Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Thyfus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. penyebab
penyakit ini adalah salmonella typosa, basil geram negatif yang bergerak dengan
bulu getar, tidak berspora . mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen O
(somatic, terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi.
Dalam serum pasie terdapat zat anti (aglutinin) terdapat tiga macam antigen
tersebut. (Ngastiyah 2002)
Insiden demam typoid bervariasi disetiap daerah dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan, di daerah Rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000
penduduk sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.
Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih
yang belum memadai serta sanitasi lingkunggan dengan pembuanggan sampah
yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkunggan. (Ari W.Sudoyo 2007)
Di Indonesia, thyfus abdominalis terdapat dalam keadaan edemic. Pasien
anak yang ditemukan berumur diatas satu tahun sebagian besar pasien
yang di rawat dibagian ilmu kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta berumur
di atas 5 tahun.
Data yang didapat dari Rekam Medik Rumah Sakit Kota Mataram Lombok
Barat. Prevalensi penderita Tifus Abdominalis dalam 8 bulan terakhir tahun
2010, dengan perincian berdasarkan jenis kelamin didapatkan kasus terbanyak
adalah sebagai berikut pada bulan Maret jumlah penderita sebanyak 10 penderita
dengan perincian, 3 laki-laki, 7 perempuan. Pada bulan April jumlah penderita
sebanyak 34 dengan perincian, 22 laki-laki, 12 perempuan. Pada bulan Mei
jumlah penderita sebanyak 19 dengan perincian, 7 laki-laki, 12 perempuan.
Pada bulan Juni jumlah penderita sebanyak 8 dengan perincian, 5 laki-laki, 3
perempuaan. Pada bulan Juli jumlah penderita sebanyak 5 dengan perincian,
3 laki laki, 2 perempuan. Pada bulan Agustus jumlah penderita sebanyak 1
dengan jenis kelamin perempuan. Pada bulan September jumlah penderita
sebanyak 12 dengan perincian, 4 laki- laki, 8 perempuan. Pada bulan Oktober
jumlah penderita sebanyak 28 dengan perincian, 19 laki laki, 9 perempuan.
Dari data di atas jumlah penderita yang paling banyak adalah pada bulan
April 2010 dengan presentasi penderita sebanyak 30,38 %. Hal ini dapat di
sebabkan oleh berbagai faktor salah satunya perantaraan makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi. singkatnya kuman ini terdapat dalam tinja, kemih atau
darah masa ingkubasinya sekitar 10 hari.( Dr.Jan Tambayong,2002 )
Untuk itu untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
hidup sehat melalui penyuluhan kepada keluarga tentang penting hidup sehat,
peningkatan pelayanan kesehatan, dan biaya pengobatan yang lebih relative murah
perlu kita perhatikan untuk menurunkan angka morbilitas penyakit Tifus
Abdominalis. selain itu,penanganan yang tepat sangat di perlukan yaitu, dengan
cara tirah baring total selama demam sampai dengan dua minggu normal kembali,
makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas,
obat yang digunakan adalah kloramfenikol 100 mg. (Arif Mansjoer, 2000).
Pada laporan ini akan di bahas tentang asuhan keperawatan pada pasien
Thypoid Abdominalis.

1.2 Batasan Topik


1. Jelaskan konsep dasar Thypoid Abdominalis!
2. Bagaimana anatomi fisiologi Thypoid Abdominalis?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit Thypoid Abdominalis?
4. Bagaimana prinsip etika penatalaksanaan Thypoid Abdominalis?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Thypoid Abdominalis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penyusun dapat menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
diagnosa medis Thyfus Abdominalis melalui pendekatan proses keperawatan
sesuai standar keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah menyusun Laporan ini, kelompok diharapkan mampu:
a) Menjelaskan konsep dasar penyakit Thyfus Abdominalis mulai dari
pengertian, penyebab, pathofisiologi/pathways, tanda dan gejala,
pemeriksaan penunjang , penatalaksanaan dan komplikasi.
b) Melakukan pengkajian pada klien dengan diagnose medis Thyfus
Abdominalis.
c) Merumuskan diagnose keperawatan pada klien dengan diagnose medis
Thyfus Abdominalis
d) Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan diagnose medis
Thyfus Abdominalis
e) Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose medis
Thyfus Abdominalis
f) Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan diagnose medis
Thyfus Abdominalis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR THYPOID ABDOMINALIS


