Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur, sudah sepantasnya dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan rahmat dan ridho-Nya, kepada penulis sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Hukum Bisnis secara berkelompok. Penulis yakin
bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan penulis kekurangan data,
sementara data-data yang ada pada penulis kurang menyinggung teori-teori baru.
Segala saran dan kritik dari manapun datangnya akan penulis terima dengan segala
senang hati demi kesempurnaan makalah ini guna memenuhi harapan sebagai penerus bangsa.

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar...................................................................................................................1
Daftar isi.............................................................................................................................2

BAB I
Pendahuluan.......................................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan......................................................................................5

BAB II
Pembahasan.......................................................................................................................5
A. Asuransi jiwa................................................................................................................5
B. Asuransi kebakaran......................................................................................................10
C. Asuransi laut................................................................................................................12

Penutup............................................................................................................................15
Daftar Pustaka..................................................................................................................16

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik
untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Orang yang
berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang
yang diasuransikan jiwanya.
Jadi setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan
untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka
waktu tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.
Pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan tertanggung.
Penanggung dengan menerima premi memberikan pembayaran, tanpa menyebutkan kepada
orang yang ditunjuk sebagai penikmatnya.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-
undangan dan perusahaan peasuransian. Istilah perasuransian berasal kata asuransi yang
berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang
menimbulkan kerugian. Dalam pengertian perasuransian selalu meliputi dua jenis kegiatan,
yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Perusahaan perasuransian selalu
meliputi perusahaan asuransi dan penunjang asuransi.
Perusahaan asuransi adalah jenis perusahaan yang menjalankan usaha asuransi. Usaha
asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui
pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai
jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti
atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
Pengertian Asuransi bila di tinjau dari segi hukum merupakan asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dimana pihak tertanggung
mengikat diri kepada penanggung, dengan menerima premi-premi Asuransi untuk memberi
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
di harapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita
tertanggung karena suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberi pembayaran atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang di pertanggungkan.
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, dan secara aspek hukum telah
dituangkan dalam Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246, Asuransi adalah suatu
perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan
menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang taktentu.
Selain dalam KUHD pasal 246, juga dalam Undang undang asuransi No. 2 tahun
1992 pasal 1 disebutkan Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
memberikan suatu peristiwa pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Pengertian lain, seperti dari Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum asuransi di
Indonesia memberi pengertian asuransi sebagai berikut : suatu persetujuan dimana pihak yang
menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai

3
pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu
peristiwa yang belum jelas.

Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunyaPrinciples of Insurance menyatakan


bahwa suatu pengalihan risiko (transfer of risk) disebut asuransi.

D.S. Hansell, dalam bukunya Elements of Insurance menyatakan bahwa asuransi selalu
berkaitan dengan risiko (Insurance is to do with risk).

Dalam asuransi konvensional perusahaan asuransi disebut Penanggung, sedangkan


orang yang membeli produk Asuransi disebut Tertanggung atau Pemegang Polis, Tertanggung
membayar sejumlah uang yang disebut premi untuk membeli produk yang disediakan oleh
perusahaan asuransi . Premi asuransi yang dibayarkan oleh Tertanggung menjadi pendapatan
perusahaan Asuransi, dengan kata lain terjadi perpindahan kepemilikan dana premi dari
Tertanggung kepada Perusahaan Asuransi. Bila Tertanggung mengalami risiko sesuai dengan
yang tertuang dalam kontrak asuransi, maka Perusahaan Asuransi harus membayar sejumlah
dana yang disebut Uang Pertanggungan kepada Tertangggung atau yang berhak menerimanya.
Sebaliknya bila sampai akhir masa kontrak Tertanggung tidak mengalami risiko yang
diperjanjikan maka kontrak Asuransi berakhir maka semua hak dan kewajiban kedua belah
pihak berakhir. Dari proses diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi perpindahan risiko financial
yang dalam istilah asuransi disebut dengan transfer of risk dari Tertanggung kepada
Penanggung.
Contoh, ketika seseorang membeli polis asuransi kebakaran untuk rumah tinggal dia
akan membayar uang (premi) yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi, disaat yang sama
perusahaan asuransi akan menanggung risiko finansial bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal
tersebut. Contoh lain dalam asuransi jiwa, ketika seseorang membeli asuransi kematian (term
insuransce) dengan jangka waktu perjanjian 5 (lima) tahun dengan uang pertanggungan 100
juta rupiah, maka dia harus membayar premi yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi
(misal 500 ribu rupiah) per tahun, artinya bila tertanggung meninggal dunia dalam masa
perjanjian diatas, maka ahli waris atau orang yang ditunjuk akan memperoleh uang dari
perusahaan asuransi sebesar 100 juta, namun bila peserta hidup sampai akhir masa perjanjian
maka dia tidak akan memperoleh apapun.
Ditinjau dari sudut syariah, contoh transaksi yang terjadi diatas dapat dikategorikan
sebagai akad tabaduli (pertukaran atau jual beli), namun cacat karena ada unsur gharar
(ketidakjelasan), yaitu tidak jelas kapan pemegang polis akan mendapatkan uang
pertanggungan karena dikaitkan dengan musibah seseorang (bisa tahun pertama, kedua atau
tidak sama sekali karena masih hidup di akhir masa perjanjian). Ketika unsur gharar terjadi
maka terdapat juga unsur maisir (perjudian), karena dari transaksi diatas apabila terjadi klaim,
perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan kepada peserta jauh lebih besar
dibanding dari premi yang diberikan oleh peserta tersebut, juga sebaliknya bila peserta tidak
mengalami risiko yang diperjanjikan, maka dia akan kehilangan semua premi yang telah
dibayarnya.
Banyak masyarakat yang kurang memahai arti dari asuransi. Jasa yang diberikan oleh
perusahaan asuransi adalah berupa proteksi akibat berbagai risiko yang mungkin terjadi. Akan
tetapi sekarang ini dengan semakin berkembangnya produk asuransi serta kerja sama
perusahaan asuransi dengan perusahaan di sektor lain seperti perbankan dan sekuritas, maka
pengertian asuransi menjadi lebih luas bukan hanya sebagai sarana proteksi, tetapi juga sebagai
tempat berinvestasi.

4
B. Perumusan Masalah
Perjanjian Asuransi adalah suatu perjanjian peruntungan. Kalau kejadian sebelumnya
sudah terang akan terjadi atau si mempertanggungkan tidak turut serta berusaha supaya
kejadian itu tidak terjadi atau dengan sengaja berusaha supaya kejadian itu datang, maka bagi
asurator tidak ada kewajiban untuk melakukan kewajibannya.

C. Tujuan Penulisan & Manfaat Makalah


1. Untuk memberi pengertian yang jelas tentang pengertian asuransi kerugian dalam
masyarakat.
2. Untuk mengetahui dan memberi penjelasan tentang unsur-unsur yang terdapat dalam
suatu asuransi.
3. Untuk mengetahui hal-hal mengenai asuransi kerugian yang diatur dalam KUHD

BAB II
PEMBAHASAN

A. ASURANSI JIWA
Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap
jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan
Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2
(dua) jenis asuransi, yaitu:
a. Asuransi Kerugian (loss insurance), dapat diketahul dan rumusan:
Untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung jawab hukuin kepada pihak
ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh terlanggung.
b. Ansuransi Jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial,
dapat diketahui dari rumusan:
Untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan pada
jenis asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 di
persempit hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka urusannya adalah:
Asuransi jiwa adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak
Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang diasuransikan.
Definisi inilah yang akan dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa selanjutnya.
Sebelum berlakunya Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam Ordonantie op
het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941). Menurut ketentuan Pasal 1
ayat (1) huruf Ordonansi tersebut:

5
Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot het doon van geldelijke
uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of den dood van den menschs.
Overeenkomsten van herverzekering daaronder begrepen, met dien verstande, dat
overeenkomsten van ongevallenverzokerinq niet als overeenkomsten van levensverzekerinq
worden berschouwd.
Terjemahannya:
Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah diterimanya
premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang, rensuransi termasuk di
dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk dalam asuransi jiwa.
Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya
undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan tidak
berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan undang-undang ini adalah Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkari
Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi, dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup
dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2 Undang-Undang Tahun 1992.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)


Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302. pasal 308 KUHD.
Jadi hanya 7 (tujuh) pasa. Akan tetapi tidak 1 (satu) pasalpun yang memuat rumusan definisi
asuransi jiwa. Dengan demikian sudah tepat jlka definisi asuransi dalam Pasat 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dijadikan titik totak pembahasan dan ini ada
hubungannya dengan ketentuan Pasal 302 dan Pasal 303 KUHD yang membolehkan orang
mengasuransikan jiwanya.
Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD:
Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk
selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan:
Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau
persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya.
Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang dapat mengasuransikan
jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa
dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang dtetapkan dalam
perjanjian.
Sehubungan dengan uraian pasal-pasal perundang-undangan di atas, Purwosutjipto
memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan definisi:
Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi
dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama
jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung
sebagai akibat langsung dan meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah
lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah
uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai
penikmatnya.
Dalam rumusan definisinya, Purwosutjipto menggunakan istilah penutup (pengambil)
asuransi dan penangung. Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi yang terdapat dalam
Pasal angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan bahwa pihak-
pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan
tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya penutup (pengambil) asuransi dan
penanggung.

6
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa penanggung dengan
menerima premi memberikan pembayaran, tanpa menyebutkan kepada orang yang
ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar l orang yang
ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. Kesannya hanya
untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang berjangka waktu tertentu.

Polis Asuransi Jiwa


Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus diadakan secara tertulis
dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304 KUHD, polis asuransi
jiwa memuat:
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama
sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
a. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting
untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak hari
dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar
premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila jangka waktu
berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah uang santunan
atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa
dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak menerima sejumlah uang
tertentu dan penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung atau karena ahli warisnya,
dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan.
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa tanpa
badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi Jiwa.
Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya dapat
dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu mempunyai nama yang
jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga
yang berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini,
tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.
d. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi.
artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya mulai
tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 00, apabila dalam jangka waktu itu
terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar santunan kepada
tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).

Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat diadakan
asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam
hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya

7
jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan
jumlah dan syarat-syarat asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara
tertanggung dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan
asas keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.

Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi berlangsung.
Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh
tertanggung pada saat diadakan asuransi.

Penanggung, Tertanggung, Penikmat


Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan
tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi
yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung,
maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi
evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau jika
berakhirnya jangka waktu usuransi tanpu terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar
sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi
Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau
matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan badan hukum
milik swasta atau badan hukum milik negara.
Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus
dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party interest
theory), dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat
ini dapat berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya
penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung
yang meninggal itu tidak mungkin dapat menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk
atau ahli waris tertanggunglah sebagai yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi,
bagaimana halnya jika asuransi itu berakhir tanpa terjadi evenemen meninggalnya
tertanggung?. Dalam hal ini tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai penikmat karena
dia sendiri masih hidup dan berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh
penanggung.
Apabila tertanggung bukan penikmat, maka hal ini dapat disamakan dengan asuransi
jiwa untuk kepentingan pihak ketiga. Penikmat selaku pihak ketiga tidak mempunyai kewajiban
membayar premi terhadap penanggung. Asuransi diadakan untuk kepentingannya, tetapi tidak
atas tanggung jawabnya. Apabila tertanggung mengasuransikan jiwanya sendiri, maka
tentanggung sendiri berkedudukan sebagai penikmat yang berkewajiban membayar premi
kepada penanggung. Dalam hal ini tertanggung adalah pihak dalam asuransi dan sekaligus
penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa untuk
kepentingan pihak ketiga (penikmat) harus dicantumkan dalam polis.

Evenemen Dan Santunan


1. Evenemen dalam Asuransi Jiwa
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan keharusan
mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan asuransi kerugian, Pasal
256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan Pencantuman bahaya-bahaya yang
menjadi beban penanggung. Mengapa tidak ada keharusan mencantumkan bahnya yang
menjadi beban penanggung dalam polis asuransi jiwa?. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud
dengan hahaya adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya

8
seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami
kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. lnilah yang
disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya seseorang sebagai salah
satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena evenemen ini hanya 1 (satu),
maka tidak perlu di cantumkan dalam polis. Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang
tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban
penanggung dalam asuransi jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua),
yaitu meninggalnya itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak
terjadi sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban penanggung.
2. Uang Santunan dan Pengembalian
Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat
dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam polis.
Penikmat yang di maksud adalah orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau orang yang
menjadi ahli warisnya sebagai yang berhak menerima dan menikmati santunan sejumlah uang
yang dibayar oleh penanggung. Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa,
yaitu meninggalnya tertanqgung dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi peristiwa
meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi jiwa, berhak
memperoleh pengembalian sejumlah uang dan penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan
berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada
asuransi kerugian apabila asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak
penanggung, sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap
sebagai tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.

ASURANSI JIWA BERAKHIR


1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah
meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara
tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa
meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada
penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung
melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak
meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian
yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi.
Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung
melunasi uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain,
asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.

2. Karena Jangka Waktu Berakhir


Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi
bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa
itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam
perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada
tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata
lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan
pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.

9
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD:
Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah
meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian
tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain
Kata-kata bagian akhir pasal ini kecuali jika diperjanjiknn lain memberi peluang
kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya
asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak
mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi
yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada
pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk
kepentingan pihak ketiga. Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan:
Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka
asuransi jiwa itu gugur.
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto,
penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa ditutup
dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan prestasinya dalam hal ada
peristiwa bunuh diri dan badan tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu
2 (dua) tahun sejak diadakan asuransi. Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih
supel lagi.

4. Karena Asuransi Dibatalkan


Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir.
Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi
sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi
jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka
waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila
pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan),
bagaimana cara penyelesaiannya? Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka
penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis.

B. ASURANSI KEBAKARAN
Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-298 KUHD. Pengaturan ini
sangat sederhana sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan asuransi sekarang.
Karena pengaturanya sangat sederhana, maka perjanjian bebas antara tertanggung dan
penanggung yang dituangkan dalam polis mempunyai fungsi penting dalam praktik asuransi
kebakaran. Hal-hal mengenai asuransi kebakaran yang diatur dalam KUHD akan diuraikan
melalui bahasan-bahasan berikut ini:
1. Polis asuransi kebakaran
2. Objek asuransi kebakaran
3. Evenemen dan ganti rugi kebakaran
4. Janji-janji khusus
Polis asuransi kebakaran selain harus memenuhi syarat-syarat umum pasal 256 KUHD,
harus menyebutkan syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi asuransi kebakaran seperti di
tentukan dalam pasal 287 KUHD. Untuk mengetahuui semua syarat ini serta syarat khusus
yang harus termuat dalam polis asuransi kebakaran berikut ini disajikan isi pasal KUHD
tersebut:

10
a. Hari dan tanggal kapan asuransi kebakaran itu diadakan;
b. Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran untuk diri sendiri atau untuk
kepentigan pihak ketiga;
c. Keterangan yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan terhadap bahaya
kebakaran;
d. Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran;
e. Bahaya-bahaya penyebab kebakaran ditanggung oleh penaggung;
f. Waktu bahaya-bahaya mulai berjalan dan berakhir menjadi tanggungan penaggung;
g. Premi asuransi kebakaran yang dibayar oleh tertanggung;
h. Janji-janji khusus yang diadakan oleh pihak-pihak dan keadaan yang perlu diketahui
oleh dan untuk kepentingan penaggung
i. Letak dan perbatasan benda yang diasuransikan;
j. Harga benda yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran;
k. Letak dan perbatasan gedung;

Benda yang menjadi objek asuransi kebakaran dapat berupa benda tetap seperti
bangunan, rumah, pabrik, dan benda bergerak seperti kendaraan bermotor, kapal, serta benda
bergerak yang terdapat didalam atau sebagai bagian dari benda tetap yang bersangkutan.
Misalnya gedung perkantoran dan benda bergerak kelengkapan kantor, kendaraan bermotor dan
benda bergerak muatan kendaraan tersebut, rumah dan benda bergerak isi rumah tersebut.
rincian benda objek asuransi kebakaran dicantumkan dalam polis, apa yang diasuransikan dan
berapa jumlah asuransinya.
Benda objek asuransi kebakaran dapat ditentukan harganya atau belum ditentukan sama
sekali. Penentuan harga benda objek asuransi kebakaran memang sulit dilaksanakan karna tidak
semua benda itu sudah diketahui harganya, lagi pula dapat berubah harganya selama jangka
waktu berlakunya asuransi kebakaran. Oleh karena itu penetuan harga benda objek asuransi
tidak begitu diisyaratkan atau bukan syarat mutlak walaupun dalam pasal 287 KUHD
dinyatakan sebagai salah satu syarat. Yang penting adalah berapa jumlah asuransinya,
mengingat ketentuan pasal 289 ayat (1) KUHD yang membolehkan pengadaan asuransi dengan
jumlah penuh, dan ini harus tercantum dalam polis.
Bahaya-bahaya penyebab timbulnya kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung
diatur dalam pasal 290 KUHD. Penanggung menerima sebagai tanggung jawabnya semua
kerugian yang ditimbulakan oleh terbakarnya benda asuransi. Pengertian terbakar meliputi
kebakaran biasa bahkan yang lebih luas dari pada itu. Dala pasal 290 KUHD disusun seba-
sebab timbulnya kebakaran sangat luas:
a. Petir, api sendiri, kurang hati-hati, dan kecelakaan lain-lain;
b. Kesalahan atau itikad jahat dari pelayan sendiri, tetangga musuh, perampok dan lain-
lain
c. Sebab-sebab lain, dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun kebakaran itu
terjadi, direncanakan atau tidak, biasa atau luar biasa, dengan tiada kecualinya.
Rumusan pasal 290 KUHD itu sangat luas, sebagai lex specialis dapt menghapuskan
kekuatan berlakunya pasal 249 KUHD. Misalnya, kebakaran sendiri karena cacat pada benda
asuransi yang menurut pasal 249 KUHD, penaggung tidak diwajibkan membayar ganti rugi
namun menurut kententuan pasal 290 KUHD, penaggung berkewajiban membayar ganti
kerugian. Menurut volma, apabila diteliti susunan sebab-sebab yang terdapat dalam pasal 290
KUHD khususnya kata-kata pada bagian akhir pasal tersebut, maka dapat dipahami bahwa
pembentukan undang-undang memang menghendaki sebab-sebab yang sangat luas, tidak hanya
terdapat bahaya dari luar tetapi juga terhadap bahaya dari dalam menjadi tanggung jawab
penanggung.

11
Pada asuransi kebakaran mengenai hak milik berupa gedung, tertanggung dapat minta
diperjanjikan:
a. Kerugian yang timbul pada gedung hak milik supaya diganti; atau
b. Gedung itu supaya dibangun kembali.
c. Gedung itu supaya diperbaiki.

Dalam hal ada janji pembangunan kembali, tertanggung wajib membangunnya


kembali atau memperbaiki gedungnya dengan biaya penanggung. Penanggung berhak
mengawasi agar uang yang diberikannya penanggung itu dalam waktu yang kalau perlu telah
ditentukan oleh hakim benar-benar digunakan untuk membangun gedung yang terbakar itu .
Atas permintaan penanggung, hakim dapat membebani tertanggung untuk memberi jaminan
secukupnya, bilamana ada alasan untuk itu (pasal 288 ayat ayat (3) KUHD ).

C . ASURANSI LAUT
Asuransi laut merupakan salah satu asuransi kerugian yang diatur secara lengkap dalam
KUHD. Berkembangnya asuransi laut karena pelaksanaan pengangkutan atau pelayaran melalui
laut yang penuh dengan ancaman bahaya laut. Asuransi laut diatur dalam:
a. Buku I Bab IX pasal 246-286 KUHD tentang asuransi pada umumnya sejauh tidak
diatur dengan ketentuan khusus.
b. Buku II Bab IX pasal 592-685 tentang asuransi bahaya laut, dan Bab X Pasal 686-695
KUHD tentang asuransi bahaya sungai dan periran pedalaman.
c. Buku II Bab XI Pasal 709-721 KUHD tentang avarai.
d. Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang berakhirnya perikatan dalam perdagangan
laut.
Dalam pengertian asuransi laut tidak terbatas pada lingkungan laut saja, melainkan
meliputi juga linkungan darat dan perairan darat (sungai dan danau). Bahaya-bahaya yang
ditanggung tidak hanya terbatas pada bahaya yang terjadi laut, tetapi juga mengenai bahaya-
bahaya terusan yang dapat terjadi selama berlangsungnya angkutan, misalnya bahaya
kebakaran di pelabuhan. Asuransi laut pada dasarnya meliputi unsur-unsur berikut:
a. Objek asuransi yang diancam bahaya,selalu terdiri dari kapal dan barang muatan.
b. Jenis bahaya yang mengancam benda asuransi, yang bersumber dari alam (badai,
gelombang besar, hujan angin, kabut tebal, dsb) dan yang bersumber dari manusia,
sperti perompakan bajak laut, pemberontakan awak kapal, penahanan, dsb.
c. Bermacam jenis benda asuransi, yaitu tubuh kapal, muatan kapal, alat perlengkapan
kapal, bahan keperluan hidup, biaya angkutan.
Polis asuransi laut laut merupakan akta yang harus ditandatangani oleh penanggung,
dengan demikian berfungsi sebagai bukti telah terjadi perjanjian asuransi laut antara
tertanggung dan penanggung. Asuransi laut di negara-negara maju pada umumnya dibuat di
bursa dengan perantaraan pialang, karena itu polis yang digunakan adalah polis bursa. Menurut
praktik asuransi laut di Indonesia, asuransi laut umumnya dibuat di perusahaan dengan
menggunakan polis perusahaan dengan menggunakan polis perusahaan yang mempunyai
bentuk sendiri-sendiri menurut kehendak perusahaan yang membuatnya.
Menurut ketentuan pasal 593 KUHD, yang dapat menjadi objek asuransi laut adalah
benda-benda berikut ini:
a. Tubuh kapal kosong atau bermuatan, dengan atau tanpa persenjataan, berlayar sendirian
atau bersama-sama dengan kapal lain.
b. Alat perlengkapan kapal.
c. Alat perlengkapan perang.
d. Bahan keperluan hidup bagi kapal.
e. Barang-barang muatan.

12
f. Keuntungan yang diharapkan diperoleh.
g. Biaya angkutan yang akan diterima.
Pada asuransi atas kapal tanpa penjelasan lebih lanjut, harus diartikan sebagai asuransi
kapal kosong (kasko), alat perlengkapan kapal, dan alat perlengkapan perang. Yang dimaksud
dengan kapal kosong adalah kapal tanpa alat perlengkapan, tanpa muatan dan lain lain isi kapal.
Undang-undang tidak mengatur tentang asuransi keselamatan perjalanan kapal, yang bukan
mengenai kasko. Asuransi ini diadakan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan
penanggung, dan terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan umum asuransi dan tidak berlaku
ketentuan-ketentuan asuransi kapal pada khususnya.
Asuransi laut dapat juga diadakan atas barang muatan tetapi kapal yang mengangkutnya
tidak jelas, sedangkan penjelasan lebih lanjut mengenai kapal itu tidak ada. Asuransi laut ini
disebut asuransi In Quovis. Asuransi In Quovis diatur dalam pasal 595 KUHD sebagai berikut:
Apabila tertanggung tidak mengetahui dalam kapal mana barang-barang yang akan
diterimanya itu dimuat, maka penyebutan nama kapal dan nakodanya tidak diharuskan,
asalkan dalam polisnya dinyatakan tentang tidak diketahuinya hal itu oleh tertanggung disertai
tanggal dan nama penanda tanganan surat pengantar yang terakhir. Dengan cara ini
kepentingan tertanggung dapat diasuransikan untuk suatu waktu tertentu.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, barang-barang muatan dapat diasuransikan secara
in quovis, apabila dipenuhi tiga syarat yang dicantumkan dalam polis, yaitu:
a. Tertanggung betul-betul tidak mengetahui kapal yang memuat barang-barangnya.
b. Tanggal dan nama penanda tangan surat pengantar yang terakhir.
c. Kepentingan tertanggung hanya dapat diasuransikan untuk suatu waktu tertentu saja.
Dalam hal terjadi evenemen yang menimpa kapal yang mengangkut barang-barang yang
diasuransikan itu, tertanggung wajib membuktikan bahwa barang-barangnya itu telah dimuat
dalam kapal tersebut dalam waktu yang telah ditentukan (pasal 650 KUHD).
Bahaya-bahaya laut yang digolongkan sebagai evenemen terdiri dari dua golongan, yaitu:
a. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misalnya badai, gelombang besar, hujan
angin, kabut tebal, batu karang, gunung es, dll
b. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari manusia, baik dari awak kapal maupun dari
pihak ketiga, misalnya pemberontakan awak, penahanan dan perampasan oleh penguasa
negara.
Walaupun dalam asuransi kapal dan barang-barang muatan telah diatur saat mulai dan
berakhirnya asuransi laut, pasal 634 KUHD memberikan kebebasan kepada tertanggung dan
penanggung untuk menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu.menurut
ketentuan pasal 634 KUHD, tertanggung dan penanggung bebas memperjanjikan lain dalam
polis tentang saat mulai dan berakhirnya bahaya yang menjadi beban penanggung.
Pasal 643 KUHD mengatur tentang asuransi barang-barang cair yang dapat meleleh,
seperti minyak, anggur, sirup. Apabila terjadi kebocoaran pada tempat penyimpanannya atau
karena gocangan-goncangan sehingga benda itu meleleh atau mengalir ke luar, maka
berkuranglah benda cair itu dan menimbulkan kerugian bagi pemiliknya. Kerugian ini bukan
menjadi beban penanggung apabila diadkan janji khusus dengan klausula bebas dari
kebocoran dan meleleh yang dicantumkan dalam polis. Tetapi jika kebocoran itu terjadi
karena tabrakan, pecah, atau terdamparnya kapal, kerugian ini menjadi beban penanggung.
Pasal 646 KUHD mengatur tentangasuransi barang-barang yang dapat ruak atau busuk.
Apabila asuransi dibuat dengan klausula bebas dari kerusakan , maka penanggung tidak
bertanggung jawab terhadap kerusakan barang-barang apabila barang-barang tersebut sampai
ditempat tujuan dalam keadaan rusak atau busuk. Penanggung juga bebas dari tanggung jawab
apabila barang-barang itu selama dalam perjalanan atau setelah sampai di pelabuhan darurat
dijual karena rusak atau dikhawatirkan akan membusuk, dan akan menulari barang-barang
lainnya. Tetapi kerugian yang ditimbulkan oleh avarai umum misalnya karena barang-barang

13
terpaksa dibuang ke laut, perampasan, kapal tenggelam, menjadi beban penanggung walaupun
asuransi dibuat dengan klausula bebas dari kerusakan.
Menurut ketentuan pasal 647 KUHD, dalam suatu asuransi dengan janji (klausula)
bebas dari molest, penanggung dibebaskan dari kewajiban mengganti kerugian jika barang-
barang yang diasuransikan musnah atau busuk karena kerusakan, perampasan, perampokan di
laut, penahanan atas perintah penguasa, pernyataan perang dan tindakan pembalasan. Asuransi
gugur segera setelah barang-barang yang diasuransikan karena molest tertahan atau
menyimpang dari jurusannya. Meskipun demikian, semua kerugian yang diderita sebelum
terjadi molest tertahan atau menyimpang dari jurusannya. Meskipun demikian, semua kerugian
yang diderita sebelum terjadi molest menjadi tanggungan penanggung.

14
PENUTUP

Asuransi merupakan upaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kemungkinan


timbul kerugian akibat terjadi peristiwa yang tidak pasti dan tidak diinginkan. Melalui
perjanjian asuransi risiko kemungkinan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian yang
mengancam kepentingan tertanggung itu dialihkan kepada perusahaan Asuransi kerugian
selaku penanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung bersedia membayar sejumlah premi yang
telah disepakati. Dengan demikian, tertanggung yang berkepentingan merasa aman dari
ancaman kerugian, sebab jika kerugian itu betul-betul terjadi penanggunglah yang akan
menggantinya.
Tertanggung sebagai pihak mempunyai kepentingan terterntu dalam kegiatan usaha atau
hubungan dengan pihak lain dalam masyarakat. Kepentingan yang dimaksud adalah tanggung
jawab akibat perbuatannya terhadap pihak ketiga, misalnya perbuatan yang merugikan orang
lain atau perbuatan tidak mampu membayar hutang kepada pihak kreditur. Risiko tanggung
jawab terhadap pihak ketiga inilah yang dialihkan kepada penanggung. Dalam bahasa inggris,
tanggung jawab ini disebut third party lialibility. Dalam kenyataannya, bentuk asuransi yang
menanggung kerugian yang timbul dari tanggung jawab tertanggung terhadap pihak ketiga
diperlukan sekali.

15
DAFTAR PUSTAKA

HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 1: Pengetahuan Dasar

Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta.

HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 2: Bentuk-Bentuk

Perusahaan, Djambatan, Jakarta.

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

16

Anda mungkin juga menyukai