Anda di halaman 1dari 10

RESPIRATORY FAILURE DEWASA (ALO)

A. DEFINISI
Menurut Rusmiati A. 2008 dalam penelitian Surjanto E, dkk gagal
nafas (respiratory failure) merupakan kegagalan sistem respirasi dalam
pertukaran gas O2 dan CO2 serta masih menjadi masalh dalam
penatalaksanaan medis. Seara praktis, gagal nafas di definisikan sebagai
PaO2 < 60 mmhg atau PaCO2 > 50 mmhg.
Gagal nafas akut dapat di golongkan menjadi dua yaitu gagal nafas akut
hipoksemia (gagal nafas tipe1) dan gagal nafas akut hiperkapnia (gagal nafas
tipe2). Gagal nafas tipe1 dihubungan dengan efek primer pada ventilasi.
Salah satu akibatnya yaitu Acute Lung Oedema (ALO).
Menurut Gumiwang (2007) Acute Lung Oedema (ALO) adalah
terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga alveoli yang
menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal
napas. Acute Lung Oedema (ALO) adalah kegawatan yang mengancam
nyawa dimana terjadi akumulasi di interstisial dan intra alveoli paru disertai
hipoksemia dan kerja napas yang meningkat (Tamashefski, 2000).

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Kardiogenik (Penyakit pada arteri)
koronaria Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit
karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika
terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta
merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot
jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi
seperti biasa. Kardiomiopati Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri
masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak
terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard
jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-
obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan

1
ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi
suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada
keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi
beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang
akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding). Gangguan
katup jantung Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang
berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara
adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna
(insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub
menuju paru-paru. Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan
penyakit arteri koronaria.
b. Non-Kardiogenik
Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:
1. Infeksi pada paru Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation
dan infark paru.
2. Paparan toxic Reaksi alergi Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
3. Neurogenik.

C. TANDA DAN GEJALA


Gambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3
stadium), walaupun pada kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara
dini. Pembagian stadium tersebut adalah sebagai berikut:
a. Stadium 1: Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang
prominen akan mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit
meningkatkan kapasitas difusi CO. Keluhan pada stadium ini biasanya
hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.
b. Stadium 2 : Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas
pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa
interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor

2
interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di
daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek
bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas
menjadi berat dan tersengal.
c. Stadium 3 :Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas
mengalami gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk
berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang
lain turun dengan nyata.

D. PATOFISIOLOGI
a. ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan
(peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg.
Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan
sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah
cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema
paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua
keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.

b. ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan dinding


kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru
sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses
tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih
dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan
pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

3
E. PATHWAY

Timbul serangan

Trauma endothelium Trauma type II


paru dan epithelium pneumocytis
alveolar

Penurunan
Peningkatan Kerusakan
surfactan
permeabilitas jaringan paru

Atelektasis
Edema pulmonal

Penurunan
pengembangan Abnormalitas
Alveoli terendam paru ventilasi perfusi

Gangguan
Kelebihan volume Hipoksemia pertukaran gas
cairan

kelelahan Peningkatan
produksi
sekret
Intoleransi
aktivitas

Bagan 1. Nanda Nic-Noc

4
F. PENEGAKAN DIAGNOSA
Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
Foto thorax Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya
takikardia supra ventrikular atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi
adanya iskemia, infark miokard dan LVH yang berhubungan dengan ALO
kardiogenik. Pemeriksaan ekokardiografi

G. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi yang digunakan untuk mengatasi ALO, yaitu:
Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru.
Nitrogliserin (NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama. NTG
spray atau tablet dapat segera diberikan sambil menunggu pemberian NTG
intravena (drip). NTG intravena diberikan dengan titrasi yang dimulai pada
dosis 10-20 meq/menit. Furosemide diberikan IV dengan dosis awal 20-40
mg (1 mg/kg BB). Penggunaan vasodilator dapat segera menurunkan tekanan
darah sistemik dan pulmonalis serta mengatasi keluhan oedema paru. Salah
satu contoh vasoldilator yang dapat digunakan adalah Nitroprusid dengan
dosis awal 40-80 meq/menit, dinaikkan 5 meq/menit setiap 5 menit sampai
oedema paru teratasi atau tekanan sistolik arteri turun dibawah 100 mmHg.
Penggunaan Angiotensin Converting Enzime Inhibitor. Pemberian kaptopril
oral akan menimbulkan efek dalam 0,5 jam, maksimal setelah 1-1,5 jam dan
menetap selama 6-8 jam. Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum
pernah mendapatkan pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti Deslano-
side (Cedilanide-D). Obat lain yang dapat dipakai adalah golongan
Simpatomi-metik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan inhibitor Phos-
phodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoxumone, Piroximone). Penggunaan
Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi atau
pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor
kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain bersifat bronkodilator juga
mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan dan diuretik ringan.

5
H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. KASUS:
Riwayat penyakit:
Ny. Sinden (41 tahun) mengalami keluhan sesak napas saat beraktivitas sejak
1 minggu SMRS, batuk, mual muntah dan mengaku setiap tidur harus
menggunakan 2 bantal agar tidak sesak. Sesak napas memberat sejak 1 hari
SMRS. Pada 07/03/2011 pasien dibawa keluarga ke RS Vardgifare dan
dirawat di ruang jantung. Pada 09/07/2011 jam 07.15, pasien apneu kemudian
dilakukan RJPO selama 15 menit. Pasien ROSC dan dipindah ke ICCU.
Diagnosa medis: TAVB post TPM + ALO + DC FC + PJK OMI anteroseptal
+ Asidosis metabolik.
b. Data Penunjang:
Observasi dan pemeriksaan fisik Vital sign;
TD: 120/60 mmHg Nadi: 82 kali/menit.
Suhu: 37,1 C RR: 24 kali/menit.
Sistem pernapasan (B1) Sesak, suara napas krekels pada lapang paru lateral
sinistra, menggunakan alat bantu napas simple mask dengan O2 flow 10 lpm.
Hasil pemeriksaan BGA tanggal 09/03/2011: Ph 7,27 (7,35 - 7,45) pCO2 45
(35 45 mmHg) PaO2 127 (88 108 mmHg) HCO3 20,7 (21 28 mmol/L)
Be - 6,2 (- 3 - + 3 mmol/L) SaO2 98% (95 98%).
1. Survey primer
a. Airway+control cervical
Sumbatan : tidak ada (), sputum ( ), darah ( ), benda padat ( )
Suara nafas : bersih ( ), gurgling ( ), snoring ( ), stridor ( ), krekles ()
b. Breathing+ventilasi
Terpasang ventilator : ya ()mode: simple mask dengan O2 flow 10
lpm
Tidak ( )
Pengembangan dada : ada/ simetris ( ), ada/ asimetris ( ), tidak ada ()
Bradipnea ( ), tachipnea ( ), cusmaul ( ), cain stock ( ), biot ( )
Frekuensi : 24 X/menit regular ( ), ireguler ()
Menggunakan otot tambahan : ya ( ), tidak ()

