Anda di halaman 1dari 8

1.

PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersarna masyarakat, agar mereka dapat menolong diri
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi
sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Berdasarkan
definisi tersebut serta sejalan dengan visi, misi Departemen Kesehatan dan fungsi puskesmas
khususnya dalam penggerakan dan pemberdayaan keluarga dan masyarakat dapat dirumuskan
bahwa promosi kesehatan puskesmas adalah upaya puskesmas melaksanakan pemberdayaan
kepada masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu,
keluarga serta lingkungannya secara mandiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber
masyarakat. Secara operasional, upaya promosi kesehatan di puskesmas dilakukan agar
masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai bentuk pemecahan
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya, baik masalah-masalah kesehatan yang diderita
maupun yang berpotensi mengancam secara mandiri. Disamping itu, petugas kesehatan
puskesmas diharapkan mampu menjadi teladan bagi pasien, keluarga dan masyarakat untuk
melakukan PHBS (Menkes, 2007).

1.1 Sasaran Promkes


Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya tiga jenis sasaran, yaitu (Menkes,
2011):
Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu
sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Mereka ini diharapkan
mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang
mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai
jika tidak didukung oleh (Menkes, 2011):
Sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-norma hukum yang dapat
diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
maupun pemuka formal.
Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka
formal, dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif
(social pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public
opinion).
Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat
diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan
berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha.

Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya
pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka
diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) dengan cara (Menkes, 2011):
Berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS.
Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang
kondusif bagi PHBS.
Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat
terbentuknya PHBS.
Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat
memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara (Menkes,
2011):
Memberlakukan kebijakan/peraturan perundangundangan yang tidak merugikan
kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan
masyarakat.
Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya

1.2 Strategi Promkes


Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi promosi
kesehatan paripurna yang terdiri dari (1) pemberdayaan, yang didukung oleh (2) bina suasana
dan (3) advokasi, serta dilandasi oleh semangat (4) kemitraan. Pemberdayaan adalah pemberian
informasi dan pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna
membantu individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu,
mau dan mampu mempraktikkan PHBS. Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan
sosial yang kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan
dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya. Advokasi adalah pendekatan dan motivasi
terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan
PHBS baik dari segi materi maupun non materi. Sedangkan kemitraan harus digalang baik dalam
rangka pemberdayaan maupun bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan
mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga,
pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka
atau tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga
prinsip dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b) keterbukaan dan (c) saling menguntungkan (Menkes,
2011).

1.3 Pelaksanaan Promkes


Memperhatikan strategi promosi kesehatan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa
terdapat dua kategori pelaksana promosi kesehatan, yaitu (1) setiap petugas kesehatan dan (2)
petugas khusus promosi kesehatan (disebut penyuluh kesehatan masyarakat) (Menkes, 2011).
Setiap Petugas Kesehatan
Setiap petugas kesehatan yang melayani pasien dan ataupun individu sehat (misalnya
dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, petugas laboratorium dan lain-lain) wajib melaksanakan
promosi kesehatan. Namun demikian tidak semua strategi promosi kesehatan yang menjadi
tugas utamanya, melainkan hanya pemberdayaan (Menkes, 2011).
Pada hakikatnya pemberdayaan adalah upaya membantu atau memfasilitasi
pasien/klien, sehingga memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk mencegah
dan atau mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya (to facilitate problem solving),
dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Dalam pelaksanaannya, upaya
ini umumnya berbentuk pelayanan informasi atau konsultasi. Artinya, tenaga-tenaga
kesehatan Puskesmas tidak hanya memberikan pelayanan teknis medis atau penunjang
medis, melainkan juga penjelasan-penjelasan berkaitan dengan pelayanannya itu. Apalagi
jika pasien ataupun individu sehat menanyakannya atau menginginkan penjelasan.
Sedangkan jika mereka diam saja pun, tenaga kesehatan Puskesmas harus mengecek apakah
diamnya itu karena sudah tahu atau sebenarnya belum tahu tetapi segan/tidak berani bertanya
(Menkes, 2011).
Tantangan pertama dalam pemberdayaan adalah pada saat awal, yaitu pada saat
meyakinkan seseorang bahwa suatu masalah kesehatan (yang sudah dihadapi atau yang
potensial) adalah masalah bagi yang bersangkutan. Sebelum orang tersebut yakin bahwa
masalah kesehatan itu memang benar-benar masalah bagi dirinya, maka ia tidak akan peduli
dengan upaya apa pun untuk menolongnya. Tantangan berikutnya datang pada saat proses
sudah sampai kepada mengubah pasien/klien dari mau menjadi mampu. Ada orang-orang
yang walaupun sudah mau tetapi tidak mampu melakukan karena terkendala oleh sumber
daya (umumnya orang-orang miskin). Ada juga orang-orang yang sudah mau tetapi tidak
mampu melaksanakan karena malas (Menkes, 2011).
Orang yang terkendala oleh sumber daya (miskin) tentu harus difasilitasi dengan diberi
bantuan sumber daya yang dibutuhkan. Sedangkan orang yang malas dapat dicoba rangsang
dengan hadiah (reward) atau harus dipaksa menggunakan peraturan dan sanksi
(punishment) (Menkes, 2011).

