Puji syukur, sudah sepantasnya dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan rahmat dan ridho-Nya, kepada penulis sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Hukum Bisnis secara berkelompok. Penulis yakin
bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan penulis kekurangan data,
sementara data-data yang ada pada penulis kurang menyinggung teori-teori baru.
Segala saran dan kritik dari manapun datangnya akan penulis terima dengan segala
senang hati demi kesempurnaan makalah ini guna memenuhi harapan sebagai penerus bangsa.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................................1
Daftar isi.............................................................................................................................2
BAB I
Pendahuluan.......................................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan......................................................................................5
BAB II
Pembahasan.......................................................................................................................5
A. Asuransi jiwa................................................................................................................5
B. Asuransi kebakaran......................................................................................................10
C. Asuransi laut................................................................................................................12
Penutup............................................................................................................................15
Daftar Pustaka..................................................................................................................16
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu
peristiwa yang belum jelas.
D.S. Hansell, dalam bukunya Elements of Insurance menyatakan bahwa asuransi selalu
berkaitan dengan risiko (Insurance is to do with risk).
4
B. Perumusan Masalah
Perjanjian Asuransi adalah suatu perjanjian peruntungan. Kalau kejadian sebelumnya
sudah terang akan terjadi atau si mempertanggungkan tidak turut serta berusaha supaya
kejadian itu tidak terjadi atau dengan sengaja berusaha supaya kejadian itu datang, maka bagi
asurator tidak ada kewajiban untuk melakukan kewajibannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASURANSI JIWA
Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap
jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan
Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2
(dua) jenis asuransi, yaitu:
a. Asuransi Kerugian (loss insurance), dapat diketahul dan rumusan:
Untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung jawab hukuin kepada pihak
ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh terlanggung.
b. Ansuransi Jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial,
dapat diketahui dari rumusan:
Untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan pada
jenis asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 di
persempit hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka urusannya adalah:
Asuransi jiwa adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak
Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang diasuransikan.
Definisi inilah yang akan dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa selanjutnya.
Sebelum berlakunya Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam Ordonantie op
het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941). Menurut ketentuan Pasal 1
ayat (1) huruf Ordonansi tersebut:
5
Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot het doon van geldelijke
uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of den dood van den menschs.
Overeenkomsten van herverzekering daaronder begrepen, met dien verstande, dat
overeenkomsten van ongevallenverzokerinq niet als overeenkomsten van levensverzekerinq
worden berschouwd.
Terjemahannya:
Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah diterimanya
premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang, rensuransi termasuk di
dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk dalam asuransi jiwa.
Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya
undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan tidak
berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan undang-undang ini adalah Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkari
Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi, dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup
dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2 Undang-Undang Tahun 1992.
6
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa penanggung dengan
menerima premi memberikan pembayaran, tanpa menyebutkan kepada orang yang
ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar l orang yang
ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. Kesannya hanya
untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang berjangka waktu tertentu.
Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat diadakan
asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam
hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya
7
jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan
jumlah dan syarat-syarat asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara
tertanggung dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan
asas keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.
Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi berlangsung.
Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh
tertanggung pada saat diadakan asuransi.
8
seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami
kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. lnilah yang
disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya seseorang sebagai salah
satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena evenemen ini hanya 1 (satu),
maka tidak perlu di cantumkan dalam polis. Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang
tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban
penanggung dalam asuransi jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua),
yaitu meninggalnya itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak
terjadi sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban penanggung.
2. Uang Santunan dan Pengembalian
Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat
dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam polis.
Penikmat yang di maksud adalah orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau orang yang
menjadi ahli warisnya sebagai yang berhak menerima dan menikmati santunan sejumlah uang
yang dibayar oleh penanggung. Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa,
yaitu meninggalnya tertanqgung dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi peristiwa
meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi jiwa, berhak
memperoleh pengembalian sejumlah uang dan penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan
berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada
asuransi kerugian apabila asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak
penanggung, sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap
sebagai tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.
9
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD:
Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah
meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian
tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain
Kata-kata bagian akhir pasal ini kecuali jika diperjanjiknn lain memberi peluang
kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya
asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak
mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi
yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada
pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk
kepentingan pihak ketiga. Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan:
Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka
asuransi jiwa itu gugur.
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto,
penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa ditutup
dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan prestasinya dalam hal ada
peristiwa bunuh diri dan badan tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu
2 (dua) tahun sejak diadakan asuransi. Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih
supel lagi.
B. ASURANSI KEBAKARAN
Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-298 KUHD. Pengaturan ini
sangat sederhana sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan asuransi sekarang.
Karena pengaturanya sangat sederhana, maka perjanjian bebas antara tertanggung dan
penanggung yang dituangkan dalam polis mempunyai fungsi penting dalam praktik asuransi
kebakaran. Hal-hal mengenai asuransi kebakaran yang diatur dalam KUHD akan diuraikan
melalui bahasan-bahasan berikut ini:
1. Polis asuransi kebakaran
2. Objek asuransi kebakaran
3. Evenemen dan ganti rugi kebakaran
4. Janji-janji khusus
Polis asuransi kebakaran selain harus memenuhi syarat-syarat umum pasal 256 KUHD,
harus menyebutkan syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi asuransi kebakaran seperti di
tentukan dalam pasal 287 KUHD. Untuk mengetahuui semua syarat ini serta syarat khusus
yang harus termuat dalam polis asuransi kebakaran berikut ini disajikan isi pasal KUHD
tersebut:
10
a. Hari dan tanggal kapan asuransi kebakaran itu diadakan;
b. Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran untuk diri sendiri atau untuk
kepentigan pihak ketiga;
c. Keterangan yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan terhadap bahaya
kebakaran;
d. Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran;
e. Bahaya-bahaya penyebab kebakaran ditanggung oleh penaggung;
f. Waktu bahaya-bahaya mulai berjalan dan berakhir menjadi tanggungan penaggung;
g. Premi asuransi kebakaran yang dibayar oleh tertanggung;
h. Janji-janji khusus yang diadakan oleh pihak-pihak dan keadaan yang perlu diketahui
oleh dan untuk kepentingan penaggung
i. Letak dan perbatasan benda yang diasuransikan;
j. Harga benda yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran;
k. Letak dan perbatasan gedung;
Benda yang menjadi objek asuransi kebakaran dapat berupa benda tetap seperti
bangunan, rumah, pabrik, dan benda bergerak seperti kendaraan bermotor, kapal, serta benda
bergerak yang terdapat didalam atau sebagai bagian dari benda tetap yang bersangkutan.
Misalnya gedung perkantoran dan benda bergerak kelengkapan kantor, kendaraan bermotor dan
benda bergerak muatan kendaraan tersebut, rumah dan benda bergerak isi rumah tersebut.
rincian benda objek asuransi kebakaran dicantumkan dalam polis, apa yang diasuransikan dan
berapa jumlah asuransinya.
Benda objek asuransi kebakaran dapat ditentukan harganya atau belum ditentukan sama
sekali. Penentuan harga benda objek asuransi kebakaran memang sulit dilaksanakan karna tidak
semua benda itu sudah diketahui harganya, lagi pula dapat berubah harganya selama jangka
waktu berlakunya asuransi kebakaran. Oleh karena itu penetuan harga benda objek asuransi
tidak begitu diisyaratkan atau bukan syarat mutlak walaupun dalam pasal 287 KUHD
dinyatakan sebagai salah satu syarat. Yang penting adalah berapa jumlah asuransinya,
mengingat ketentuan pasal 289 ayat (1) KUHD yang membolehkan pengadaan asuransi dengan
jumlah penuh, dan ini harus tercantum dalam polis.
Bahaya-bahaya penyebab timbulnya kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung
diatur dalam pasal 290 KUHD. Penanggung menerima sebagai tanggung jawabnya semua
kerugian yang ditimbulakan oleh terbakarnya benda asuransi. Pengertian terbakar meliputi
kebakaran biasa bahkan yang lebih luas dari pada itu. Dala pasal 290 KUHD disusun seba-
sebab timbulnya kebakaran sangat luas:
a. Petir, api sendiri, kurang hati-hati, dan kecelakaan lain-lain;
b. Kesalahan atau itikad jahat dari pelayan sendiri, tetangga musuh, perampok dan lain-
lain
c. Sebab-sebab lain, dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun kebakaran itu
terjadi, direncanakan atau tidak, biasa atau luar biasa, dengan tiada kecualinya.
Rumusan pasal 290 KUHD itu sangat luas, sebagai lex specialis dapt menghapuskan
kekuatan berlakunya pasal 249 KUHD. Misalnya, kebakaran sendiri karena cacat pada benda
asuransi yang menurut pasal 249 KUHD, penaggung tidak diwajibkan membayar ganti rugi
namun menurut kententuan pasal 290 KUHD, penaggung berkewajiban membayar ganti
kerugian. Menurut volma, apabila diteliti susunan sebab-sebab yang terdapat dalam pasal 290
KUHD khususnya kata-kata pada bagian akhir pasal tersebut, maka dapat dipahami bahwa
pembentukan undang-undang memang menghendaki sebab-sebab yang sangat luas, tidak hanya
terdapat bahaya dari luar tetapi juga terhadap bahaya dari dalam menjadi tanggung jawab
penanggung.
11
Pada asuransi kebakaran mengenai hak milik berupa gedung, tertanggung dapat minta
diperjanjikan:
a. Kerugian yang timbul pada gedung hak milik supaya diganti; atau
b. Gedung itu supaya dibangun kembali.
c. Gedung itu supaya diperbaiki.
C . ASURANSI LAUT
Asuransi laut merupakan salah satu asuransi kerugian yang diatur secara lengkap dalam
KUHD. Berkembangnya asuransi laut karena pelaksanaan pengangkutan atau pelayaran melalui
laut yang penuh dengan ancaman bahaya laut. Asuransi laut diatur dalam:
a. Buku I Bab IX pasal 246-286 KUHD tentang asuransi pada umumnya sejauh tidak
diatur dengan ketentuan khusus.
b. Buku II Bab IX pasal 592-685 tentang asuransi bahaya laut, dan Bab X Pasal 686-695
KUHD tentang asuransi bahaya sungai dan periran pedalaman.
c. Buku II Bab XI Pasal 709-721 KUHD tentang avarai.
d. Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang berakhirnya perikatan dalam perdagangan
laut.
Dalam pengertian asuransi laut tidak terbatas pada lingkungan laut saja, melainkan
meliputi juga linkungan darat dan perairan darat (sungai dan danau). Bahaya-bahaya yang
ditanggung tidak hanya terbatas pada bahaya yang terjadi laut, tetapi juga mengenai bahaya-
bahaya terusan yang dapat terjadi selama berlangsungnya angkutan, misalnya bahaya
kebakaran di pelabuhan. Asuransi laut pada dasarnya meliputi unsur-unsur berikut:
a. Objek asuransi yang diancam bahaya,selalu terdiri dari kapal dan barang muatan.
b. Jenis bahaya yang mengancam benda asuransi, yang bersumber dari alam (badai,
gelombang besar, hujan angin, kabut tebal, dsb) dan yang bersumber dari manusia,
sperti perompakan bajak laut, pemberontakan awak kapal, penahanan, dsb.
c. Bermacam jenis benda asuransi, yaitu tubuh kapal, muatan kapal, alat perlengkapan
kapal, bahan keperluan hidup, biaya angkutan.
Polis asuransi laut laut merupakan akta yang harus ditandatangani oleh penanggung,
dengan demikian berfungsi sebagai bukti telah terjadi perjanjian asuransi laut antara
tertanggung dan penanggung. Asuransi laut di negara-negara maju pada umumnya dibuat di
bursa dengan perantaraan pialang, karena itu polis yang digunakan adalah polis bursa. Menurut
praktik asuransi laut di Indonesia, asuransi laut umumnya dibuat di perusahaan dengan
menggunakan polis perusahaan dengan menggunakan polis perusahaan yang mempunyai
bentuk sendiri-sendiri menurut kehendak perusahaan yang membuatnya.
Menurut ketentuan pasal 593 KUHD, yang dapat menjadi objek asuransi laut adalah
benda-benda berikut ini:
a. Tubuh kapal kosong atau bermuatan, dengan atau tanpa persenjataan, berlayar sendirian
atau bersama-sama dengan kapal lain.
b. Alat perlengkapan kapal.
c. Alat perlengkapan perang.
d. Bahan keperluan hidup bagi kapal.
e. Barang-barang muatan.
12
f. Keuntungan yang diharapkan diperoleh.
g. Biaya angkutan yang akan diterima.
Pada asuransi atas kapal tanpa penjelasan lebih lanjut, harus diartikan sebagai asuransi
kapal kosong (kasko), alat perlengkapan kapal, dan alat perlengkapan perang. Yang dimaksud
dengan kapal kosong adalah kapal tanpa alat perlengkapan, tanpa muatan dan lain lain isi kapal.
Undang-undang tidak mengatur tentang asuransi keselamatan perjalanan kapal, yang bukan
mengenai kasko. Asuransi ini diadakan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan
penanggung, dan terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan umum asuransi dan tidak berlaku
ketentuan-ketentuan asuransi kapal pada khususnya.
Asuransi laut dapat juga diadakan atas barang muatan tetapi kapal yang mengangkutnya
tidak jelas, sedangkan penjelasan lebih lanjut mengenai kapal itu tidak ada. Asuransi laut ini
disebut asuransi In Quovis. Asuransi In Quovis diatur dalam pasal 595 KUHD sebagai berikut:
Apabila tertanggung tidak mengetahui dalam kapal mana barang-barang yang akan
diterimanya itu dimuat, maka penyebutan nama kapal dan nakodanya tidak diharuskan,
asalkan dalam polisnya dinyatakan tentang tidak diketahuinya hal itu oleh tertanggung disertai
tanggal dan nama penanda tanganan surat pengantar yang terakhir. Dengan cara ini
kepentingan tertanggung dapat diasuransikan untuk suatu waktu tertentu.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, barang-barang muatan dapat diasuransikan secara
in quovis, apabila dipenuhi tiga syarat yang dicantumkan dalam polis, yaitu:
a. Tertanggung betul-betul tidak mengetahui kapal yang memuat barang-barangnya.
b. Tanggal dan nama penanda tangan surat pengantar yang terakhir.
c. Kepentingan tertanggung hanya dapat diasuransikan untuk suatu waktu tertentu saja.
Dalam hal terjadi evenemen yang menimpa kapal yang mengangkut barang-barang yang
diasuransikan itu, tertanggung wajib membuktikan bahwa barang-barangnya itu telah dimuat
dalam kapal tersebut dalam waktu yang telah ditentukan (pasal 650 KUHD).
Bahaya-bahaya laut yang digolongkan sebagai evenemen terdiri dari dua golongan, yaitu:
a. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misalnya badai, gelombang besar, hujan
angin, kabut tebal, batu karang, gunung es, dll
b. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari manusia, baik dari awak kapal maupun dari
pihak ketiga, misalnya pemberontakan awak, penahanan dan perampasan oleh penguasa
negara.
Walaupun dalam asuransi kapal dan barang-barang muatan telah diatur saat mulai dan
berakhirnya asuransi laut, pasal 634 KUHD memberikan kebebasan kepada tertanggung dan
penanggung untuk menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu.menurut
ketentuan pasal 634 KUHD, tertanggung dan penanggung bebas memperjanjikan lain dalam
polis tentang saat mulai dan berakhirnya bahaya yang menjadi beban penanggung.
Pasal 643 KUHD mengatur tentang asuransi barang-barang cair yang dapat meleleh,
seperti minyak, anggur, sirup. Apabila terjadi kebocoaran pada tempat penyimpanannya atau
karena gocangan-goncangan sehingga benda itu meleleh atau mengalir ke luar, maka
berkuranglah benda cair itu dan menimbulkan kerugian bagi pemiliknya. Kerugian ini bukan
menjadi beban penanggung apabila diadkan janji khusus dengan klausula bebas dari
kebocoran dan meleleh yang dicantumkan dalam polis. Tetapi jika kebocoran itu terjadi
karena tabrakan, pecah, atau terdamparnya kapal, kerugian ini menjadi beban penanggung.
Pasal 646 KUHD mengatur tentangasuransi barang-barang yang dapat ruak atau busuk.
Apabila asuransi dibuat dengan klausula bebas dari kerusakan , maka penanggung tidak
bertanggung jawab terhadap kerusakan barang-barang apabila barang-barang tersebut sampai
ditempat tujuan dalam keadaan rusak atau busuk. Penanggung juga bebas dari tanggung jawab
apabila barang-barang itu selama dalam perjalanan atau setelah sampai di pelabuhan darurat
dijual karena rusak atau dikhawatirkan akan membusuk, dan akan menulari barang-barang
lainnya. Tetapi kerugian yang ditimbulkan oleh avarai umum misalnya karena barang-barang
13
terpaksa dibuang ke laut, perampasan, kapal tenggelam, menjadi beban penanggung walaupun
asuransi dibuat dengan klausula bebas dari kerusakan.
Menurut ketentuan pasal 647 KUHD, dalam suatu asuransi dengan janji (klausula)
bebas dari molest, penanggung dibebaskan dari kewajiban mengganti kerugian jika barang-
barang yang diasuransikan musnah atau busuk karena kerusakan, perampasan, perampokan di
laut, penahanan atas perintah penguasa, pernyataan perang dan tindakan pembalasan. Asuransi
gugur segera setelah barang-barang yang diasuransikan karena molest tertahan atau
menyimpang dari jurusannya. Meskipun demikian, semua kerugian yang diderita sebelum
terjadi molest tertahan atau menyimpang dari jurusannya. Meskipun demikian, semua kerugian
yang diderita sebelum terjadi molest menjadi tanggungan penanggung.
14
PENUTUP
15
DAFTAR PUSTAKA
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 1: Pengetahuan Dasar
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
16