurang
memadai atau kurang layak untuk berlayar.
2. Latihan Belum Terprogram dengan Benar
Latihan tidak dilakukan tanpa ada program yang teratur. Latihan yang
diadakan belum dilakukan secara serius, kadang-kadang hanya untuk
mengisi buku harian saja, jika dalam buku harian sudah tertulis maka
urusan akan beres. Kenyataan yang dihadapi tidak seperti yang tercantum
dalam buku harian, awak kapal tidak ada keseriusan dalam latihan sekoci
dan beranggapan itu hanya sebagai latihan bukan kenyataan.
C. Pemecahan Masalah
13
1. Pengawasan Dari Atasan Tidak Dijalankan termasuk perusahaan
1.1. Atasan Lebih Memperhatikan Anak Buah Dan Memberikan
Petunjuk.
Dorongan untuk perwira yang terlibat langsung pada operasional
menurunkan sekoci dibutuhkan sekali dan atasan yang terlibat
langsung dapat memberikan petunjuk yang lebih jelas karena atasan
terlibat langsung dilapangan dengan anak buah. Hal ini dapat
memberi dorongan pada nak buah dengan ikut serta pimpinan dalam
latihan sekoci. Anak buah akan merasa segan dengan hadirnya atasan
saat latihan sekoci sehingga mereka lebih terkendali. Setiap diadakan
latihan maka dorongan yang nyata dari seorang pemimpin akan
berdampak pada kelancaran setiap latihan.
Baik perwira dek maupun perwira mesin dapat mempelajari dengan
seksama prosedur menurunkan sekoci dengan benar. Untuk lebih
jelasnya Taruna akan menerangkan cara menurunkan sekoci yang
penulis dapatkan pada buku Modul Survival Craft And Rescue
Boat Badan Diklat Perhubungan Edisi Tahun 2009.
1) Periksa dan cabut harbour pin
2) Lepaskan lasing grips sekoci(periksa trigger)
3) Periksa tali penahan(tricing pendants)
4) Dengan mengangkat handel rem lengan dewi-dewi segera keluar
secara maksimum, blok lopor sekoci terlepas dari kait ujung
dewi-dewi. Selanjutnya sekoci bebas dari area sampai ke geladak
embarkasi.
5) Pasang bowsing tackal dan rapatkan sekoci kelambung kapal.
6) Lepaskan tricing pendants (dengan melepaskan pelican hook).
7) ABK segera naik / masuk sekoci.
8) Area bowsing tackal, lepaskan dari blok tali lopor dan lemparkan
kekapal.
9) Turunkan sekoci sampai dipermukaan air,perhatikan ombak.
14
10) Lepaskan ganco tali lopor (hook falls) dahulukan yang diburitan
atau bersamaan dan segera pasang kemudi dan celaga (rudder
and tiller).
11) Lepaskan / cabut pasak tali tangkap (toggel painter), kemudian
tarik tali tangkap untuk memberikan laju terhadap sekoci, tukang
ganco dihaluan segera menolak tangga atau lambung kapal agar
sekoci bebas dari lambung.
12) Dayung sekoci untuk menjauh dari kapal untuk menghindari
pengisapan kapal.
Adapun jika hendak menaikkan sekoci penolong pada kedudukan
semula, maka pekerjaan tersebut di atas bisa dilaksanakan sesuai
dengan urutan kebalikan dari keterangan untuk menurunkan sekoci
penolong.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu menurunkan sekoci
penolong antara lain:
- Orang yang berada dimuka dan dibelakang dewi-dewi harus
berhati-hati karena kemungkinan sekoci meluncur secara
mendadak yang dapat membahayakan.
- Pada saat sekoci meluncur,semua orang yang berada di sekoci
harus berpegangan pada tali monyet (life line) dan tidak berpindah-
pindah. Apabila sebagian lambung sekoci telah menyentuh air,
hempasan ombak dapat membahayakan orang yang berada di
sekoci, untuk itu harus berhati-hati.
- Sewaktu sekoci sedang meluncur kemungkinan sekoci dengan
kapal saling berbenturan, yang dapat mengakibatkan kerusakan
pada sekoci untuk itu disediakan fender.
- Siapkan tangga monyet dan jala-jala yang dipasang dengan kuat di
lambung kapal.
- Perhatikan petunjuk-petunjuk dari perwira.
15
1.2. Membuat Evaluasi Tentang Kemajuan Peserta Didalam
Pelatihan.
