IMUNISASI PADA ANAK DENGAN DEFISIENSI IMUN DAN KEADAAN KHUSUS Edit TI
IMUNISASI PADA ANAK DENGAN DEFISIENSI IMUN DAN KEADAAN KHUSUS Edit TI
Kusnandi Rusmil
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS.Hasan Sasikin/
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
I. PENDAHULUAN
HBs tidak HBV (12 jam) + HBIG (dalam 7 hari HBV + HBIG (12 jam paska
diketahui paska lahir) bila ibu seropositif lahir)
Periksa serologi ibu segera Periksa serologi ibu segera, bila
tidak tersedia dalam 12 jam,
berikan HBIG
2
Anak dengan keganasan memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami kejadian
ikutan paska imunisasi (KIPI) dibandingkan anak sehat.10 Pengaruh obat imunosupresan lebih
besar pada respons imun primer dibandingkan pemberian booster.10,12,13,15 Untuk anak yang
mendapat kortikosteroid dosis tinggi selama lebih dari 2 minggu, imunisasi ditunda
sedikitnya 1 bulan dan bila steroid dosis tinggi diberikan kurang dari 2 minggu imunisasi
hanya ditunda 2 minggu setelah dosis terakhir.13,15
Vaksin yang berisi virus/bakteri hidup (MMR, BCG, varisela, tifoid oral, polio oral,
yellow fever, influenza intranasal) merupakan kontraindikasi pada anak dalam keadaan
imunosupresi dan pemberiannya harus ditunda sampai respons imun kembali normal. Khusus
pada anak penderita leukemia limfoblastik akut (ALL) yang mendapat kemoterapi, AAP
merekomendasikan pemberian vaksin hidup bila penderita telah remisi selama 1 tahun, hitung
limfosit total mencapai 700/mm3 dan trombosit diatas 100.000/mm3 atau 24 bulan setelah
transplantasi sumsum tulang tanpa penyakit rejeksi jaringan.
Transfusi darah turut mempengaruhi respons terhadap vaksin berisi virus hidup
sehingga diperlukan waktu washout, yakni periode waktu tertentu yang diperlukan oleh tubuh
untuk mengembalikan respon imun setelah diberikan imunoglobulin atau komponen darah
sehingga optimal untuk memberikan respon terhadap vaksin hidup, yang lamanya tergantung
pada jumlah dan jenis komponen yang diberikan (tabel 2).13,15
Vaksin yang berisi bakteri/virus inaktif atau komponen atau konjugat bukan
kontraindikasi bagi anak dengan kondisi imunosupresi. Vaksinasi DTaP, IPV, HiB, influenza,
pneumokokus dan meningokokus dapat diberikan setelah 3 minggu sampai 1 tahun setelah
kemoterapi atau imunosupresan, dan dengan mempertimbangkan anak telah dalam kondisi
imun yang adekuat, yaitu hitung limfosit total lebih dari 1000/mm. Vaksinasi dapat pula
diberikan selama kemoterapi fase maintainance, dengan ditambahkan booster setelah 3 bulan
kemoterapi selesai.12 13,15 Perhatian khusus mengenai vaksinasi bagi anak imunokompromais
meliputi pemberian vaksinasi terhadap anggota keluarga/kontak serumah dan petugas
kesehatan terhadap penyakit infeksi yang berpotensi menular. Anggota keluarga harus
mendapat imunisasi varisela, MMR, IPV dan influenza. Sedangkan OPV tidak disarankan
untuk diberikan kepada anggota keluarga karena berpotensi menjadi sumber penularan bagi
anak imunokompromais.13-15
3
Tabel 2 Periode washout untuk pemberian imunisasi MMR setelah transfusi komponen
darah
Produk Indikasi Dosis Interval
(bulan)
Imunoglobulin Hepatitis A
Profilaksis Kontak 0.2 ml/kg 3
International travel 0.3 ml/kg 3
Profilaksis Campak
Kontak normal 0.25 ml/lg 5
Kontak imunokompromais 0.5ml/kg 6
IVIG Terapi defisinesi antibodi 160mg/kg 7
320mg/kg 8
640mg/kg 9
Terapi ITP atau penyakit Kawsaki >1280mg/kg >10 bulan
HBIG Profilaksis Hepatitis B 0.06ml.kg 3
IG Rabies Profilaksis rabies 20 IU/kg 4
IG Tetanus Profilaksis tetanus 250 IU 3
IG Varisela Profilaksis varisela 125 IU/10 kg 5
Zoster
Washed red cell 10ml/kg 0
Packed red cell 10ml/kg 6
Whole blood 10ml/kg 6
Plasma/ trombosit 10ml/kg 7
IG RSV 75mg/kg 10
Sumber : Sung dkk,2001 15
Pemberian imunisasi pada anak dengan infeksi HIV dalam rekomendasi WHO dan
Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) dirangkum dalam tabel 3.
5
E. IMUNISASI PADA ANAK YANG MENERIMA TRANSPLANTASI
Resipien transplantasi sumsum tulang (TST) alogenik akan menjadi defisiensi imun
disebabkan 4 komponen (1) pengobatan imunosupresi terhadap penyakit primer, (2)
kemoterapi dan radioterapi yang diberikan pada pejamu (3) reaktivitas imunologi antara graft
dan pejamu, serta (4) pengobatan imunsupresi yang diberikan setelah transplantasi dilakukan.
Sedangkan pada transplantasi sumsum tulang otology hanya komponen (1) dan (2) yang
berperan. Rekomendasi yang dianjurkan pada pasien transplantasi sumsum tulang tampak
pada Tabel 3. Pada TST alogenik, system imun resipien digantikan oleh system imun
pejamu.4-6
Sebaiknya sebelum transplantasi dilakukan, pada pasien diberikan imunisasi polio dan
DPT terlebih dahulu; karena terbukti setelah transplantasi, imunitas terhadap virus polio,
tetanus, dan difteri hampir tidak ada. Penelitian klinis menunjukkan bahwa bila donor
diberikan imunisasi difteri dan tetanus sebelum transplantasi dilakukan kemudian segera
setelah itu diberikan imunisasi pada resipien dengan antigen yang sama akan memberikan
respons yang baik. Hal yang sama dapat dilakukan dengan vaksin inaktif pertusis, Hib,
hepatitis B, pneumokok dan IPV (inactivated polio vaccine).
Pada TST otologus tidak terdapat perbedaan imunologik antara graft dan pejamu,
sehingga regenerasi sistem imun lebih cepat dan bahaya infeksi pun tidak seperti pada
transplantasi alogenik. Pada transplantasi TST alogenik, sistem imun resipien digantikan oleh
sistem imun pejamu. Sebaiknya sebelum transplantasi dilakukan diberikan imunisasi terlebih
dahulu kepada resipien.7-9
Imunisasi influenza dapat diberikan 1 tahun setelah transplantasi, dan diulangi setiap
tahun sebelum epidemi tiba. Imunisasi dengan hepatitis B diberikan setelah 1 tahun
transplantasi. Pasien berumur di atas 12 tahun yang akan mendapat organ transplantasi
sebaiknya diperiksa terlebih dahulu titer antibodi campak, rubela dan varisela. Mereka yang
berisiko tinggi harus mendapat imunisasi MMR sebelum transplantasi dilakukan. Waktu
terbaik adalah 1 bulan sebelum transplantasi dilakukan. Titer antibodi setelah setahun
transplantasi sebainya diperiksa. Pada mereka yang rentan infeksi bila kontak dengan pasien
campak, varisela dan rubella sebaiknya diberikan imunisasi pasif dengan imunoglonulin dan
bila mungkin titer antibodi diperiksa terlebih dahulu. Karena hanya sedikit data mengenai
imunisasi pada pasien transplantasi, setiap senter mempunyai pengalaman dan cara yang
berbeda.5
6
Tabel 4. Rekomendasi imunisasi untuk pasien transplantasi sumsum tulang
Vaksin Transplantasi Transplantasi Keterangan
TST alogenik TST otologus
DPT Ya Ya
Polio (IPV) Ya Ya
Campak Epidemik Hanya pada Tidak diberikan dalam 24 bulan
campak penderita anak setelah transplantasi. Tidak pada
GVHD.
Rubella Ya Ya Terutama wanita
Hib Ya Ya 2 dosis mulai 6-12 bulan setelah
transplantasi
Hepatitis B Ya Ya 12 bulan setelah transplantasi.
Pneumokok Ya ? Hasil tidak baik pada GVHD.
Varisela Tidak Anak dan Tidak dalam masa 24 bulan
dewasa muda setelah transplantasi. Tidak pada
GVHD.
4
Dikutip dan dimodifikasi dari Plotkin SA, 2004
Keterangan : TST = Transplantasi Sumsum Tulang, GVHD = Graft Versus Host Disease
7
C.IMUNISASI PADA ANAK DENGAN RIWAYAT ALERGI
Pada anak yang pernah menderita reaksi efek samping yang serius setelah imunisasi, harus
diberikan imunisasi berikutnya di rumah sakit dengan pengawasan dokter. Imunisasi pada
anak dengan riwayat hipersensitivitas dan anafilaksis terhadap komponen vaksin tentunya
merupakan kontraindikasi. Produk vaksin harus selalu diperiksa baik tanggal pembuatan,
nomor batch, kandungan pengawet dan antibiotika di dalamnya. Anak dengan riwayat alergi
protein telur sebaiknya tidak menerima vaksin influenza dan yellow fever, namun dengan
aman dapat menerima vaksin lain termasuk campak dan MMR. Rekasi hipersensitivitas yang
ringan tidak menjadi suatu kontraindikasi terhadap pemberian vaksin tersebut kembali.
Dengan demikian, setelah pemberian vaksin, maka anak perlu dimonitor sekurangnya 15
menit untuk melihat adanya reaksi alergi. Dengan demikian perlu disiapkan alat resusitasi
pada tempat yang memberikan pelayanan vaksinasi.5,7
IV. KESIMPULAN
Pada keadaan khusus, dimana kemungkinan respon vaksinasi tidak adekuat atau
dikhawatirkan terjadi efek samping dari vaksin yang mungkin merugikan, maka pemberian
vaksinasi harus dipertimbangkan secara individual. Dengan pengetahuan dan keterampilan
yang memadai mengani vaksinasi, maka dapat dijadwalkan pemberian vaksin yang aman dan
dapat memberikan efek proteksi maksimal bagi setiap anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peter G. Immunization practices. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders
Co;2004.h.1174-84.
2. Kane Mark, Lasher H. The Case for childhood immunization. Washington: Chidrens
vaccine program, 2002.
3. Halsey NA, Asturias EJ. Immunization. Dalam: McMillan JA, DeAngelis CD, Feigin
RD, Warshaw JB, editor. Oskis pediatrics principles and practice. Edisi ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1999.h.479-91.
4. Syawitri P S Imunisasi Kelompok Beresiko . Dalam Ranuh IGN, Soeyitno H,
Hadinegoro SR, Kartasasmita C, Ismudiyanto, Soedjatmiko, penyunting . Buku
imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi IDAI, 2008:2008:303-314.
5. Center for Disease Control. Immunization programme. 2009 (diakses 20 Desember
2011). Diunduh dari www.cdc.gov.
6. IAPCOI. Immunization in special situations. 2006 (diakses 20 Desember 2011).
Diunduh dari www.iapcoi.com
7. Succi RC, Farhat CK. Vaccination in special situations. Jour Ped. 2006;82(3):S91-100.
8. Saari TN. Immunization of preterm and low birth weight infants. Pediatrics.
2003;112(1):193-8.
9. Thomas C. Immunization consideration for children receiving immunosuppressive
therapy. 2008 (diakses 20 Desember 2011). Diunduh dari www.childrenhospital.go.th
10. Pickering L, Baker C, Kimberlin D, Long S. Red Book Online: 2009 Report of the
Committee on Infectious Diseases.Edisi ke 27. Elk Grove Village: American Academy
of Pediatrics; 2009.
11. Tavares E, Ribeiro J, Oliveira L. Active and passive immunization in the extremely
preterm infant. J Pediatr. 2005;81:s89-s94.
12. Esposito S, Serra D, Gualtieri L, Cesati L, Principi N. Vaccines and preterm neonates:
why, when and with what. Earl Hum Dev. 2009;85:S43-S5.
13. Allen U. Immunizations for children with cancer. Pediatr Blood Cancer. 2007;49:1102-
8.
14. Gedalia A, Shetty A. Chronic steroid and immunosuppressant therapy in children. Ped
Rev. 2004;25:425-34.
15. Sung L, Heurter H, Zokvic K, Ford-Jones E, Weitzman S, Freedman R, dkk. Practical
vaccination guidelines for chidren with cancer. Pediatr Child Health. 2001;6(6):379-83.
9
16. Moss W, Clements C, Halsey N. Immunization of children at risk of infection with
human immunodeficiency virus. Bull WHO. 2003;81(1):61-70.
17. Obaro S, Pugatch D, Luzuriaga K. Immunogenicity and efficacy of childhood vaccines
in HIV-1-infected children. Lancet Infect Dis. 2004;4:510-8.
10