Petugas Khusus Promosi Kesehatan


Petugas khusus promosi kesehatan diharapkan dapat membantu para petugas
kesehatan lain dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu dengan (Menkes, 2011):
o Menyediakan alat bantu/alat peraga atau media komunikasi guna memudahkan
petugas kesehatan dalam melaksanakan pemberdayaan.
o Menyelenggarakan bina suasana baik secara mandiri atau melalui kemitraan dengan
pihak-pihak lain.
o Menyelenggarakan advokasi dalam rangka kemitraan bina suasana dan dalam
mengupayakan dukungan dari pembuat kebijakan dan pihak-pihak lain (sasaran
tersier).
Dalam keterbatasan sumber daya manusia kesehatan, sehingga belum dimungkinkan
adanya petugas khusus promosi kesehatan di setiap Puskesmas, maka di dinas kesehatan
kabupaten/kota harus tersedia tenaga khusus promosi kesehatan. Tenaga ini berupa pegawai
negeri sipil dinas kesehatan kabupaten/kota yang ditugasi untuk melaksanakan promosi
kesehatan. Petugas ini bertanggung jawab membantu pelaksanaan promosi kesehatan di
Puskesmas (Menkes, 2011).
Oleh karena itu, agar kinerja mereka baik, seyogianya di dinas kesehatan
kabupaten/kota terdapat lebih dari seorang tenaga khusus promosi kesehatan (jumlahnya
disesuaikan dengan kemampuan setiap orang untuk membantu jumlah Puskesmas yang ada).
Jika tidak mungkin diperoleh dari pegawai negeri sipil dinas kesehatan kabupaten/kota ,
untuk tenaga khusus promosi kesehatan ini dapat direkrut tenagatenaga dari organisasi
kemasyarakatan yang ada (seperti Aisyiyah, Perdhaki dan lain-lain) melalui pola kemitraan
(Menkes, 2011).
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Beberapa pengertian kaitannya dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah
(Depkes, 2007):
1. Perilaku Sehat, adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan
mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan
aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat.
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), adalah wujud pemberdayaan masyarakat yang
sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program prioritas yaitu
KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, dan Dana Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM.
3. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan
edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan
(Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment).
Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama
dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat
dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
4. Tatanan, adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan
lain-lain. Dalam hal ini ada 5 tatanan PHBS yaitu Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja,
Sarana Kesehatan dan Tempat Tempat Umum.
5. Kabupaten Sehat/Kota Sehat, adalah kesatuan wilayah administrasi pemerintah terdiri dari
desa-desa, kelurahan, kecamatan yang secara terus menerus berupaya meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dengan prasarana wilayah yang memadai,
dukungan kehidupan sosial, serta perubahan perilaku menuju masyarakat aman, nyaman dan
sehat secara mandiri.
6. Manajemen PHBS, adalah pengelolaan PHBS yang dilaksanakan melalui 4 tahap kegiatan.
yaitu:
1) Pengkajian
2) Perencanaan
3) Penggerakkan pelaksanaan
4) Pemantauan dan penilaian.