2.1.1 Pengertian
Thyfus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan
pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. (Arif Mansjoer,2000)
Thyfus Abdominalis merupakan penyakit infeksi bakteri yang hebat
yang diawali di selaput lendir usus dan jika tidak segera diobati secara
progresif dapat menyerbu jaringan diseluruh tubuh. (Jan Tambayong, 2002).
Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi Akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (
Nursalam, 2005 ).
Thyfus Abdominalis (demam typoid, enteric fever) ialah, penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan
gangguan kesadaran. (Ngastiyah , 2002)

2.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah salmonella typhosa yang mempunyai
ciri- ciri sebagai berikut :
a. Basil garam negatif yang begerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
b. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu, antigen O
(somatiik yang terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),
dan antigen Vi dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin) terhadap
ketiga macam antigen tersebut.(Nursalam dkk, 2005).
c. Selain itu penyakit tipus abdomnalis juga bias didukung oleh faktor-faktor
antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang
relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai. Keluarga
dengan hygiene sanitasi yang rendah, pemasalahan pada identifikasi dan
pelaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti,
pebogenesis dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya
serta belum tersedianya vaksin yang efektif, aman dan murah (Panyakit
dalam Soegeng Soegijanto, 2002).

Salmonella Thyposa

2.1.3 Manifestasi Klinis Thypoid Abdominalis


Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-
gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat,
dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi
hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini di temukan keluhan
dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut,batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan
fisik hanya didapatkan suhu badan menigkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu
kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif
(bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 10c tidak diikuti peningkatan
denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan
ujung merah serta teremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somolen stupor, koma, delerium, atau psikosis.
Roseolae jarang di temukan pada orang Indonesia. (Ngastiyah,2005).
Gambaran klinik thypoid abdominalis

2.1.4 Komplikasi
1) Komplikasi Intra Intestine
a) Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi
melena dapat disertai nyeri perut dengan tanda- tanda renjatan.
b) Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai
peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritonium, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di
antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang di buat
dalam keadaan tegak
c) Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut
yang hebat, dinding abdomen tegang.
2) Komplikasi Extra Intestine
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu
meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain- lain. Terjadi karena infeksi
skunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah, 2005).

2.1.5 Prognosis
Umumnya prognosis typhus abdominalis pada adalah baik, asal klien
cepat berobat. Mortalitas pada klien yang dirawat adalah 6%. Prognosis
menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti:
a) Demam tinggi (hipertireksia) atau febris continue
b) Kesadaran sangat menurun
c) Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis,
perforasi.