Nahkoda harus menunjuk salah satu perwira yang sesuai
untuk melaksanakan evaluasi sejauh mana latihan keselamatan
diselenggarakan sesuai dengan program-program pelatihan. Praktek
menghadapi situasi darurat atau pun praktek meninggalkan kapal
harus dilaksanakan sesuai dengan program dalam pelatihan.
Penyimpangan-penyimpangan harus dicatat, praktek latihan
meninggalkan kapal yang dilaksanakan secara teratur dapat mengacu
keefektifan dan kejelasan rancangan darurat serta dapat
meningkatkan kemampuan dan kedisiplinan awak kapal. Evaluasi
yang dilakukan akan dapat mengetahui sejauh mana perkembangan
awak kapal dalam melaksanakan pelatihan dapat ditingkatkan serta
mencari langkah-langkah yang diperlukan apabila terjadi
penyimpangan dalam praktek maka dapat diambil tindakan-tindakan
yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja sekaligus menganalisa
sebab-sebab terjadi kesalahan dalam pelaksanaan latihan.
Pelatihan yang sudah dilakukan oleh awak kapal dapat
diberikan penilaian oleh nahkoda. Penilaian yang dihasilkan akan
berbeda pada setiap awak kapal dan nahkoda membuat kemajuan
dari masing-masing awak kapal di dalam pelatihan. Jika hasil dari
evaluasi tersebut kurang memenuhi atau terjadi kesalahan, nahkoda
dapat mencari dimana kesalahan itu, apakah kesalahan itu berasal
dari prosedur, kesalahan peralatan, atau kesalahan pada manusianya.
16
keselamatan di kapal terutama sekoci penolong. Didalam Kodifikasi
Manajemen Keselamatan International ( ISM code ) telah dijelaskan
dan di atur mengenai peranan perusahaan terhadap keselamatan
kapal dan jiwa ABK pada Bab IX bagian A-Implementasi 1.4
mengenai persyaratan fungsional untuk Sistem Manajemen
Keselamatan (SMK). Didalamnya telah disebutkan bahwa Setiap
perusahaan harus mengembangkan, mengimplementasikan dan
memelihara Sistem Manejemen Keselamatan yang meliputi
persyaratan fungsional berikut:
- Kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan
- Petunjuk dan prosedur untuk memastikan keselamatan
pengoperasian kapal dan perlindungan lingkungan dalam
memenuhi hukum Internasional maupun negara bendera kapal
yang berkaitan
- Menentukan tingkat otoritas dan garis komunikasi antara dan antar
personil darat dan personil kapal
- Prosedur pelaporan kecelakaan dan ketidaksesuaian dengan
ketentuan kodifikasi ini.
- Prosedur untuk siap dan tanggap terhadap keadaan darurat dan
- Prosedur untuk audit internal dan tinjau ulang manajemen.
Apabila perusahaan menjalankan hal-hal tersebut diatas,
maka kecil kemungkinan pihak kapal tidak mengetahui akan tugas-
tugasnya dalam hal pengoperasian alat-alat keselamatan di kapal,
terutama pengoperasian Sekoci penolong.
17
Di dalam amandemen 1995 terhadap konvensi Internasional STCW 1978
khusus capter VI pada section A VI/I dan Section B VI/I telah di atur
mengenai Sijil Darurat.
Sijil Darurat memberikan perincian prosedur dalam keadaan darurat
seperti:
(1) Tugas-tugas khusus yang harus dilaksanakan dalam keadaan
darurat oleh setiap ABK
(2) Sijil darurat selain menunjukkan tugas khusus, harus pula
menunjukkan tempat berkumpul (kemana ABK harus pergi).
(3) Sijil darurat bagi setiap kapal penumpang harus di buat dalam
bentuk yang harus disetujui oleh pemerintah.
(4) Sebelum kapal berangkat, sijil darurat harus sudah dibuat dan
salinannya digantung dibeberapa tempat yang strategis di
kapal,terutama di kamar ABK.
(5) Sijil darurat harus menunjukkan pembagian tugas bagi ABK,
sehubungan dengan:
- Penutupan pintu kedap air,katup-katup penutup mekanis lubang-
lubang pembuangan,lubang-lubang tuang abu dan pintu
pembakaran.
- Melengkapi sekoci penolong (termasuk portable radio) dan alat-
alat penolong lainnya.
- Peluncuran sekoci penolong
- Persiapan umum alat-alat lainnya
- Meng-apel/menghimpun para penumpang dan
- Pemadam kebakaran
(6)Sijil darurat harus menunjukkan tugas-tugas khusus yang
dikerjakan oleh Steward departemen(koki,pelayan dll), meliputi:
- Memberikan peringatan kepada penumpang
- Memperhatikan apakah mereka telah berpakaian dengan layak
dan telah memakai lifejacket dengan benar.
18
- Meng-apel para penumpang di pos darurat.
- Mengawasi gerakan para penumpang dan memberikan
petunjuk di gang-gang atau di tangga.
- Yakin bahwa persediaan selimut telah dibawah ke sekoci
penolong.
Nakhoda dapat membentuk suatu team yang beranggotakan para perwira
senior dari bagian dek dan mesin yang bertanggung jawab dalam bidang
keselamatan. Team ditugaskan untuk menyusun program rancangan
latihan menghadapi situasi darurat dan latihan meninggalkan kapal.
Dengan adanya suatu rancangan yang terprogram dengan baik
diharapkan dapat menghilangkan kendala-kendala yang menyebabkan
suatu latihan tidak berlangsung sebagaimana yang dikehendaki.
Pelatihan yang sudah dilakukan oleh awak kapal dapat diberikan
penilain oleh nakhoda. Penilaian yang dihasilkan akan berbeda pada
setiap awak kapal dan nakhoda membuat kemajuan dari masing-masing
awak kapal didalam pelatihan. Jika hasil dari evaluasi tersebut kurang
memenuhi atau terjadi kesalahan, nakhoda dapat mencari dimana
kesalahan itu apakah kesalahan itu berasal dari prosedur, kesalahan
peralatan atau kesalahan pada manusianya. Dalam Solas 1974 Chapter 4
dijelaskan bahwa:
- Kesiapan sekoci penolong rakit penolong dan alat-alat apung
sekoci penolong harus dalam keadaan siap untuk digunakan
dimana harus dapat di turunkan ke air dengan selamat dan cepat,
sekalipun dalam keadaan trim yang tidak menguntungkan dan
kapal miring 15.
- Harus memungkingkan berhasilnya embarkasi ke dalam sekoci
penolong dan rakit penolong dengan cepat dan tertib.
19
pada penggunaan pesawat-pesawat penyelamat yang meliputi
pengetahuan dan keterampilan tentang latihan sekoci. Adapun
beberapa hal yang harus dimengerti oleh ABK secara individual sesuai
dengan Personal Safety And Social Responsibility Modul 4 antara lain
adalah:
- Alarm signal meninggalkan kapal (Abandon Ship).
- Lokasi penempatan life jacket dan cara pemakaian oleh awak kapal
dan penumpang.
- Kesiapan perlengkapan sekoci.
- Pembagian tugas awak kapal di setiap sekoci terdiri dari komandan
dan wakil komandan.juru motor,juru motor,juru mudi, membuka
lashing dan penutup sekoci.memasang tali air / kelih tiller / tali
monyet / prop / membawa selimut / log book / kotak P3K,
mengarea sekoci melepas ganco / tangga darurat / menolong
penumpang.
20
setiap bulannya dan ditentukan pada minggu keberapa latihan tersebut
harus diadakan. Hal ini berlaku pada kapal-kapal Niaga. Sedangkan pada
kapal penumpang, latihan-latihan sekoci diadakan setiap satu kali
perjalanan dan di peragakan di depan penumpang kapal. Apabila telah
dibuat penjadwalan tersebut, Nakhoda dan awak kapal tidak boleh
bergeser waktunya dari yang telah direncanakan.
21
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang disampaikan pada bab-bab terdahulu, maka penulis
dapat membuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak dibuat evaluasi tentang kemajuan peserta di dalam pelatihan.
2. Tidak dibentuk team penanggung jawab dalam menyusun rancangan
latihan sekoci penolong.
3. Kurangnya petunjuk pneggunaan alat-alat keselamatan yang dimengerti
awak kapal.
4. Tidak dipelajari dengan seksama standar operasional prosedur
menurunkan sekoci.
B. SARAN
1. Sebaiknya nahkoda mengevaluasi langsung setiap diadakan latihan agar
dapat diketahui kemajuan peserta.
2. Seyogyanya nahkoda menunjuk perwira senior dibantu Mualim II sebagai
team penanggung jawab dalam menyusun rancangan pelatihan agar bila
diadakan pelatihan maka seluruh awak kapal dapat melakukan dengan
tepat waktu.
3. Seharusnya perwira senior dan mualim II mengganti petunjuk penggunaan
alat-alat sekoci keselamatan yang sudah rusak atau buram agar awak kapal
dapat mempelajarinya.
4. Sebaiknya nahkoda dan perwira senior memberikan motivasi atau
dorongan kepada seluruh anak buah kapal agar mempelajari dengan
seksama standard prosedur menurunkan sekoci.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN LAMPIRAN
GAMBAR
24
25