OLEH
YULIA PRIMA DITHA
NPM. 17640739
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL KASUS
25 November 2017
MAHASISWA
.
NPM.
.. .....
LAPORAN PENDAHULUAN BATU STAGHORN
STASE KEPERAWATAN BEDAH
DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR
Oleh:
Yulia Prima Ditha
NPM. 17640739
TAHUN 2017
BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1 Definisi
Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih
dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau
lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati
sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn
komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system (Wein, et al,
2007).
Menurut Fabiansyah, et al (2012), batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal
di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn
atau batu cetak ginjal.
Batu saluran kemih merupakan proses terbentuknya batu yang disebabkan
oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi
(Smeltzer & Bare, 2002). Berdasarkan lokasi, batu saluran kemih dapat dibagi
menjadi batu saluran kemih bagian atas yaitu batu berada dalam ginjal atau
ureter, dan batu saluran kemih bagian bawah yaitu batu berada dalam kandung
kemih dan uretra. Pada umumnya batu saluran kemih bagian atas ini merupakan
batu ginjal (Bahdarsyam, 2003).
a. Ginjal
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal
merupakan organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua,
panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm (kurang lebih
sebesar kepalan tangan). Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai
penyaring darah yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis
di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding belakang
abdomen.
Setiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis
renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke
dalam kandung kemih.Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.Selama 24
jam dapat menyaring darah 170 liter. Fungsi yang lainnya adalah ginjal
dapat menyaring limbah metabolik, menyaring kelebihan natrium dan
air dari darah, membantu mengatur tekanan darah, pengaturan vitamin D
dan Kalsium.
Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan dalam melalui
suatu proses majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi
pasif, dan sekresi. Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate
dari plasma darah terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus
proksimal berfungsi mengabsorpsi dari substansi- substansi yang berguna
bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian memelihara
homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama
manusia mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya.
Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat
obstruksi dan infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan
struktur dan fungsi pada traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi
atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal.
Berikut ini adalah gambar anatomi ginjal normal dan ginjal dengan
BSK :
b. Ureter
Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal
dengan kandung kemih (vesica urinearia), dengan panjang 25-30 cm,
dengan penampang 0,5 cm. Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu
di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran
pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat
tersangkut dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan
nyeri (kolik ureter).
Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat
(jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan
sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan
mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica
urinearia).
Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu
sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat
membuka dan menutup sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa
lewat menuju ke dalam kandung kemih. Air kemih yang secara teratur
tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan terkumpul di dalam
kandung kemih.
a. Kandung Kemih
1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya batu cetak ginjal secara teoritis batu dapat terjadi atau
terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering
mengalami hambatan aliran urin (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal
atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-
pelvis), divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti hipertrofi prostat benigna,
strikture, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu (Wein, et al, 2007). Namun ada
beberapa pendapat lain yang membedakan faktor penyebab terjadinya batu ginjal
melalui beberapa teori:
1) Teori nukleasi
Menurut teori ini, batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing
yang terdapat dalam supersaturasi urine. Tahap terjadinya batu adalah berawal
dari adanya inti batu kemudian tumbuh karena dipengaruhi oleh substansi-
subtansi lain yaitu matriks protein, kristal, benda asing dan partikel lainnya
selanjutnya batu tersebut beragregasi.
2) Teori matriks
Menurut teori ini, batu saluran kemih terdiri dari komponen matriks yang
berasal dari protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose
dan hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal
batu.
3) Teori inhibitor kristal
Menurut teori ini, diduga batu saluran kemih terjadi akibat tidak ada atau
berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) batu seperti magnesium, sitrat,
pyrophosfat, asam glikoprotein.
Selain ketiga teori tersebut ada faktor lain yang mempengaruhinya yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
terjadinya batu ginjal adalah adanya infeksi, statis urin, periode mobilisasi
(lambatnya drainase renal dan gangguan metabolisme kalsium), hiperkalsemia
dan hiperkalsiuria (penyebabnya: hiperparatiroid, asidosis tubulus renal, intake
vitamin D yang berlebihan, intake susu dan alkali yang berlebih, inflamasi usus,
penggunaan obat dalam jangka waktu lama). Faktor eksternal yang
mempengaruhi adalah keadaan sosial ekonomi yang mayoritas di daerah industri,
pola diet, jenis pekerjaan dengan aktivitas fisik yang minimal, iklim yang
cenderung panas, riwayat keluarga (Tim perawat bedah RSCM, 2008).
