Babak I
Prolog :
Dahulu kala, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu, terletak di Pulau
Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang Raja yang bernama La Busatana Datu
Maongge, sering dipanggil Raja Luwu atau Datu Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif,
dan bijaksana, maka rakyatnya hidup makmur.
Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, namanya Putri
Tandampalik.
Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk di antaranya Raja
Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.
Raja Bone : Cepat kau perintahkan (sambil menyuruh utusan kerajaan)
untuk mengutus beberapa perwira ke negeri seberang. Kita akan
melakukan pinangan terhadap Putri Tadampalik.
Utusan raja : Baiklah baginda raja, hamba akan pergi ke negeri seberang
bersama dengan beberapa perwira untuk meminang Putri
Tadampalik.
Babak II
Mendengar hal tersebut Datuk Luwu menjadi gusar, sebab menurut adat Luwu, seorang
putri dari Luwu tidak dibenarkan menikah dengan lelaki di luar sukunya. Tetapi, kalau
pinangan ini ditolaknya, tentu bisa gawat akibatnya.
Raja Luwu : Bagaimana ini, kalau aku menikahkan putriku aku takut terkena
kutukan dari dewa. Tetapi apabila aku tolak lamaran itu, tentu
Raja Bone akan marah besar.
Raja Lawu sangat menyayangi putrinya tetapi ternyata dia juga tidak bisa mengabaikan
keselamatan rakyatnya.
Babak III
Tiba-tiba Putri Tadampalik jatuh sakit. Sakit sang putri itu aneh sekali, dan tak
seorangpun sanggup menyembuhkannya.
Raja Lawu : Oh, mungkin inilah hukuman para dewa karena aku berani
melanggar larangannya. Baiklah kalau begitu, mau tidak mau
aku harus membuang putri agar penyakitnya tidak menular ke
rakyatku.
Akhirnya Raja Lawu membuang Putri Tadampalik dengan rakit yang akan diikuti oleh
beberapa orang pengikut setianya. Sebuah rakit raksasa dibangun di atas sungai. Di
bagian tengahnya dibuatkan rumah-rumah untuk kamar sang putri. Di sekitarnya diisi
bahan perbekalan. Sebelum berangkat baginda raja memberikan sebuah pusaka berupa
keris kepada Putri Tadampalik. Rakit kemudian berjalan pelan menuju arah muara.
Babak IV
Hari berganti hari. Keadaan Putri Tadampalik semakin kurus. Pada suatu malam
bertepatan dengan datangnya bulan purnama, mereka tiba di sebuah daerah yang landai.
Penasehat : Baik tuan putri. Pengawal cepat kalian labuhkan rakit ini ke
sana, kita akan beristirahat sebentar! (sambil menyuruh para
pengawal untuk melabuhkan rakit)
(keesokan harinya)
Putri Tadampalik : Baiklah pengawal,kalau begitu aku akan menamakan buah ini
dengan nama wajo.
Mereka membangun perkemahan di daerah itu dan mulai bercocok tanam. Selanjutnya
mereka mulai membuat gubuk untuk bertempat tinggal dan Putri Tadampalik dibuatkan
rumah agak besar. Ternyata daerah itu amat subur. Dalam waktu singkat saja, hasil
ladang sudah bisa dipetik buahnya. Maka dimulailah pertumbuhan sebuah perkampungan
yang sederhana namun penduduknya tentram, rukun, dan damai.
Babak V
Putri Tadampalik : Mengapa penyakitku ini belum sembuh juga, apakah ini
merupakan kutukan dari dewa? (sambil membayangkan dengan
wajah termenung)
Tiba-tiba datang seekor kerbau bule. Putri Tadampalik menyangka kerbau itu akan
memakan tanaman sayur yang tak jauh dari tempatnya. Tetapi kerbau itu malah
mendekati Putri Tadampalik dan binatang tersebut menjilati permukaan kulitnya yang
membusuk.
Putri Tadampalik : Apa yang terjadi dengan kulitku? mengapa kulitku tampak
mengering? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh kerbau itu?
(sambil bertanya pada diri sendiri dengan wajah heran)
Dari hari ke hari kerbau itu datang lagi. Seperti biasa ia selalu menjilati kulit Putri
Tadampalik yang busuk, hingga lama-lama penyakit kulit Putri Tadampalik menjadi
kering dan akhirnya dia benar-benar sembuh. Putri dan seluruh pengikutnya merasa
bersyukur kepada Tuhan.
Dan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada si kerbau bule, Putri Tadampalik
melarang seluruh pengikutnya mengganggu ataupun menyembelih kerbau bule. Adat ini
berlaku hingga sekarang.
Pada suatu malam, Putri Tadampalik bermimpi bertemu dengan seorang pangeran yang
tampan.
Babak VI
Keesokan harinya di Kerajaan Bone
Begitulah, setelah tiba di hutan, Pangeran tergoda oleh seekor rusa. Kemudian ia
mengejar rusa hingga masuk ke hutan yang lebat. Namun tiba-tiba ia kehilangan
buruannya dan ia tersesat ke dalam hutan tersebut.
Pangeran : Bagaimana ini,aku tersesat di dalam hutan yang lebat dan tak
tahu jalan pulang.
Pangeran pun lalu memasuki bangunan yang terbesar di antara rumah-rumah lainnya.
Kemudian ia melihat Putri Tadampalik sedang tertidur pulas dan ia pun terpesona akan
kecantikan putri tersebut.
Tiba-tiba Putri Tadampalik pun terbangun. Setelah ia melihat wajah pangeran tersebut, ia
teringat pada mimpinya.
Putri Tadampalik : Apabila aku sedang tidak bermimpi, siapa kau sebenarnya?
Mengapa engkau tiba-tiba muncul di hadapanku?
Pangeran : Wahai putri, aku tersesat ke dalam hutan ketika pergi berburu
bersama para pengawalku, dan kemudian aku melihat
perkampungan ini.
Putri Tadampalik : Oh, baiklah kalau begitu. Kau boleh tinggal untuk sementara
waktu di perkampungan ini. Perkenalkan namaku Putri
Tadampalik. (sambil mengulurkan tangannya)
Pangeran Bone : Ya aku memang tersesat semalam. Tapi aku selamat tak kurang
suatu apapun.
Meski hatinya ingin tetap tinggal, Pangeran Bone harus segera pulang ke kerajaan. Ia pun
pamit kepada sang putri.
Pangeran : Baik putri, aku akan pulang. Kau juga harus menjaga dirimu.
Babak VII
Raja Bone : Wahai anakku, mengapa engkau bermuram durja. Ada apakah
gerangan?
Raja Bone : Begitu rupanya anakku, siapa gerangan putri itu anakku?
Engkau harus ingat, bahwa engkau telah ditunangkan dengan
putri yang berasal dari negeri seberang.
Pangeran : Baiklah ayahanda, ananda akan selalu ingat akan hal itu.
Dibalik itu semua, pangeran tidak tahu bahwa sebenarnya Putri Wajo adalah Putri
Tadampalik yang dibuang ayahnya karena penyakit kulitnya.
Babak VIII
Karena melihat putra tunggalnya yang terus bermuram durja, akhirnya Ratu Bone
memutuskan menyuruh Sang Pangeran untuk meminang Putri Wajo. Putri Wajo yang tak
lain adalah Putri Tadampalik menyambut kedatangan sang pangeran dengan gembira.
Pangeran : Wahai Putri Wajo yang cantik jelita, maukah engkau menjadi
pendampingku?
Putri Tadampalik : Aku mau menerimamu sebagai suamiku, tetapi aku harus
meminta izin kepada ayahku terlebih dahulu sebelum aku
menerimamu.
Putri Tadampalik : Ayahanda, Ibunda aku pulang. (sambil memeluk ayah dan
ibunya)
Putri Tadampalik : Ya ayahanda, ini berkat kerbau bule yang telah menjilati
penyakit di kulitku sehingga aku dapat kembali seperti
sediakala.
Demikianlah asal mula orang Sulawesi Selatan tidak boleh menyembelih kerbau
bule.