Anda di halaman 1dari 15

PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM RESPIRASI

Inspeksi Dada Posterior dan Anterior


Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya
beberapa faktor.
a. Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk
mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat
mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara
umum kita membedakan antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis
perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun
dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah pada area ini,
khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan
bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami
penurunan tekanan oksigen. Pernapasan bekerja adalah tanda penting untuk
diperiksa; kita tertarik untuk mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori
pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang
terhenti ini disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat
disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya adalah
pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan bekerja.
b. Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran
dada dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi
maksimal paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP
juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada
tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan
penyebab distres paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi
pertama bahwa pasien pernah mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru
seperti kifoskoliosis dapat menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif
sering duduk dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di
meja sebagai upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas
kernampuan ekspansi dada.
c. Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau
deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi
trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi
yang sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus
dihitung sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi
pernapasan dicatat sebagai 20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi
diperkirakan daripada menghitungnya.
d. Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai
contoh, bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah
pernapasan berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi
tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan
dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian, bila pernapasan
dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres pernapasan
berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru
lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada
obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi
memanjang lebih dari 1 kali panjang inspirasi.
e. Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien.
Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi
maksimal ke inspirasi maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan
(normal terjadi pada pria daripada wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis
atau artritis Marie- StAimpell adalah satu kondisi dimana ekspansi dada umurn
terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada bawah dan observasi
gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit obstruksi
paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma dengan
benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain, memperlihatkan
bahwa atelektasis, khususnya yang disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan
menurunnya ekspansi dada unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain
seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan
endotrakeal atau nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea
kedalam salah satu cabang utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius
dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang
utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien biasanya
mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri. Untungnya perawat selalu
menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama
inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi
daripada normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih
kaku) dari biasanya. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan
mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
f. Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik
sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.

Palpasi Dada Posterior dan Anterior


Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas
dada pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan
ini dengan meminta pasien mengatakan sembilan-sembilan. Secara normal, bila
pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa.
Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia
sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau
takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding
dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak
akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien
mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat
dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi
terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan,
seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan
gerakan mukus padajalan napas besar.

Perkusi Dada Posterior dan Anterior


Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan
mendatar di atas dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari
dominan. Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada
penyakit dimana ada peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada
pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi
drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting
adalah perkusi pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh
yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan
pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau
lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.

Auskultasi Dada Posterior dan Anterior


Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan
menekannya di atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau
kenyaringan bunyi napas dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan
kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik napas dalam maksimum sebagai
lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun karena penurunan aliran
udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara stetoskop dengan paru.
Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau
atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan
gerakan udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan
ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang
terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan
kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak)
antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas dari
stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
a. bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
b. bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c. bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan
napas utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar
dekat telinga, keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi
napas vesikuler lebih rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada
penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler
menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe bunyi napas. Bunyi napas
bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar pada beberapa
situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga
terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar
napas bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan
perubahan: (1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke
A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar dengan stetoskop dan pasien
mengatakan E apa yang didengar orang tersebut secara nyata adalah bunyi A
daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.

Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui
stetoskop bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan
ada, yang harus ada juga adalah (1) terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli,
atau (2) alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan
gesekan.
a. Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas
kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles
terjadi padapnernonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik
crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis.
Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan pada pasien sekarat.
Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi
padajalan napas besar.
b. Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala
umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat
peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada
individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks (udara dalam rongga pleura).
Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani pembedahan disonea mendadak
menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
c. Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak,
mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit
obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat
penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor atau
benda asing.
d. Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat
disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain.
Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi
pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia
perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila
bunyi abnormal makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih
sebagai ronki daripada friction rub.
Pengkajian Kemampuan Bernafas
Frekuensi Pernafasan
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali
permenit (Brunner, 2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan
penurunan tekanan intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan
takipnea adalah pernapasan cepat, umumnya tanpak pada pasien pneumonia, edema
pulmonal, asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat, dan fraktur iga.
Frekuensi napas normal tergantung umur :
a. Usia baru lahir sekitar 35 50 x/menit
b. Usia < 2 tahun 25 35 x/menit
c. Usia 2-12 tahun 18 26 x/menit
d. Dewasa 16 20 x/menit.
e. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
f. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
g. Apnea : Bila tidak bernapas .