2.1.6 Stadium Febris Thypoid Abdominalis


1) Minggu pertama, disebut stadium incremasi, yaitu masa menaiknya suhu
badan. Pada minggu ini keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi
akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, obstipasi/diare,
perasaan tidak enak pada perut, batuk dan kadang-kadang epistaksis.
Pada akhir minggu pertama biasa timbul bintik-bintik merah sebesar
jarum pentul, bila ditekan hilang. Biasanya timbul pada dada bagian
bawah, daerah abdomen bagian atas dan menjalar kedaerah perut, bintik
merah ini disebut Roseola atau rosesport, bintik ini belum diketahui
jelas sebabnya dan biasanya roseola di Indonesia jarang ditemukan.
2) Minggu kedua disebut stadium acme yaitu masa memuncaknya
penyakit atau panas menetap yang disebut febris kontinue. Pada stadium
ini suhu berkisar antara 4041C. Gejala lainnya seperti nadi relatif
bradikardi, lidah yang khas kotor ditengah-tengah, tepi dan ujung merah,
lidah bila dikeluarkan tremor. Timbul hepatomigali, splenomegali dan
meteorismus. Gangguan kesadaran yaitu klien gelisah, apatis, somnolen,
delirium atau psikose, stupor, koma.
3) Minggu ketiga disebut stadium impihibov atau disebut masa sangsi.
Biasanya terjadi penurunan suhu yang krisis dan terjadi kenaikan nadi,
bila ditemukan gejala ini harus hati-hati menandakan adanya timbul
komplikasi seperti perdarahan.
4) Minggu ke empat disebut stadium deternasi yaitu masa penurunan panas
suhu berangsur-angsur turun, nafsu makan mulai ada, badan merasa
enak. Pada akhir minggu ke empat, yang disebut rekofalesent yaitu yang
disebut masa penyembuhan. Pada minggu ini keadaan umum pasien baik,
badan sudah segar dan kuat, nafsu makan baik.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di
temukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
skunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah darah pada demam
tifoid dapat meningkat.
b. Uji Widal
Uji widal di lakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S
typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
S typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang
digunakanpada uji widal adalah suspensi Salmonelle yang sudah
dimatikan dan di olah di laboratorium.
Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:
1) Aglutinin O ( dari tubuh kuman )
2) Aglutinin H ( flagela kuman )
3) Aglutinin Vi ( simpai kuman )
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin
besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase
akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H.
Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap di jumpai setelah
4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menetukan kesembuhan penyakit.
c. Kultur darah
Hasil biakan darah yang positf memastikan demam tifoid, akan
tertapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan
kultur darah telah mendapatkan antibiotik, pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
2) Volume darah yang kurang (kurang lebih 5cc darah). Bila darah yang
di biak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang di ambil
sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan kedalam media cair
empedu.
3) Riwayat vaksinal. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan anti bodi
dalam darah pasien. Anti bodi (aglutinin) ini dapat menekan
bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. (Aru W.Sudoyo
dkk,2007)

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI THYPOID ABDOMINALIS


1. ANATOMI SISTEM PENCERNAAN

Gambar anatomi sistem pencernaan

Organ yang termasuk saluran pencernaan antara lain: (Syaifudin, 2006)


1) Oris (Mulut)
Mulut adalah permulaan dari saluran pencernaan yang terdiri dari dua
bagian yaitu bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi,
gigi, bibir dan pipi di bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya
oleh tulang maxilaris, palatum dan mandibularis dibagian belakang
bersambung dengan fharing. Atap mulut di bentuk oleh palatum yang terdiri
atas dua bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas
tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maxilaris dan lebih ke
belakang terdiri dari dua tulang palatum. Palatum mole (palatum lunak)
terletak dibagian belakang yang merupakan lipatan mengngantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir. Sedangkan
lidah terletak di lantainya dan terikat pada tulang hioid, di garis tengah
sebuah lipatan memberan mukosa atau (prenulum linguas) menyambung
lidah dengan lantai mulut.
2) Fharing (Tenggorokan)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan. Di dalam lengkungan fharing terdapat tonsil, yaitu kalenjar
limfe yang banyak mengandung limposit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Faring terletak di belakang hidung, mulut, dan laring.
Fharing merupakan saluran berbentuk kerucut dan bahan memberan
berotot (muskulo memberanosa) dengan bagian terlebar di sebelah atas dan
berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebrata servikal ke IV, yaitu
ketinggian tulang rawan krekoid, tempat fharing bersambung dengan
esofagus. Panjang fharing kira-kira 7 cm di bagi atas tiga bagian yaitu
nasofharing bermuara pada tuba yang menghubungkan tekak dengan
gendang telinga. Pada bagian media di sebut dengan orofaring, bagian ini
terbatas sampai di akar lidah, sedangkan di bagian anterior di sebut dengan
laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
3) Esophagus (Kerongkongan)
Merupakan saluran yang menghubungkan antara tekak dengan
lambung, panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak
di bawah lambung. lapisan dinding dari dalam keluar adalah lapisan Selaput
lendir, lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkular dan lapisan otot
memanjang longitudinal.
Eshopagus terletak dibelakang trakhea dan didepan tulang punggung
setelah mulalui thoraks menembus diafragma masuk kedalam abdomen
menyambung dengan lambung.
4) Gaster (Lambung)
Merupakan bagian saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama didaerah epigastrik lambung terletak terutama di daerah epigastrik
dan sebagian disebelah kiri daerah hopokondria dan umbilical. lambung
terdiri dari bagian atas yaitu fundus ventrikuli bagian yang menonjol keatas
terletak disebelah kiri osteom kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurpatura minor, susunan lapisan lambung dari dalam keluar terdiri dari
lapisan selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan
otot panjang, lapisan jaringan ikat atau serosa.
5) Intestinum Minor (Usus Halus)
Usus halus adalah tabung yang panjangnya + 2,5 m usus alus
memanjang dari lambung sampai katup iliokolika tempat tersambungnya
dengan usus besar. Usus halus terletak didaerah umbilicus dan dikelilingi
oleh usus dalam beberapa bagian, yaitu:
Duodenum merupakan bagian pertama usus halus yang panjangnya 25
cm berbentuk sepatu kuda dan kepalanya megelilingi kepala pankreas
saluran empedu dan saluran pankreas masuk kedalam duodenum pada suatu
lubang yang disebut ampula hepatopangkeratika atau ampula fateri.
Jejenum menempati dua perlima sebelah atas dari usus alus dengan
panjang + 2,3 m dari ilium.
Ilium dan jejenum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas, di kenal sebagai
misentrium. Dinding usus halus terdiri atas empat lapisan yang sama dengan
lambung, dinding luar adalah membran serosa, yaitu peritonium yang
membalut usus dengan erat. Dinding lapisan berotot terdiri atas dua lapisan
serabut longitudinal dan di bawahnya ada lapisan tebal teridiri atas serabut
sirkuler. Fungsi usus halus adalah menerima zat-zat makanan yang sudah di
cerna untuk di serap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran limfe.
6) Intestinum Mayor (Usus Besar)
Panjangnya 1,5 meter yang merupakan sambungan dari usus halus,
mulai dari katub ilokolik atau ileosekal yaitu tempat yang di lewati oleh sisa
makanan. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat
tinggal dari bakteri coli dan sebagai tempat feces. Lapisan usus besar terdiri
dari empat lapisan dari dalam keluar, yaitu selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang dan jaringan ikat.
7) Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar. Orang dewasa dan anak yang
lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda buang air besar.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani)
menjaga agar anus tetap tertutup.

2. FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN


Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai
berikut :
1) Menerima makanan
2) Memecah makanan menjadi zat-zat gizi (suatu proses yang disebut
pencernaan)
3) Menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
4) Membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh
Jumlah makanan yang dicerna seseorang dan jenisnya adalah
tergantung dari kemauan ddan seleranya. Mekanisme ini ada dalam tubuh
seseorang dan merupakan sistem pengaturan yang otomatis.
Makanan masuk melalui mulut kemudian dikunyah oleh gigi, gigi
anterior (insisivus) menyediakan kerja memotong yang kuat dan gigi posterior
(molar), kerja menggiling. Semua otot rahang yang bekerja dengan bersama-
sama dapat mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar 55 pound pada insisivus
dan 200 pound pada molar.
Setelah itu makanan ditelan, menelan merupakan mekanisme yang
kompleks, terutama faring yang hampir setiap saat melakukan fungsi lain
disamping menelan makanan dan hanya diubah dalam beberapa detik dalam
traktus untuk mendorong makanan.
Esophagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring
kelmbung dan gerakannya diatur secara khusus untuk melakukan fungsi
tersebut.
Fungsi lambung ada tiga, yaitu penyimpanan sejumlah besar makanan
sampai makanan dapat diproses didalam duodenum, pencampuran makan ini
dengan sekresi setengan cair yang disebut dengan kimus. Pengosongan
makanan dengan lamat dari lambung ke usus halus pada kecepatan yang sesuai
untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus.
Makan akan digerakkan dengan melakukan gerakan pristaltik. Pristaltik
usus yang normal adalah 12 kali per menit. Makanan kemudian akan didorong
ke usus besar dan akan diabsorpsi baik air, elektrolit, dan penimbunan bahan
feces di rektum sampai dapat dikeluarkan melalui anus melalui proses defekasi.

