DISUSUN OLEH :
ANIS NUR AZIZAH
170104020
PENDAHULUAN
Cedera otak sering terjadi karena trauma mekanik pada kepala yang terjadi
baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat tempoer atau
permanen (Nasution, 2014). Cedera kepala sudah menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat di seluruh negara dan lebih dari dua per tiga dialami oleh negara
berkembang (Riyadina dan Suhardi, 2009). Indonesia merupakan Negara berkembang
yang masih memiiki angka kejadian kecelakaan yang tinggi (Krisandi, 2013)
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2007, cedera kepala merupakan
penyakit terbanyak ke-5 pada pasien rawat inap (2,18%) dan penyakit terbanyak ke-7
yang dapat menyebabkan kematian (2,99%).
Menurut Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia pada tahun
2010, lebih dari 4900 korban meninggal akibat kasus cedera otak. Cedera otak pada
laki-laki lebih sering terjadi daripada cedera kepala pada wanita.
Data pasien cedera kepala di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo cedera otak
pada tahun 2013 sebanyak 364 dan mengalami peningkatan pada tahun 2014
sebanyak 392 (Rekam medik RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo, 2015). Data
pasien cedera otak di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo cedera kepala pada bulan
maret-mei sebanyak 122 (Rekam medik RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo).
Cedera otak merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat perdarahan pada
kepala disertai dengan kekurangan suplai oksigen (Irwana, 2009).
Penanganan cedera otak yang benar dan tepat akan mempengaruhi keadaan
pada pasien. Proteksi otak yakni tindakan utama yang dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan oleh keadaan iskemia. Metode
dasar dalam melakukan proteksi otak tersebut dengan cara membebaskan jalan nafas
dan pemberian oksigenasi yang adekuat (Safrizal, 2013).
Untuk mengetahui tingkat keparahan cedera otak terdapat berbagai cara
penilaian prognosis trauma kepala yakni diantaranya adalah dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) (Widiyanto, 2007). GCS merupakan instrumen standar
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien trauma kepala. GCS
merupakan salah satu komponen yang digunakan sebagai acuan pengobatan dan dasar
pembuatan keputusan klinis umum untuk klien (Nurfaise, 2012).
Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting dalam
memprediksi risiko kematian di awal trauma. Dari GCS dapat diperoleh infomasi
yang efektif mengenai pasien trauma kepala, kemampuan GCS dalam menentukan
kondisi klien (Nurfaise, 2012).
Pada cedera otak sangat penting yakni pengelolaan ventilasi dan hipovolemia
yang berperan dalam menimbulkan kerusakan otak sekunder yang bisa dicegah.
Penyebab kecacatan atau kematian yang dapat dicegah antara lain adalah
keterlambatan resusitasi atas hipoksia (Satyanegara, 2014). Berdasarkan fenomena
yang telah ditemukan maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan penanganan
oksigenasi pasien gawat dengan peningkatan kesadaran kuantitatif pada pasien cedera
otak sedang di igd RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penanganan
oksigenasi pasien gawat dengan peningkatan kesadaran kuantitatif pada pasien cedera
otak sedang di IGD RSUDdr. Abdoer Rahem Situbondo