Volume Paru
Pengukuran volume menunjukan jumlah udara. dalam paru-paru selama
beberapa berbagai siklus pernapasan. Tiap volume tidak dapat dibagi kedalam
bagian ang lebih kecil, karena ini menunjukan unit dasar.
a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang digerakkan masuk dan keluar pada
tiap pernapasan normal. Ini terukur kurang lebih 500 ml pada pria muda normal.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara dimana seseorang
dapat dengan sekuat-kuatnya menghirup udara setelah inspirasi tidal normal. VC1
biasanya kira-kira 3.000 MI.
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana seseorang dapat
dengan sekuat-kuatnya mengeluarkan udara setelah ekshalasi tidal normal. VCE
biasanya kira-kira 1. 100 MI.
d. Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi kuat. Volume ini
dapat diukur hanya dengan spirometer tak langsung, sedangkan yang lain dapat
diukur secara langsung.
Kapasitas Paru
Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini diukur
sebagai kombinasi volume sebelumnya.
a. Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat diinhalasi (dihirup)
sengan kuat bila mulai dari tingkat ekspirasi normal. Ini sama dengan VT ditambah
VCI dan kurang lebih 3.500 ml.
b. Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara pada akhir ekspirasi
normal. Ini adalah jumlah dari VCE dan VR dan kurang lebih 2.300 ml.
c. Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dapat dengan kuat
diekspirasi setelah inspirasi kuat maksimal. Ini jumiah dari VD VT, dan VCE.
Volume ini kurang lebih 4.600 ml pada pria normal.
d. Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-paru dapat
diekspansi dengan upaya inspirasi paling kuat. Volume kapasitas kurang lebih
5.800 ml.

Pengkajian Diagnostik Fungsi Pernafasan


Uji Fungsi Pulmonal
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru-paru untuk
melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida secara efisien. Pemeriksaan
ventilasi dasar dilakukan dengan menggunakan spirometer dan alat pencatat
sementara khen bernapas melalui masker mulut (mouthpiece) yang dihubungkan
dengan selang penghubung. Pengukuran yanc, dilakukan mencakup volume tidal
(Vt), volume reserve inspirasi (IRV), volume residual (VR), dan volume ekspirasi
yang dipaksa selama 1 detik (FEV1).

Pemeriksaan fungsi paru biasanya dilakukan di laboratorium fungsi


pulmonar. Perawat mempersiapkan klien dengan menjelaskan prosedur. Sebuah
klip hidung mencegah klien menghirup udara atau mengeluarkan udara melalui
hidung. Klien bernapas melalui sebuah masker mulut yang dihubungkan ke
spirometer, yang berfungsi untuk mengukur volume paru. Klien diminta pada
waktu-waktu tertentu untuk menghirup udara atau mengeluarkan sebanyak
mungkin udara. Kerja sama klien sangat penting untuk memastikan hasil yang
akurat.
Kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate [PEFR])
adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini
mencerminkan terjaclinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar.
Pengukuran ini sangat berkorelasi dan sama dengan FEV, (Walsh, 1992). Meter
aliran ekspirasi puncak merupakan alat yang dipegang tangan sehingga
memungkinkan klien asma mengikuti sejauh mina jalan napas terbuka. Informasi
tentang kecepatan aliran ekspirasi puncak merupakan data pengkajian esensial
untuk klien asma.

Analisa Gas Darah (Arteri, Vena, PCO2, Po2, PH)


Pengukuran gas darah arteri dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
fungsi paru untuk menentukan konsentrasi ion hidrogen, tekanan parsial oksigen
dan karbon dioksida, dan saturasi oksihemoglobin. Pemeriksaan gas darah arteri
memberikan informasi tentang difusi gas melalui membran kapileralveolar dan
keadekuatan oksigenasi jaringan
Oksintetri. Pengukuran saturasi oksigen kapiler yang kontinu dapat
dilakukan dengan menggunakan oksimetri kutaneus (Prosedur 44-1). Saturasi
oksigen (0, sat) adalah persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keun-
tungan pengukuran oksimetri transkutaneus meliputi pengukura dilakukan, tidak
invasif, dan dengan mudah diperoleh (Whitney, 1990). Oksimetri tidak
menimbulkan nyeri, jika dibandingkan dengan pungsi arteri. Klien yang
mencyalami kelainan perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfisema, bronkitis
kronik, asma, embolisms pulmonar, gagal jantung kongestif merupakan kandidat
ideal untukmenggunakan oksmetri nadi (Ahrens dan Rutherford, 1993).
Oksimetri yang paling umum digunakan adalah oksimeter nadi. Tips
oksimeter ini melaporkan amplitude nadi dengan data saturasi oksigen. Perawat
biasanya mengikatkan sensor noninvasif ke jari tangan, jari ari kaki, atauhidung
klien yang inemantau saturasi oksigen darah. Nasal probe (alas untuk menyelidiki
kedalaman) direkomendasi untuk kondisi perfusi darah yang sangat rendah. Aliran
darah di dalam arteri ethmoid anterior septum nasal tetap lebih besar daripada aliran
darah ke jari-jari dalam kondisi aliran terganuou (Ahrens dan Rutherford, 1993).
Pemantauan saturasi oksigen yang kontinu bermanfaat dalam pengkajian gangguan
tidur, toleransi terhadap latihan fisik, penyapihan dari ventilasi mekanis, dan
penurunan sementara saturasi oksigen. Keakuratan nilai oksimetri nadi secara
langsung berhubungan dengan perfusi di daerah probe. Pengukuran oksimetri pada
klien yang memiliki perfusi jaringan yang disebabkan syok, hipotermia, atau
penyakit vaskular perifer mungkin tidak dapat dipercaya. Keakuratan oksi-metri
nadi kurang dari 90 mm Hg. Data hasil pengukuran oksimetri memiliki sedikit nilai
klinis. Tren saat ini memberikan informasi terbaik tentang status oksigenasi klien.
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan set
darah putih per mm3 darah. Perawat memperoleh contoh darah vena dengan
menggunakan pungsi vena. Nilai normal untuk hitung darah lengkap bervariasi
menurut usia dan jenis kelamin.
Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam set darah merah
(eritrosit). Defisiensi set darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang
membawa oksigen karena molekul hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut
oksigen ke jaringan lebih sedikit.
Apabila jumlah set darah merah meningkat, misalnya polisitemia pada
kondisi paru kronis dan kondisi jantung sianosis, kapasitas darah yang mengangkut
oksigen meningkat. Namun, peningkatan jumlah set darah merah akan
meningkatkan kekentalan (viskositas) darah dan risiko klien terbentuknya trombus.