2.3 PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella masuk bersama makanan/minuman yang
terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan
limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah
menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe
masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES)
terutama hati dan limpa.
Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak
difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali
masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian
kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya
kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi usus.
Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin
ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat
termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut
monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem,
instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh
makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang
dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama
dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan
organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang
hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding
ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal.
Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. (Arif Mansjoer, 2001).

2.4 PRINSIP ETIKA PENATALAKSANAAN THYPOID ABDOMINALIS


a) Perawatan
1. Klien tirah baring absolut sampai minimal 7 hari sampai demam tulang atau
kurang lebih 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan/perforasi usus.
2. Mobilisasi klien dilakukan secara bertahap bila tidak ada panas, sesuai
dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan (sesuai kekuatan
klien).
3. Posisi tubuh klien harus diubah-ubah tiap 2 jam untuk menghindari
terjadinya dekubitus, komplikasi pneumia hipostatik.
b) Diet
1. Diet yang sesuai, cukup kalori, tinggi protein, cukup cairan,tidak boleh
mengandung banyak serat, dan tidak merangsang maupun menimbulakan
gas.
2. Makanan diberikan secara bertahap disesuaikan dengan penyakitnya (mula-
mula cair, saring, lunak, makanan biasa). Pada penderita yang akut dapat
diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
c) Obat-obatan
Pengobatan antibiotika pada penderita Typhus andominalis akan
memperpendek perjalanan penyakit, mengurangi komplikasi dan mengurangi
angka kematian kasus. Obat-obat simtomatik sebenarnya tidak perlu diberikan
secara rutin pada setiap pasien karena tidak banyak berguna (sesuai dengan
penyakit) misalnya:
1) Antipiretik
2) Kortikosteroid (diberikan pada pasien yang toksik)
3) Suportif (vitamin-vitamin)
4) Penenang (diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikatri).
Sedangkan obat-obatan antimikrobia yang sering diberikan antara lain:
1) Klorampenikol
Dengan klorampenikol, demam turun rata-rata setelah lima hari. Dosis untuk
orang dewasa 4 kali 500mg/hari secara oral sampai 7 hari bebas demam.
2) Tiampenikol
Dosis dan efektifitas tiampenikol pada penderita Typhus abdominalis sama
dengan klorampenikol. Demam rata-rata turun setelah 5-6 hari.
3) Kotrimoxazol (kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol)
Efektifitas kotrimoxazol kurang lebih sama dengan klorampenikol. Demam
turun rata-rata setelah 5-6 hari. Dosis dewasa 2 kali 2 tablet sampai 7 hari
bebas demam. Setiap tabletnya mengandung 80 mg Trimetoprim dan 400
mg Sulfametoksazol.

4) Amoxicilin dan ampicillin


Dalam kemampuannya untuk menurunkan demam, efektifitasnya lebih kecil
dibandingkan dengan klorampenikol. Digunakan sampai 7 hari bebas
demam, denagn ampicilin dan amoxicillin demam turun rata-rata setelah 7-
9 hari.
5) Sefalosporin generasi ketiga
Sefalosporin generasi ketiga antara lain Sefaperozon, Seftriakson, dan
Sefotaksim. Dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti.
6) Fluorokinolon
Dosis dan lam pemberian belum diketahui dengan pasti.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus Pemicu
Nn. MW MRS dengan keluhan panas tinggi naik turun, susah makan dan
nyeri tenggorokan. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan S=38,5C, N=84x/menit,
TD=120/80 mmHg, RR=32x/menit, adanya nyeri tekan perut sebelah kanan
bawah, lidah kotor dan di dapatkan dari pemeriksaan darah lengkap diperoleh
widal 1/200.

3.1 Pengkajian
LEMBAR PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal MRS : 26 Maret 2012 Jam Masuk : 09.30 WIB


Tanggal Pengkajian: 26 Maret 2012 No. RM : 138414
Jam Pengkajian : 10.00 WIB

IDENTITAS
Identitas anak Identitas Penanggung jawab
Nama : Nn. MW Nama : Ny. R
Umur : 20th Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Probolinggo
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Hubungan dengan klien : Ibu
Alamat : Probolinggo
Sumber informasi : Klien dan keluarga

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan Utama :
Klien mengeluh panas
2. Riwayat Penyakit Saat ini :
Klien mengatakan mengalami panas tinggi naik turun sejak 5 hari yang lalu.
Panas turun pada pagi hari dan meningkat saat sore dan malam hari. Kemudian
klien beli obat di apotek terdekat. Setelah dua hari pasien masih demam disertai
nyeri tenggorokan, sakit perut, mual muntah setiap kali makan dan tidak nafsu
makan. Kemudian oleh ibunya klien langsung di bawa ke UGD RSNU kamis, 29
Maret 2012 jam 09.30 WIB.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya. Penyakit yang pernah dialami klien adalah sakit biasa seperti batuk,
pilek dan demam. Biasanya hanya di belikan obat dari apotek dan sembuh. Klien
tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang pernah
menderita penyakit seperti yang dialami Klien.

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda tanda vital
Masalah Keperawatan :
Keadaan Umum :
- Gg. Keseimbangan suhu tubuh
1) Klien tampak lemah, bibir kering dan pecah-pecah. (hiperthermi)
2) Klien tampak berkeringat banyak. - Pola napas tidak efektif

Tanda Vital : S : 38,5C ; N : 84 x/menit ; T : 120/80 mmHg ; RR :32 x/menit


Kesadaran : Apatis (E=3 V=5 M=5)
2. Sistem Pernafasan B1
a. Keluhan :
Sesak (+) Nyeri waktu nafas (-) Masalah Keperawatan :
b. Batuk : Pola napas tidak efektif

Produktif (-) Nonproduktif(-)


c. Irama nafas : tidak teratur
d. Suara nafas : Vesikuler
e. Alat bantu napas : tidak ada
Lain-lain : -
3. Sistem Kardio vaskuler B2
a. Keluhan nyeri dada : tidak
Masalah Keperawatan : tidak ada
b. Irama jantung : reguler
c. S1/S2 tunggal : ya
d. Suara jantung : normal
e. CRT : 2 detik
f. Akral : panas
g. JVP : normal
Lain-lain : -

4. Sistem Persyarafan B3
a. GCS : apatis (E=3 V=5 M=5)
b. Keluhan pusing : ya Masalah Keperawatan :
c. Pupil : Isokor Resiko cidera

d. Sclera/Konjunctiva : normal
e. Gangguan pandangan : tidak
f. Gangguan pendengaran : tidak
g. Gangguan penciuman : tidak

5. Sistem perkemihan B4
a. Kebersihan : Bersih
b. Produksi urine : 1500ml/hari
c. Kandung kemih : Masalah Keperawatan : tidak
Membesar : tidak ada

Nyeri tekan : tidak


d. Intake cairan oral : 1500cc/hari
e. Alat bantu kateter : tidak
Lain-lain : -

6. Sistem pencernaan B5
a. Lidah : kotor
Masalah Keperawatan :
b. Mukosa : kering - Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
c. Tenggorokan tubuh
- Gg. Rasa nyaman nyeri
Sakit menelan (-)
Pembesaran tonsil (-)
d. Abdomen : nyeri (+)
e. Peristaltik : 29 x/menit
f. BAB : 3x/hari, Konsistensi cair
g. Diet : cair
h. Nafsu makan : menurun Frekuensi: 2x/hari
i. Porsi makan : habis porsi
Lain-lain: -

7. Sistem muskuloskeletal dan integumen B6


a. Pergerakan sendi : bebas
Masalah Keperawatan :
b. Kekuatan otot 4 4
Intoleransi aktifitas
4 4
c. Kelainan ekstremitas : tidak
d. Kelainan tulang belakang : tidak
e. Fraktur : tidak
f. Traksi/spalk/gips : tidak
g. Kulit : warna sawo matang
h. Turgor : buruk
Lain-lain: -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Parameter Hasil/satuan Nilai normal Interpretasi
Hemoglobin 13,8 g/dl 12-14 Normal
Leukosit 11.100/l 4000 11.000 Tinggi
Diff count
- Limfosit - 46 % - 20-40 - Tinggi
- Monosit - 7% - 2-8 - Normal
Trombosit 179.000/ l 150.000 400.000 Normal
2. Uji Widal
a. Widal O = 1/200
b. Widal H = 1/160

ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds : Bakteremia Gg. Keseimbangan suhu
- Klien mengatakan tubuh (Hiperthermi)
badannya terasa panas. Kuman mengeluarkan
endotoxin
Do :
Keadaan umum : Merangsang sintesa dan
Bibir tampak kering dan pelepasan zat pirogen
pecah-pecah, klien oleh leukosit
tampak berkeringat
banyak. Menstimulasi pusat
TTV : termoregulator
S :38,5 0C
Pemeriksaan fisik : Peningkatan suhu tubuh
Akral panas
Pemeriksaan darah rutin: Gg. Keseimbangan suhu
Leukosit 11.100/l tubuh (Hiperthermi)
Limfosit 46 %
Uji widal
Widal O = 1/200
Widal H = 1/160
Ds : Akumulasi sel tifoid di Perubahan nutrisi
- Klien mengatakan mual ileum terminal sbg tempat kurang dari kebutuhan
dan muntah setiap kali infeksi utama tubuh
makan
- Klien mengatakan tidak HCl meningkat
nafsu makan
Mual, muntah
Do :
Keadaan umum Anoreksia
Klien tampak lemah
Pemeriksaan fisik Perubahan nutrisi kurang
Lidah kotor dari kebutuhan tubuh
Hanya mampu
menghabiskan porsi
makan
Pola makan 2x sehari
BB turun dari 50 kg
menjadi 47 kg

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gg. Keseimbangan suhu tubuh (hiperthermi) b.d proses peradangan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah.
3.3 Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Hari/tgl No.diagnosa Intervensi Rasional Jam/ Implementasi Evaluasi TTD
tgl
Senin, 26 Diagnosa 1 1. Berikan penjelasan 1. Agar klien dan 1. Memberikan S : Klien mengatakan
Maret Tujuan : kepada klien dan keluarga penjelasan kepada badannya masih
2012 Dalam waktu 1x8 jam keluarga tentang mengetahui sebab klien dan keluarga panas
suhu tubuh dalam batas peningkatan suhu dari peningkatan tentang O:
normal tubuh. suhu dan peningkatan suhu - Suhu aksila
2. Lakukan kompres membantu tubuh. 37,8oC
Criteria hasil : hangat. mengurangi 2. Lakukan kompres - Klien minum 8
1. Klien mengatakan 3. Beri minum yang kecemasan yang hangat. gelas/hari
badan sudah tidak banyak 2500cc/hari. timbul. 3. Memberikan - Bibir klien
panas lagi 4. Anjurkan klien untuk 2. Membantu paracetamol dan masih tampak
2. Suhu aksila 36,5- memakai pakaian menurunkan suhu ceftriaxone 400 kering dan
37,5oC tipis dan menyerap tubuh. Mg pecah-pecah
3. Klien minum keringat. 3. Peningkatan suhu 4. Menganjurkan - Akral masih
minimal 8 5. Observasi suhu tiap 4 tubuh klien untuk teraba panas
gelas/hari jam sekali. mengakibatkan memakai pakaian A : Masalah teratasi
6. Kolaborasi : berikan penguapan tubuh tipis dan sebagian
paracetamol kalau meningkat sehingga
4. Bibir klien tidak perlu dan ceftriaxone perlu diimbangi menyerap P : Lanjutkan
kering lagi dan tidak 400 Mg pada jam dengan asupan keringat. intervensi no. 3, 4, 5,
pecah 10.30, 18.30, 02.30 cairan yang banyak. 5. Memberi minum 6
5. Akral hangat 4. Pakaian yang tipis yang banyak
akan lebih mudah 2500cc/hari.
untuk menyerap 6. Observasi suhu
keringat, tiap 4 jam sekali.
menghilangkan
hambatan
pengeluaran panas
lewat udara.
5. Tanda-tanda vital
merupakan acuan
untuk mengetahui
keadaan umum
pasien.
6. Antipiretik
berfungsi langsung
ke hipotalamus
untuk menurunkan
panas dan
antibiotik dapat
menghambat
proses infeksi