6
Auskultasi paru : vesikuler ( ), ronkhi ( ), weezing ( )
Perkusi paru : resonan ( ), hiperesonan ( ), konsolidasi ()
Reflek batuk : ada (), tidak ( )
Keluhan sesak nafas : ada (), tidak ada ( )
c. Circulation
Nadi : 82 kali/menit
Irama nadi : regular ( ), ireguler ( )
Kekuatan : lemah ( ), kuat ( )
TD : 120/60 mmHg
Akral : hangat ( ), dingin ( )
Warna kulit : sianosis ( ), pucat ( ), kemerahan ( )
Capilleri refill : < 3 detik ( ), > 3 detik ()
Nyeri dada : ya( ), tidak( )
Karakteristik : ditusuk-tusuk( ), menyebar ( ), seperti terbakar( ),
tertimpa benda keras ( )
Perdarahan : ada( ), di.., tidak ada ( )
d. Disability (Deficit neorologis)
Tingk `at kesadaran ( kualitatif): composmetis( ),
apatis( ), somnolen( ), soporus( ), coma( )
Tingkat kesadaran (kuantitatif): GCS = E: M: V:
Pupil : isokor( ), unisokor( ), medriasis ( )
Kejang ( )
Pello ( )
Disartria( ) 4 4
Disfagia( )
Afasia ( ) 4 4
Nilai kekuatan otot :
e. Exsposure
TD: 120/60 mmHg Nadi: 82 kali/menit.
Suhu: 37,1 C RR: 24 kali/menit.

7
2. Prioritas diagnose keperawatan
a. Ganguan pertukaran gas
b. Kelebihan volume cairan
c. Intoleransi aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

Gangguan Tujuan: Rencana intervensi:


pertukaran gas Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi 1. Observasi (auskultasi) adanya
dan oksigenasi setelah pemberian suara napas tambahan
intervensi selama <24 jam. 2. Monitoring dan lakukan
Kriteria hasil: pemeriksaan laboratorium BGA
1. Hasil laboratorium BGA dalam secara berkala
rentang normal. 3. Kolaborasi pemberian O2 sesuai
2. Pasien mengatakan tidak sesak Suara indikasi.
napas vesikuler Tidak terjadi dipsneu
RR dalam rentang normal, 16 20
kali/menit. Tidak terdapat retraksi otot
bantu napas tambahan
Kelebihan Tujuan : setekah Intervensi :
volume cairan dilakukan tindakan 1. Monitor ttv pasien
keperawatan selam 3x24 2. Manajemen cairan dan
jam diharapkan volume elektrolit
cairan dalam tubuh 3. Monitoring adanya oedema
teratasi dan ascites.
kriteria hasil : 4. Monitoring intake dan output
1. Tekanan darah tidak cairan pasien.
terganggu 5. Lakukan pemeriksaan CVP
2. Keseimbangan intake secara berkala.

8
dan output 6. Kolaborasi pemberian diet
rendah natrium.
7. Kolaborasi pembatasan
intake cairan per oral max.
500 cc/24 jam, atue
pemberian cairan parenteral.
8. Kolaborasi pemberian
diuretic sesuai indikasi
(Lasix 10 mg, pump)
Intoleransi Tujuan : Intervensi keperawatan :
aktifitas Masalah tidak menjadi 1. Observasi gejala dan penurunan curah
aktual setelah pemberian jantung (TD, Nadi, RR, haluaran urine,
intervensi selama 2x24 kesadaran, CRT, disritmia, SaO2)
jam. 2. Pertahankan tirah baring pasien
3. Monitoring keadekuatan setting TPM
4. Kolaborasi pemberian O2 masker 10 lpm
Kriteria hasil: 5. Kolaborasi pemberian inotropik, vasoaktif,
1. Tidak terjadi dipsneu trombolitik dan ACE inhibitor Dopamin 5
pada pasien Vital sign meq/kg BB/jam Vascon 5 meq/kg BB/jam
dalam batas normal ASA 100 mg Captopril 6,25 mg
(TD: 130-110/90-70
mmHg, Nadi: 60
100 kali/menit)
2. Pace maker terpasang
dan bekerja secara
normal
Keseimbangan antara
Input dan output
kardiologi Hasil
pemeriksaan serum
elektrolit dalam batas
normal

9
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Colquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London: BMJ

Publishing

Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York:

Springhouse corp.

Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ

Publishing

Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC

Smeltzer, BG., 2000. Brunners and Suddarths Textbook of Medical Surgical

Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publishe

Rusmiati A. 2008. Gagal Napas. Banten: cv Sagung Seto

10

Anda mungkin juga menyukai