Pemeriksaan Radiografi Dada


Pemeriksaan sinar-X pada dada, bronkoskopi, dan pemindaian paru
digunakan untuk memvisuali- sasi struktur sistem pernapasan.
Pemeriksaan sinar-X dada. Pemeriksaan sinar-X dada terdiri dari radiografi
thoraks, yang memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapangan paru
untuk mendeteksi adanya cairan (mis. seperti yang terjadi pada pneumonia), massy
(mis. kanker paru), fraktur (mis. fraktur klavikula dan tulang iga), dan proses-proses
abnormal lain (mis. tuberkulosis). Biasanya suatu film lateral dan PA (posterior-
anterior) dilakukan untuk mem-visualisasi lapangan paru secara adekuat.

Prosedur Endosekopi
Bronkoskopi adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung terhadap laring,
trakea, dan bronki baik melalui bronkoskop serat optik yang fleksibel atau
bronkoskop yang kaku.
a. Bronkoskopi diagnostik bertujuan :
1. untuk memeriksa jaringan dan mengumpulksn sekret.
2. Untuk menentukan lokasi dan keluasan proses proses patologi dan untuk
mendapatkan contoh jaringan guna menegakkan diagnosis (dengan forsep biopsi,
kuretase, sikat biopsi).
3. menentukan apakah suatu tumor dapat direseksi atau tidak melalui tindakan bedah.
4. mendiagnosa tempat perdarahan (sumber hemoptisis)
b. Bronkoskopi terapeutik bertujuan:
1. mrngangkat benda asing dari pohon trakeobronkial.
2. mengangkat sekresi yang menyumbat pohon trakeabronkial, ketika pasien tidak
dapat membersihkannya.
3. memberikan pengobatan pascaoperatif pada atelektase.
4. menghancurkan dan mengeksisi lesi
Komplikasi bronkoskop mencakup: reaksi terhadap anestesi lokal, infeksi,
aspirasi, bronkospasme, hipoksemia pneumotoraks, perdarahan dan perfusi.

Pemeriksaan Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisms yang
berkembang dalam sputum. Suatu sputum kultur dan sensitivitas sputum (C dan S)
mengidentifikasi mikroorganisme tertentu dan resistansi serta sensitivitasnya
terhadap obat. Spesimen sputum juga dapat diambi I untuk mengidentifikasi adanya
tuberkel basilus (TB), sputum untuk basilus cepat-asam (sputum for acid-fast
bacillus [AFB]). Spesimen AFB diperoleh riga hari berturut-turut pada awal pagi
hari. Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang diambil untuk
mengidentifikasi kanker paru abnormal dengan tipe set. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan melakukan serangkaian pengumpulan spesimen riga hari berturut-turut
pada awal pagi hari.
Perawat harus memastikan spesimen sputum yang mengandung lendir dari
bagian dalam bronkus dan bukan saliva. Carat warna, konsistensi, jumlah, dan bau
sputum dan dokumentasi tanggal dan waktu spesimen dikirim ke laboratorium
khusus untuk dianalisis.

Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura
dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan
terapeutik atau untuk mengangkat spesimen untuk biopsi. Prosedur dilakukan
dengan teknik aseptik dengan meng-gunakan anestesi lokal. Klien biasanya ducluk
tegak dengan thoraks anterior yang ditopang bantal atau dengan meja di etas tempat
tidur.

Sakit tidaknya prosedur ini tergantung pada toleransi klien terhadap nyeri.
Perawat dapat mengurangi rasa cemas klien dengan menjelaskan prosedur dan
mengatakan kepada klien apa yang akan terjadi seat prosedur dilakukan. Klien
harus memahami pentingnya menahan napas sesuai instruksi dan untuk tidak batuk
selama dilakukan prosedur. Gerakan mendadak dapat menyebabkan pungsi paru
jarum torasentesis. Klien diinstruksikan untuk memberi tabu dokter sebelum batuk
atau bersin sehingga jarum dapat ditarik.
Setelah prosedur, perawat memantau klien untuk melihat adanya tanda-
tanda pneumothoraks; sesak napas mendadak, deviasi trakea, desaturasi oksigen,
dan an-sietas. Terjadinya pneumothoraks setelah pelaksanaan torasentesis
merupakan suatu situasi kedaruratan. Tipe pneumotoraks ini dikenal sebagai
tension pneumotoraks dan tipe ini dapat menyebabkan henti kardiopulmonar jika
tidak ditangam segera.

Biopsi Pleura
Biopsi pleural diselesaikan dengan biopsi jarum pleural atau dengan
pleuroskopi, yang merupakan eksplorasi visual bronkoskopi serat optik yang
dimasukka kedalam spasium pleural. Biopsi pleural dilakukan ketika terdapat
kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan jaringan untuk mengidentifikasi
tuberkulosis atau fungi
Prosedur diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)
Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian ventilasi, dan
pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk mendetekasi fungsi normal paru,
suplai vaskuler pulmonal, dan pertukaran gas.

Prosedur Diagnostik Radioisotop (Pemindaian Paru)


Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian computed
tomografi (CT). Pemindaian CT mengombinasikan sinar-X dan teknologi
komputer. Cahaya sinar-X melalui suatu bagian atau bidang thoraks dari sudut-
sudut yang berbeda dan kompu-ter menghitung absorpsi jaringan dan
memperlihatkan hasil cetakan dan gambar pemindaian jaringan, yang
memperhatikan densitas (kepadatan) berbagai struktur intrathorak. Sebuah
pemindaian CT dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan lokasi
tetapi tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan. Identifikasi tipe Jaringan harus
dilakukan dengan biopsi.

Prosedur Biopsi Paru


Ada 3 biopsi paru non bedah dengan angka kesakitan yang rendah yaitu:
a. Penyikatan bronkial trankateter prosedur ini berguna untuk evaluasi sitologi lesi
paru dan untuk identifikasi organisme patogenik, metode ini hanya menyagkut
pemasukan kateter melalui membrane transkrikotiroid dengan pungsi jarum,
setelah prosedur ini pasien diinstruksikan untuk menekankan jari atau ibu jari diatas
tempat pungsi ketika batuk untuk menghambat kebocoran udara kedalam jaringan
sekitarnya.
b. Biopsi jarum perkutan aspirasi menggunakan jarum jenis spinal yang memberikan
spesimen jaringan untuk pemeriksaan histologi.
c. Biopsi paru tranbronkial menggunakan forsep pemotong yang dimasukkan
dengan bronkoskop serat optik. Biopsi diindikasikan ketika diduga lesi paru dan
pemeriksaan sputum rutin, serta pencucian bronkoskop menunjukkan hasil negatif.
Anestesi diberikan sebelum prosedur. Kulit tempat biopsi dibersihkan dan
dianestesi dan dibuat insisi kecil. Jarum biopsi dimasukkan melalui insisi kedalam
pleura dengan pasien menahan napas saat midekspirasi.

Biopsi Nodus Limfe


Biopsi ini dilakukan untuk mendeteksi penyebaran penyakit pulmonal
melalui nodus limpe dan untuk menegakkan diagnosa atau prognosis pada penyakit
seperti penyakit hodgkin, sarkoidosis, penyakit jamur, tuberkulosis dan karsinoma.
Mediastinoskopi pemeriksaan endoskopi mediastinum untuk mengeksplorasi dan
biopsi nodus limpe mediastinum yang mengaliri paru-paru. Biopsi dilakukan
melalui insisi suprasternal.Mediastinotomi anterior insisi dibuat pada kartilago
kosta kedua atau ketiga. Mediastinum dieksplorasi, dan biopsi dilakukan pada
nodus limpe yang ditemukan. Drainase selang dada akan dibutuhkan setelah
prosedur. Diagnmosis ini sangat bermanfaat untuk menentukan apakah Lesi
pulmonal dapat direseksi.

Anda mungkin juga menyukai