2.1 Tujuan PHBS


Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan
masyarakat agar hidup sehat, serta meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan
dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal. Ada 5 tatanan PHBS yaitu
Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat Tempat Umum. Tatanan
adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan lain-lain.
Untuk mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditiap tatanan diperlukan
pengelolaan manajemen program PHBS melalui tahap pengkajian, perencanaan, penggerakan
pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian (Depkes, 2007).

2.2 Pelaksanaan PHBS


Untuk mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditiap tatanan diperlukan
pengelolaan manajemen program PHBS melalui tahap pengkajian, perencanaan, penggerakan
pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan penilaian (Depkes, 2007).
2.2.1. Tahap Pengkajian
Tujuan pengkajian adalah untuk mempelajari, menganalisis dan merumuskan masalah
perilaku yang berkaitan dengan PHBS. Kegiatan pengkajian meliputi pengkajian PHBS secara
kuantitatif, pengkajian PHBS secara kualitatif dan pengkajian sumber daya (dana, sarana dan
tenaga) (Depkes, 2007).
a. Pengkajian-pengkajian masalah PHBS secara kuantitatif.
Langkah-langkah kegiatan sebagai berikut (Depkes, 2007):
1) Pengumpulan Data Sekunder
Kegiatan ini meliputi data perilaku dan bukan perilaku yang berkaitan dengan 5 program
prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan lingkungan, gaya hidup, dan JPKM dan data lainnya
sesuai dengan kebutuhan daerah. Data tersebut dapat diperoleh dari Puskesmas, Rumah
Sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif sebagai informasi pendukung untuk memperkuat permasalahan PHBS yang
ditemukan di lapangan. Selanjutnya dibuat simpulan hasil analisis data sekunder tersebut.
Hasil yang diharapkan pada tahap pengkajian ini :
a) Teridentifikasinya masalah perilaku kesehatan di wilayah tertentu
b) Dikembangkannya pemetaan PHBS pertatanan
c) Teridentifikasinya masalah lain yang berkaitan (masalah kesehatan, faktor penyebab
perilaku, masalah pelaksanaan dan sumber daya penyuluhan, masalah kebijakan,
administrasi, organisasi, dan lain-lain).
2) Cara Pengambilan Sampel PHBS Tatanan Rumah Tangga
Dalam melaksanakan pengumpulan data perilaku sehat di tatanan rumah tangga secara
keseluruhan terlalu berat untuk dilaksanakan, hal ini disebabkan karena keterbatasan dana,
waktu dan sumber daya yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut perlu diambil sampel yang
dapat mewakili populasi. Metoda Pengambilan sampel perilaku sehat di tatanan runah
tangga adalah dengan rapid survai atau survai cepat. Sedangkan untuk tatanan lainnya
dapat dilakukan keseluruh populasi. Berikut ini cara pengambilan sampel tatanan rumah
tangga di tingkat kabupaten/kota.
Langkah-langkah cara pengambilan sampel tatanan rumah tangga:
(1) Langkah 1 : List kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten
(2) Langkah 2 : Tulis jumlah desa yang berada pada masingmasing kecamatan
(3) Langkah 3 : Beri nomor urut desa mulai no 1 sampai terakhir
(4) Langkah 4 : Hitung interval desa dengan cara total desa / 30 = X
(5) Langkah 5 : Tentukan nomor Kluster pertama desa. Dengan mengundi nomor unit
desa. selanjutnya desa kedua dapat ditentukan dengan menambahkan interval.
Demikian seterusnya hingga diperoleh 30 kluster.
(6) Langkah 6 : Dan desa yang terpilih diambil secara acak 7 rumah tangga.

b. Pengkajian PHBS secara kualitatif


Setelah ditentukan prioritas masalah perilaku, selanjutnya dilakukan pengkajian kualitatif
Tujuannya untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang kebiasaan, kepercayaan,
sikap, norma, budaya perilaku masyarakat yang tidak terungkap dalam kajian kuantitatif PHBS
(Depkes, 2007).
Ada dua metoda untuk melakukan pengkajian PHBS secara kualitatif, yaitu (Depkes,
2007):
1) Diskusi Kelompok Terarah (DKT)
DKT adalah diskusi informal bersama 6 s/d 10 orang, tujuannya untuk mengungkapkan
informasi yang lebih mendalam tentang masalah perilaku PHBS.
Komponen dalam DKT meliputi:
a) Diperlukan seorang pemandu yang terampil mendorong orang untuk saling bicara dan
memperoleh pemahaman tentang perasaan dan pikiran peserta yang hadir terhadap
masalah tertentu.
b) Melibatkan dan memberikan kebebasan peserta untuk mengungkapkan pendapat dan
perasaannya.
c) Memperoleh informasi tentang nilai-nilai kepercayaan dan perilaku seseorang yang
mungkin tidak terungkap melalui wawancara biasa.

2) Wawancara Perorangan Mendalam (WPM)


WPM adalah wawancara antara pewancara yang trampil dengan
perorangan selaku sumber informasi kunci, melalui serangkaian tanya jawab
(dialog) yang bersifat terbuka dan mendalam.
Komponen dalam WPM :
a) Pewawancara adalah seorang yang terampil dalam menggali informasi secara
mendalam tentang perasaan dan pikiran tentang masalah tertentu.
b) Sumber informasi kunci adalah peserta wawancara yang dianggap mampu dan
dipandang menguasai informasi tentang masalah tertentu.
c) Tanya jawab dilakukan secara terbuka dan mendalam.

c. Pengkajian sumber daya (dana, tenaga, dan sarana)


Pengkajian sumber daya dilakukan untuk mendukung pelaksanaan program PHBS,
bentuk kegiatannya (Depkes, 2007):
1) Kajian tenaga pelaksana PHBS, secara kuantitas (jumlah) dan pelatihan yang pernah diikuti
oleh lintas program maupun lintas sektor.
2) Penjajagan dana yang tersedia di lintas program dan lintas sektoral dalam jurnlah dan
sumbernya.
3) Penjajagan jenis media dan sarana yang dibutuhkan dalam jumlah dan sumbernya.

2.2.2. Tahap Perencanaan


Penyusunan rencana kegiatan PHBS gunanya untuk menentukan tujuan dan strategi
komunikasi PHBS. Adapun langkah-langkah perencanaan sebagai berikut (Depkes, 2007):
a. Menentukan tujuan
Berdasarkan kegiatan pengkajian PHBS dapat ditentukan klasifikasi PHBS wilayah
maupun klasifikasi PHBS tatanan, maka dapat ditentukan masalah perilaku kesehatan
masyarakat di tiap tatanan dan wilayah. Selanjutnya, berdasarkan masalah perilaku kesehatan
dan hasil pengkajian sumber daya petugas kesehatan, maka ditentukan tujuan yang akan dicapai
untuk mengatasi masalah PHBS yang ditemukan.
b. Menentukan jenis kegiatan intervensi
Setelah ditentukan tujuan, selanjutnya ditentukan jenis kegiatan Intervensi yang akan
dilakukan. Caranya adalah dengan mengembangkan berbagai alternatif intervensi, kemudian
dipilih intervensi mana yang bisa dilakukan dengan dikaitkan pada ketersediaan sumber daya.