1.5 Patofisiologi
Pathway (Terlampir)
1.8 Komplikasi
1. Obstruksi total pada ginjal
2. Retensi urine
3. Hidronefrosis
4. Gagal ginjal (ditandai gejala seperti : sesak, hipertensi, dan anemia).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin,
agama, alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :
1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien yang
sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada klien batu
staghorn misalnya, nyeri punggung, sulit BAK.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien batu staghorn misalnya, nyeri punggung,
sulit BAK.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan nyeri punggung.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan
bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat alergi,
d. Aktivitas/istirahat:
Pasien dengan batu ginjal biasanya memiliki gejala sebagai berikut:
riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk,
riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan mobilitas
fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring
lama).
e. Sirkulasi
Pada sistem sirkulasi tandanya yaitu adanya peningkatan TD, HR (nyeri,
ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan kemerahan atau pucat.
f. Eliminasi
Gejala yang dirasakan oleh pasien terkait dengan sistem eliminasi yaitu:
riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urine, rasa
terbakar, dorongan berkemih, diare. Sedangkan tandanya yaitu oliguria,
hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.
g. Makanan dan cairan:
Pasien dengan batu cetak ginjal biasanya mengalami gejala seperti
mual/muntah, nyeri tekan abdomen, riwayat diet tinggi purin, kalsium
oksalat dan atau fosfat, hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan
cukup. Adapun tandanya yaitu distensi abdomen, penurunan/tidak ada
bising usus, muntah.
h. Nyeri dan kenyamanan:
Pasien mengalami gelaja Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi
nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal
konstan). Tanda dari pasien batu cetak ginjal yaitu perilaku berhati-hati,
perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
i. Keamanan:
Gejala yang dialami oleh pasien batu cetak ginjal yaitu penggunaan
alkohol, demam/menggigil.
j. Penyuluhan/pembelajaran:
Pasien dengan batu cetak ginjal memiliki gejala antara lain: riwayat batu
saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis,
riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin.
k. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
l. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita batu staghorn.
m. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat
dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
f. Sistem Eliminasi
Kaji adanya penurunan volume urine, oliguria, hematuria, piouria,
perubahan pola berkemih.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut b.d agn cedera biologis
2) Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi colecting system.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d nutrisi inadekuat.
3. INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification
Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain Management(1400) :
dengan agen cedera biologis . selama 1 x 24 jam, nyeri akut teratasi dengan 1. Lakukan pengkajian yang komperhensif pada nyeri,
kriteria hasil Pain Level (2102) : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor pencetus nyeri.
Indikator 1 2 3 4 5 2. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
1 Melaporkan pasien terhadap ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan,
nyeri X pencahayaan dan kegaduhan.
berkurang 3. Ajarkan pasien teknik distrasksi (nonfarmakologi), seperti
bernapas lambat dan berirama.
2 Menyatakan Analgesik Management :
rasa nyaman 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
setelah nyeri X sebelum pemberian obat.
berkurang 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
Keterangan :
nyeri;
OUTCOME Saat Ini X Target
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
1 Penyimpangan sangat berat pertama kali.
2 Penyimpangan berat 6. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
3 Penyimpangan sedang 7. Evaluasi dan catat efektivitas analgesik dan efeksamping.
4 Penyimpangan ringan
5 Tidak ada penyimpangan
Bulechek, G.M. (2008). Nursing Interventions Classification Fifth Edition. United States of
America: Mosby Elseveir Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar
keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Bahdarsyam. (2003). Spektrum bakteriologik pada berbagai jenis batu saluran kemih
bagian atas. Sumatera Utara: Bagian Patologi Klinik, FK USU
Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Fabiansyah, et al. (2013). Presentasi kasus bedah urologi: batu staghorn.
http://www.scribd.com/doc/129532707/Ppt-Batu-Staghorn
Herdman, T. H. ( 2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC
Mooehead, S. (2008). Nursing Outcome Classification Fourth Edition. United States of
America: Mosby Elsevier
Tim perawat bedah RSCM. (2008). Buku pedoman asuhan keperawatan bedah.
Jakarta: RSCM
Wein et al. (2007). Campbell-walsh urology. 9th edition. Philadelphia: Saunders
Elseveir.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN BATU STAGHORN DI
RUANG 18
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
TAHUN 2017
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Ny. R Diagnosa Medis : Batu staghorn
No.RM : 1735xx
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl.MRS : 21 November 2017
Tgl.Pengkajian : 28 November 2017
Alamat/ telp. : Karangan Kromengan, Malang
Status Pernikahan : Cerai Hidup
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikanterakhir : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Lama Bekerja : 40 tahun
Sumber Informasi : Pasien, Ny. R (Anak Kandung) dan Rekam Medis
Nama Keluarga Dekat Yang dapat dihubungi : Ny. R
Alamat/ telp. : Ds. Krantil Rt : 10, Rw: 03 Karangrejo Kromengan,
Malang
Pendidikanterakhir : SLTP
Pekerjaan : Swasta
2. KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Pasien mengeluh nyeri pinggang sebelah kanan sejak 3
hari yang lalu.
Saat Pengkajian : Pasien mengeluh nyeri dibagian luka bekas operasi
(pinggang sebelah kanan)
2) Operasi : Ya / tidak
5. RIWAYAT KELUARGA
Genogram :
Keterangan :
: Meninggal : Cerai
: Perempuan
: Pasien
6. POLA AKTIVITAS LATIHAN
NO AKTIVITAS SMRS (SKOR) MRS (SKOR)
1 Makan/Minum 0 2
2 Mandi 0 2
3 Berpakaian/berdandan 0 2
4 Toileting 0 1
5 Berpindah 0 2
6 Berjalan 0 4
7 Naik tangga 0 4
Ket : 0 = mandiri 1 = alat bantu 2 = dibantu orang lain (partial)
3 = dibantu orang lain (total) 4 = tidak mampu
Alat bantu : tongkat/ splint/brace/ kursi roda/ pispot/ walker/ Lain-lain
: Kateter
7. POLA NUTRISI-METABOLIK
NO SMRS MRS
8. POLA ELIMINASI
NO Kriteria SMRS (SKOR) MRS (SKOR)
1. Buang Air Besar (BAB) :
Frekuensi 1 x sehari 2 hari sekali
9. POLA TIDUR-ISTIRAHAT
NO Kriteria SMRS MRS
setelah tidur
setelah tidur
tidur
mengatasi
10. POLA KEBERSIHAN DIRI
NO SMRS MRS
1 Mandi 3 x sehari 2 x seharri
2 Handuk Pribadi / bergantian Pribadi / bergantian
3 Keramas 2 hari sekali 3 hari sekali
4 Gosok gigi 3 x sehari 1 x sehari
5 Kesulitan Ya / tidak Ya / tidak
Ket : Ket :
B. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum :
a. Kesadaran : compos mentis/ somnolen / stupor / semi koma / koma
b. GCS : E4M5V6
c. TTV : - TD : 90/60 mmHg;
- Nadi : 87 x/menit
- Suhu : 36 8 oC
- Pernafasan : 20 x/menit
2) Kepala & Leher
A.Kepala
Keluhan : -
Inspeksi :
1. Rambut : bersih, panjang, tebal,warna rambut putih
2. Kulit kepala : bersih, tidak berketombe, tidak didapatkan adanya
bekas luka
3. Wajah : bulat, simetris, edema (-)
Palpasi :
1. Kulit kepala : nyeri tekan (-), benjolan abnormal (-)
2. Wajah : pitting edema (-)
B. Mata
Visus : 2 ka / 2 ki; Lapang pandang : normal/ menyempit /melebar
Inspeksi : Simetris, sclera tidak ikterus, kornea jernih, tidak ada
bercak, reflek cahaya (+), pupil isokor, fungsi penglihatan
baik.
Palpasi : konjungtiva tarsal warna merah muda atau anemis (-)
C.Hidung
Inspeksi : Simetris, septum nasi lurus berada di tengah, tidak terdapat
adanya polip, bersih, dan fungsi penciuman baik.
Palpasi : Tidak ada krepitasi.
E.Telinga
Inspeksi : Simetris, auricula tidak ada infeksi, liang telinga warna
merah muda, bersih tidak didapatkan adanya serumen yang
mengeras/menggumpal.
Palpasi : tidak ada krepitasi, nyeri tekan (-)
Gangguan pendengaran : (-)
Tes rinne : ka / ki ; weber :; scwabach :...............
F.Leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran vena jugularis (-),benjolan abnormal (-).
Palpasi : nyeri tekan (-)
3) Dada/ Thorax
Inspeksi :
1. Jantung : simetris, tidak terlihat ictus cordis, pulsasi jantung tidak
tampak.
2. Paru-paru : simetris, pergerakan dinding dada (-)
Palpasi :
1. Jantung : teraba ictus cordis pada ICS IV-V Sinistra MCL, pulsasi
jantung teraba pada apex
2. Paru-paru : tidak ada pembesaran paru
Auskultasi:
1. Jantung : S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
2. Paru : Suara nafas vesikuler, ronchi (-),Whz (-)
Perkusi :
1. Jantung : Suara redup (pekak/dulness) pada daerah jantung
Batas kanan : pada sternal line dextra
Batas kiri : ICS V MLS
2. Paru-paru : sonor pada paru kanan dan kiri
5) Abdomen
Inspeksi :Simetris, bersih, benjolan abnormal (-), distensi abdomen (-),
terdapat luka bekas operasi di abdomen kuadran kanan bawah.
Palpasi : terdapat nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah,
pinggang kanan bawah, benjolan/massa (-), tanda-tanda acites (-),
hepar dan lien (tidak teraba).
Auskultasi : bising usus 13x/menit
Perkusi : suara abdomen tympani
6) Punggung
Inspeksi : Simetris, bersih, benjolan abnormal (-),pinggang kanan bawah
dan terpasang kateter epidural di
Palpasi : nyeri tekan di pinggang kanan bawah dan daerah yang terpasang
kateter epidural.
7) Genetalia
Inspeksi : jenis kelamin perempuan, bersih, tidak ada jamur dan
infeksi, rambut pubis (+), terpasang selang kateter.
Palpasi : benjolan abnormal (-), nyeri tekan (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK (Tanggal 28 November
2017)
NILAI RUJUKAN DEWASA
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9,60 g/dL 11,4-15,1
Eritrosit (RBC) 3,34 103/L 4,0-5,0
Leukosit (WBC) 20,15 103/L 4,7-11,3
Hematokrit 28,60 % 38-42
Hitung jenis
Neutrofil 83,3 % 51-67
KIMIA KLINIK
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 299 mg/dL <200
D. TERAPI/ PENGOBATAN
1. Gentamicin 8 mg
2. Kalnex 500 mg
3. Antrain 1 gr
4. Metoclopramide 10 mg
ANALISA DATA
1. K/u lemas
2. Kesadaran compos mentis
3. pergerakan tidak maksimal
4. kekuatan otot 5 5
44
5. Kesulitan mika/miki
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Resiko infeksi
NURSING CARE PLAN
Jam
1 Selasa, 28 Nov 1 1. Mengukur TTV S : Pasien mengeluh masih nyeri luka bekas operasi
2017 2. Mengobservasi PQRST O:
3. mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam 1. K/u lemas
4. Memberi lingkungan yang nyaman 2. Kesadaran compos mentis
5. Memasukan obat melalui IV plug 3. Grimace
4. P : luka post
5. Q : ditusuk-tusuk
6. R : di pinggang kanan bawah
7. S : skala 2
8. T : saat bergerak
9. Ttv :
TD : 110/80 mmHg;
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36 5 oC
Pernafasan : 20 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2 Selasa, 28 Nov 2 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam S : Pasien mengeluh badannya masih lemas dan nyeri
2017 mobilisasi saat bergerak
2. Mendampingi dan membantu pasien untuk
duduk dan miring kiri
O:
1. K/u lemas
2. Kesadaran compos mentis
3. pergerakan tidak maksimal
4. kekuatan otot 5 5
44
5. Kesulitan miki
6. Mobilisasi duduk dibantu
7. Makan dibantu