Anda di halaman 1dari 40

UNIVERSITAS KADIRI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


STATUS TER AKREDITASI BAN-PT
Program Studi : Ners, Ilmu Keperawatan (S.1), Kebidanan (D.III), Bidan Pendidik (D.IV)
Sekretariat : Jl. Selomangleng No. 1 Kediri Telp. (0354) 775074/771846, Fax (0354) 775074

ASUHAN KEPERAWATAN .......... DENGAN BATU STAGHORN


DI RUANG 18 RSU Dr.SAIFUL ANWAR (RSSA)
TAHUN 2017

OLEH
YULIA PRIMA DITHA
NPM. 17640739

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITS KADIRI
TAHUN 2017
UNIVERSITAS KADIRI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
STATUS TER AKREDITASI BAN-PT
Program Studi : Ners, Ilmu Keperawatan (S.1), Kebidanan (D.III), Bidan Pendidik (D.IV)
Sekretariat : Jl. Selomangleng No. 1 Kediri Telp. (0354) 775074/771846, Fax (0354) 775074

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN .......... DENGAN BATU STAGHORN


DI RUANG 18 RSU Dr.SAIFUL ANWAR (RSSA)
TAHUN 2017

TANGGAL PENGAMBILAN KASUS

25 November 2017

MAHASISWA

.
NPM.

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING KLINIK / CI

.. .....
LAPORAN PENDAHULUAN BATU STAGHORN
STASE KEPERAWATAN BEDAH
DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR

Oleh:
Yulia Prima Ditha
NPM. 17640739

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITS KADIRI

TAHUN 2017
BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi
Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih
dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau
lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati
sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn
komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system (Wein, et al,
2007).
Menurut Fabiansyah, et al (2012), batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal
di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn
atau batu cetak ginjal.
Batu saluran kemih merupakan proses terbentuknya batu yang disebabkan
oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi
(Smeltzer & Bare, 2002). Berdasarkan lokasi, batu saluran kemih dapat dibagi
menjadi batu saluran kemih bagian atas yaitu batu berada dalam ginjal atau
ureter, dan batu saluran kemih bagian bawah yaitu batu berada dalam kandung
kemih dan uretra. Pada umumnya batu saluran kemih bagian atas ini merupakan
batu ginjal (Bahdarsyam, 2003).

1.2 Anatomi dan Fisiologi

1.2.1 Sistem Kemih


Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses
penyaringan darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat- zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat yang
tidak di pergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine
(air kemih). Sistem kemih terdiri atas saluran kemih atas (sepasang ginjal dan
ureter), dan saluran kemih bawah (satu kandung kemih dan uretra).
Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar
berikut:
Sumber: www.detikhealth.com
Gambar 1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia

1.2.2 Saluran Kemih Atas

a. Ginjal
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal
merupakan organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua,
panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm (kurang lebih
sebesar kepalan tangan). Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai
penyaring darah yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis
di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding belakang
abdomen.
Setiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis
renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke
dalam kandung kemih.Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.Selama 24
jam dapat menyaring darah 170 liter. Fungsi yang lainnya adalah ginjal
dapat menyaring limbah metabolik, menyaring kelebihan natrium dan
air dari darah, membantu mengatur tekanan darah, pengaturan vitamin D
dan Kalsium.
Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan dalam melalui
suatu proses majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi
pasif, dan sekresi. Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate
dari plasma darah terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus
proksimal berfungsi mengabsorpsi dari substansi- substansi yang berguna
bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian memelihara
homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama
manusia mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya.
Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat
obstruksi dan infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan
struktur dan fungsi pada traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi
atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal.
Berikut ini adalah gambar anatomi ginjal normal dan ginjal dengan
BSK :

Gambar 2. Anatomi Ginjal Normal dan Ginjal dengan


BSK

b. Ureter
Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal
dengan kandung kemih (vesica urinearia), dengan panjang 25-30 cm,
dengan penampang 0,5 cm. Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu
di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran
pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat
tersangkut dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan
nyeri (kolik ureter).
Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat
(jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan
sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan
mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica
urinearia).
Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu
sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat
membuka dan menutup sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa
lewat menuju ke dalam kandung kemih. Air kemih yang secara teratur
tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan terkumpul di dalam
kandung kemih.

1.2.3 Saluran Kemih Bawah

a. Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan kantong muscular yang bagian dalamnya


dilapisi oleh membran mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya
sebagai tempat menampung air kemih yang dibuang dari ginjal melalui
ureter yang merupakan hasil buangan penyaringan darah. Dalam
menampung air kemih kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal
yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang adalah 30-450 ml.
Kandung kemih bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan
mengkerut. Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih
terletak pada pelvis dan ketika lebih dari setengah terdistensi maka
kandung kemih akan berada pada abdomen di atas pubis. Dimana
ukurannya secara bertahap membesar ketika sedang menampung jumlah air
kemih yang secara teratur bertambah. Apabila kandung kemih telah penuh,
maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan pesan untuk
berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara
kandung kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan keluar
melalui uretra. Pada saat itu, secara bersamaan dinding kandung
kemih berkontrasksi yang menyebabkan terjadinya tekanan sehingga
dapat membantu mendorong air kemih keluar menuju uretra.
b. Uretra
Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal
pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada
laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke
bagian penis panjangnya 20 cm. Uretra pada laki- laki terdiri dari uretra
prostatika, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika
merupakan saluran terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti
kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke bawah makin
dangkal kemudian bergabung dengan uretra membranosa. Uretra
membranosa merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal.
Uretra kavernosa merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan
panjang kira-kira 15 cm.
Pada wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya 3-4 cm. Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini
hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada
uretra laki-laki.

1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya batu cetak ginjal secara teoritis batu dapat terjadi atau
terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering
mengalami hambatan aliran urin (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal
atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-
pelvis), divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti hipertrofi prostat benigna,
strikture, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu (Wein, et al, 2007). Namun ada
beberapa pendapat lain yang membedakan faktor penyebab terjadinya batu ginjal
melalui beberapa teori:
1) Teori nukleasi
Menurut teori ini, batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing
yang terdapat dalam supersaturasi urine. Tahap terjadinya batu adalah berawal
dari adanya inti batu kemudian tumbuh karena dipengaruhi oleh substansi-
subtansi lain yaitu matriks protein, kristal, benda asing dan partikel lainnya
selanjutnya batu tersebut beragregasi.
2) Teori matriks
Menurut teori ini, batu saluran kemih terdiri dari komponen matriks yang
berasal dari protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose
dan hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal
batu.
3) Teori inhibitor kristal
Menurut teori ini, diduga batu saluran kemih terjadi akibat tidak ada atau
berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) batu seperti magnesium, sitrat,
pyrophosfat, asam glikoprotein.
Selain ketiga teori tersebut ada faktor lain yang mempengaruhinya yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
terjadinya batu ginjal adalah adanya infeksi, statis urin, periode mobilisasi
(lambatnya drainase renal dan gangguan metabolisme kalsium), hiperkalsemia
dan hiperkalsiuria (penyebabnya: hiperparatiroid, asidosis tubulus renal, intake
vitamin D yang berlebihan, intake susu dan alkali yang berlebih, inflamasi usus,
penggunaan obat dalam jangka waktu lama). Faktor eksternal yang
mempengaruhi adalah keadaan sosial ekonomi yang mayoritas di daerah industri,
pola diet, jenis pekerjaan dengan aktivitas fisik yang minimal, iklim yang
cenderung panas, riwayat keluarga (Tim perawat bedah RSCM, 2008).

1.4 Faktor Resiko


Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya BSK pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor intrinsik,
yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan disekitarnya (Bahdarsyam, 2003).
a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri.
Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat
keluarga.
1) Umur
Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50
tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.
Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.2 Berdasarkan
penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69%
pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK
paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.3
2) Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-
laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran
kemih pada laki-laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara
alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi
dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat
(inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat
meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta danya hormon
estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium.
3 Insiden BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-300 per
100.000 populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000
populasi.7
3) Heriditer/ Keturunan
Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya
penyakit BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan
tersebut sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan
penelitian Latvan, dkk (2005) di RS. Sedney Australia berdasarkan
keturunan proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada perempuan
22,7%.7
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu
seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
1) Geografi
Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di
daerah pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang
dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak
mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan
sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu
tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu aspek
lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur,
dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.
2) Faktor Iklim dan Cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun
kejadiannya banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur
yang tinggi akan meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan
konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat
menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang mempunyai
kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko menderita penyakit BSK.
3) Jumlah air yag diminum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air
yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum
tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan
konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK
4) Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK.
Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh
normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan
meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein
yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air
kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi protein
hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu
terjadinya hipertensi.
5) Jenis Pekerjaan
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak
duduk dalam melakukan pekerjaannya.
6) Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air
kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK
yang disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan
terbentuknya jenis batu struvit

1.5 Patofisiologi
Pathway (Terlampir)

1.6 Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala dari batu cetak ginjal ini tergantung pada posisi atau letak
batu, besarnya batu, dan penyulit yang telah terjadi ( Tim perawat bedah RSCM,
2008).
a. Nyeri. Rasa nyerinya berbeda beda ditentukan oleh lokasi batu. Nyeri pada
ginjal dapat menimbulkan dua macam nyeri yaitu nyeri kolik dan nonkolik.
Nyeri kolik (hilang timbul) disebabkan oleh stretching sistem collecting atau
peregangan sistem pengumpul dan nyeri nonkolik disebabkan oleh
peregangan kapsul ginjal. Nyeri pada pelvis renalis akan menyebabkan nyeri
berat pada punggung bagian bawah tepat di iga ke-2. Nyerinya akan menjalar
ke perut bagian bawah. Rasa nyeri itu akan bertambah hebat apabila batu
bergerak turun dan menyebabkan obstruksi. Pada bagian ureter bagian distal
(bawah) akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria atau labia
mayora pada wanita. Apabila batu terdapat dalam bladder, akan menyebabkan
gejala iritasi dan bila bersamaan dengan infeksi akan menyebabkan hematuria.
Jika batu mengobstruksi bladder neck, maka akan terjadi retensi urin.
b. Kristaluria, urin yang keluar disertai pasir atau batu
c. Infeksi, batu yang terdapat di saluran kemih menjadi tempat sarangnya kuman
yang tidak dapat dijangkau obat-obatan.
d. Demam, hal ini terjadi jika kuman sudah menyebar ke tempat lain. Tanda
demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah
di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis.
e. Adanya massa di daerah punggung akibat adanya hidronefrosis.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis batu saluran kencing dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan
fisik, laboratorium dan radiologis yaitu ( Tim perawat bedah RSCM, 2008) :
a. Pemeriksaan fisik
Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardi, keringatan, mual dan demam.
Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul
(flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat
batu melewati ureter menuju kandung kemih.
b. Laboratorium
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu
peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan
adanya kandungan nitrat dalam urine. Selain itu, niali pH urie harus diuji
krena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0,
sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine lebih
dari 7,2.
c. Sinar X abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung krmih. Dimana dapat
menunjukkan ukuran, bentuk,posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi
batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukkan jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat, sedangkan dengan desintas rendah menunjukkan jenis batu
stuvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tiak dapat membedakan batu di
dalam ginjal maupun batu diluar ginjal.
d. Intavenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan meniali anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum
dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kems akibat adanya penurunan
fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
e. Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukkan ukuran, bentuk , posisi batu dan adanya obstruksi.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien
yag alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah
kesulitan untuk menunjukkan batu ureter dan tidak dapat membedakan
klasifikai batu.
f. Computed Tomographic (CT) scan
Pemidaian CT akan mnghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan
lokasi batu.
1.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan medis adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infksi dan
mengurangi obstrksi yang terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan cara
medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan, tanpa
operasi dan pembedahan terbuka ( Tim perawat bedah RSCM, 2008)..
a. Medikamentosa
Terapi medikamnetosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yatu
dengan diameter < 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis. Dengan cara mempermudah keenceran urine dan diet
makanan tertentu yang dapat mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien harus minum palng
sedikit 8 gelas air sehari.
b. Pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan
Anlgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu
dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau oabat antiinflamasi nonsterois seperti ketorolak dan
naproxen dapat diberikan terganung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat
digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila
terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah
infeki sekunder. Setelah batu dikeluarkan untuk mencegah atau meghamba
pembentkan batu berikutnya.
c. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non invasif dan tanpa pebiusan. Pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untu
memecah batu. Alat ESWL adalah emecah batu yang diperkenalkan pertama
kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemis. ESWL dapat mengurangi keharusan
melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap
di rumah sakit.
d. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu yang terdiri atas memecah abtu dam kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran
kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada
kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi adalah :
- PNL (Percutaneous Nephro Litholapoxy) adalah usaha mengeluarkan batu
yang berada didalam slauran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudia
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
- Litotrpsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memeasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
- Uretroskopi atau uretro-renoskop adalah dengan memsaskkan alat
uretroskopi pre-uretrum. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam uretre maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntunan uretroskopi ini.
- Ekstra dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
memalui alat keranjang dormia.
e. Tindakan operasi
Penanganan batu saluran kencing baisanya terlebih dahulu diusakhakan untuk
mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan
bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan
lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, anmun dari tindakan
pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, seperti
nefrolitotomi, ureterolitotomi, vesikolitomi dll.

1.8 Komplikasi
1. Obstruksi total pada ginjal
2. Retensi urine
3. Hidronefrosis
4. Gagal ginjal (ditandai gejala seperti : sesak, hipertensi, dan anemia).
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin,
agama, alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :
1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien yang
sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada klien batu
staghorn misalnya, nyeri punggung, sulit BAK.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien batu staghorn misalnya, nyeri punggung,
sulit BAK.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan nyeri punggung.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan
bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat alergi,
d. Aktivitas/istirahat:
Pasien dengan batu ginjal biasanya memiliki gejala sebagai berikut:
riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk,
riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan mobilitas
fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring
lama).
e. Sirkulasi
Pada sistem sirkulasi tandanya yaitu adanya peningkatan TD, HR (nyeri,
ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan kemerahan atau pucat.
f. Eliminasi
Gejala yang dirasakan oleh pasien terkait dengan sistem eliminasi yaitu:
riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urine, rasa
terbakar, dorongan berkemih, diare. Sedangkan tandanya yaitu oliguria,
hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.
g. Makanan dan cairan:
Pasien dengan batu cetak ginjal biasanya mengalami gejala seperti
mual/muntah, nyeri tekan abdomen, riwayat diet tinggi purin, kalsium
oksalat dan atau fosfat, hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan
cukup. Adapun tandanya yaitu distensi abdomen, penurunan/tidak ada
bising usus, muntah.
h. Nyeri dan kenyamanan:
Pasien mengalami gelaja Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi
nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal
konstan). Tanda dari pasien batu cetak ginjal yaitu perilaku berhati-hati,
perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
i. Keamanan:
Gejala yang dialami oleh pasien batu cetak ginjal yaitu penggunaan
alkohol, demam/menggigil.
j. Penyuluhan/pembelajaran:
Pasien dengan batu cetak ginjal memiliki gejala antara lain: riwayat batu
saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis,
riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin.
k. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
l. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita batu staghorn.
m. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat
dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
f. Sistem Eliminasi
Kaji adanya penurunan volume urine, oliguria, hematuria, piouria,
perubahan pola berkemih.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut b.d agn cedera biologis
2) Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi colecting system.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d nutrisi inadekuat.
3. INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification
Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain Management(1400) :
dengan agen cedera biologis . selama 1 x 24 jam, nyeri akut teratasi dengan 1. Lakukan pengkajian yang komperhensif pada nyeri,
kriteria hasil Pain Level (2102) : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor pencetus nyeri.
Indikator 1 2 3 4 5 2. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
1 Melaporkan pasien terhadap ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan,
nyeri X pencahayaan dan kegaduhan.
berkurang 3. Ajarkan pasien teknik distrasksi (nonfarmakologi), seperti
bernapas lambat dan berirama.
2 Menyatakan Analgesik Management :
rasa nyaman 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
setelah nyeri X sebelum pemberian obat.
berkurang 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
Keterangan :
nyeri;
OUTCOME Saat Ini X Target
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
1 Penyimpangan sangat berat pertama kali.
2 Penyimpangan berat 6. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
3 Penyimpangan sedang 7. Evaluasi dan catat efektivitas analgesik dan efeksamping.
4 Penyimpangan ringan
5 Tidak ada penyimpangan

Ketidakseimbangan nutrisi : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , Nutrition Management :


kurang dari kebutuhan tubuh. ketidakseimbangan cairan teratasi dengan 1. Kaji adanya alergi makanan
kriteria hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
- Nutritional status dan nutrisi yang dibutuhkan pasien :diet tinggi karbohidrat,
- Weight : Body Mas batasi asupan natrium dan protein anak.
3. Kolaborasi pemberian cairan IV .
Indikator 1 2 3 4 5 4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
1 Intake nutrisi X mencegah konsttipasi
2 Intake makanan X 5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3 Intake cairan X 6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
4 Body Mass X Nutrition Monitoring:
1. Monitor BB pasien : timbang berat abadan anak setiap hari
Indext
dan pantau haluran irinnya setiap 4 jam.
2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan
3. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
4. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin, tptal protein, Hb dan kadar
hematokrit
8. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
9. Monitor kalori dan intak nutrisi
10. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
11. Catat jika lidah berwarna magenta.
PATOFISIOLOGI BATU STAGHORN

pH urine Stasis Urine Inhibitor kristalisasi

Konsentrasi filtrate meningkat


sehingga terjadi supersaturasi

Hiperstatik & spasme otot untuk Pembentukan kristal-kristal
mendorong batu Efek retensi urin
Kristal-krstal saling mengadakan
Mengaktifkan proses inflamasi agregasi & menarik bahan-bahan lain Refluksi urin
(pelepasan mediator oleh mast cell :
bradikinin, histamin, & Agregasi kristal menempel pada >1 Hidronefrosis
prostaglandin) collecting sistem
Mendesak lambung
Hidronefrosis
Menstimulus nosiceptor oleh serabut Batu Staghorn
C melalui aferen Merangsang saraf pusat pencernaan
Nefron mengalami kerusakan
Obstruksi sebagian/seluruh
Mekanisme nyeri (transduksi, collecting sistem Mual & muntah
Eritropoetin menurun
transmisi, modulasi dan persepsi)
Terjadi sumbatan aliran urin MK : ketidakseimbangan nutrisi
Anemia kurang dari kebutuhan tubuh
MK : Nyeri akut
Gangguan fungsi tubulus untuk Gangguan suplai O2 ke jaringan
memekatkan urin
Kadar O2 ke paru menurun
Oliguria / poliuria
Sesak napas
MK : Gangguan eliminasi urin
MK : Gangguan pola napas
Intervensi
Pembedahan

Post operasi

MK :Resiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M. (2008). Nursing Interventions Classification Fifth Edition. United States of
America: Mosby Elseveir Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar
keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Bahdarsyam. (2003). Spektrum bakteriologik pada berbagai jenis batu saluran kemih
bagian atas. Sumatera Utara: Bagian Patologi Klinik, FK USU
Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Fabiansyah, et al. (2013). Presentasi kasus bedah urologi: batu staghorn.
http://www.scribd.com/doc/129532707/Ppt-Batu-Staghorn
Herdman, T. H. ( 2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC
Mooehead, S. (2008). Nursing Outcome Classification Fourth Edition. United States of
America: Mosby Elsevier
Tim perawat bedah RSCM. (2008). Buku pedoman asuhan keperawatan bedah.
Jakarta: RSCM
Wein et al. (2007). Campbell-walsh urology. 9th edition. Philadelphia: Saunders
Elseveir.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN BATU STAGHORN DI
RUANG 18
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
TAHUN 2017

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Ny. R Diagnosa Medis : Batu staghorn
No.RM : 1735xx
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl.MRS : 21 November 2017
Tgl.Pengkajian : 28 November 2017
Alamat/ telp. : Karangan Kromengan, Malang
Status Pernikahan : Cerai Hidup
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikanterakhir : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Lama Bekerja : 40 tahun
Sumber Informasi : Pasien, Ny. R (Anak Kandung) dan Rekam Medis
Nama Keluarga Dekat Yang dapat dihubungi : Ny. R
Alamat/ telp. : Ds. Krantil Rt : 10, Rw: 03 Karangrejo Kromengan,
Malang
Pendidikanterakhir : SLTP
Pekerjaan : Swasta

2. KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Pasien mengeluh nyeri pinggang sebelah kanan sejak 3
hari yang lalu.
Saat Pengkajian : Pasien mengeluh nyeri dibagian luka bekas operasi
(pinggang sebelah kanan)

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG (Mencakup P-Q-R-S-T)


Pasien mengeluh nyeri pinggang sebelah kanan sejak awal tahun 2012.
Kemudian pasien periksa di RS Hasta Husada Kepanjen dilakukan pemeriksaan
USG Abdomen dan didapatkan hasil (diagnosa) Batu Ginjal dan dirujuk ke
RSSA. Nyeri memberat dalam 3 hari terakhir, mual (-), Demam (-).

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Penyakit yang pernah dialami : DM
2. Riwayat :
1) Kecelakaan : Ya / tidak

2) Operasi : Ya / tidak

3) Alergi Obat tidak


: Ya / tidak
4) Alergi makanan : Ya / tidak
tidak
5) Alergi lain-lain : Ya / tidak
tidak
6) Kebiasaan : merokok : Ya / tidak tidak , ket :
7) Alcohol : Ya / tidak , ket :
8) Kopi : Ya / tidak ,
tidak
9) Lain-lain: Ya / tidak
tidak , ket :
10) Obat-obatan yang digunakan : Ya / tidak
tidak

5. RIWAYAT KELUARGA
Genogram :

Keterangan :
: Meninggal : Cerai

: Laki-laki : Hubungan Keluarga

: Perempuan

: Pasien
6. POLA AKTIVITAS LATIHAN
NO AKTIVITAS SMRS (SKOR) MRS (SKOR)
1 Makan/Minum 0 2
2 Mandi 0 2
3 Berpakaian/berdandan 0 2
4 Toileting 0 1
5 Berpindah 0 2
6 Berjalan 0 4
7 Naik tangga 0 4
Ket : 0 = mandiri 1 = alat bantu 2 = dibantu orang lain (partial)
3 = dibantu orang lain (total) 4 = tidak mampu
Alat bantu : tongkat/ splint/brace/ kursi roda/ pispot/ walker/ Lain-lain
: Kateter

7. POLA NUTRISI-METABOLIK
NO SMRS MRS

1 Jenis Nasi, laik pauk, sayur DM 1700 (C)


makanan/diet
2 Frekuensi 3-4 x sehari 3 x sehari
Teratur / tidak teratur Teratur / tidak teratur
3 Porsi yang 1 piring habis 1 piring habis
dihabiskan
4 Komposisi Menu Karbohidrat,protein,lemak

5 Pantangan Ada, tetapi tidak


dilaksanakan.

6 Nafsu makan Baik Baik


7 Fluktuasi BB 6 Tidak ada (52 kg) Tidak ada (52 kg)
bln terakhir
8 Sukar menelan Tidak Tidak
9 Kesulitan makan Tidak Tidak

8. POLA ELIMINASI
NO Kriteria SMRS (SKOR) MRS (SKOR)
1. Buang Air Besar (BAB) :
Frekuensi 1 x sehari 2 hari sekali

Konsistensi feces Lembek Agak keras

Warna Kuning Kuning


Bau Normal Normal

Kesulitan BAB Tidak Tidak

Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada

2. Buang Air Kecil (BAK):


Frekuensi 3x sehari > 3 x sehari
Jumlah Intake:output Intake : output
1200cc : 700cc
600cc:700cc
Warna kuning kuning
Bau normal normal
Kesulitan BAK Tidak ada tapi BAK Tidak ada
sedikit
Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada

9. POLA TIDUR-ISTIRAHAT
NO Kriteria SMRS MRS

1 Tidur 1-2 Jam/ sehari 1-3 Jam/ hari

siang Nyaman / tidak nyaman Nyaman / tidak nyaman setelah tidur

setelah tidur

2 Tidur 7 Jam/ sehari 8 Jam/ hari

malam Nyaman / tidak nyaman Nyaman / tidak nyaman setelah tidur

setelah tidur

3 Kebiasaan Ada / tidak ada, Ada / tidak ada,

sebelum Ket : Ket :

tidur

4 Kesulitan Ada / tidak ada, Ada / tidak ada,

tidur Ket : Ket :

5 Upaya Tidak ada Tidak ada

mengatasi
10. POLA KEBERSIHAN DIRI
NO SMRS MRS
1 Mandi 3 x sehari 2 x seharri
2 Handuk Pribadi / bergantian Pribadi / bergantian
3 Keramas 2 hari sekali 3 hari sekali
4 Gosok gigi 3 x sehari 1 x sehari
5 Kesulitan Ya / tidak Ya / tidak
Ket : Ket :

6 Upaya Tidak ada Tidak ada


mengatasi

11. POLA TOLERANSI-KOPING STRESS


a) Pengambil keputusan : sendiri ( ) / dibantu orang lain ( ) sebutkan
anaknya
b) Masalah utama terkait dengan perawatan di RS / penyakit : biaya /
perawatan diri / lain-lain : tidak ada
c) Hal yang biasa dilakukan jika mengalami stress/ masalah : Pasien
mengatakan tidur
d) Harapan setelah menjalani perawatan : pasien mengatakan semoga nyeri
dibagian luka bekas operasi segera turun dan cepat pulang
e) Perubahan yang dirasakan setelah sakit : pasien lebih memperhatikan
perawatan dari penyakitnya tersebut

12. POLA PERAN HUBUNGAN


a) Peran dalam keluarga : sebagai ibu
b) Sistem pendukung : suami / istri / anak / tetangga / teman / saudara /
tidak ada / lainnya, sebutkan..
c) Masalah peran/ hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS : ada /
tidak , ket :
d) Upaya untuk mengatasi : tidak ada

13. POLA KOMUNIKASI


a) Bahasa utama : Indonesia/ daerah / lain-lain . ket : jawa
b) Bicara : normal / tidak jelas / berputar-putar / mengerti pembicaraan
orang lain
c) Afek : jelas
d) Tempat tinggal : sendiri / kos / asrama / bersama orang lain, yaitu
e) Penghasilan keluarga : ( ) < Rp.250.000
( ) Rp. 1 juta 1,5 juta
( ) Rp. 250.000 500.000
( ) Rp. 500.000 1 juta ( ) Rp. 1,5 juta 2 juta
14. POLA SEKSUALITAS
a) Masalah hubungan seksual selama sakit : ada / tidak ada
b) Upaya mengatasi :

15. POLA NILAI & KEPERCAYAAN


a) Apakah Tuhan, agama penting untuk anda : ya / tidak, ket :
b) Kegiatan agama yang dilakukan selama di RS : berdoa
c) Harapan terhadap sakitnya : pasien mengatakan semoga allah senantiasa
memberi kesehatan selalu dan ingin cepat sembuh.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum :
a. Kesadaran : compos mentis/ somnolen / stupor / semi koma / koma
b. GCS : E4M5V6
c. TTV : - TD : 90/60 mmHg;
- Nadi : 87 x/menit
- Suhu : 36 8 oC
- Pernafasan : 20 x/menit
2) Kepala & Leher
A.Kepala
Keluhan : -
Inspeksi :
1. Rambut : bersih, panjang, tebal,warna rambut putih
2. Kulit kepala : bersih, tidak berketombe, tidak didapatkan adanya
bekas luka
3. Wajah : bulat, simetris, edema (-)
Palpasi :
1. Kulit kepala : nyeri tekan (-), benjolan abnormal (-)
2. Wajah : pitting edema (-)
B. Mata
Visus : 2 ka / 2 ki; Lapang pandang : normal/ menyempit /melebar
Inspeksi : Simetris, sclera tidak ikterus, kornea jernih, tidak ada
bercak, reflek cahaya (+), pupil isokor, fungsi penglihatan
baik.
Palpasi : konjungtiva tarsal warna merah muda atau anemis (-)

C.Hidung
Inspeksi : Simetris, septum nasi lurus berada di tengah, tidak terdapat
adanya polip, bersih, dan fungsi penciuman baik.
Palpasi : Tidak ada krepitasi.

D.Mulut & Tenggorokan


Inspeksi :
1. Mulut : Mukosa bibir lembab, gigi bersih, tidak ada caries, lidah
bersih, radang pada tonsil (-), stomatitis (-), fungsi mengunyah dan
pengecapan baik.
2. Tenggorokan : Fungsi menelan baik, benjolan abnormal (-),

E.Telinga
Inspeksi : Simetris, auricula tidak ada infeksi, liang telinga warna
merah muda, bersih tidak didapatkan adanya serumen yang
mengeras/menggumpal.
Palpasi : tidak ada krepitasi, nyeri tekan (-)
Gangguan pendengaran : (-)
Tes rinne : ka / ki ; weber :; scwabach :...............

F.Leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran vena jugularis (-),benjolan abnormal (-).
Palpasi : nyeri tekan (-)

3) Dada/ Thorax
Inspeksi :
1. Jantung : simetris, tidak terlihat ictus cordis, pulsasi jantung tidak
tampak.
2. Paru-paru : simetris, pergerakan dinding dada (-)
Palpasi :
1. Jantung : teraba ictus cordis pada ICS IV-V Sinistra MCL, pulsasi
jantung teraba pada apex
2. Paru-paru : tidak ada pembesaran paru
Auskultasi:
1. Jantung : S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
2. Paru : Suara nafas vesikuler, ronchi (-),Whz (-)
Perkusi :
1. Jantung : Suara redup (pekak/dulness) pada daerah jantung
Batas kanan : pada sternal line dextra
Batas kiri : ICS V MLS
2. Paru-paru : sonor pada paru kanan dan kiri

4) Payudara & Ketiak


Inspeksi :
1. Payudara : Simetris, aerola menonjol, ptekie (-), bekas luka (-)
2. Ketiak : Bersih, benjolan abnormal (-), terdapat rambut ketiak.
Palpasi :
1. Payudara : benjolan abnormal (-)
2. Ketiak : nyeri tekan (-)

5) Abdomen
Inspeksi :Simetris, bersih, benjolan abnormal (-), distensi abdomen (-),
terdapat luka bekas operasi di abdomen kuadran kanan bawah.
Palpasi : terdapat nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah,
pinggang kanan bawah, benjolan/massa (-), tanda-tanda acites (-),
hepar dan lien (tidak teraba).
Auskultasi : bising usus 13x/menit
Perkusi : suara abdomen tympani

6) Punggung
Inspeksi : Simetris, bersih, benjolan abnormal (-),pinggang kanan bawah
dan terpasang kateter epidural di
Palpasi : nyeri tekan di pinggang kanan bawah dan daerah yang terpasang
kateter epidural.
7) Genetalia
Inspeksi : jenis kelamin perempuan, bersih, tidak ada jamur dan
infeksi, rambut pubis (+), terpasang selang kateter.
Palpasi : benjolan abnormal (-), nyeri tekan (-)

8) Rectum & Anus


Inspeksi : Simetris, tidak ada bekas jahitan, lubang anus (+)
Palpasi (rectal tusse): tidak terdapat massa

9) Ekstremitas Atas dan Bawah


Inspeksi : lengkap (jari tangan dan kaki), tidak terdapat luka,
pergerakan tidak maksimal, tidak ada kelainan postur tubuh, kekuatan
otot 5 5
44
Palpasi : odema (-)

10) Kulit & Kuku


Inspeksi : Turgor kulit baik, warna kulit putih, tidak ada alergi, warna
kuku merah muda, tidak odema
Palpasi : Kuku : CRT < 2 detik, akral hangat

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK (Tanggal 28 November
2017)
NILAI RUJUKAN DEWASA
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9,60 g/dL 11,4-15,1
Eritrosit (RBC) 3,34 103/L 4,0-5,0
Leukosit (WBC) 20,15 103/L 4,7-11,3
Hematokrit 28,60 % 38-42
Hitung jenis
Neutrofil 83,3 % 51-67
KIMIA KLINIK
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 299 mg/dL <200
D. TERAPI/ PENGOBATAN
1. Gentamicin 8 mg
2. Kalnex 500 mg
3. Antrain 1 gr
4. Metoclopramide 10 mg
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 DS : Pasien mengatakan nyeri Konsentrasi filtrate Nyeri akut


pinggang bagian kanan bekas luka meningkat sehingga
terjadi supersaturasi
operasi.
Pembentukan kristal-
kristal

DO : Kristal-krstal saling
mengadakan agregasi
1. K/u lemas & menarik bahan-
2. Kesadaran compos mentis bahan lain
3. Grimace
Agregasi kristal
4. P : luka post
menempel pada >1
Q : ditusuk-tusuk collecting sistem
R : di pinggang kanan bawah
S : skala 3 Batu Staghorn

T : saat bergerak
Obstruksi
5. Ttv : sebagian/seluruh
TD : 90/60 mmHg; collecting sistem
Nadi : 87 x/menit
Terjadi sumbatan
Suhu : 36 8 oC aliran urin
Pernafasan : 20 x/menit
Gangguan fungsi
tubulus untuk
memekatkan urin

Hiperstatik & spasme
otot untuk
mendorong batu

Mengaktifkan proses
inflamasi (pelepasan
mediator oleh mast
cell : bradikinin,
histamin, &
prostaglandin)

Menstimulus
nosiceptor oleh
serabut C melalui
aferen

Mekanisme nyeri
(transduksi,
transmisi, modulasi
dan persepsi)

MK : Nyeri akut
2 DS : pasien mengeluh badannya Hambatan
masih lemas dan nyeri saat mobilitas fisik
bergerak
DO :

1. K/u lemas
2. Kesadaran compos mentis
3. pergerakan tidak maksimal
4. kekuatan otot 5 5
44
5. Kesulitan mika/miki

3. DS : - Konsentrasi filtrate Resiko infeksi


meningkat sehingga
terjadi supersaturasi

DO : Pembentukan kristal-
kristal
1. K/u lemas
Kristal-krstal saling
2. Kesadaran compos mentis
mengadakan agregasi
3. Leukosit (WBC) : 20,15 103/L & menarik bahan-
4. (4,7-11,3) bahan lain
5. Neutrofil : 83,3 % (51-67)
Agregasi kristal
6. Kondisi luka bekas operasi
menempel pada >1
bersih collecting sistem
7. Ttv :
TD : 90/60 mmHg; Batu Staghorn

Nadi : 87 x/menit
Obstruksi
Suhu : 36 8 oC sebagian/seluruh
Pernafasan : 20 x/menit collecting sistem

Terjadi sumbatan
aliran urin

Gangguan fungsi
tubulus untuk
memekatkan urin

Oliguria / poliuria

Intervensi
Pembedahan

Post operasi

MK :Resiko infeksi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Resiko infeksi
NURSING CARE PLAN

No Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan

1. 1 Tujuan : 1. Monitor TTV


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3-24 2. Observasi PQRST
jam, nyeri berkurang atau hilang 3. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
4. Beri lingkungan yang nyaman
Kriteria Hasil : 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam
1. Skala nyeri menurun pemberian terapi
2. Ekspresi wajah tenang
3. Ungkapan verbal klien bahwa nyeri berkurang
atau hilang
4. Pasien mampu mengatasi nyeri dengan beberpa
tehnik non farmakologi
5. Ttv dalam batas normal
TD : 100-120/80-90 mmHg;
Nadi : 60-100 x/menit
Suhu : 36 5-375 oC
Pernafasan : 16-24 x/menit

2 2 Tujuan : 1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3-24 2. Dampingi dan bantu pasien pada saat
jam, klien dapat beraktivitas secara mandiri. mobilisasi dan pemenuhan ADL
3. Anjurkan pasien miring kiri pada saat
mobilisasi
Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Kekuatan otot normal 5 5
55
3. 3 Tujuan : 1. Monitor TTV
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3-24 2. Inspeksi kondisi luka (terdapat pus,
jam, infeksi tidak terjadi. kemerahan)
3. Anjurkan intake dan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil : pada klien
1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (pus, luka
berbau, kemerahan, panas)
2. Jumlah leukosit dalam batas normal (3500-
10.000/ L)
3. Ttv dalam batas normal
TD : 100-120/80-90 mmHg;
Nadi : 60-100 x/menit
Suhu : 36 5-375 oC
Pernafasan : 16-24 x/menit
IMPLEMENTASI

No Hari/ Tanggal Diagnosa Kep Implementasi Evaluasi

Jam

1 Selasa, 28 Nov 1 1. Mengukur TTV S : Pasien mengeluh masih nyeri luka bekas operasi
2017 2. Mengobservasi PQRST O:
3. mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam 1. K/u lemas
4. Memberi lingkungan yang nyaman 2. Kesadaran compos mentis
5. Memasukan obat melalui IV plug 3. Grimace
4. P : luka post
5. Q : ditusuk-tusuk
6. R : di pinggang kanan bawah
7. S : skala 2
8. T : saat bergerak
9. Ttv :
TD : 110/80 mmHg;
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36 5 oC
Pernafasan : 20 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2 Selasa, 28 Nov 2 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam S : Pasien mengeluh badannya masih lemas dan nyeri
2017 mobilisasi saat bergerak
2. Mendampingi dan membantu pasien untuk
duduk dan miring kiri
O:
1. K/u lemas
2. Kesadaran compos mentis
3. pergerakan tidak maksimal
4. kekuatan otot 5 5
44
5. Kesulitan miki
6. Mobilisasi duduk dibantu
7. Makan dibantu

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan Intervensi
3 Selasa, 28 Nov 3 1. Mengukur TTV S:-
2017 2. Melihat kondisi luka (terdapat pus, O:
kemerahan) 1. K/u lemas
3. Menganjurkan intake dan nutrisi yang 2. Kesadaran compos mentis
adekuat pada klien (makan tidak ada 3. Kondisi luka bersih
pantangan). 4. Dilakukan rawat luka dan mengganti balutan luka
5. Porsi makan habis 1 piring

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan Intervensi

Anda mungkin juga menyukai