2.2.3. Tahap Penggerakan dan Pelaksanaan


a. Advokasi (pendekatan pada para pengambil keputusan) (Depkes, 2007)
1) Ditingkat keluarga/rumah tangga, strategi ini ditujukan kepada para kepala keluarga/
bapak/suami, ibu, kakek, nenek. Tuiuannya agar para pengambil keputusan di tingkat
keluarga/rumah tangga dapat meneladani dalam berperilaku sehat. memberikan dukungan,
kemudahan, pengayoman dan bimbingan kepada anggota keluarga dan lingkungan
disekitarnya.
2) Ditingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada para pimpinan atau pengambil keputusan,
seperti Kepala Puskesmas, pejabat di tingkat kabupaten/kota, yang secara fungsional
maupun struktural pembina program kesehatan di wilayahnya. Tujuannya adalah agar para
pimpinan atau pengambil keputusan mengupayakan kebijakan, program atau peraturan
yang berorientasi sehat, seperti adanya peraturan tertulis, dukungan dana, komitmen,
termasuk memberikan keteladanan.
b. Mengembangkan dukungan suasana (Depkes, 2007)
1) Di tingkat keluarga/RT, strategi ini ditujukan kepada para kepala keluarga/suami/bapak
ibu. kakek. nenek. dan lain-lain. Tujuannya adalah agar kelompok ini dapat
mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung dilaksahakannva PHBS di
lingkungan keluarga. Caranya antara lain melalui anjuran untuk selalu datang ke Posyandu
mengingatkan anggota keluarga untuk tidak merokok di dekat ibu hamil dan balita.
2) Di tingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada kelompok sasaran sekunder, seperti
petugas kesehatan, kader, lintas sektor, lintas program, Lembaga Swadaya Masyarakat
yang peduli kesehatan, dan media masa. Tujuannya adalah agar kelompok ini dapat
mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung dilaksanakannya PHBS.
Caranya antara lain melalui penyuluhan kelompok, lokakarya, seminar studi banding,
pelatihan, dan sebagainya.
c. Gerakan masyarakat (Depkes, 2007)
1) Di tingkat keluarga/RT, strategi ini ditujukan kepada anggota keluarga seperti bapak, ibu
yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk lingkungannya dengan cara menjadi kader
posyandu, aktif di LSM peduli kesehatan dll. Tujuannya agar kelompok sasaran
meningkat pengetahuan, kesadaran maupun kemampuannya, sehingga dapat berperilaku
sehat Caranya dengan penyuluhan perorangan, kelompok, membuat gerakan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat.
2) Ditingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada sasaran primer. Meliputi pimpinan
puskesmas. kepala dinas kesehatan, pemuka masyarakat. Tujuannya meningkatkan
motivasi petugas untuk membantu masyarakat dalam menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan Caranva antara lain melalui penyuluhan kelompok, lokakarya, seminar, studi
banding, pelatihan, dan lain-lain.

2.2. 4. Tahap Pemantauan dan Penilaian


a. Pemantauan
Untuk mengetahui program PHBS telah berjalan dan memberikan hasil atau dampak
seperti yang diharapkan, maka perlu dilakukan pemantauan. Waktu pemantauan dapat dilakukan
secara berkala atau pada pertemuan bulanan, topik bahasannya adalah kegiatan yang telah dan
akan dilaksanakan dikaitkan dengan jadwal kegiatan yang telah disepakati bersama. Selanjutnya
kendala-kendala yang muncul perlu dibahas dan dicari solusinya. Cara pemantauan dapat
dilaksanakan dengan melakukan kunjungan lapangan ke tiap tatanan atau dengan melihat buku
kegiatan/laporan kegiatan intervensi (Depkes, 2007).
b. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen yang sudah dirancang sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Penilaian dilaksanakan oleh pengelola PHBS lintas program dan lintas
sektor. Penilaian PHBS meliputi masukan, proses dan luaran kegiatan. Misalnya jumlah tenaga
terlatih PHBS, media yang telah dikembangkan, frekuensi dan cakupan penyuluhan. Waktu
penilaian dapat dilakukan pada setiap tahun atau setiap dua tahun. Caranya dengan
membandingkan data dasar PHBS dibandingkan dengan data PHBS hasil evaluasi selanjutnya
menilai kecenderungan masing-masing indikator apakah mengalami peningkatan atau
penurunan, mengkaji penyebab masalah dan melakukan pemecahannya, kemudian
merencanakan intervensi berdasarkan data hasil evaluasi PHBS (Depkes, 2007).

DAPUS
Depkes. 2007. Buku Saku Rumah Tangga Sehat dengan PHBS. Pusat Promosi Kesehatan:
Jakarta.
Menkes. 2007. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :
585/MENKES/SKN/2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Puskesmas.
Menkes. 2011. Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai