Anda di halaman 1dari 17

Journal of Chromatography B, 851 (2007) 71-82

Kajian

ANALISIS NITRIT DAN NITRAT PADA SAMPEL BIOLOGIS MENGGUNAKAN


HIGH-PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY
Analysis of nitrite and nitrate in biological samples
using high-performance liquid chromatography
Wenjuan S. Jobgena, Scott C. Jobgena, Hui Lia, Cynthia J. Meiningerb, Guoyao Wua,b
a
Department of Animal Science and Faculty of Nutrition, Texas A & M University College Station TX 77843, USA
b
Department of Systems Biology and Translational Medicine and Cardiovascular Research Institute,
Texas A & M Health Science Center, College Station, TX 77843, USA

Disadur oleh :
Hendra Adi Prasetia
Balai Uji Terap Teknik Dan Metode Karantina Pertanian, Jl. Raya Kampung Utan-Setu, Cikarang Barat 17520 Kab. Bekasi

ABSTRAK

Berbagai teknik analisis telah dikembangkan untuk menentukan konsentrasi nitrit dan nitrat, metabolit nitrit
oksida (NO) hasil oksidasi pada sampel biologis. HPLC telah digunakan sebagai metode untuk kuantifikasi
kedua jenis anion dalam darah, serum, urin, saliva, cairan otak besar, ekstrak jaringan dan cairan ketuban
sebagaimana telah dilakukan pada daging dan media kultur. Deteksi dilakukan dengan menggunakan absorban
UV dan VIS, elektrokimia, kemiluminesen dan fluoresen. Absorban UV dan VIS serta elektrokimia dapat
digunakan untuk analisis nitrit dan nitrat secara simultan, namun tidak memberikan hasil yang memadai.
Deteksi dengan menggunakan kemilunesen dan fluoresen mampu memperbaiki sensitivitas pengujian serta
tidak terpengaruh oleh adanya gas klorida dalam sampel, dengan demikian dapat diterapkan untuk pengujian
kadar nitrit dan nitrat secara simultan. Pemilihan metode uji dipengaruhi oleh ukuran sampel dan ketersediaan
fasilitas. Tulisan ini memberikan ilustrasi penggunaan HPLC untuk deteksi nitrit. Metode analisis dengan HPLC
dengan detektor fluorometri yang menggunakan pra-kolom untuk derivatisasi nitrit dengan 2,3-
diaminonaftalen (DAN) dan konversi enzimatik nitrat menjadi nitrit memiliki beberapa kelebihan, diantaranya
persiapan sampel yang mudah, proses derivatisasi yang sederhana, stabilnya fluoresen hasil derivatisasi,
analisis berlangsung dengan cepat, sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, rendahnya tingkat gangguan serta
mudah untuk dilakukan automatisasi dalam penentuan kadar nitrit dan nitrat pada seluruh sampel biologis,
termasuk media kultur sel. Metode analisis dengan HPLC memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan
dalam berbagai macam penelitian yang terkait dengan aspek biokimia NO, fisiologi dan farmakologi.

METABOLISME NITRIT OKSIDA

Nitrit oksida (NO) merupakan suatu molekul radikal bebas dan molekul penghantar sinyal yang
berperan penting dalam mengatur sistem vaskular suara, transmisi saraf (neurotransmission),
kekebalan inang, metabolisme zat gizi dan stabilitas tekanan darah tubuh (Wu and Morris, 1998). NO
dihasilkan dari L-arginin oleh NO sintase (NOS) pada keseluruhan sel mamalia secara virtual,
termasuk sel endotelial, makrofage, sel saraf, sel otot, jaringan adiposit, enterosit dan sel saraf usus
(Wu and Morris, 1998). Lingkungan juga berkontribusi terhadap ketersediaan NO secara sistemik.
Keberadaan nitrogen oksida di udara (NOx) masuk ke dalam tubuh manusia maupun hewan melalui
saluran pernapasan dan jumlahnya dipengaruhi oleh tingkat polusi lingkungan dari emisi kendaraan
bermotor, asap rokok dan sumber sumber lainnya. Dalam sel dan darah, oksidasi NO melalui
berbagai jenis reaksi dapat membentuk nitrit dan nitrat sebagai dua produk utama, dimana nitrat
pada umumnya tampak lebih dominan (Tsikas 2005). Sebagai contoh, NO dapat teroksidasi menjadi
nitrit dalam larutan yang encer, misalnya fluida biologis melalui autooksidasi dan dapat juga bereaksi
dengan senyawa superoksida (O2-) yakni suatu anion yang dihasilkan oleh sel yang dapat bereaksi
lanjut membentuk peroksinitrit. NO yang teroksidasi lebih lanjut, contohnya N2O3 dan peroksinitrit
dapat bereaksi lebih lanjut dengan berbagai senyawa biomolekuler membentuk S-nitrosotiol dan
nitrotirosin. Nitrit dapat teroksidasi lebih lanjut oleh oksihemoglobin [HbFe(II)O2] membentuk nitrat
dan metamoglobin (MetHb). Perlu diperhatikan NO dapat berekasi secara langsung dengan
oksihemoglobin menghasilkan nitrat dan metamoglobin, dan reaksi tersebut dapat terjadi pada
pembuluh darah arteri maupun vena. Waktu paruh keberadaan NO dan nitrit dalam darah singkat,
masing-masing kurang dari 5 detik dan sekitar 13 menit (Tsikas 2005). Karena pH darah dan sel pada
umumnya berada pada kisaran nilai yang netral, masing-masing sekitar 7,4 dan 7,1, maka nitrat tidak
mengalami degradasi lebih lanjut. Selanjutnya, NO segera teroskidasi membentuk nitrit, suatu
metabolit yang relatif stabil dan sisanya berupa nitrat inert yang tersebar ke seluruh tubuh (Gambar
1). Pada kondisi fisiologis, konsentrasi nitrit dalam plasma darah manusia dapat mencapai 80% dari
aktivitas eNOS (Rhodes et al. 1995; Tsikas et al. 2006). Nitrat yang terakumulasi hingga di atas 99%
dari keseluruhan metabolit NO disekresikan melalui urin (Tsikas 2005; Ellis et al. 1998).

L arginin
NOS
L-Cit
Pola makan NO
(Makanan dan minuman) Sel

Mikroflora usus Saluran usus Darah O2 NOx Udara


NO2- dan NO3- NO2- dan NO3-
Paru-paru
Ginjal

Konsumsi obat-obatan dan suplemen Urin


secara oral
NO2- dan NO3-

Gambar 1. Skema pengeluaran dan pemasukan sumber nitrit dan nitrat dalam darah dan urin. Pada hewan dan
manusia, NO yang dihasilkan dari sel dan lingkungan, segera teroksidasi menjadi nitrit dan nitrat. Nitrit dan nitrit
disekresikan dalam urin. Pola pangan yang tidak terkendali menjadi sumber utama keberadaan nitrit dan nitrat.
Pada orang sehat, pola konsumsi pangan rendah nitrit dan nitrat, sekitar 50% nitrat yang terkandung dalam urin
berasal dari keseluruhan sintesis NO dari L-arginin. NOx : nitrogen oksida

Pola makan konvensional mungkin menjadi alasan utama keberadaan nitrit dan nitrat dalam
plasma darah manusia maupun hewan (Gambar 1). Sumber pangan hewani maupun nabati, air
minum dan berbagai jenis minuman umumnya mengandung nitrit dan nitrat yang lebih tinggi
kadarnya dibanding NO yang dihasilkan oleh NOS, dan oleh karenanya dua jenis anion tersebut
segera terserap ke dalam usus halus melalui pembuluh darah vena (Ellis et al. 1998). Karena alasan
tersebut, maka tidak tepat untuk mengukur kadar nitrit/nitrat dalam darah maupun urin seseorang
ketika pola konsumsi pangan sumber nitrit/nitrat tidak terkendali. Sebagai informasi tambahan, pola
metabolisme mikroflora dalam usus pencernaan juga mempengaruhi kadar nitrit dan nitrat dalam
sistem pembuluh darah tubuh secara keseluruhan. Pengaruh intestinal terhadap keberadaan nitrit
dan nitrat dalam tubuh akan minimal jika seseorang sedang puasa. Lebih lanjut, pemberian obat
obatan secara oral, seperti nitrat organik maupun suplemen lainnya yang mengandung senyawa
nitro mungkin menghasilkan metabolit sekunder berupa nitrit dan nitrat yang dilepas dalam saluran
pencernaan dan jaringan lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan nitrit dan nitrat
secara sempurna dari saluran cerna menuju urin berkisar 12 jam hingga 3 hari, tergantung pada
kadar persenyawaan tersebut dan fungsi ginjal (Ellis et al. 1998). Pada orang sehat, dengan konsumsi
pangan rendah nitrit dan nitrat (210 mol/hari) maka sekitar 50% nitrit dalam urin yang dikeluarkan
berasal dari seluruh hasil sintesis NO dari L-arginin dalam tubuh (Castillo et al. 1996). Beberapa bukti
temuan justru menunjukkan bahwa setelah 12 jam puasa, konsentrasi nitrit dan nitrat dalam darah
akan mencapai kondisi tunak pada orang sehat yang mengkonsumsi pangan rendah nitrit/nitrat
(Rhodes et al. 1995). Pada kondisi inilah, maka konsentrasi nitrit dalam darah mungkin dapat
digunakan sebagai indikator yang valid untuk sintesis NO oleh endotelial NOS, sedangkan ekskresi
nitrat dalam urin mencerminkan keseluruhan proses sintesis NO dalam tubuh (Tsikas 2005). Validitas
pengukuran kadar nitrit dan nitrat dalam darah dan urin sebagai indikator terjadinya sintesis NO
sangat tergantung pada jumlah gas NOx dari udara seperti halnya kadar nitrit dan nitrat dalam
pangan yang dikonsumsi sehari-hari (makanan dan minuman).

METODE ANALISIS NITRIT DAN NITRAT

Tersedianya teknik analisis yang sesuai untuk kuantifikasi sintesis NO menjadi penting untuk
dipelajari sebagaimana halnya peranan senyawa tersebut dalam fisiologi dan fatofisiologi tubuh.
Mengingat singkatnya waktu paruh keberadaan NO dalam sistem peredaran darah dan sel (kurang
dari 5 detik), maka pengukuran kadar No secara langsung menjadi sulit untuk dilakukan, khususnya
pada kondisi fisiologis lingkungan yang kompleks. Karena alasan inilah, berbagai macam teknik
analisis telah dikembangkan untuk menentukan kadar nitrit maupun nitrat pada sampel biologis.
Metode yang sifatnya tak sinambung maupun yang sifatnya otomatis termasuk uji kalorimetrik
Griess, fluorometri, analisis aliran maupun injeksi sekuensial yang dilengkapi dengan absorbansi
visibel, kemiluminesen dan deteksi elektrokimia (ECD). Metode berbasis pemisahan, termasuk GC-
MS, CE dan HPLC dengan sistem deteksi yang bervariasi juga telah digunakan dalam aplikasi metode
tak sinambung (Tsikas 2005; Tsikas et al. 2006). Pilihan metode sistem uji ditentukan oleh jenis
sampel, keahlian analisis dan ketersediaan fasilitas. Secara umum, berikut ini disajikan beberapa
metode analisis nitrit dan nitrat yang telah dikaji sebelumnya (Tsikas 2005; Ellis et al. 1995; Tsikas et
al. 2006; Tsikas 2004; Di Matteo and Esposito 2004). Hanya saja, materi yang dipresentasikan fokus
pada pengembangan metode analisis dengan HPLC yang sesuai untuk penentuan kadar nitrit
maupun nitrat pada berbagai sampel biologis.

PENENTUAN KADAR NITRIT DAN NITRAT DENGAN HPLC

Hal Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Tahap Persiapan Sampel


Karena rendahnya konsentrasi nitrit dan nitrat akibat tingginya konsentrasi zat-zat pengotor
pada berbagai macam sampel biologis, maka pada tahap persiapan sampel, seperti clean-up, tingkat
pemulihan yang tinggi menjadi acuan pokok sebelum dilakukan tahap analisis dengan HPLC. Hal ini
juga untuk meminimalkan resiko tercapainya konsentrasi nitrit dan nitrat yang nilainya sama dengan
nol, dengan demikian sintesis NO dapat diuji dengan tingkat akurasi yang tinggi nilainya. Kontaminasi
sampel yang mengakibatkan meningkatnya kadar nitrit dan nitrat pada umumnya bersumber dari
berbagai piranti dalam laboratorium, seperti : air, bahan kimia, barang pecah belah, barang-barang
yang terbuat dari plastik, pipet, kartrid ultrafiltrasi dan tabung pengumpul darah, mengingat
keseluruhan material tersebut mengandung sejumlah nitrat dan atau nitrit (Tsikas 2005; Tsikas et al.
2006; Tsikas 2004) dan jika memungkinkan perlu dibilas dengan air berkadar nitrit/nitrat yang
rendah sebelum digunakan. Hal tersebut nampaknya sepele, namun penting untuk dilakukan untuk
menjamin keberhasilan analisis nitrit dan nitrat pada sampel biologis dengan HPLC. Alasan utama
perlunya persiapan yang baik adalah proses pengeluaran zat zat kontaminan secara efektif dan
meminimalkan resiko timbulnya nilai konsentrasi nitrit dan nitrat yang sama dengan nol (Li et al.
2000). Beberapa kultur media yang mengandung nitrit/nitrat dalam kuantitas yang besar, maka
perlu diperhatikan penetuan prosedur persiapan tanpa menggangu viabilitas ataupun pertumbuhan
sel. Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan air yang mengalami proses penyulingan ganda
dan terdeionisasi (DD-water) memberikan hasil yang efektif karena air tersebut mengandung sangat
sedikit nitrit (61 nM) dan nitrat (130 nM) (Li et al. 2000; Fu et al. 2005). Air jenis ini sesuai digunakan
untuk membilas barang pecah belah, material laboratorium berbasis plastik dan pipet, demikian
halnya untuk persiapan larutan dan fase gerak HPLC. Untuk meminimalkan resiko diperolehnya
kadar nitrit sama dengan nol, maka DD-water perlu disaring dengan menggunakan membran
nitroselulosa (Gu and Zu 1996) dan dengan tersedianya air bebas nitrit (untuk keperluan analisis
biologi molekuler) secara komersial, juga dapat digunakan untuk keperluan hal tersebut.
Sampel biologis seharusnya ditangani dengan perlakuan yang sesuai agar kadar nitrit dan
nitrat tetap stabil selama dan setelah periode koleksinya berakhir. Sebagai contoh, sampel darah
perlu disentrifukasi segera pada suhu rendah untuk mengeluarkan sel darah merah karena adanya
potensi teroksidasinya nitrit oleh oksihemoglobin (Tsikas 2005). Sementara sampel urin dapat
diendapkan untuk menjaga stabilitas nitrit dan mencegah terjadi reaksi reaksi reduksi nitrat menjadi
nitrit oleh bakteri (Sen et al. 1994). Perlakuan lainnya yang sederhana dan efektif yang dapat
diberikan saat periode pengumpulan urin selama 24 jam adalah dengan penambahan antibiotik ke
dalam botol koleksi sampel (Wu et al. 1999). Sampel biologis pada umumnya memiliki komposisi
yang beragam, termasuk struktur kimiawi protein, komposisi asam lemak, glukosa, asam amino,
amina biogenik, ammonia, urea, molekul tiol, senyawa N-nitroso dan mineral. Tingginya kadar
protein, beberapa ion khususnya klorida dan senyawa lainnya mungkin dapat mengganggu
pengukuran maupun derivatisasi nitrit dan nitrat, dan oleh karenanya perlu dikeluarkan sebelum
dilakukan analisis HPLC. Sebenarnya, tingginya konsentrasi gas klorida dalam sampel biologis
(berkisar 100-110 mM dalam plasma darah) merupakan gangguan utama dalam analisis nitrit
menggunakan HPLC dengan UV maupun dengan sistem deteksi konduktivitas, akibat kurangnya
resolusi dan jenuhnya kolom. Oleh karenanya, ekstraksi untuk pengeluaran sebagian besar klorida
dalam sampel menjadi prasarat awal untuk analisis nitrit dengan HPLC-UV/VIS maupun HPLC dengan
deteksi konduktivitas (Sen et al. 1994). Untuk analisis sampel berupa plasma, protein dapat
dikeluarkan melalui proses ultrafiltrasi atau pengendapan (Di Matteo and Esposito 1994). Sampel
biologis yang encer seperti : plasma, urin dan media kultur dapat disaring dengan 10-kDa cut off
ultrafilter pada 14000 x g selama 15 menit (Li et al. 2000). Hasilnya menunjukkan nitrit dan nitrat
berhasil diperoleh kembali secara kuantitatif melalui proses ultrafiltrasi yang ditentukan
konsentrasinya berdasarkan jumlah larutan standar. Karena kondisi asam mungkin menyebabkan
hilangnya sebagian nitrit menjadi gas NO, larutan alkali atau asetonitril dapat digunakan untuk
menghilangkan protein dalam sampel (Preik-Steinhoff and Kelm 1996). Klorida dapat dikeluarkan
dari sampel dengan teknik pemisahan kromatografi sistem pertukaran kation, pengendapan dengan
reagen perak ataupun melalui ekstraksi fase padat menggunakan perak berbasis C18 (Wu and
Brosnan 1994). Ketika tersedia instrumen yang memadai, metode yang sangat sensitif digunakan
untuk analisis nitrit, misalnya dengan teknik deteksi fluoresen dimana sampel diencerkan hingga
tingkat pengenceran yang sangat besar (misalnya antara 10-3 hingga 10-2000 kali masing-masing pada
media kultur dan urin) yang bisa berdampak pada pengeluaran sejumlah residu protein ataupun
klorida dari sampel (Li et al. 2000).
Nitrit dan nitrat dapat secara langsung diukur kadarnya melalui deteksi serapan gelombang
elektromagnetik pada 210-220 nm atau berdasarkan daya konduktivitasnya. Namun, kebanyakan
metode analisis nitrit dan nitrat membutuhkan proses derivatisasi, dimana nitrit dan nitrat dirubah
menjadi produk yang mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu atau memiliki
daya fluoresen yang sangat kuat (Tsikas et al. 2006). Mayoritas reaksi derivatisasi tersebut bersifat
spesifik terhadap nitrit. Dengan demikian, tahapan selanjutnya sering mengacu dari banyaknya nitrat
yang terkonversi menjadi nitrit. Perbedaan konsentrasi nitrit total antara sebelum dan setelah
terjadinya konversi nitrat menjadi nitrit digunakan untuk menghitung jumlah nitrat. Kadmium atau
enzim nitrat reduktase dengan NADPH sebagai kofaktor dapat digunakan untuk mereduksi nitrat.
NADPH dengan konsentrasi tinggi sebaiknya tidak digunakan karena dapat mengganggu pengujian
Griess dan reaksi derivatisasi lainnya (Verdon et al. 1995; Misko et al. 1993). Sebagai catatan,
kadmium adalah suatu logam yang sangat beracun dan tidak mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit
dalam sampel biologis secara sempurna atau memuaskan (Verdon et al. 1995). Kondisi yang
sebaliknya justru ditemukan pada penggunaan metode enzimatik yang mampu memiliki sejumlah
kelebihan, diantaranya : bersifat sangat spesifik, sederhana, cepat, aman dan mampu merubah
nitrat menjadi nitrit secara sempurna (Li et al. 2000; Wu and Brosnan 1992).
Sistem Instrumentasi HPLC

Pengembangan metode analisa HPLC pada umumnya berjalan dengan sangat efisien, presisi
dan akurat untuk pengerjaan analisis biokimia. Selama lebih dari 20 tahun, kelebihan tersebut telah
dimanfaatkan untuk penentuan kadar nitrit dan nitrat dalam sampel biologis (Tsikas 2005; Tsikas et
al. 2006). Dua tipe HPLC yang telah digunakan dalam pengujian nitrit maupun nitrat, antara lain :
HPLC tipe penukar ion dan HPLC tipe fase ion balik berdasarkan perbedaan sifat kimiawi material
isian kolom dan gradient pelarut (Stratford 1999). Sistem instrumen HPLC terdiri dari sebuah injektor
sampel, kolom HPLC berupa sebuah kolom penjaga dan kolom analitis, sebuah kolom pemanas,
pompa alir larutan, detektor dan seperangkat komputer untuk integrasi dan pengolahan data
(Gambar 2). Injektor sampel digunakan injeksi sampel secara otomatis. Kolom dan fase bergerak
adalah dua elemen kunci yang menentukan keberhasilan suatu proses pemisahan nitrit dan nitrat
maupun proses derivatisasi dari senyawa lainnya dalam suatu sampel biologis. Sebagai tambahan,
regenerasi kolom setelah pengoperasian awal alat wajib dilakukan untuk menjamin terlaksananya
analisis HPLC yang teliti, akurat dan otomatis.

Persiapan sampel

Pengeluaran senyawa pengganggu (non-target)

Molekul tiol Cl- NADPH Protein Amina Senyawa nitroso

NO2-, NO3- atau turunan NO

Autosampling atau injektor

Kolom pemanas Kolom HPLC Gradien pelarut

Deteksi NO2-, NO3- atau turunan NO

Absorbansi UV/VIS Fluoresensi Elektrokimia Kemiluminesen

Komputer Pengolah Data

Gambar 2. Skema analisis konsentrasi nitrit dan nitrat dalam sampel biologis dengan HPLC. Analisis HPLC terdiri dari
beberapa tahap, yakni : persiapan sampel, derivatisasi (jika diperlukan, misalnya dengan 2,3-diaminonaftalen), injeksi
sampel ke dalam kolom, elusi fase gerak, deteksi dan pengolahan data.
Detektor utama yang digunakan dalam analisis nitrit dan nitrat dengan HPLC adalah serapan
UV dan VIS, elektrokimia, kemiluminesen dan fluorosen. Masing-masing detektor tersebut memiliki
nilai batas deteksi yang berbeda (terdefinisi sebagai tiga kali dari garis batas gangguan) dan memiliki
kisaran linier. Besarnya volume isian sampel saat injeksi dan pengaturan nilai parameter detektor
berpengaruh terhadap batasan konsentrasi nitrit dan nitrat yang dapat terdeteksi. Keunggulan dan
kelemahan dari berbagai jenis detektor ditunjukkan dalam Tabel 1.

Sistem Deteksi

Serapan UV/VIS
Nitrit dan nitrat dapat menyerap sinar UV dengan panjang gelombang 200-220 nm. Oleh
karenanya keduanya dapat dideteksi secara langsung dengan detektor UV tanpa mengalami proses
derivatisasi lebih lanjut setelah diekstrak (Smith et al. 2000; Everett et al. 1995; Menyawi et al. 1998;
Stein et al. 1988; Radisavljevic et al. 1996). Permasalahan yang sering ditemukan dalam menentukan
konsentrasi nitrit dalam darah maupun urin adalah tingginya konsentrasi gas klorida yang puncak
kromatogramnya selalu mendahului nitrit dan seringkali menutupi puncak kromatogram nitrit
(Tsikas 2005). Akhir akhir ini, konsentrasi nitrit dan nitrat dalam darah mampu dideteksi dengan
suatu metode pengembangan analisis dengan sistem HPLC-UV yang mampu menyerap sinar UV
pada 333 nm melalui proses derivatisasi nitrit (Tsikas et al. 1999). Prinsip utama metode tersebut
didasarkan pada perubahan spesifik nitrit oleh N-acetylcystein menjadi S-nitroso-N-acetylcystein
pada kondisi asam, dimana produk terdeteksi pada panjang gelombang 333 nm. Keunggulan dari
metode ini adalah eliminasi gangguan gas klorida saat dilakukan deteksi nitrit. Perubahan nitrat
menjadi nitrit saat analisis nitrat dilakukan dengan menggunakan reagen N-acetylcystein (Tsikas
1999).
Nitrit dan nitrat tidak mampu menyerap sinar tampak dan oleh karenanya tidak dapat
dideteksi secara langsung dengan menggunakan detektor serapan VIS tanpa diderivatisasi terlebih
dahulu. Teknik tersebut melibatkan reaksi Griess setelah keluar kolom. Muscara and Nucci (1996)
serta Yamada and Nabesima (1997) melaporkan keberhasilan teknik ini untuk deteksi nitrit dan
nitrat setelah dilakukan ekstraksi terlebih dahulu. Dalam pengujian ini, nitrat direduksi menjadi nitrit
dalam suatu kolom yang terbuat dari pelat tembaga yang sebelumnya telah diisi bubuk kadmium.
Akhirnya, nitrit, baik yang berupa nitrit asli maupun nitrit yang diderivatisasi dari nitrat bereaksi
secara berturut-turut dengan reagen sulfamida dan N-(1-naphthyl)ethylenediamine membentuk
senyawa diazo yang akan terdeteksi pada 540 nm.
Detektor UV/VIS merupakan detektor serbaguna dan terjangkau harganya, hal ini disebabkan
mudah dioperasikan dan bidang kegunaannya cukup luas (Tabel 2). Namun dalam penggunaannya,
detektor tersebut kurang peka akibat terbatasnya daya deteksi untuk analisis nitrit maupun nitrat,
hanya mampu menyerap sinar dengan kisaran panjang gelombang 30-500 nM tergantung dari
peralatan yang digunakan dan oleh karenanya membutuhkan sampel dalam jumlah besar. Sebagai
contoh, limit deteksi untuk analisis nitrit dan nitrat adalah 75 nM ketika volume sampel yang
dinjeksikan sebanyak 400 l (Muscara and Nucci 1996). Hal ini yang menjadi peneyabab tingginya
nilai konsentrasi larutan blanko dan senyawa pengganggu. Sebagai akibatnya, konversi nitrat
menjadi nitrit akhir nilainya menjadi jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Detektor UV
membutuhkan resolusi puncak sampel yang baik karena rendahnya spesifikasi alat. Sebagai
tambahan, metode untuk analisis kadar nitrit dan nitrat yang melibatkan penyerapan sinar pada
panjang gelombang 210 nm menjadi sangat berguna untuk menyederhanakan gangguan berupa
tingginya konsentrasi gas klorida dalam sampel biologis. Oleh karenanya, perlu dilakukan prosedur
pembersihan yang hati-hati untuk mengeluarkan senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai
penggangu. Ekstraksi fase padat merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan.
Sebagai contoh, kolom SPE C18 digunakan untuk mengeluarkan sebagian besar partikel dan
biomolekul yang tidak diinginkan (namun bukan klorida), sedangkan kolom IC-Ag+ dapat digunakan
secara khusus untuk mengeluarkan ion klorida (Utermahlen et al. 1992). Namun, wadah kolom
tersebut tidak cocok digunakan untuk sampel dengan volume yang kecil. Untuk mengatasi
permasalahan ini, Stratford et al. (1997) telah mengajukan usulan metode pengujian dengan
penambahan resin Ag+ untuk mereduksi kadar klorida dalam ke dalam sampel.

Tabel 1. Kelebihan dan kelemahan sistem detektor HPLC yang digunakan pada analisis nitrit dan nitrat dalam sampel
biologis

Sistem Detektor Keunggulan Kelemahan


- -
Absorbansi UV-deteksi langsung Deteksi NO2 dan NO3 secara simultan, proses Sensitivitas dan spesifitas rendah,
-
sederhana, kisaran linier cukup lebar, fleksibel adanya pengaruh gangguan ion Cl
dan ekonomis serta membutuhkan sampel dalam
jumlah yang cukup banyak
Absorbansi UV-deteksi tak Derivatisasi mudah dilakukan, mampu Sensitivitas rendah, membutuhkan
- -
langsung (derivatisasi nitrit dengan memisahkan NO2 dari Cl dengan baik, sampel dalam jumlah yang banyak dan
-
NAC) sederhana, kisaran linier cukup lebar, fleksibel, tidak mampu mendeteksi ion NO3
ekonomis dan pengaruh gangguan keberadaan secara langsung
-
ion Cl dapat ditekan
- -
VIS-deteksi tak langsung Deteksi NO2 dan NO3 secara simultan, Sensitivitas dan spesifitas rendah,
(derivatisasi nitrit dengan reagen sederhana, kisaran linier cukup lebar, fleksibel terpengaruh keberadaan senyawa
-
Griess dan reduksi NO3 pada dan ekonomis non-target dan membutuhkan sampel
kolom pasca) dalam jumlah yang cukup banyak
- -
ECD-konduktometri (ECDC) Deteksi NO2 dan NO3 secara simultan, Mudah terganggu oleh keberadaan
sederhana, fleksibel dan lebih sensitif senyawa ionik, spesifitas rendah dan
dibandingkan UV/VIS proses persiapan sampel cukup
menyita waktu
ECD-amperometri (ECDA) Lebih sensitif dan selektif dan kisaran linier Mudah terganggu oleh keberadaan
lebih lebar dibandingkan metode ECDC, lebih anion yang dapat teroksidasi, spesifitas
sederhana dan fleksibel. rendah, persiapan sampel cukup
menyita waktu dan tidak mampu
mendeteksi nitrat
- -
ECDA-UV terpasang secara in-line Deteksi NO2 dan NO3 secara simultan, Sama dengan yang dijumpai pada
(dilengkapi kolom basa kuat untuk menawarkan keunggulan yang sama dengan sistem deteksi ECDA dan absorbansi
penukar anion dan larutan eluen ECDA dan absorbansi UV secara langsung, pra- UV secara langsung dan peralatan
dengan pH rendah) perlakuan sampel yang minimal dan sistem deteksi rumit
pencegahan gangguan oleh senyawa organik
Kemiluminesen Sensitivitas yang cukup baik, proses operasi Spesifitas rendah, kesalahan pada
cepat, persiapan sampel sederhana dan sinyal akibat keberadaan senyawa
kebutuhan sampel sedikit nitrit organik, peralatan cukup besar
sehingga seringkali menyita tempat
-
dan tidak mampu mendeteksi NO3
secara langsung
- -
Fluoresensi (NO2 bereaksi dengan Sensitivitas yang cukup baik, spesifitas cukup Tidak mampu mendeteksi NO2 dan
-
DAN menghasilkan NAT) tinggi, persiapan dan derivatisasi sampel NO3 secara langsung
sederhana, proses derivatisasi berlangsung
dengan stabil, pengaruh gangguan dapat
diminimalkan dengan pengenceran yang cukup
pada sejumlah sampel, kisaran linieritas yang
-
cukup memadai baik untuk deteksi NO2 dan
-
NO3 , ekonomis dan telah dikenal secara luas
DAN, 2,3-diaminonaftalen; ECD, electrochemical detection; NAC, N-acetyl-l-cysteine; NAT, 2,3-naphthotriazole.

Elektrokimia
Ada tiga jenis detektor elektrokimia, yaitu : konduktometri, amperometri dan potensiometri
(Di Matteo and Esposito 1997). Konduktometri bersifat universal untuk segala senyawa ion,
sedangkan amperometri bersifat selektif terhadap senyawa anion yang mudah teroksidasi.
Konduktometri digunakan untuk deteksi semua senyawa yang dapat mengion. Prinsip kerja detektor
ini sederhana dan mudah diterapkan untuk analisis nitrit dan nitrat secara langsung dalam sampel
biologis, seperti: urin (Calo et al. 1998), serum (Lippsmeyer et al. 1990) dan air liur (Helaleh and
Korenaga 2000). Dibandingkan dengan detektor konduktometri, detektor amperometri bersifat lebih
sensitif, memiliki tingkat selektivitas yang lebih baik dan memiliki kisaran nilai linear yang lebih lebar
(Di Matteo and Esposito 1997). Prinsip kerja detektor ini berdasarkan aktivitas elektrokimia
senyawa-senyawa yang dapat teroksidasi. Okisdasi terjadi pada permukaan elektroda sehingga
dapat memindahkan aliran elektron. Nitrit dapat teroksidasi dan oleh karenanya nitrit dapat
dideteksi oleh amperometri, seperti ECD yang dinyatakan pada kebanyakan literatur ilmiah. Karena
memiliki tingkat sensitivitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan UV, amperometri terkadang
digunakan untuk menggantikan peran absorban UV untuk mengukur rendahnya kadar initrit dalam
sampel biologis. Beberapa peneliti telah menggunakan sistem detektor ganda (ECD dan UV) secara
in-line untuk keperluan analisis nitrit dan nitrat secara simultan guna memperbaiki batas limit
deteksi kedua senyawa tersebut (Sen et al. 1997; Preik-Steinhoff and Kelm 1996; Kelm et al. 1999;
Rizzo et al. 1998). Sebagai catatan, penggunaan sebuah kolom analitik yang berisi kelompok basa
kuat anion yang dipertukarkan dan larutan fase gerak pH rendah yang stabil dapat digunakan untuk
meminimalkan pra perlakuan, memperpanjang waktu operasional kolom dan mengurangi potensi
gangguan senyawa organik.
Keunggulan penggunaan ECD adalah detektor tersebut lebih sensitif dibandingkan detektor
UV/VIS. Sebagai contoh, Jedlickova et al. (2002) melaporkan bahwa pada kondisi yang sama (kolom,
fase gerak dan laju alir yang sama), limit deteksi nitrit untuk analisis HPLC dengan detektor ECD
mencapai 100 kali lebih rendah nilainya bila dibandingkan dengan menggunakan detektor serapan
absorban UV (1 nM oleh ECD versus 100 nM oleh UV). Namun, sistem deteksi ECD-UV secara in-line
memerlukan dua detektor, instrumentasi yang rumit dan jarang tersedia di laboratorium. Baik
detektor UV maupun ECD peka terhadap gangguan akibat tingginya kadar klorida dalam sampel
biologis. Dengan demikian, pengeluaran klorida atau pengurangan kadar senyawa tersebut
merupakan sebuah langkah penting dalam persiapan sampel. Persyaratan prosedur clean-up
mungkin sangat berpengaruh terhadap peningkatan kejadian kemungkinan terjadinya kontaminasi.
Sebagai tambahan, biaya menjadi permasalahan tersendiri ketika resin perak digunakan untuk
mengeluarkan klorida. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan sebuah kolom
analitik penukar ion yang berisi stiren-divinilbenzena dan sebuah larutan elusi NaClO4 20 mM yang
diasamkan.

Kemiluminesen
Prinsip deteksi kemiluminesen didasarkan pada reduksi nitrit menjadi NO oleh kalium iodida
atau reduktor lain yang lebih kuat dan reaksi berikutnya antara NO dengan ozon membentuk NO2-.
Selanjutnya adalah molekul terekstitasi berdasarkan perbedaan kekuatan medan listrik dan jatuh ke
dalam sebuah lubang. Molekul tersebut memancarkan emisi cahaya pada kisaran wilayah sinar infra
merah dengan panjang gelombang 600 3000 nm. Emisi foton dideteksi oleh suatu tabung
fotomultiplier (Cox 1980). Detektor kemiluminesen memiliki daya sensitivitas yang tinggi yang dapat
bereaksi dengan 1 nM nitrit (Cox 1980). Hal ini dapat memberikan manfaat yang nyata untuk analisis
nitrit dalam sampel biologis dengan menggunakan HPLC. Sen et al. (1994) telah mengembangkan
sebuah metode analisis menggunakan HPLC dengan detektor kemiluminesen untuk menentukan
kadar nitrit dalam air liur dan urin manusia. Metode tersebut menggunakan kolom berfase balik
dimana campuran yang terdiri dari 0,05 M KH2PO4 (pH=6) dan 5 mM tetrabutilamonium hidrogen
sulfat sebagai fase gerak. Reaktor yang dilengkapi dengan sebuah kolom akhir dipasang untuk
merubah nitrit menjadi NO. Seperti halnya metode kemiluminesen yang lain, metode analisis
menggunakan HPLC dengan detektor kemiluminesen memiliki daya sensitivitas yang tinggi dan
hanya membutuhkan waktu analisis yang singkat untuk analisis nitrit (Cox 1980). Metode analisis
tersebut dapat berlangsung secara cepat dan 200 kali lebih sensitif dibandingkan dengan metode
Griess (Sen et al. 1994). Metode ini juga hanya membutuhkan sampel dalam jumlah yang sedikit dan
tahap persiapan yang minimal. Hanya saja, HPLC dengan detektor kemiluminesen memiliki
kelemahan terkait adanya reaksi kompleks pada kolom terakhir dan ketidakmampuan dalam
mendeteksi nitrat secara langsung.
Begitu pula nitrit organik dapat ditekan kadarnya dengan mereaksikan dengan asam iodida
atau asam lainnya yang lebih kuat guna mereduksi potensi terciptanya kondisi reaksi konversi nitrit
menjadi NO. Pengukuran kadar nitrit menggunakan HPLC dengan detektor kemiluminesen sangat
rentan terhadap gangguan akibat aktivitas inhibitor NO sintase (NG-nitro-L-arginin metil ester dan
NG-nitro-L-arginin) seperti yang dilaporkan oleh Tsikas et al. (1998) dan akibat keberadaan beberapa
senyawa N-nitroso (misalnya : S-nitrotiol dan nitrosodifenilamin) (Cox 1980) yang terdapat dalam
sampel biologis. Oleh karenanya persenyawaan pengganggu tersebut harus dipisahkan terlebih
dahulu dari nitrit. Perlakuan pra-kolom, misalnya inkubasi sampel dengan sulfamida dapat
digunakan sebagai perlakuan pilihan untuk membedakan sinyal kemiluminesen nitrit dengan
senyawa lainnya (Marley et al. 2000). Lebih jauh, penggunaan agen reduktor ternyata memberikan
pengaruh efesiensi proses yang berbeda untuk menekan kandungan nitrit dan senyawa lainnya
(Yang et al. 1997) dan oleh karenanya dapat digunakan untuk meminimalkan sinyal kemiluminesen
dari senyawa lainnya dibandingkan nitrit.

Tabel 2. Perbandingan limit deteksi dan kisaran linear dalam analisis kadar nitrit dan nitrat dengan HPLC

Referensi Kolom Detektor Fase Gerak Limit Deteksi Kisaran linier


(volume injeksi)
Smith et al. (2002) AE UV (214 nm) 5 mM K2HPO4 dan 25 30 nM (100 l) 31 nM -1 mM
mM KH2PO4 (pH 3,0)
Everett et al. (1995) AE UV (214 nm) 5 mM K2HPO4 dan 25 100 nM untuk NO2- 0,2-100 M
mM KH2PO4 (pH 3,0) (volume injeksi tidak
dilaporkan)
Radisavljevic et al. (1996) AE UV (210 nm) 20 mM NaCl dan 1 mM 10 nM (20-100 l) 0,33-42 M untuk NO2-
NaH2PO4 (pH 7,0) 15,8-20 M untuk NO3-
Monaghan et al. (1997) AE UV (214 nm) Klorida gradien (pH 7,5) 250 nM (30 l) 30 M
Tsikas et al. (1999) RP UV (333 nm) 10 mM NaH2PO4 dalam 50 nM untuk NO2- 0-50 M untuk NO2-
campuran asetonitril-air (200 l) 0-100 M untuk NO3-
(15:85, v/v) (pH 2,0)
Muscara and de Nucci AE VIS (540 nm) 0,06 M NH4Cl (pH 2,8) 75 nM (400 l) 150 M
(1996)
Yamada and Nabeshima RP VIS (540 nm) 10% metanol yang 30 nM (volume injeksi Tak terdeteksi
(1997) mengandung 0,15 M tidak dilaporkan)
NaCl/NH4Cl dan 0,5 g/L
Na4-EDTA
Helaleh and Korenaga AE Konduktivitas 2,7 nM Na2CO3-0,3 mM 326 nM untuk NO2-; 0,65-652 M untuk NO2-
(2000) NaHCO3 540 nM untuk NO3- 0,81-645 M untuk NO3-
(25 l)
Preik-Steinhoff and Kelm AE UV (220 nm) untuk 40 mM NaCl dalam 3 nM untuk NO2- (ECD); 10-1000 nM
(1996) NO3- dan ECD untuk campuran asetonitril- 500 nM untuk NO3- (UV)
NO2- metanol-air (70:10:20, (10 l)
v/v)
Rizzo et al. (1998) RP UV (220 nm) dan 10 mM n-oktalamina (pH 0,9 nM untuk NO2- 1-1000 M
ECD 6,0) (ECD); 4,4 nM untuk
NO3- (UV) (10 l)
Jedlickova et al. (2002) AE UV (212 nm) dan 0,02 M NaClO4 (pH 3,9) 1 nM untuk NO2- (ECD); 1-20 M untuk NO2-
ECD 100 nM untuk NO2- (UV); 1-100 M untuk NO3-
200 nM untuk NO3- (UV)
(volume injeksi tidak
dilaporkan)
Sen et al. (1994) RP Kemiluminesen 0,05 M KH2PO4 (pH 6,0) 14,5 nM untuk NO2- (50- 0,43-435 M
dan 5 mM tetrabutil- 100 l)
amonium hidrogen sulfat
Li et al. (2000) RP Fluoresensi 15 mM larutan buffer 10 nM (15 l) 12,5-2000 nM
sodium fosfat (pH 7,5)
yang mengandung 50%
metanol (v/v)
Gharavi and El-Kadi (2003) RP Fluoresensi 15 mM larutan buffer 10 pM untuk NO2- (30 l) 10-200 pM
sodium fosfat (pH
7,5)/metanol (60:40, v/v)
Woitzik et al. (2001) RP Fluoresensi 10 mM larutan buffer 0,27 nM untuk NO2-; 0,01-50 M
borat (pH 9,0) dan 2,25 nM untuk NO3-
asetonitril 25% (volume injeksi tidak
dilaporkan)
AE, anion exchange; RP, reversed phase

Fluoresensi
Metode analisis nitrit maupun nitrat menggunakan HPLC dengan detektor fluoresensi tidak
memberikan hasil yang nyata. Oleh karenanya kedua anion tersebut harus diderivatisasi dengan
menggunakan reagen yang sesuai sehingga dapat menghasilkan senyawa derivat yang sangat kuat
dan stabil. Akhir-akhir ini telah dikembangkan metode analisis nitrit dan nitrat menggunakan HPLC
detektor fluoresensi (Li et al. 2000). Metode analisis ini didasarkan atas reaksi nitrit dengan 2,3-
diaminonaftalen (DAN) pada kondisi asam dengan waktu reaksi selama 10 menit menghasilkan 2,3-
naftotriazol (NAT) (Gambar 3). Intensitas fluoresen NAT dengan panjang gelombang eksitasi dan
emisi masing masing pada 375 dan 415 nm meningkat secara nyata ketika larutan uji dinetralkan
dengan NaOH pada akhir reaksi derivatisasi (Tsikas 2004).

Gambar 3. Reaksi nitrit dengan 2,3-diaminonaftalen (DAN) menghasilkan 2,3-naftotriazol (NAT) pada kondisi asam. Dicetak
ulang dari Jurnal Kromatografi B 746, H. Li, C.J. Meininger, G. Wu. Penentuan kadar nitrit secara cepat dengan
menggunakan HPLC fase balik dengan detektor fluoresen, 199-207,2000, dengan seizin Elsevier.

NAT bersifat stabil dalam larutan alkali pada suhu kamar (20-25oC) selama 24 jam (Li et al. 2000).
Spektrum fluoresen DAN dan NAT ditunjukkan pada Gambar 4. Pada emisi dan eksitasi masing-
masing dengan panjang gelombang 415 dan 375 nm, NAT menunjukkan intesitas fluoresen yang
relatif tinggi, sedangkan DAN tidak (Gambar 4.A). Perlu dicatat, eksitasi maupun emisi masing-
masing dengan panjang gelombang 375 dan 415 nm, NAT memberikan intensitas fluoresen tertinggi,
namun DAN hanya menujukkan intensitas fluoresen yang lemah (Gambar 4.B).
Motivasi untuk mengembangkan metode HPLC dengan detektor fluoresensi pada analisis
nitrit berkembang dari ketidakmampuan deteksi kadar pikomol nitrit dan nitrat dalam media kultur
sel dan sampel biologis tertentu menggunakan metode fluoresen batch DAN akibat lemahnya
spesifisitas dan kurang tersedianya bahan kimia yang layak (Li et al. 2000). Secara khusus, kegagalan
ini akibat dari banyaknya nilai kosong dan sifat intrinsik fluoresen DAN yang terkait dengan
padamnya fluoresen serta gangguan yang muncul oleh senyawa biologis yang melekat dan senyawa
kimia berwarna. Penggunaan sebuah kolom balik 5 m fase C8 (150 mm x 4,6 mm I.D.) yang
dilengkapi dengan kolom balik 40 m fase C18 (50 mm x 4,6 mm I.D.) serta suatu fase gerak yang
terdiri dari 15 mM larutan buffer natrium fosfat (pH 7,5) dan metanol, derivat nitrit-DAN (NAT) akan
terpisah secara sempurna dengan cepat dari DAN dan senyawa fluoresen dalam media kultur sel dan
sampel biologis (Li et al. 2000). Nitrat dapat direduksi menjadi nitrit menggunakan nitrat reduktase
dengan perolehan hasil mencapai 98-100% (Li et al. 2000; Wu and Brosnan 1992) serta kondisi reaksi
enzimatik tidak mempengaruhi reaksi derivatisasi nitrit selanjutnya yang membentuk NAT atau hasil
kuantifikasi kromatografi NAT (Li et al. 2000). Fluoresen NAT bersifat linier terhadap konsentrasi
nitrit dan nitrat dalam sampel air dan biologis (termasuk media kultur sel, ekstrak sel, plasma dan
urin) dengan kisaran nilai 12,5 nM 2 M (Li et al. 2000). Limit deteksi nitrit dan nitrat adalah 10
nM ketika detektor fluoresen Water 474 disetel pada nilai 100 (nilai maksimum yang dapat disetel
1000) dan dapat direduksi lebih lanjut ketika digunakan nilai yang lebih tinggi. Sensitivitas deteksi
yang tinggi diperoleh saat injeksi volume 15 l. Suatu kromatogram HPLC yang representatif untuk
analisis nitrat pada sampel biologis melalui jalur reaksi enzimatik (nitrat terkonversi menjadi nitrit)
ditunjukkan pada Gambar 5. Metode analisis dengan HPLC-DAN memiliki prospek yang baik karena
tingkat sensitivitas dan spesifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode analisis yang
menggunakan HPLC dengan absorban UV/VIS, elektrokimia maupun detektor kemiluminesen.
Gambar 4. Spektrum fluoresen 2,3-diaminonaftalen (DAN) dan 2,3-nafthotriazol (NAT) pada suatu emisi dengan panjang
gelombang 415 nm beserta panjang gelombang eksitasi yang bervariasi (A) dan pada suatu ekstitasi pada panjang
gelombang 375 nm beserta panjang gelombang emisi yang bervariasi (B). Intensitas fluoresen 90 M DAN dan 3 M NAT
yang dipersiapkan dari 15 mM larutan penyangga natrium fosfat (pH 7,5) yang mengandung 50% metanol (sebagai fase
aktif untuk operasi separasi DAN dan NAT dengan HPLC), data direkam menggunakan Molecular Devices Spectra Max M2
(Sunnyvale, CA)

Karena memiliki sensitivitas yang lebih baik, media kultur sel dan sampel biologis diencerkan
secara rutin dalam air suling yang telah dihilangkan ion-ionnya sebelum dilakukan derivatisasi
dengan DAN. Sebagai contoh, untuk analisis nitrit, media kultur sel endotelium, media kultur
makrofage yang teraktivasi, darah dan urin yang berasal dari responden sehat perlu diencerkan
secara rutin 3, 50, 100 dan 1000 kali dengan air suling yang telah dihilangkan ion-ionnya. Sementara
untuk analisis nitrat, media kultur sel endotelium, media kultur makrofage yang teraktivasi, darah
dan urin yang berasal dari responden sehat perlu diencerkan secara rutin 6, 50, 100 dan 2000 kali
dengan air suling yang telah dihilangkan ion-ionnya.

Gambar 5. Analisis nitrat pada sampel biologis menggunakan metode HPLC-DAN. Nitrat direduksi menjadi nitrit oleh nitrat
reduktase. Pada kondisi asam, nitrit bereaksi dengan 2,3-diaminonaftalen (DAN) menghasilkan 2,3-nafthotriazol (NAT).
DAN dipisahkan dari NAT dengan HPLC fase balik diikuti oleh deteksi dengan fluoresen pada panjang gelombang eksitasi
375 nm dan panjang gelombang emisi 415 nm. (A) 200 nM nitrat standar; (B) media kultur sel endotelium; (C) darah; (D)
urin. Dicetak ulang dari Jurnal Kromatografi B 746, H. Li, C.J. Meininger, G. Wu. Penentuan kadar nitrit secara cepat
menggunakan HPLC fase balik dengan detektor fluoresen, 199-207, 2000, atas seizin Elsevier.
Derajat pengenceran yang tinggi tersebut mampu menekan kebutuhan tentang perlunya dilakukan
clean-up pada sampel dan mencegah pengaruh kompleksitas matrik dari sampel biologis saat reaksi
derivatisasi, pemisahan kromatografi dan deteksi (Li et al. 2000). Dengan menggunakan HPLC,
besarnya kadar nitrit dan nitrat yang terkandung dalam berbagai jenis sampel biologis telah berhasil
ditentukan (Li et al. 2000; Meininger and Wu 2002). Metode tersebut juga telah diadopsi untuk
analisis nitrit dan nitrat dalam sel hepatoma (Gharavi and Kadi 2003) dan sampel mikrodialisa otak
(Woitzik et al. 2001). Satu kelemahan dari keseluruhan metode analisis dengan HPLC menggunakan
detektor fluoresen adalah ketidakmampuan mendeteksi kandungan nitrit dan nitrat secara langsung.
Kelemahan pada kasus analisis kadar nitrit tersebut dapat diatasi melalui penyederhanaan reaksi
nitrit dengan DAN, percepatan persiapan sampel dan penggunaan sistem otomatisasi. Sebagai
tambahan, nitrat dapat direduksi menjadi nitrit oleh nitrat reduktase jika terdapat NADPH sebagai
co-faktor (Li et al. 2000). Oleh karena itu, dengan ketersediaan detektor fluoresen skala
laboratorium yang relatif murah maka penggunaan sistem HPLC-DAN dengan detektor fluoresen
dapat menjadi pilihan yang tepat untuk analisis nitrit dan nitrat dalam keseluruhan sampel biologis.

Nilai acuan untuk penentuan kadar nitrit dan nitrat dalam sampel biologis

Konsentrasi nitrit dan nitrat yang terkandung pada berbagai sampel biologis yang ditentukan
dengan menggunakan HPLC ditunjukkan pada Tabel 3. Sampel yang diujikan seluruhnya bersumber
dari manusia dengan kondisi nutrisi, fisiologis dan patologis yang beragam, dimana pola konsumsi
pangan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrit maupun nitrat dalam tubuh. Paper ini
juga menyajikan gambaran popularitas dan manfaat penggunaan metodelogi HPLC dalam penentuan
kadar nitrit dan nitrat secara kuantitatif pada berbagai macam sampel biologis, seperti : darah,
serum, urin, air liur, cairan otak besar, ekstrak jaringan, cairan ketuban, daging serta media kultur
sel.
Pada orang yang sehat, dilaporkan konsentrasi nitrit dan nitrat dalam darah taupun serum
masing-masing mencapai 0,3-4 M dan 20-70 M (Tabel 3). Kisaran nilai-nilai tersebut telah
dikonfirmasi dengan metode GC-MS yang sensitif, akurat dan lebih terbebas dari gangguan. (Tsikas
2005; Tsikas 2000). Penting dicatat bahwa konsentrasi nitrit dan nitrat dalam serum orang sehat 1,1
0,05 M, seperti yang dilaporkan oleh Menyawi et al. (1998) bahwa nilai tersebut terlalu rendah,
hal ini disebabkan lemahnya metodelogi uji yang digunakan (Tsikas et al. 1998). Pada tikus sehat
yang diberi pakan bebas nitrit dan nitrat, konsentrasi nitrit dan nitrat dalam darah masing-masing
mencapai 0,69 0,12 dan 13,6 0,8 M (rerata S.E.M., n = 5), sebagaimana konsentrasi yang
terukut dengan metode HPLC-DAN (Li et al. 2000).
Tabel 3. Konsentrasi rata-rata nitrit dan nitrat pada sampel biologis yang ditentukan dengan HPLC
Referensi Detektor Spesies Sampel Nitrit (M) Nitrat (M)
Smith et al. (2002) UV Manusia Plasma darah 3,5 46,8
Radisavljevic et al. (1996) UV Manusia Plasma darah 3,1 10,3
Tsikas et al. (1999) UV Manusia Plasma darah 0,55 27,4
Kleinbongard et al. (2003) UV Manusia Plasma darah 0,31 Tak terdeteksi
Wennmalm et al. (1993) UV Manusia Plasma darah 1,3 27
Preik-Steinhoff et al. (1996) UV-ECD Manusia Plasma darah 0,58 25
Stratford et al. (1997) UV-ECD Manusia Plasma darah 0,71 47,8
Jedlickova et al. (2002) UV-ECD Manusia Plasma darah 1,3 19,2
Monaghan et al. (1997) UV Manusia Serum 4,2 39,9
Kleinbongard et al. (2003) UV Tikus Plasma darah 0,19 Tak terdeteksi
Li et al. (2000) Fluoresensi Tikusa Plasma darah 0,69 13,6
Tsikas (2004) UV Manusia Urin Tak terdeteksi 1100
Wennmalm et al. (1993) UV Manusia Urin Tak terdeteksi 470-1130
Li et al. (2000) Fluoresensi Tikusa Urin 0,68 605
N.R., tidak dilaporkan; CSF, cairan otak besar
a
Pakan yang diberikan bebas nitrit dan nitrat
b
Cairan otak besar berasal dari tikus dewasa dan analisis dilakukan dengan metode HPLC-DAN
Nilai S.E.M. untuk nitrit dan nitrat masing-masing sebesar 0,17 dan 1,52 M (n = 5)
c
Cairan otak besar berasal dari tikus dewasa sehat yang diberi pakan bebas nitrit dan nitrat dan nitrit dan analisis
dilakukan dengan metode HPLC-DAN
Nilai S.E.M. untuk nitrit dan nitrat masing-masing sebesar 0,09 dan 1,06 M (n = 7)
Konsentrasi nitrit dan nitrat pada urin individu sehat masing-masing berkisar antara 4-8 M dan
1100-1500 M (Radisavljevic et al. 1996; Tsikas 2004). Nilai dengan kandungan yang lebih rendah
ditemukan pada urin tikus, yakni masing-masing sebesar 0,68 M untuk nitrit dan 605 M untuk
nitrat (Li et al. 2000). Dengan demikian, pengeluaran nitrit dan nitrat harian melaui urin pada
individu dewasa sehat yang mengkonsumsi pangan secara bebas masing-masing berkisar antara
0,085 dan 17 mol/kg berat badan (Tsikas 2005). Sedangkan konsentrasi nitrit dan nitrat harian
yang dikeluarkan melalui urin pada tikus yang mengkonsumsi pakan bebas nitrit maupun nitrat
masing-masing sebesar 0,017 dan 15 mol/kg bobot tubuh (Li et al. 2000). Calo et al. (1998)
melaporkan hasil analisis dengan HPLC yang dilengkapi dengan sistem konduktivitas deteksi
menunjukkan adanya konsentrasi nitrit yang dikeluarkan melalui urin lebih tinggi 66% dibandingkan
konsentrasi nitrat. Data tersebut mungkin masih belum akurat benar mengingat adanya
permasalahan yang dijumpai selama pengujian, seperti kemungkinan adanya kontaminasi nitrit pada
peralatan laboratorium yang digunakan sebagaimana pengeluaran klorida yang tak sempurna pada
sampel urin yang mungkin terencerkan kembali dengan nitrit. Dengan alasan yang sama mungkin
juga bisa menjelaskan bagian pengamatan awal yang menyebutkan konsentrasi nitrit dalam cairan
otak besar individu dewasa yang sehat nilainya mencapai 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan
konsentrasi nitrat, ketika digunakan HPLC dengan detektor UV untuk mendeteksi keberadaan dua
anion tersebut (Zecca et al. 1998).

KESIMPULAN

Metode analisis menggunakan HPLC memiliki prospek yang baik untuk digunakan dalam
analisis nitrit dan nitrat serta NO sebagai produk oksidasi pada berbagai sampel biologis termasuk
plasma, serum, urin, cairan ketuban dan cairan otak besar. Sistem deteksi yang digunakan meliputi
absorban UV/VIS, elektrokimia, kemiluminesen dan fluoresensi. Diantara berbagai macam teknik
analisis dengan HPLC, metode uji dengan HPLC yang dilengkapi detektor fluoresensi serta pra-kolom
untuk derivatisasi nitrit dengan DAN memiliki beberapa kelebihan seperti : persiapan sampel yang
mudah, proses derivatisasi yang sederhana, fluoresen yang dihasilkan dari proses derivatisasi relatif
stabil, analisis bisa berlangsung cepat, tingginya sensitivitas dan spesifitas, rendahnya tingkat
gangguan yang dapat muncul serta mudahnya melakukan otomatisasi pada pengujian kadar nitrit
dan nitrat dalam keseluruhan sampel biologis. Mengingat nitrit dan nitrat dapat terserap ke dalam
tubuh dan tersirkulasi dalam darah melalui makanan, pemberian obat-obatan secara oral,
lingkungan dan metabolisme nitrogen oleh mikroflora usus, maka perlu diperhatikan apakah nitrit
ataupun nitrat yang terukur merupakan konsentrasi nitrit atau nitrat dalam sistem jaringan tubuh
atau justru konsentrasi NO yang disintesis dalam tubuh. Diharapkan pula metode analisis dengan
HPLC juga akan memegang peranan penting dalam penelitian terkait aspek biokimia NO, fisiologi dan
farmakologi di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Calo L., Cantaro S., Paleari D., Vianello D., Zerbo F., Bonfante L., Favaro S., Antonello A., DAngelo A. 1998.
Urinary NO2- and NO3- evaluation by an ion chromatography system. Biomed. Chromatogr. 12: 97-98.

Castillo L., Beaumier L., Ajami A.M., Young V.R. 1996. Whole body nitric oxide synthesis in healthy men
determined from [15N]arginine-to-[15N]citrulline labeling. Proc Natl Acad Sci U S A 93: 11460-11465.

Cox R. 1980. Determination of nitrate and nitrite at the parts per billion levels by chemiluminescence. Anal.
Chem. 52: 332.

Di Matteo V., Esposito E. 1997. Methods for the determination of nitrite by high-performance liquid
chromatography with using electrochemical detection. J. Chromatogr. A. 789: 213-219.
Ellis G., Adatia M., Yazdanpanah M., Makela S.K. 1995. Nitrite and nitrate analyses: a clinical biochemistry
perspective. Clin. Biochem. 31( 4) : 195-220.

Everett S.A., Dennis M.F., Tozer G.M., Prise V.E., Wardman P., Stratford M.R.L. 1995. Nitric oxide in
biological fluids: analysis of nitrite and nitrate by high-performance ion chromatography. J.
Chromatogr A. 706(1-2): 437-442.

Fu W., Haynes T.E., Kohli R., Hu J., Shi W., Spencer T.E., Carroll R.J., Meininger C.J., Wu G. 2005. Dietary
supplementation with L-arginine reduces fat mass in Zucker diabetic fatty rats. J. Nutr. 135: 714-721.

Gharavi N., El-Kadi A.O.S. 2003. Measurement of nitric oxide in murine Hepatoma Hepa1c1c7 cells by
reversed phase HPLC with fluorescence detection. J. Pharm. Pharmaceut. 6: 302-307.

Gladwin M.T., Schechter A.N., Kim-Shapiro D.B., Patel R.P., Hogg N., Shiva S., Cannon R.O., Kelm M., Wink D.A.,
Espey M.G., Oldfield E.H., Pluta R.M., Freeman B.A., Lancaster J.R., Feelisch M., Lundberg J.O. 2005.
The emerging biology of the nitrite anion. Nat. Chem. Biol. 1(6) : 308-314.

Gu X.X., Zhou T.Z., Qi D.Y. 1996. Determination of trace nitrite ion in water by spectrophotometric method
after preconcentration on an organic solvent-soluble membrane filter. Talanta. 43: 169-175.

Helaleh M.I.H., Korenaga T. 2000. Ion chromatographic method for simultaneous determination of nitrate
and nitrite in human saliva. J. Chromatogr. B. 744: 433-437.

Hori T., Matsubara T., Ishibashi T., Yamazoe M., Ida T., Higuchi K., Takemoto M., Ochiai S., Tamura Y., Aizawa
Y., Nishio M. 2000. Decrease of nitric oxide end-products during coronary circulation reflects elevated
basal coronary artery tone in patients with vasospastic angina. Jpn. Heart J. 41: 583-595.

Jedlickova V., Paluch Z., Alusik S. 2002. Determination of nitrate and nitrite by high-performance liquid
chromatography in human plasma. J. Chromatogr. B. 780: 193-197.

Kelm M., Preik-Steinhoff H., Preik M., Strauer B.E. 1999. Serum nitrite sensitively reflects endothelial NO
formation in human forearm vasculature: evidence for biochemical assessment of the endothelial L-
arginine-NO pathway. Cardiovasc. Res. 41: 765-772.

Kleinbogard P., Dejam A., Lauer T., Rassaf T., Schindler A., Picker O., Scheeren T., Godecke A., Schrader J.,
Schulz R., Heusch G., Schaub G.A., Bryan N.S., Feelisch M., Kelm M. 2003. Plasma nitrite reflects
constitutive nitric oxide synthase activity in mammals. Free Radic. Biol. Med. 35: 790-796.

Kohli R., Meininger C.J., Haynes T.E., Yan W., Self J.T., Wu G. 2004. Dietary L-arginine supplementation
enhances endothelial nitric oxide synthesis in streptozotocin-induced diabetic rats. J. Nutr. 134: 600-
608.

Li H., Meininger C.J., Wu G. 2000. Rapid determination of nitrite by reversed-phase high-performance


liquid chromatography. J Chromatogr B. 746: 199-207.

Lippsmeyer B.C., Tracy M.L., Moller G. 1990. Ion-exchange liquid chromatographic determination of nitrate
and nitrite in biological fluids. J. Assoc. Off. Anal. Chem. 73: 457-462.

Maejima K., Nakano S., Himeno M., Tsuda S., Makiishi H., Ito T., Nakagawa A., Kigoshi T., Ishibashi T., Nishio M.,
Uchida K. 2001. Increased basal levels of plasma nitric oxide in Type 2 diabetic subjects. Relationship to
microvascular complications. J. Diab. Complications. 15: 135-143.

Marley R., Feelisch M., Holt S., Moore K. 2000. A chemiluminescense-based assay for S-nitrosoalbumin and
other plasma S-nitrosothiols. Free. Radic. Res. 32: 1-9.

Meininger C.J., Wu G. 2002. Regulation of endothelial cell proliferation by nitric oxide. Methods Enzymol. 352:
280-295.
Meininger C.J., Cai S., Parker J.L., Channon K.M., Kelly K.A., Becker E.J., Wood M.K., Wade L.A., Wu G. 2004.
GTP cyclohydrolase I gene transfer reverses tetrahydrobiopterin deficiency and increases nitric oxide
synthesis in endothelial cells and isolated vessels from diabetic rats. FASEB J. 18: 1900-1902.

Menyawi I.E., Looareesuwan S., Knapp S., Thalhammer F., Stoiser B., Burgmann H. 1998.
Measurement of serum nitrite/nitrate concentrations using high-performance liquid
chromatography. J. Chromatogr B. 706: 347-351.

Misko T.P., Schilling R.J., Salvemini D., Moore W.M., Currie M.G. 1993. A Fluorometric Assay for the
Measurement of Nitrite in Biological Samples. Anal. Biochem. 214: 11-16.

Monaghan J.M., Cook K., Gara D., Crowther D. 1997. Determination of nitrite and nitrate in human serum. J.
Chromatogr. A. 770: 143-149.

Muscara M.N., de Nucci G. 1996. Simultaneous determination of nitrite and nitrate anions in plasma, urine
and cell culture supernatants by high-performance liquid chromatography with post-column reactions.
J. Chromatogr. B. 686(2):157-64.

Preik-Steinhoff H., Kelm M. 1996. Determination of nitrite in human blood by combination of a specific
sample preparation with high-performance anion-exchange chromatography and electrochemical
detection. J. Chromatogr B. 685: 348-352.

Radisavljevic Z., George M., Dries D.J., Gamelli R.L. 1999. Determination of intracellular and extracellular
nitrite and nitrate by anion chromatography. J. Liquid Chromatogr. Rel. Technol. 19(7): 1061-1079.

Rhodes P.M., Leone A.M., Francis P.L., Struthers A.D., Moncada S. 1995. The L-arginine: Nitric oxide pathway
is the major source of plasma nitrite in fasted humans. Biochem. Biophys. Res. Commun. 209: 590-596.

Rizzo V., Montalbetti L., Rozza A.L., Bolzani W., Porta C., Balduzzi G., Scoglio E., Moratti R. 1998. Nitrite/nitrate
balance during photoinduced cerebral ischemia in the rat determined by high-performance liquid
chromatography with UV and electrochemical detection. J. Chromatogr. A. 798: 103-108.

Sen N.P., Baddoo P.A., Seaman S.W. 1994. Rapid and sensitive determination of nitrite in foods and biological
materials by flow injection or high-performance liquid chromatography with chemiluminescence
detection. J. Chromatogr A. 673: 77-84.

Shi W., Meininger C.J., Haynes T.E., Hatakeyama K., Wu G. 2004. Regulation of tetrahydrobiopterin synthesis
and bioavailability in endothelial cells. Cell Biochem. Biophys. 41: 415-434.

Smith C.C.T., Stanyer L., Betteridge D.J. 2002. Evaluation of methods for the extraction of nitrite and nitrate in
biological fluids employing high-performance anion-exchange liquid chromatography for their
determination. J. Chromatogr B. 779: 201-209.

Stein C., Classen H.-G., Schwedt G. 1988. Kinetic studies on nitrite and nitrate in rats by ion-pair
chromatography. Clin. Chim. Acta. 175: 167-173.

Steinberg H.O., Baron A.D. 2002. Vascular function, insulin resistance and fatty acids. Diabetologia. 45: 623-
634.

Stratford M.R.L., Dennis M.F., Cochrane R., Parkins C.S., Everett S.A. 1997. The role of nitric oxide in cancer
Improved methods for measurement of nitrite and nitrate by high-performance ion chromatography. J.
Chromatogr. A. 770: 151-155.

Stratford M.R. 1999. Measurement of nitrite and nitrate by high-performance ion chromatography. Methods
Enzymol. 301: 259-269.
Tsikas D. 2000. Simultaneous derivatization and quantification of the nitric oxide metabolites nitrite and
nitrate in biological fluids by gas chromatography/mass spectrometry. Anal. Chem. 72: 4064-4072.

Tsikas D. 2004. Mass spectrometry-validated HPLC method for urinary nitrate. Clin. Chem. 50: 1259-1261.

Tsikas D. 2004. Measurement of nitric oxide synthase activity in vivo and in vitro by gas
chromatography-mass spectrometry. Methods Mol Biol. 279: 81-103.

Tsikas D. 2005. Methods of quantitative analysis of the nitric oxide metabolites nitrite and nitrate in human
biological fluid. Free. Radic. Res. 39: 797-815.

Tsikas D., Fuchs I., Gutzki F.-M., Frolich J.C. 1998. Measurement of nitrite and nitrate in plasma, serum and
urine of humans by high-performance liquid chromatography, the Griess assay, chemiluminescence and
gas chromatography-mass spectrometry: interferences by biogenic amines and N(G)-nitro-L-arginine
analogs. J. Chromatogr. A. 798: 441-444.

Tsikas D., Gutzki F.-M., Stichtenoth D.O., 2005. Circulating and excretory nitrite and nitrate as indicators of
nitric oxide synthesis in humans: methods of analysis. J. Clin. Pharmacol. 62 : 51-59.

Tsikas D., Rossa S., Sandmann J., Frolich J.C. 1999. Measurement of S-nitrosoalbumin by gas chromatography-
mass spectrometry - I. Preparation, purification, isolation, characterization and metabolism of S-
[^1^5N]nitrosoalbumin in human blood in vitro. J. Chromatogr. B. 724: 199-211.

Utermahlen Jr. W.E., Mellini D.W., Issaq H.J. 1992. Solid-Phase Extraction Procedure for the Clean-up of Urine
and Gastric Juice Specimens for Nitrite and Nitrate Analysis by Ion Chromatography. J. Liquid
Chromatogr. 15: 3315-3322.

Verdon C., Burton B., Prior R. 1995. Sample pretreatment with nitrate reductase and glucose-6-phosphate
dehydrogenase quantitatively reduces nitrate while avoiding interference by NADP+ when the Griess
reaction is used to assay for nitrite. Anal. Biochem. 224: 502-508.

Wennmalm A., Benthin G., Edlund A., Jungersten L., Kieler-Jensen N., Lundin S., Westfelt U.N., Petersson A.-S.,
Waagstein F. 1993. Metabolism and excretion of nitric oxide in humans. An experimental and clinical
study. Circ. Res. 73: 1121-1127.

Woitzik J., Abromeit N., Schaefer F. 2001. Measurement of nitric oxide metabolites in brain microdialysates
by a sensitive fluorometric high-performance liquid chromatography assay. Anal. Biochem. 289: 10-17.

Wu G. 1995. Nitric oxide synthesis and the effect of aminoguanidine and NG-monomethyl-L-arginine on the
onset of diabetes in the spontaneously diabetic BB rat. Diabetes. 44: 360-364.

Wu G., Brosnan J.T. 1992. Macrophages can convert citrulline into arginine. Biochem J. 281: 45-50.

Wu G., Fang Y.Z., Yang S., Lupton J.R., Turner N.D. 2004. Glutathione metabolism and its implications for
health. J. Nutr. 134: 489-492.

Wu G., Flynn N.E., Flynn S.P., Jolly C.A., Davis P.K. 1999. Dietary Protein or Arginine Deficiency Impairs
Constitutive and Inducible Nitric Oxide Synthesis by Young Rats. J. Nutr. 129: 1347-1354.

Wu G., Meininger C.J. 2000. Arginine nutrition and cardiovascular function. J. Nutr. 130: 2626-2629.

Wu G., Morris Jr. S.M. 1998. Arginine metabolism: nitric oxide and beyond. Biochem J. 336 : 1-17.

Yamada K., Nabeshima T. 1997. Simultaneous Measurement of Nitrite and Nitrate Levels as Indices of Nitric
Oxide Release in the Cerebellum of Conscious Rats. J. Neurochem 68: 1234-1243.
Yang F., Troncy E., Francoeur M., Vinet B., Vinay P., Czaika G., Blaise G. 1997. Effects of reducing reagents and
temperature on conversion of nitrite and nitrate to nitric oxide and detection of NO by
chemiluminescence. Clin. Chem. 43: 657-662.

Zecca L., Rosati M., Renella R., Galimberti M., Ambrosini A., Fariello R.G. 1998. Nitrite and nitrate levels in
cerebrospinal fluid of normal subjects. J. Neural Transm. 105:627-633.

Anda mungkin juga menyukai