Senin, 26 Diagnosa 2 1. Jelaskan pada klien 1. Meningkatkan 1. Menjelaskan pada S : Klien mengatakan
Maret Tujuan : dan keluarga pengetahuan klien klien dan keluarga nafsu makan
2012 Dalam waktu 3x24 jam tentang manfaat tentang nutrisi tentang manfaat meningkat dan tidak
mampu makanan/nutrisi. sehingga motivasi makanan/nutrisi. mual lagi
mempertahankan 2. Kaji pola dan nafsu untuk makan 2. Mengkaji pola dan O :
kebutuhan nutrisi makan klien meningkat. nafsu makan klien - Klien
adekuat. 3. Anjurkan klien 2. Mengetahui pola 3. Menganjurkan menghabiskan
untuk dan kebiasaan klien untuk porsi makan
Criteria hasil : menghabiskan 1 makan klien dapat menghabiskan 1 yang di
Klien mengatakan porsi makanan menentukan porsi makanan sediakan
nafsu makan dengan cara di intervensi dengan cara di - Klien tidak
meningkat dan makan sedikit- selanjutnya makan sedikit- tampak lemah
tidak mual sedikit dan diberi 3. Menghindari sedikit dan diberi - BB 49,5 kg
jeda. refluks makanan. jeda. A : Masalah teratasi
Mampu 4. Anjurkan klien 4. Memberi rasa 4. Menganjurkan P : Hentikan
menghabiskan untuk melakukan segar dan klien untuk intervensi
porsi makan yang di perawatan mulut bertujuan untuk melakukan
sediakan sebelum dan menjaga perawatan mulut
Tidak tampak sesudah makan kebersihan sebelum dan
lemah 5. Dorong tirah baring sehingga timbul sesudah makan
BB meningkat dan atau keinginan untuk 5. Mendorong tirah
pembatasan makan baring dan atau
aktivitas selama fase 5. Menurunkan pembatasan
sakit akut kebutuhan aktivitas selama
6. Kolaborasi : Beri metabolik untuk fase sakit akut
nutrisi sesuai diit mencegah 6. Memberi nutrisi
bubur saring + tinggi penurunan kalori sesuai diit bubur
kalori tinggi protein. dan simpanan saring + tinggi
7. Kolaborasi : Berikan energi. kalori tinggi
antasida 3x1 dan vit. 6. Meningkatkan protein.
B komplek 3x1. asupan nutrisi dan 7. Memberikan
mencegah antasida 3x1 dan
perforasi usus vit. B komplek 3x1.
7. Antasida
mengurangi rasa
mual dan muntah.
Vit. B komplek
memenuhi
kebutuhan
vitamin dan
meningkatkan
nafsu makan
BAB IV
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif
Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Bakteri
tersebut terdapat pada air atau makanan yang terkontaminasi oleh manusia pembawa
bakteri tersebut. Bakteri tersebut menyebar pada manusia sekitarnya.
Setelah melalui asam lambung, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap
oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah
bakteriemi II.
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal
(patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas,
instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll.
Imunulogi humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi
mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM
dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi
untuk membunuh Salmonalla intraseluler
DAFTAR PUSTAKA
Ali Zaidin (2002), Dasar-dasar keperawatan professional, Widia Medika. Jakarta.
Aru .W. Sudoyo (2007), Ilmu Penyakit Dalam, Departemen, Jakarta
Diagnosa (2007). Nanda (NIC & NOC). EGC: Jakarta
Isti Handayaningsih (2009). Dokumentasi Keperawatan DAR Sari Buku Keperawatan.
Jogjakarta
Mansjoer Arif (2002) Kapita Selekta Kedokteran, Media Auskullapius. FK-UI Jakarta.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Noer Sjaifoellah (2004) Ilmu Penyakit Dalam. EGC: Jakarta
Nursalam (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Salemba Media, Surabaya.
Nursalam (2005) Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (Perawat dan Bidan), Salemba
Medika. Jakarta.
Suarli (2009) Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis. Erlangga. Jakarta.
Syaifudin, Drs. H.(2006) Anatomi fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC.Jakarta.
Tambayong, Jan (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai