Anda di halaman 1dari 86

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE

PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA


PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK, BANTEN

RANTO RICHARDO SIREGAR

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Audit Energi pada
Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya
PTP Nusantara VIII Lebak, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Ranto Richardo Siregar


NIM F14080109
ABSTRAK

RANTO RICHARDO SIREGAR. Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm
Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten.
Dibimbing oleh SRI ENDAH AGUSTINA.

Keterbatasan BBM dan isu lingkungan mendorong pemerintah untuk mencari bahan
bakar alternatif yaitu salah satunya bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari CPO.
Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses
produksi CPO itu sendiri perlu diketahui. Tujuan penelitian ini adalah melakukan audit
energi pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya. Metode audit yang digunakan adalah
preliminary audit dilanjutkan dengan detailed audit. Berdasarkan hasil penelitian, untuk
memproduksi tiap Kg CPO pada kapasitas pengolahan 60 ton TBS/jam dengan tingkat
rendemen 21.55% dibutuhkan masukan energi primer rata-rata sebesar 16.6779 MJ.
Konsumsi energi primer tersebut berasal dari input energi solar sebesar 0.4125 MJ
(2.47%), energi biomassa sebesar 15.8900 MJ (95.28%), energi pupuk sebesar 0.3492 MJ
(2.09%) dan energi biologis manusia sebesar 0.0262 MJ (0.16%). Berdasarkan tahapan
proses produksi, energi primer tersebut digunakan pada kegiatan budidaya sebesar 0.3636
MJ (2.18% dari total konsumsi energi primer), kegiatan pemanenan sebesar 0.0018 MJ
(0.01%), kegiatan pengangkutan TBS sebesar 0.1778 MJ (1.07%) dan pengolahan TBS
serta sarana pendukung sebesar 16.1347 MJ (96.74%). Upaya konservasi energi dapat
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi olah riil pabrik sehingga mengurangi
pemborosan terhadap konsumsi energi selama proses pengolahan antara lain dengan
meningkatkan jam olah riil dan meningkatkan produksi TBS di lapangan.

Kata kunci: CPO (crude palm oil), audit energi, proses produksi CPO

ABSTRACT

RANTO RICHARDO SIREGAR. Energy Audit on CPO (Crude Palm Oil) Production
Process at PKS Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten. Supervised by SRI
ENDAH AGUSTINA.

Depletion of fosil fuel resources and environmental issues has been encourage
many efforts to find and depelop other energy resources, such as biodiesel. Energy
auditing on CPO production system is very important due to CPO is raw material of
many kinds of industries and also for biodiesel production. The aim of this research is to
conduct energy auditing on CPO production system in PKS Kertajaya Banten province.
The method of auditing is preliminary audit continuing with detailed audit. The result
shows that total primary energy consumed to produce 1 kg CPO si 16.6779 MJ. Those
energy was supplied by diesel oil 2.47%, biomass waste 95.28%, fertilizer 2.09%, and
human/labor 0.16%. Processing stage consumed 96.74% of the total energy input, while
cultivation consumed 2.18%, harvesting consumed 0.01% and transportation 1.07%. The
energy conservation can be conducted by upgrading real processing time and increasing
fresh fruit bunch production.

Keywords: crude palm oil, energy audit, CPO production process


AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE
PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA
PTP NUSANTARA VIII LEBAK, BANTEN

RANTO RICHARDO SIREGAR

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak,
Banten
Nama : Ranto Richardo Siregar
NIM : F14080109

Disetujui oleh

Ir. Sri Endah Agustina, MS


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah audit,
dengan judul Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku
dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan saran. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wahyudi, Bapak Dede, Bapak
Agus, dan Bapak Adang yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada G. Siregar, A. br Simbolon,
Swarni, Uki, Jelita, Putra, Obed, Faisal, Uda Prasetya, Tante Josua selaku
keluarga dari penulis atas segala doa dan kasih sayangnya serta Chatrina
Sihombing selaku pasangan penulis atas doa, perhatian dan kasih sayangnya.
Tidak lupa juga terima kasih kepada teman-teman Teknik Mesin dan Biosistem
angkatan 45 khususnya Tino, Jo Pangkar, Zega, Andre, Indra, Rombongan GPK,
Ninggar, Lita, Nuha, dan teman-teman Kopelkhu khususnya Leo, Lia, Melisa,
Liber, Eta, Adhi, serta teman-teman Bapa House, Hisar, Agung, Samuel, Rio,
Alex, Tunggul, Joen, Rodex, Lundu, terima kasih atas dukungan dan
semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013

Ranto Richardo Siregar


i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i
DAFTAR GAMBAR i
DAFTAR LAMPIRAN ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Permusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Kelapa Sawit 3
Proses Produksi CPO 4
Kebutuhan Energi dalam Industri Pertanian 11
Audit Energi 17
Hasil-hasil Penelitian Audit Energi pada Proses Produksi CPO 18
PROSES PRODUKSI CPO DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA
PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK, BANTEN 19
Budidaya Tanaman Kelapa Sawit 19
Budidaya tanaman kelapa sawit yang dilakukan di Kebun Kertajaya akan
disajikan pada bagan alir berikut beserta penjelasannya. 19
Gambar 2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya
(Vademikum Kelapa Sawit PTPN III, 2001) 19
Pengolahan TBS menjadi CPO 20
Sarana Pendukung Proses Pengolahan CPO 27
METODE PENELITIAN 29
Waktu dan Tempat 29
Metode Audit Energi 29
Parameter yang Diukur 33
Alat dan Bahan 33
Metoda Pengumpulan Data 34
Perhitungan dan Analisis Data 34
HASIL DAN PEMBAHASAN 37
Konsumsi Energi pada Proses Produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak Banten 37
PELUANG PENGHEMATAN DAN KONSERVASI ENERGI 49
SIMPULAN DAN SARAN 52
Simpulan 52
Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 56
RIWAYAT HIDUP 74
i

DAFTAR TABEL

1 Pangsa produksi CPO dunia tahun 2011 4


2 Luas areal dan kelapa sawit Indonesia 5
3 Nilai energi per unit beberapa jenis bahan bakar 12
4 Input energi untuk beberapa operasi pertanian 12
5 Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi beberapa alat mesin 13
6 Masukan energi untuk pupuk Fosfat dan pupuk Kalium 14
7 Masukan energi untuk pupuk Nitrogen 14
8 Input energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida 15
9 Nilai embodied energy dari beberapa bahan kimia 15
10 Kebutuhan energi manusia untuk melakukan aktivitas pada beberapa
kondisi beban kerja 16
11 Kebutuhan energi biologis (manusia) pada beberapa kegiatan pertanian 16
12 Hubungan antara fraksi kematangan TBS dengan rendemen dan kadar 22
13 Tingkat kematangan TBS 22
14 Rincian proses perebusan di PKS Kertajaya 23
15 Konsumsi energi primer pada proses produski CPO di PKS Kertajaya 38
16 Konsumsi energi final pada tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya 39
17 Konsumsi energi pada tahapan budidaya 40
18 Konsumsi energi pada kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO 40
19 Konsumsi energi pada sarana pendukung 41
20 Konsumsi energi biologis manusia pada setiap tahapan produksi 43
21 Konsumsi energi solar 44
22 Konsumsi energi listrik pada pengolahan dan sarana pendukung 45
23 Efisiensi teknis alat atau mesin produksi CPO di setiap stasiun pengolahan 46
24 Konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya 46
25 Konsumsi pestisida pada kegiatan budidaya 47

DAFTAR GAMBAR

1 Rangkaian kegiatan proses budidaya tanaman kelapa sawit 5


2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya 19
3 Bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya 21
4 Bagan alir proses dan input energi pada tiap tahapan produksi CPO 31
5 Batasan sistem dalam audit energi di PKS Kertajaya 32
6 Aliran energi pada produksi CPO di PKS Kertajaya 42
7 Aliran energi pada stasiun penyediaan energi 48
8 Skema siklus Rankine 51
9 Diagram T-s 51
ii

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data produksi TBS Kebun Kertajaya tahun 2008-2012 56


2 Penggunaan Energi Pupuk 56
3 Penggunaan Pestisida 58
4 Penggunaan Energi BBM (Solar) 58
5 Penggunaan Energi Biomassa 59
6 Penggunaan Energi biologis manusia 62
7 Ouput Energi Listrik dari sarana penyediaan energi 65
8 Penggunaan Energi Listrik 66
9 Cara-cara perhitungan 71
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Energi merupakan faktor terpenting dalam menunjang pembangunan


nasional, baik bahan baku industri mau pun sebagai bahan bakar dan catudaya
kelistrikan di hampir semua sektor pembangunan. Pemanfaatan energi akan terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia dikaruniai berbagai sumber daya energi yang cukup beragam, baik
sumber daya energi fosil seperti minyak bumi, batubara, dan gas alam, mau pun
sumber daya energi baru dan terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, biomassa,
tenaga surya, tenaga angin, dan laut.
Menurut salah satu anggota dewan pakar Masyarakat Energi Terbarukan
Indonesia (METI), Arya Rezavidi Ph.D dalam tulisannya yang berjudul
Membaca Nasib Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia (www.meti.or.id),
salah satu permasalahan pokok dalam pemanfaatan energi secara nasional yakni
energi mix nasional saat ini masih didominasi oleh sumber daya energi fosil.
Lebih dari 50% sumber daya energi yang digunakan berasal dari minyak bumi dan
bila memasukkan batubara dan gas alam maka angkanya mencapai 90%. Dengan
komposisi penggunaan energi seperti ini, maka ketahanan energi nasional sangat
rapuh karena cadangan sumber daya energi fosil ini terbatas dan pasar dunia
hanya dikuasai oleh sekelompok orang sehingga apabila terjadi gejolak harga mau
pun kekurangan pasokan, maka ekonomi Indonesia akan langsung terpengaruh
(Rezavidi, 2012).
Menurut Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BPMIGAS, Gde
Pradnyana, cadangan terbukti minyak nasional terus menyusut dalam 10 tahun ini
dari 4,3 miliar barel menjadi 3,9 miliar barel. Dia menambahkan, dengan
kebutuhan/konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional yang saat ini sudah
diatas 1,2 juta barel per hari dan kemampuan kilang domestik hanya 700 ribu
barel per hari, maka sisa kebutuhan BBM masih harus diimpor
(http://www.esdm.go.id/berita/migas, Maret 2012). Dari pernyataan di atas dapat
kita ketahui bahwa Indonesia sudah tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan BBM
sendiri dan cadangan minyak nasional yang semakin menipis dan terbatas.
Disadari atau tidak, penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil saat ini
telah menjadi penyebab utama perubahan iklim dunia. Bahan bakar fosil itu
meliputi minyak bumi, batubara, dan gas alam, yang biasa digunakan manusia
sebagai sumber energi untuk transportasi, industri, dan rumah tangga. Di seluruh
dunia, minyak bumi, batubara, dan gas alam memasok 88% dari kebutuhan energi
global. Pada hal, ketiga jenis energi itu bisa menghasilkan gas-gas seperti karbon
dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dan nitrous oksida (N 2 O) yang jumlahnya
semakin lama semakin memenuhi kuota atmosfer dunia (Tim Nasional
Pengembangan BBN, 2007).
Pembakaran bahan fosil meningkatkan konsentrasi CO2 di bumi sehingga
melampaui tingkat-tingkat alamiah. Meskipun CO2 tidak beracun seperti halnya
CO, tetapi CO2 dapat berakibat naiknya suhu bumi. Hal ini merupakan salah satu
penyebab siklus karbon selain berkurangnya hutan dan lahan hijau.
2

Keterbatasan BBM yang dan isu lingkungan tersebut telah mendorong


pemerintah untuk mengubah kebijakannya. Melalui Perpres 5/2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional telah dicanangkan target energi mix nasional, dimana
peran energi baru terbarukan (EBT) sebanyak 17% pada tahun 2025 dan direvisi
pada tahun 2011 menjadi 25% pada tahun 2025 (www.meti.or.id). Salah satu
bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar nabati (BBN) yang bersumber
dari CPO.
Menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia dalam Outlook
Industri 2012, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan
produksi mencapai 23.9 juta ton atau 47.80% dari total pangsa produksi CPO di
dunia pada tahun 2011 (Tabel 1). Besarnya produksi CPO Indonesia membuat
CPO tidak hanya sebagai bahan baku berbagai industri (pangan, sabun, baja,
tekstil) melainkan juga sebagai bahan baku energi alternatif, yaitu biofuel.
Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses
produksi CPO itu sendiri perlu diketahui.
Dalam proses produksi CPO, aspek efisiensi penggunaan energi perlu
diperhatikan karena berpengaruh pada kemampuan kompetisi harga di pasar
global. Penggunaan energi secara efisien adalah salah satu usaha penghematan
energi dan hasilnya dapat dirasakan dalam waktu relatif singkat. Audit energi
merupakan langkah awal dari usaha penghematan energi. Audit energi bertujuan
untuk mempelajari penggunaan energi pada suatu proses produksi yang meliputi
jumlah energi , jenis energi, sumber energi, aliran energi, dan biaya energi. Hasil
audit energi dapat dijadikan sebagai acuan bagi perusahaan untuk membantu
menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi
sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi.

Perumusan Masalah

Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk


proses produksi CPO itu sendiri perlu diketahui. Cara yang dilakukan adalah
dengan mengetahui pola penggunaan energi melalui audit energi. Dengan adanya
audit energi, perusahaan akan mengetahui kebutuhan energi dan efisiensi
penggunaan alat dan mesin pada tiap tahapan produksi dengan rinci.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:


1. Menghitung kebutuhan energi untuk menghasilkan per satuan produk CPO
di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya.
2. Mengetahui jenis, jumlah, dan sumber energi pada tiap tahapan proses
produksi.
3. Mencari peluang penghematan energi yang dapat dilakukan.
3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai rekomendasi untuk melakukan


penghematan penggunaan energi tanpa mengurangi produktivitas yang telah
dicapai sebelumnya sehingga dapat meningkatkan daya saing.

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (palm oil) merupakan salah satu tumbuhan tropis
yang termasuk tanaman monokotil. Secara taksonomi, tanaman ini
diklasifikasikan sebagai berikut (Pahan, 2007):
Divisi : Embryophyta Siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae)
Sub-famili : Cocoidae
Genus : Elaesis
Spesies : 1. Elaesis guineensis Jacq
2. Elaesis oleifera Cortes
3. Elaesis odora
Tanaman kelapa sawit memiliki beberapa varietas yang digolongkan
berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endocarp) dan berdasarkan warna buah
(Setyamidjaja, 2006). Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, dikenal tipe-tipe
kelapa sawit sebagai berikut:
Tipe Dura: tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah (mesocrap) tipis,
cangkang (endocarp) tebal (2-8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak
terdapat cincin serabut. Persantase daging buah 35% - 60% dengan
rendemen minyak 17% - 18%.
Tipe Pisifera: tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah tebal, tidak mempunyai
cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti.
Perbandingan daging buah terhadap buahnya tinggi dan kandungan
minyaknya tinggi.
Tipe Tenera: tipe ini merupakan hasil persilangan antara tipe Dura dan tipe
Pisifera. Sifat tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas kedua induknya.
Tipe ini memiliki tebal cangkang 0.54 mm, mempunyai cincin serabut
walaupun tidak sebanyak seperti pada Pisifera, sedangkan intinya kecil.
Perbandingan daging buah terhadap buah 60% - 90%, rendemen minyak
22% - 24%.
Kelapa sawit pertama kali diintroduksikan ke Indonesia oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1848, tepatnya di Kebun Raya Bogor. Sesudah
tahun 1911, K. Schadtseorang berkebangsaan Jerman dan M. Adrien Hallet
berkebangsaan Belgia-mulai mempelopori budidaya tanaman kelapa sawit. Schadt
4

mendirikan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Tanah Ulu (Deli), sedangkan


Hallet mendirikan perkebunan di daerah Pulau Raja (Asahan) dan Sungai Liput
(Aceh) (Pahan, 2007).
Dewasa ini tanaman kelapa sawit tersebar di sepanjang daerah tropis,
terutama di kawasan yang terletak antara 150 Lintang Utara sampai 150 Lintang
Selatan. Tanaman kelapa sawit menghendaki keadaan topografi berbentuk landai
(kemiringan lahan tidak lebih dari 150), dengan ketinggian sampai sekitar 500
meter di atas permukaan laut, pH tanah sekitar 4-6. Curah hujan yang diperlukan
berkisar 2000 mm sampai 3000 mm per tahun yang tersebar merata sepanjang
tahun, kelembaban udara antara 50%-90% dan lamanya penyinaran (cahaya
matahari) antara 5 jam sampai 7 jam per hari. Kelapa sawit dapat tumbuh tegak
lurus mencapai ketinggian sampai 20 meter. Kelapa sawit mulai menghasilkan
pada umur sekitar 30 bulan setelah tanam dan kelapa sawit biasanya sudah tidak
produktif lagi pada umur lebih dari 25 tahun (Setyamidjaja, 2006).
Menurut Pahan (2007), saat ini perkebunan kelapa sawit telah berkembang
lebih jauh sejalan dengan kebutuhan dunia akan minyak nabati dan produk
industri oleochemical. Industri hulu perkebunan kelapa sawit menghasilkan
produk primer berupa minyak kelapa sawit (crude palm oil disingkat CPO) dan
minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil disingkat PKO). Dari produk CPO dan
PKO dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam produksi industri hilir yang
menhasilkan minyak goreng, margarine, lilin, sabun, cream lotion, shampoo, dan
lain-lain.

Proses Produksi CPO

Proses produksi CPO merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari


budidaya di kebun sampai pengolahan TBS di pabrik dengan berbagai sarana
pendukungnya. Proses produksi ini bertujuan untuk menghasilkan sebanyak
mungkin CPO dengan tetap memperhatikan mutunya agar sesuai dengan standar
produk.
Produksi CPO Indonesia tumbuh signifikan rata-rata 13.4% selama satu
dasawarsa terakhir, yang didukung oleh pertumbuhan areal tanam rata-rata 6.7%
per tahun (Tabel 2). Pangsa produksi CPO Indonesia di pasar internasional
senantiasa menunjukkan tren peningkatan. Total produksi minyak sawit (CPO)
dunia pada 2011 sebesar 50 juta ton, dimana Indonesia dan Malaysia menguasai
85.4% produksi minyak sawit dunia. Pangsa CPO Indonesia sebesar 47.8%
sedangkan Malaysia sebesar 37.6%, sisanya merupakan share sejumlah negara-
negara lain (Tabel 1).
Tabel 1 Pangsa produksi CPO dunia tahun 2011
Produksi minyak Pangsa produksi
Nomor Negara
sawit (ton) (%)
1. Indonesia 23.9 juta 47.80
2. Malaysia 18.8 juta 37.60
3. Negara lainnya 7.3 juta 14.60
Total 50 juta 100.00
Sumber: Kemenperin, 2011 dalam Outlook Industri 2012
5

Tabel 2 Luas areal dan produksi kelapa sawit Indonesia


Tahun Luas areal (hektar) Produksi (ton)
2008 7 363 847 17 539 788
2009 7 873 294 19 324 293
2010 8 385 394 21 958 120
2011 8 992 824 23 096 541
2012*) 9 074 621 23 521 071
Sumber: Ditjen Perkebunan-Kementrian Pertanian, 2013 dalam Percepatan
Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Perkebunan
Berkelanjutan 2013
Keterangan: * = sementara

1. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit


Proses budidaya tanaman kelapa sawit terdiri dari pembibitan, pembukaan
lahan, pembuatan rancangan kebun, penanaman bibit kelapa sawit, penanaman
tanaman penutup tanah, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan.

Pembibitan

Pembukaan lahan

Perancangan kebun

Penanaman

Penanaman
tanaman penutup

Pemeliharaan

Pemanenan
Gambar 1 Rangkaian kegiatan proses budidaya tanaman kelapa sawit
(Setyamidjaja, 2006).

a. Pembibitan
Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk
mempersiapkan bibit siap tanam. Pembibitan harus sudah disiapkan sekitar satu
tahun sebelum penanaman di lapangan, agar bibit yang ditanam memenuhi syarat,
baik umur mau pun ukurannya. Agar pembibitan berjalan dengan baik dan aman,
6

lokasi pembibitan harus memenuhi persyaratan-persayaratan berikut


(Setyamidjaja, 2006):
1) Lokasi pembibitan sebaiknya datar dan rata, bila tidak datar sebaiknya
dibuat teras.
2) Lokasi pembibitan dekat dengan sumber air dan selalu tersedia air untuk
keperluan penyiraman.
3) Lokasi pembibitan sedapat mungkin di tengah-tengah areal yang akan
ditanami.
4) Lokasi pembibitan bebas dari kemungkinan gangguan hewan, baik hewan
liar mau pun hewan piaraan.
5) Lokasi pembibitan mudah dikunjungi dan diawasi serta tersedia bangunan
bagi pekerja yang melakukan pemeliharaan dan pengawasan.
Saat ini sistem pembibitan kelapa sawit dikenal dengan menggunakan
kantong plastik atau polybag. Sistem pembibitan kelapa sawit menggunakan
kantong plastik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembibitan satu tahap dan
pembibitan dua tahap. Pada sistem satu tahap, bibit langsung ditanami di dalam
polybag besar hingga umur 12 bulan tanpa harus ditanami terlebih dahulu di
polybag kecil.
Pada sistem pembibitan dua tahap, penanaman bibit dilakukan dua kali.
Tahap pertama disebut pembibitan awal (pre-nursery) dan tahap kedua disebut
pembibitan utama (main nursery). Pada tahap pembibitan awal kecambah ditanam
menggunakan polybag kecil sampai bibit umur 3 bulan. Kemudian pada tahap
pembibitan utama, bibit dari tahap pembibitan awal ditanam menggunakan
polybag besar selama 9 bulan.
b. Pembukaan lahan
Tanaman kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal sesuai
dengan ketersedian lahan yang akan dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit.
Cara membuka lahan untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi
lahan yang tersedia.
1) Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder atau areal
yang ditumbuhi lalang.
2) Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan
tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas tanaman
perkebunan lainnya.
3) Bukaan ulang (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami
kelapa sawit.
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan secara
mekanis, khemis/kimia, atau manual. Cara-cara pembukaan lahan diatas dipakai
sesuai dengan kondisi lahan yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit harus memperhatikan pula
upaya-upaya pengawetan tanah dan air, agar tidak terjadi kerusakan tanah seperti
erosi dan atau tanah longsor yang dapat merugikan di masa yang akan datang.
c. Pembuatan rancangan kebun
Setelah pembukaan lahan selesai, kegiatan selanjutnya adalah membuat
rancangan untuk menetapkan lokasi-lokasi emplasemen (kantor dan pabrik),
perumahan bagi karyawan dan pekerja kebun, jalan-jalan kebun, jembatan, dan
sebagainya. Jaringan jalan merupakan alat vital bagi perkebunan karena
menunjang pelaksanaan berbagai kegiatan kebun. Jenis-jenis jalan yang ada di
7

areal perkebunan kelapa sawit diberi nama sesuai dengan kepentingannya dan
dikenal beberapa jalan, seperti: jalan utama, jalan pengangkutan hasil, jalan
kontrol (untuk memudahkan pengawasan kebun oleh pimpinan kebun), dan jalan
pringgan (berada di pinggir kebun).
d. Penanaman bibit kelapa sawit
Kegiatan penanaman terdiri atas pengajiran, pembuatan lubang tanam, dan
menanam. Pengajiran atau memancang adalah menentukan tempat-tempat yang
akan ditanam bibit kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam dan hubungan tanaman
yang dipakai dalam penanaman kelapa sawit. Sistem jarak tanam yang umum
digunakan adalah segitiga sama sisi dengan jarak tanam 9 meter x 9 meter x 9
meter.
Pembuatan lubang tanam harus dilakukan beberapa minggu sebelum
penanaman agar tanah yang digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim
sehingga terjadi perbaikan tanah secara fisika atau pun kimia dan dapat dilakukan
pemeriksaan lubang, baik ukuran mau pun jumlahnya per hektarnya. Lubang
tanam untuk kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm
dan akan diperoleh populasi atau kerapatan tanaman 143 pohon per hektar. Pada
saat menggali, tanah atas (topsoil) dan tanah bawah (subsoil) harus dipisahkan
karena fungsi keduanya akan dibedakan untuk menutup lubang tanam pada saat
penanaman.
Penanaman sebaiknya dilakukan antara bulan Oktober sampai dengan bulan
Februari, karena pada bulan-bulan ini curah hujan sudah mencukupi kebutuhan air
tanaman. Urutan tahapan penanaman adalah bibit dikeluarkan dengan cara
menyobek polybag. Bibit beserta tanahnya diletakkan tegak lurus pada lubang
tanam, lalu ditimbun dan dipadatkan tanahnya. Tanah yang pertama ditimbun
adalah bagian topsoil agar akar dapat berkembang jika terjadi regenerasi akar.
Kemudian pada bagian atas ditimbun dengan tanah bagian subsoil.
e. Penanaman tanaman penutup tanah
Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada perkebunan
kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan yang tumbuhnya
menjalar dan bersifat bukan pesaing bagi tanaman pokok. Penanaman tanaman
kacangan penutup tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan
menekan tumbuhan penggangu (gulma). Jenis-jenis tanaman kacangan penutup
tanah yang umum ditanam di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium
caeruleum, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria
phaseoloides, Centrocema pubescens, Psophocarphus palustries, dan Mucuna
cochinchinensis.
f. Pemeliharaan tanaman
Tanaman kelapa sawit dibagi atas dua periode pertumbuhan, yaitu tanaman
belum menghasilkan (TBM) yang berusia dibawah 3 tahun dan tanaman
menghasilkan (TM) yang berusia antara 3-25 tahun. Pada kedua periode tersebut
tanaman perlu pemeliharaan secara intensif agar proses pertumbuhan dan hasil
produksinya optimal.
Tanaman belum menghasilkan (TBM) memerlukan pemeliharaan yang baik
agar tumbuh dengan sehat, subur, dan terbebas dari gangguan hama dan penyakit.
Beberarapa kegiatan pemeliharaan TBM yang penting dilaksanakan adalah
penyulaman (mengganti tanaman yang mati atau abnormal), pembuatan dan
8

pemeliharaan piringan/lingkungan di sekitar individu tanaman (radius 1.0 1.5


meter dari pokok kelapa sawit), pemeliharaan tanaman kacangan penutup tanah,
pemupukan (jenis pupuk: Urea atau ZA, Rock Phospate, Muriate of Phosphate,
Kieserite, dan Borax), pemangkasan daun atau menunas daun, kastrasi bunga
(pembuangan bunga jantan dan bunga betina), penyerbukan bantuan,
pengendalian hama dan penyakit.
Pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) merupakan kegiatan
pemeliharaan lanjutan tanaman belum mengahasilkan (TBM). Beberapa kegiatan
pemeliharaan TM adalh pengendalian gulma, pemupukan, dan pemeliharaan
lainnya seperti pemeliharaan jalan, pemeliharaan parit, dan sebagainya.
g. Pemanenan
Pemanenan merupakan kegiatan akhir pada tahapan budidaya tanaman
kelapa sawit. Hasil panen dari tanaman kelapa sawit adalah tandan buah segar
(TBS) yang kemudian dari TBS akan diperoleh minyak sawit (CPO) dan minyak
inti setelah diolah di pabrik.
Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong
tandan buah masak, memungut brondolan, serta pengangkutan dari dalam kebun
menuju tempat pengumpulan hasil (TPH). Pemanenan TBS harus dilaksanakan
pada saat yang tepat karena pemanenan akan menentukan tercapainya kuantitas
dan kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Pemanenan yang dilakukan sebelum
proses pembentukan minyak selesai akan mengakibatkan hasil minyak kurang
dari semestinya. Sedangkan pemanenan yang melewati proses pembentukan
minyak akan merugikan karena sebagian kandungan minyaknya akan berubah
menjadi asam lemak bebas (free fatty acid) yang mengakibatkan turunnya mutu
minyak kelapa sawit. Untuk itu hal-hal berikut perlu diperhatikan, antara lain
kriteria matang panen, persiapan panen (kesiapan alat pemotong dan pengumpul
buah serta tenaga kerja), rotasi dan sistem pemanenan, dan transportasi hasil
panen.
Suatu areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat berubah menjadi
tanaman menghasilkan (TM) dan mulai dapat dilakukan pemanenan apabila 60%
buah atau lebih telah matang panen. Kriteria matang panen yang dijadikan
patokan di perkebunan kelapa sawit adalah bila sudah ada 2 brondolan (buah yang
jatuh dari tandannya) untuk tiap kilogram tandan yang beratnya kurang dari 10 kg
atau 1 buah brondolan untuk tiap kilogram tandan yang beratnya lebih dari 10 kg.
2. Pengolahan TBS menjadi CPO
Proses pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak
sawit (CPO) yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang
dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS dan
brondolan dari TPH ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil
sampingannya. Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai
dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut.
a. Pengangkutan TBS ke pabrik
TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam
setelah panen harus segera diolah. Alat angkut yang dapat digunakan dari kebun
ke pabrik diantaranya adalah lori, traktor gandengan, dan truk. Setelah TBS
sampai di pabrik segera dilakukan penimbangan untuk mendapatkan angka-angka
yang berkaitan dengan produksi, pembayaran upah pekerja, dan perhitungan
rendemen minyak sawit (Fauzi dkk, 2007). TBS kemudian ditampung di dalam
9

loading ramp untuk kemudian didistribusikan ke dalam lori-lori yang akan


membawa TBS ke dalam ketel rebus (sterilizer) untuk direbus.
b. Perebusan TBS
Pada dasarnya tujuan perebusan adalah merusak enzim lipase yang
menstimulir pembentukan ALB, mempermudah pelepasan buah dari tandan dan
inti dari cangkang, memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses
pemerasan, dan untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga
memudahkan pemisahan minyak (Fauzi dkk, 2007). Perebusan dilakukan dengan
mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung tekanan uap. Pada umumnya
besar tekanan uap yang digunakan adalah 2.5 atmosfer dengan suhu uap 125 0C
(Fauzi dkk, 2007). Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak
dan pemucatan kernel, sebaliknya perebusan terlalu singkat menyebabkan banyak
buah yang tidak rontok dari tandannya.
c. Perontokan dan pelumatan buah
Lori-lori yang berisi TBS yang telah direbus ditarik keluar dari sterilizer
menggunakan capstand kemudian diangkat dengan alat hoisting crane yang
digerakkan motor. Hoisting crane akan membalikkan TBS ke dalam hopper untuk
selanjutnya diterusakan ke mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah
yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat (digester). Selama proses pelumatan,
digester dipanasi dengan uap untuk lebih memudahkan penghancuran daging
buah dan pelepasan biji.
d. Pemerasan atau ekstraksi minyak
Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan buah, perlu dilakukan
pengadukan selama 25-30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit,
tahap selanjutnya adalah pemerasan atau ekstraksi. Tujuan ekstraksi adalah untuk
mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan
dalam proses ekstraksi minyak, antara lain dengan sentrifugasi, dengan screw
press, dengan bahan pelarut, dan dengan tekanan hidrolis (Fauzi dkk, 2007).
e. Pemurnian minyak
Minyak yang keluar dari stasiun pengempaan masih mengandung padatan
dan air. Oleh sebab itu minyak perlu dipisahkan dari kotoran-kotoran tersebut
secara bertahap. Tahapan pemisahan dalam pemurnian ini meliputi filtrasi,
pengendapan, pengupan, sentrifugasi, dan pengeringan. Minyak hasil ekstraksi
kemudian disimpan di dalam tangki penyimpanan.
f. Pengolahan biji
Biji sawit yang telah dipisahkan pada proses pengadukan diolah lebih lanjut
untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam silo
minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 0C. Akibat proses
pengeringan ini, inti sawit akan mengerut dan memudahkan pemisahan inti sawit
sari cangkang atau tempurungnya. Pemisahan inti sawit dari tempurungnya
berdasarkan berat jenis antara inti sawit dan tempurung. Alat yang digunakan
adalah hydrocyclone separator. Inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air
yang berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan mengapungkan biji-
biji yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1.16. Untuk
menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus segera
dikeringkan dengan suhu 80 0C. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah
lebih lanjut untuk menghasilkan minyak inti sawit (palm kernell oil, PKO) (Fauzi
dkk, 2007).
10

g. Stasiun pendukung
Proses pengolahan TBS menjadi CPO tidak akan berlangsung tanpa
didukung oleh stasiun pendukung. Keberadaan stasiun pendukung produksi ini
sangat berperan penting karena untuk jalannya pengolahan. Stasiun-stasiun
pendukung pengolahan kelapa sawit meliputi stasiun penyediaan energi, stasiun
pengolahan air, dan sistem pengelolaan limbah.
1) Stasiun penyediaan energi
Penyedia utama kebutuhan energi di pabrik kelapa sawit adalah Ketel
Uap (Boiler). Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan
ke air sampai terbentuk uap bertekanan (steam). Steam kemudian dialirkan ke
turbin uap untuk memutar sudu-sudu turbin. Putaran turbin (energi mekanis)
yang dihasilkan akan digunakan untuk membangkitakan energi listrik melalui
alternator.
Turbin uap dilengkapi dengan alat pengumpul uap bekas yang disebut
dengan Back Pressure Vessel (BPV) yang berfungsi untuk mendistribusikan
steam ke stasiun sterilizer, stasiun clarification, stasiun digester, stasiun screw
press, stasiun kernell, stasiun storage dan stasiun fat fit. Uap bekas dari
stasiun-stasiun ini akan dikembalikan ke pengolahan air untuk diolah lagi
untuk digunakan sebagai air boiler.
Penyedia kebutuhan energi lainnya adalah diesel engine. Diesel engine
diperlukan pada saat start awal proses dan juga pada saat tenaga yang
dihasilkan turbin tidak mencukupi untuk proses pengolahan. Pada saat tenaga
yang dihasilkan turbin berkurang, maka diesel engine diparalel dengan turbin.
Diesel engine juga diperlukan untuk menggantikan peran turbin pada saat
pabrik tidak melakukan pengolahan. Pada mesin diesel berlangsung empat
siklus, yaitu:
Proses Induksi
Yaitu proses pemasukan/penghisapan udara ke dalam silinder, melalui inlet
valve.
Proses Kompresi
Yaitu proses pemampatan udara (kedua inlet valve dan outlet valve tertutup)
sehingga temperatur dalam silinder naik.
Proses Pembakaran
Yaitu proses peledakan akibat bahan bakar diinjeksikan ke ruangan yang
bertekanan dan bertemperatur tinggi, sehingga mendorong piston ke bawah.
Proses Exhaust
Yaitu proses pembuangan sisa pembakaran dengan cara mendorong ke atas
dan gas keluar melalui outlet valve.
Diesel genset bekerja dengan prinsip mengubah energi hasil pembakaran
solar menjadi energi mekanis berupa putaran. Putaran ini selanjutnya
digunakan untuk memutar poros generator. Generator adalah alat yang
mengkonversi energi gerak berupa putaran menjadi energi listrik akibat adanya
induksi gaya gerak listrik (GGL).
2) Stasiun Penyediaan Air
Sistem penyediaan air bertujuan untuk meningkatkan kualitas air
sebyelum digunakan agar memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan
tersebut dilihat berdasarkan kandungan bahan-bahan kimia, bahan padatan
11

terlarut, dan sebagainya. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, diperlukan


adanya proses penanganan (treatment) pada air terlebih dahulu.
Proses penangan air di pabrik kelapa sawit terdiri dari dari external water
treatment dan internal water treatment. Setelah air memenuhi persyaratan, air
dialirkan ke boiler sebagai umpan.
3) Sistem pengelolaan limbah
Limbah pabrik kelapa sawit umumnya terdiri dari limbah padat, cair dan
gas. Limbah-limbah ini ditangani oleh unit pengolahan limbah (UPL). Unit
pengolahan Limbah (UPL) pada pabrik kelapa sawit terdiri dari:
Fat pit
Fungsi fat pit adalah sebagai tempat penampungan sludge (kotoran yang
masih mengandung minyak) di pabrik dan stasiun klarifikasi, pengutipan
minyak yang masih tersisa, dan menghomogenkan kepekatan limbah.
Cooling tower
Pada alat ini terjadi penurunan suhu limbah menjadi 4345 0C, bila suhu
limbah > 45 0C maka bakteri yang digunakan untuk perombakan akan mati.
Kolam I dan II (anaerobic pond)
Pada kolam ini bakteri anaerobik yang aktif akan membentuk asam organik
dan CO 2 . Selanjutnya bakteri metan (methagonic bacteria) akan mengubah
asam organik menjadi metan dan CO 2 . Waktu penahanan untuk kolam ini
adalah selama 30 hari. Bakteri yang akan digunakan dalam proses anaerobik
pada awalnya dipelihara dalam suatu tempat yang bertujuan untuk memulai
pembiakan bakteri.
Kolam III dan IV (kolam aerobik)
Proses yang terjadi pada kolam aerobik adalah proses aerobik. Pada kolam
ini telah tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk flok.
Hal ini merupakan proses penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroba dalam kolam. Metode pengadaan oksigen dapat dilakukan secara
alami dan atau menggunakan aerator.

Kebutuhan Energi dalam Industri Pertanian

Kebutuhan energi di bidang industri dan pertanian dapat dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu energi langsung, energi tidak langsung dan energi biologis
khususnya dari tenaga manusia. Energi tersebut dibutuhkan sebagai input atau
masukan pada proses produksi.
1. Energi Langsung
Energi langsung merupakan energi yang digunakan secara langsung pada
proses produksi yaitu berupa bahan bakar fosil (Abdullah, 1998). Peran energi
langsung sangat besar dalam suatu proses produksi, terutama untuk proses
produksi yang padat energi, hal ini terkait dengan kebutuhan bahan bakar yang
cukup. Nilai energi dari beberapa jenis bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 3
sedangkan jumlah energi bahan bakar yang digunakan untuk beberapa operasi
mekanis pada lahan pertanian dengan merata-ratakan antara operasi di tanah
ringan dan berat, cuaca basah dan kering serta tanah datar dan berbukit, dapat
dilihat pada Tabel 4.
12

Tabel 3 Nilai energi per unit beberapa jenis bahan bakar


Sumber energi Unit Nilai kalor Input produksi Nilai kalor
(MJ/unit) (MJ/unit) total (MJ/unit)
Gasolin Liter 32.24 8.08 40.32
Minyak diesel Liter 38.66 9.12 47.78
LPG Liter 26.10 6.16 32.26
3
Gas alam m 41.38 8.07 49.45
Batubara keras kg 30.23 2.36 32.59
Batubara kg 30.29 2.37 32.76
ringan
Kayu keras kg 19.26 1.44 20.70
Kayu lunak kg 17.58 1.32 18.90
Listrik kWh 3.60 8.39 11.99
Sumber: Cervinka (1980) dalam Indrayana (2001)

Tabel 4 Input energi untuk beberapa operasi pertanian


Operasi Energi (MJ/ha)
Membajak (kedalaman 0.2 m) 1180
Mengolah tanah tahap kedua 390
Mengolah tanah dengan rotary 1430
Mengolah tanah ringan 240
Membuat alur 240
Sumber: Leach (1976) dalam Pimentel (1980)

2. Energi Tidak Langsung


Energi tidak langsung merupakan energi yang digunakan untuk memroduksi
suatu masukan produksi seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin. Jumlah energi
langsung dan energi tidak langsung yang digunakan untuk memroduksi suatu
barang disebut embodied energy. Menurut Doering (1978) dalam Rahmat (2002),
embodied energy adalah energi yang digunakan secara tidak langsung pada
produksi pertanian, dalam hal ini yaitu energi untuk memroduksi mesin, peralatan,
pupuk, pestisida, bangunan dan bahan pendukung lainnya.
Menurut Flucks (1992) dalam Rahmat (2002), embodied energy mengacu
pada total energi yang diperlukan dalam pembuatan suatu barang. Embodied
energy mengandung arti semua jenis energi yang dibutuhkan untuk memroduksi
suatu barang, baik secara langsung mau pun tidak langsung.
a. Kebutuhan energi untuk memroduksi peralatan dan mesin
Menurut Doering III dan C. Otto (1978) dalam Rahmat (2002), tiga kategori
energi yang dihitung secara terpisah sebelum dikombinasikan untuk menyatakan
energi total yang terkandung dalam suatu alat dan mesin pertanian adalah energi
yang terkandung pada suatu alat (embodied energy), energi pabrikasi dan energi
perbaikan serta perawatan. Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi
dari beberapa alat dan mesin pertanian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
13

Tabel 5 Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi dari


beberapa alat dan mesin
Kategori energi Masukan energi (MJ/kg)
Embodied energy
Ban 85.81
Baja 62.79
Traktor 49.45
Mesin perakit 50.29
Energi pabrikasi
Traktor 14.63
Mesin perakit 13.01
Singkal, piringan 8.63
Chisel 8.35
Alat semprot 7.38
Sumber: Doering III dan C. Otto, 1978 dalam Indrayana (2001).

Besarnya energi produksi bahan baku alat dan mesin pertanian yang
meliputi kegiatan dari penambangan hingga menjadi bahan baku, ditunjukkan
pada persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):
Epb = m x Cpb
dimana: Epb = energi produksi bahan baku (MJ)
M = massa alat atau mesin pertanian (kg)
Cpb = nilai kalor energi produksi bahan baku alat pertanian (MJ/kg)
Disamping energi untuk memroduksi bahan baku, diperlukan juga energi
pabrikasi dalam pengerjaan dan pembentukan alat atau mesin pertanian yang
ditunjukkan persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):
Ef = m x Cf
dimana: Ef = energi pabrikasi (MJ)
m = massa alat atau mesin pertanian (kg)
Cpb = nilai kalor energi pabrikasi suatu alat atau mesin pertanian
(MJ/kg)
Menurut Doering III dan C. Otto (1978) dalam Indrayana (2001), energi
total produksi alat atau mesin pertanian diasumsikan sebesar 82% dari total energi
bahan baku dan pabrikasi. Nilai tersebut diambil sesuai dengan pendekatan umur
peralatan dan umur mesin yang dapat dipercaya dan persamaannya dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
Etf = 0.82 x (Epb + Ef)
dimana: Etf = energi total produksi alat atau mesin pertanian (MJ)
Epb = energi produksi bahan baku (MJ)
Ef = energi pabrikasi (MJ)
Besarnya energi yang digunakan untuk perbaikan dan perawatan
ditunjukkan melalui persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):
Epr = (Epb + Ef) x TAR x 0.333
14

dimana: Epr = energi perbaikan dan perawatan (MJ)


Epb = energi produksi bahan baku (MJ)
Ef = energi pabrikasi (MJ)
TAR = koefisien perbaikan total akumulasi (%), merupakan
perbandingan biaya perbaikan dan perawatan akumulasi dengan
harga sebenarnya pada umur alat.
Dari persamaan di atas, embodied energy alat atau mesin pertanian
merupakan penjumlahan dari total energi produksi dan energi perbaikan serta
perawatan. Nilai embodied energy dapat dilihat pada persamaan berikut (Doering
III, 1978 dalam Pimental, 1980):
Ee = Etf + Epr
Dimana: Ee = embodied energy alat atau mesin pertanian (MJ)
Etf = energi total produksi alat atau mesin pertanian (MJ)
Epr = energi perbaikan dan perawatan (MJ)
b. Kebutuhan energi untuk memroduksi pupuk
Penentuan jumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan satu
kilogram pupuk relatif sulit karena pupuk yang sama jenisnya, bisa berupa produk
yang berbeda, misalnya pupuk nitrogen bisa berupa amoniak, urea, atau amonium
sulfat. Masukan energi tidak langsung dari pupuk didasarkan pada jumlah energi
yang diperlukan untuk memroduksi transportasi dan distribusi maupun
penyimpanan. Masukan energi untuk beberapa jenis pupuk dapat dilihat pada
Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6 Masukan energi untuk pupuk Fosfat dan pupuk Kalium
Jenis pupuk Produksi Transportasi Distribusi Total
(MJ/kg) (MJ/kg) (MJ/kg) (MJ/kg)
Phospate Rock 1.67 - 3.77 5.44
Normal Super 2.51 0.84 6.28 9.63
Phospate (0-20-0)
Triple Super 9.21 0.84 2.51 12.56
Phospate (0-46-0)
Muriate of Potash 4.60 - 2.09 6.69
(0-60-60) / KCL
Sumber: Blouin et al. (1975) dalam Pimentel (1980)
Tabel 7 Masukan energi untuk pupuk Nitrogen
Jenis pupuk Produksi Transportasi Distribusi Total
(MJ/kg) (MJ/kg) (MJ/kg) (MJ/kg)
Anhydrous ammonia 49.97 0.84 0.42 50.23
Urea 56.93 1.67 1.26 59.86
Ammonium nitrate 58.18 2.09 1.26 61.53
Sumber: Blouin et al. (1975) dalam Pimentel (1980)
c. Kebutuhan energi untuk memroduksi pestisida
Besarnya masukan energi tidak langsung dari energi pestisida didasarkan
pada besarnya energi yang dibutuhkan untuk memproduksi pestisida tersebut.
Masukan energi untuk beberapa jenis pestisida dapat dilihat pada Tabel 8.
15

Tabel 8 Input energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida


Jenis Pestisida Input Energi (MJ/kg)
Herbisida
MCPA 129.57
Diuron 269.12
Atrazine 189.38
Trifuralin 147.22
Paraquat 458.45
2,4-D 101.30
2,4,5-T 137.35
Chloramben 198.88
Dinoseb 79.87
Propanil 218.68
Propachlor 209.04
Dieamba 294.03
Glyphosate 452.51
Diquat 398.68
Insektisida
DDT 101.30
Texaphane 159.49
Methyl parathion 57.81
Carbofuran 452.51
Carbaryl 152.50
Fumigan
Methyl bromide 66.77
Fungisida
Ferban 63.84
Maneb 98.66
Captan 114.61
Sulfur 111.43
Sumber: Pimentel (1980)
d. Energi bahan lainnya
Selain pupuk dan pestisida, dalam industri dan pertanian sering digunakan
beberapa jenis bahan kimia pembantu untuk menunjang proses produksi. Nilai
embodied energy dari beberapa jenis bahan kimia pembantu dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9 Nilai embodied energy dari beberapa bahan kimia
Bahan Embodied Energy (MJ/kg)
NaOH 1.43
NaCl 1.43
Belerang (SO 2 ) 31.38
CaO 1.30
MgO 1.32
Na 3 PO 4 1.43
Batu kapur 1.32
Sumber: Pimentel (1980)
16

3. Energi Biologis dari Tenaga Manusia


Operasi di bidang pertanian tidak bisa lepas dari peran tenaga manusia,
walaupun mungkin peran tenaga manusia hanya sebagai operator atau tenaga
pembantu. Kebutuhan energi dasar seseorang tergantung pada ukuran badan,
umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, iklim, dan faktor lingkungan lainnya
(Callubine, 1950; Quenoville et al, 1951; Sugss & Splinter, 1961; FAO & WHO,
1974 dalam Abdullah dkk, 1998). Menurut Astrand & Rodhal dalam Abdullah
dkk (1998), hanya 20%-30% energi kimia dari makanan dapat dikonversikan
menjadi tenaga mekanis. Untuk kerja sehari penuh, keluaran energi manusia
diperkirakan sekitar 0.1 HP (75 watt atau 1.07 kCal/menit).
Menurut Departemen Mekanisasi Pertanian dalam Sholahuddin (1999),
pengeluaran tenaga manusia secara normal berkisar antara 0.4-0.7 kW (setara
dengan 1.44 MJ/jam 2.52 MJ/jam). Dengan memperhitungkan waktu istirahat
selama 8 jam kerja, maka kebutuhan tenaga manusia sekitar 0.32 kW 0.35 kW
(setara dengan 1.15 MJ/jam 1.20 MJ/jam). Wanders dalam Indrayana (2001)
mengemukakan tabel kalsifikasi beban kerja secara karas yang disebut skala
Chirstensen untuk tenaga kerja berumur 20 tahun - 50 tahun yang dapat dilihat
pada tabel 10. Sedangkan kebutuhan energi manusia di berbagai kegiatan
pertanian dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 10 Kebutuhan energi manusia untuk melakukan aktivitas pada beberapa kondisi
beban kerja
Kerja ringan Kerja sedang Kerja berat Kerja sangat
Aktivitas (MJ) (MJ) (MJ) berat (MJ)
Wanita (berat badan 55 kg)
Istirahat (8 jam) 1.80 1.80 1.80 1.80
Kerja (8 jam) 3.30 4.20 5.90 7.50
Rata-rata/kg berat badan 0.15 0.17 0.20 0.23
Pria (berat badan 55 kg)
Istirahat (8 jam) 2.10 2.10 2.10 2.10
Kerja (8 jam) 4.60 5.80 8.00 10.00
Rata-rata/kg berat badan 0.17 0.19 0.23 0.26
Sumber: FAO dan WHO (1974) dalam Indrayana (2001)
Tabel 11 Kebutuhan energi biologis (manusia) pada beberapa kegiatan pertanian
Kegiatan kKal/menit MJ/jam
Pra panen
Membersihkan semak 6.1 1.532
Penanaman 3.2 0.803
Menyiangi rumput 6.1 1.532
Pemanenan 4.9 1.230
Aplikasi pestisida 6.9 1.733
Pengolahan tanah secara mekanis 4.2 1.055
Pengolahan tanah secara manual 6.9 1.733
Memupuk 6.9 1.733
Mengukur/merintis 2.0 1.502
Pembuatan drainase/jalan 6.1 1.532
Wiping 6.1 1.532
Pasca panen
Pengolahan di pabrik 1.4 0.725
Sumber: Stout (1990) dalam Indrayana (2001)
17

Audit Energi

Audit energi merupakan bentuk kegiatan untuk menghitung jumlah energi


yang digunakan dalam setiap tahapan di dalam suatu sistem secara keseluruhan
(Abdullah dkk,1998). Sedangkan menurut PT. Koneba dalam Wibowo (2008),
audit energi adalah kegiatan penelitian pemanfaatan energi untuk mengetahui
keseimbangan energi dan mengetahui peluang-peluang penghematan energi.
Audit energi adalah kegiatan untuk mengidentifikasi potensi penghematan
energi dan menentukan jumlah energi dan biaya yang dapat dihemat dengan usaha
konservasi energi dari suatu sistem, sarana mau pun peralatan yang telah ada
(KEPRES 43/1993, Konversi Energi dalam Setiawan 2010). Bagian dari usaha
konservasi energi adalah dengan cara mengetahui sumber-sumber pemborosan
pemakaian energi, serta memberikan analisis dan jawaban mengenai tindakan
yang bisa dilakukan terhadap pemakaian energi yang lebih tepat tanpa
mengurangi produktifitas yang telah dicapai sebelumnya (PII, 1992 dalam
Setiawan 2010).
Menurut Koneba (1989) dalam Mulyawan (1997), metode audit energi
terdiri dari dua tahapan, yaitu audit energi awal (preliminary energy audit) dan
audit energi terinci (detailed energy audit).
1. Audit energi awal
Adalah berupa pengumpulan data awal dan analisis pendahuluan yang
terdiri dari pengelompokan sumber data, mengidentifikasi data yang diperlukan,
pengumpulan data, analisis data, dan pembuatan rencana pengembangan.
2. Audit energi terinci
Adalah dengan melakukan penjajagan terhadap peralatan yang dipakai
dalam suatu pabrik dan melakukan analsis, baik terhadap alat yang tetap
digunakan secara kontinyu mau pun alat yang bersifat tidak tetap. Tahapan audit
energi terinci yaitu:

Evaluasi pengelolaan energi harian


Melakukan audit energi awal
Rencana pengembangan kegiatan pabrik
Pemilihan bagian-bagian yang akan diaudit secara rinci
Persiapan perlengkapan kerja
Pemeriksaan data lapangan
Evaluasi data yang dikumpulkan
Mengidentifikasi peluang konservasi energi
Rencana pengembangan aktivitas peralatan
Pengawasan penggunaan energi secara kontinyu
Penyempurnaan pengelolaan energi secara menyeluruh
Menurut Wayne C. Turner, (1982) dalam Sholahudin (1999), langkah-
langkah dalam audit energi adalah pengumpulan data, analsis, evaluasi biaya
peralatan, membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi. Masing-masing
langkah tersebut akan diuraikan secara rinci dalam uraian berikut ini.
1. Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data meliputi teknik analisis pendahuluan,
pengumpulan data tetapan-tetapan peralatan, catatan lapang, pengoperasian data
terhadap persamaan yang telah ada dan uji coba perlatan atau unjuk kerja.
18

2. Analisis
Tahapan analisis ini meliputi:
Menganalisis konsep penambahan biaya untuk tahapan tertentu
Menganalisis kesetimbangan massa dan energi
Menganalisis pindah panas
Mengevaluasi sifat muatan listrik
Membuat model dan simulasi
3. Evaluasi biaya peralatan
4. Membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi
Tahapan ini merupakan langkah terakhir dalam perumusan audit energi
yang meliputi:
Laporan utama, merupakan hasil keseluruhan dari auditing (mulai bahan
baku sampai barang jadi yang siap dipasarkan)
Laporan biasa, merupakan data hasil perhitungan harian dari sebelum
dijadikan hasil audit energi yang baku
Laporan efektifitas pengelolaan peralatan auditing mau pun peralatan
pabrik
Laporan tinjauan tiap tahapan proses
Philippines National Oil Company (1986) dalam Mulyawan (1997)
membagi audit energi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
1. Primary audit atau prelimary audit yang terdiri dari kegiatan pencatatan dan
analisis pemakaian energi dengan cara melakukan tinjauan singkat pada
fasilitas pabrik dan analisis kebutuhan serta pembelian bahan bakar minyak.
Pemeriksaan visual dilakukan untuk menentukan peluang penghematan energi
dan membuat rencana analisis yang lebih rinci. Primary audit dikerjakan 1-3
hari tergantung pada tingkat kerumitan pabrik.
2. Detailed audit atau maxi audit yang terdiri dari catatan lengkap pemakaian
energi untuk menghitung tingkat pemakaian energi dan efisiensi. Hal ini
mengharuskan penggunaan alat-alat pengukuran. Detailed audit ini dapat
dikerjakan dalam waktu satu minggu atau lebih.
3. Plant survey atau mini audit yang terdiri dari identifikasi energi terpakai,
menganjurkan peningkatan pemeliharaan dan praktek pengoperasian alat
secara benar. Mini audit memerlukan pengujian data pengukuran jumlah energi
terpakai dan hilang. Mini audit juga meliputi anjuran dan analisis peluang
konservasi energi dengan anggaran yang relatif murah. Waktu pelaksanaan
sangat bervariasi tergantung dari keadaan pabrik.

Hasil-hasil Penelitian Audit Energi pada Proses Produksi CPO

Penelitian oleh Hendi Sholahudin Amri pada tahun 1999 tentang audit
energi di PTPN VIII (Persero) PKS Kertajaya Banten Selatan meliputi kegiatan
budidaya kelapa sawit hingga pengolahan TBS menjadi CPO. Masukan energi
terbagi dua, yaitu energi langsung dan energi tidak langsung. Energi langsung
berasal dari tenaga manusia, bahan bakar minyak (solar), biomassa (cangkang dan
serat), dan listrik, sedangkan masukan energi tidak langsung meliputi energi
pupuk dan energi pestisida. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah
18.6680 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar 2.624 MJ/kg
19

CPO, energi listrik sebesar 0.1631 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar
2.1286 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 2.827 MJ/kg CPO, energi pestisida
sebesar 0.7598 MJ/kg CPO dan energi pupuk sebesar 10.7901 MJ/kg CPO.
Penelitian oleh Tedi Ali Rahmat pada tahun 2002 tentang audit energi di
UU Rejosari PTPN VII (Persero) Lampung Selatan meliputi kegiatan budidaya
kelapa sawit, pengolahan TBS menjadi CPO dan kegiatan yang berlangsung pada
sarana pendukung produksi. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah
sebesar 15.7550 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar
0.1903 MJ/kg CPO, energi listrik sebesar 0.3969 MJ/kg CPO, energi bahan bakar
solar sebesar 0.7197 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 9.9200 MJ/kg CPO,
dan energi pupuk sebesar 4. 9250 MJ/kg CPO.
Penelitian oleh Sulitiono Ari Wibowo pada tahun 2008 tentang audit energi
di PMKS PT Condong Garut, Jawa Barat meliputi kegiatan budidaya kelapa sawit
hingga pengolahan TBS menjadi CPO. Hasil audit energi pada proses produksi
CPO adalah sebesar 33.4840 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia
sebesar 4.713 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar 3.728 MJ/kg CPO,
energi biomassa sebesar 22.776 MJ/kg CPO, dan energi pupuk sebesar 2.267
MJ/kg CPO.

PROSES PRODUKSI CPO DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS)


KERTAJAYA PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK,
BANTEN

Budidaya Tanaman Kelapa Sawit

Budidaya tanaman kelapa sawit yang dilakukan di Kebun Kertajaya akan


disajikan pada bagan alir berikut beserta penjelasannya.

Persemaian

Pembukaan lahan

Penanaman

Pemeliharaan

Pemanenan

Gambar 2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya


(Vademikum Kelapa Sawit PTPN III, 2001)
20

1. Persemaian
Kebun Kertajaya menerima kecambah dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) di Medan. Kecambah dikirim dalam kotak dengan jumlah sekitar 5000
butir kecambah tiap kotak. Di dalam kotak disertakan bubuk gergaji sebagai
bahan penahan guncangan dan kekeringan. Persemaian kelapa sawit di Kebun
Kertajaya dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembibitan awal (Pre Nursery) dan
pembibitan utama (Main Nursery). Pembibitan awal dilakukan selama 3 bulan di
polybag kecil sedangkan pembibitan utama dilakukan selama 9 bulan di polybag
besar. Pada kegiatan persemaian ini membutuhkan input energi berupa energi
biologis manusia, energi listrik, energi pupuk dan energi pestisida.
2. Pembukaan Lahan
Pembukaan lahan/areal merupakan tahapan awal yang sangat penting untuk
menunjang keberhasilan kegiatan-kegiatan dalam usaha perkebunan kelapa sawit.
Kondisi lahan yang akan dibuka tidak selalu sama, baik ditinjau dari segi vegetasi,
topografi serta bekas hutan (lahan bukaan baru, new planting), dan bekas lahan
perkebunan kelapa sawit (replanting).
3. Penanaman
Kegiatan penanaman bibit kelapa sawit meliputi pengajiran/pemancangan,
pembuatan lubang tanam, dan penanaman. Kebun Kertajaya menggunakan jarak
tanam 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m sehingga didapatkan kerapatan tanaman tiap hektar
adalah 136 tanaman. Penanaman dilakukan secara manual sehingga input energi
yang dibuthkan berupa tenaga manusia dan serta membutuhkan pupuk untuk
menyuburkan tanaman.
4. Pemeliharaan
Pemeliharan tanaman kelapa sawit di Kebun Kertajaya dibagi menjadi dua
periode, yakni pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan
pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Beberapa kegiatan yang dilakukan
dalam pemeliharaan TBM adalah pemeliharaan saluran air dan jalan, penyulaman,
babad, bobokor, chemis, pengendalian hama dan penyakit, kastrasi serta
pemupukan. Pada kegiatan pemeliharaan TM umunnya sama dengan kegiatan
pemeliharaan TBM, hanya saja kegiatan seperti kastrasi tidak lagi dilakukan di
pemeliharaan TM. Pada kegiatan pemliharaan ini dibutuhkan masukan energi
berupa tenaga manusia, pupuk, dan pestisida.
5. Pemanenan dan Transportasi
Pada dasarnya tujuan pembudidayaan tanaman kelapa sawit adalah untuk
dipanen buahnya yang lazim disebut tandan buah segar (TBS). Alat yang
digunakan untuk memanen TBS adalah dodos atau egrek. Dalam proses
pemanenan hanya membutuhkan input energi berupa tenaga manusia. Setelah
TBS dipanen selanjutnya TBS diangkut menggunakan truk ke pabrik sehingga
dibutuhkan input energi berupa solar sebagai bahan bakar.
.

Pengolahan TBS menjadi CPO

Pabrik Kelapa Sawit Kertajaya merupakan unit pengolahan TBS menjadi


crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) dengan bahan baku TBS yang
berasal dari Kebun Kertajaya, Kebun seinduk, Kebun Plasma (pihak ketiga). Pada
21

prinsipnya pengolahan kelapa sawit ditujukan bagaiman menghasilkan minyak


yang terkandung dalam buah semaksimal mungkin dengan menekan susut.
Berikut diagaram alir proses pengolahn TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya.
PKS Kertajaya memiliki kapasitas terpasang 60 ton/jam, yang dibagi
menjadi 2 line. Masing-masing line memiliki kapasitas terpasang 30 ton/jam,
dimulai dari stasiun penebahan sampai stasiun kernel. Berikut disajikan bagan alir
proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya beserta penjelasannya.

TBS

Penerimaan buah
(Loading ramp)

Perebusan
(Sterillizer)

Penebahan
(Theresser)

Pengadukan
(Digester)

Pengepresan
(Screw Press)

Pemurnian Pengolahan biji


(Clarification Tank) (Vibrating Screen)

CPO PKO

Gambar 3 Bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS


Kertajaya (SOP Pengolahan Kelapa Sawit PKS Kertajaya, 2011)

1. Stasiun penerimaan buah


Stasiun penerimaan buah adalah stasiun awal yang menerima datangnya
tandan buah segar yang berasal dari kebun seinduk atau pun dari pihak ketiga.
Stasiun penerimaan buah terbagi menjadi 3 unit, yaitu: jembatan timbang, sortasi,
loading ramp. Ketiga unit tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. Jembatan timbang
Jembatan timbang berfungsi untuk mengetahui jumlah TBS yang diterima
pabrik. Penimbangan dilakukan dengan menimbang truk yang berisi TBS
masuk ke pabrik (penimbangan I), setelah TBS dibongkar di loading ramp,
22

truk kosong dirimbang kembali untuk mengetahui berat truk kosong


(penimbangan II). Berat TBS yang diterima pabrik dapat diketahui dengan
menghitung selisih penimbangan I dengan penimbangan II.
b. Sortasi
Sortasi bertujuan untuk mengetahui mutu TBS yang layak olah, TBS tidak
layak olah dan klaim. Sortasi dilakukan saat pembongkaran TBS di loading
ramp. Mutu TBS dapat diklasifikasikan atas beberapa fraksi berdasarkan
tingkat kematangan TBS yng dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
Tabel 12 Tingkat kematangan TBS
Fraksi Persentase Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan
00 Tidak ada yang membrondol Sangat mentah
0 Buah luar membrondol 1 - 12.5% Mentah
1 Buah luar membrondol 12.5 - 25% Kurang matang
2 Buah luar membrondol 25 - 50% Matang
3 Buah luar membrondol 50 - 75% Matang
4 Buah luar membrondol 75 - 100% Lewat matang
5 Buah dalam ikut membrondol Buah busuk
Sumber: PPKS Medan dalam Pedoman teknis panen sawit PTP Nusantara
VIII, 2009

Hubungan teoritis fraksi kematangan buah berkaitan dengan rendemen


minyak dan kadar asam lemak bebas (ALB) disajikan pada Tabel 13 berikut
ini.

Tabel 13 Hubungan antara fraksi kematangan TBS dengan rendemen dan kadar
ALB
Fraksi Rendemen minyak (%) Kadar ALB (%)
0 16.0 1.6
1 21.4 1.7
2 22.1 1.8
3 22.2 2.1
4 22.2 2.6
5 22.9 3.8
Sumber: PPKS Medan dalam Pedoman teknis panen sawit PTP
Nusantara VIII, 2009
Fraksi 00 dan fraksi 5 adalah buah yang diklaim karena tidak layak olah,
sedangkan fraksi 0 samapi fraksi 4 adalah buah layak olah. Sampai saat ini
pensortiran TBS dilakukan dengan cara pengamatan langsung.
c. Loading ramp
Loading ramp berfungsi sebagai tempat penimbunan sementara TBS
sebelum diumpankan ke lori rebusan serta untuk mengurangi kotoran yang
terbawa oleh TBS dari kebun. Loading ramp memiliki 20 pintu dan masing-
masing pintu memiliki kapasitas 15 ton, sehingga total kapsitas loading
23

ramp yang ada di PKS Kertajaya adalah 300 ton. TBS diumpankan ke lori
rebusan melalui pintu-pintu loading ramp dengan membuka pintu hopper
hydrolic.
2. Stasiun perebusan
Lori-lori yang sudah berisi TBS dibawa ke sterilizer melalui transfer
carriage. Perebusan dilakukan dengan menggunakan uap panas (steam) yang
berasal dari BPV sebagai media penghantar panas dengan suhu 130-140 0C dan
tekanan 2.8-3.0 kg/cm2. Perebusan bertujuan untuk untuk menginaktifkan enzim-
enzim yang ada di buah sawit, mengurangi kadar air dalam buah dan inti sawit,
memudahkan pelepasan brondolan dari tandan, melunakkan daging buah agar
mudah dilumat dalam digester, dan memudahkan proses pengolahan kernel.
Untuk mencapai tujuan tersebut, TBS direbus dengan menginjeksikan steam
ke sterilizer selama 85-90 menit dengan pola triple peak. Sebelum proses
perebusan, dilakukan deaerasi untuk menghilangkan udara dalam sterilizer
selama 3-5 menit. Selama deaerasi berlangsung tekanan uap dalam sterilizer
harus tetap 0 kg/cm2 untuk mencegah terjadinya turbulensi uap. Pada Tabel 14
berikut dijelaskan secara rinci proses perebusan yang terjadi di PKS Kertajaya.
Tabel 14 Rincian proses perebusan di PKS Kertajaya
Jenis kegiatan Waktu (menit) Tekanan (kg/cm2)
Deaerasi (buang udara) 3-5 -
Tekanan puncak I 15 0-1.4
Buang kondensat I 4 1.4-0
Tekanan puncak II 20 0-1.8
Buang kondensat II 3-5 1.8-1
Tekanan puncak III 55 1-2.4
Buang exhaust 6 2.4-0
Buka tutup pintu 10 -
Sumber: SOP pengolahan kelapa sawit PKS Kertajaya, 2011
3. Stasiun penebahan
Setelah proses perebusan selesai, lori-lori rebusan ditarik untuk dikeluarkan
dari sterilizer dengan menggunakan capstand. Setelah itu, satu per satu lori-lori
rebusan tersebut diangkat ke atas auto feeder dan kemudian lori dibalik sehingga
tandan buah rebus keluar dari lori dan jatuh ke dalam auto feeder. Auto feeder
akan berputar secara otomatis dan mengatur tandan buah rebus masuk ke dalam
thresher untuk dibanting sehingga buah lepas dari tandannya. Melalui kisi-kisi
thresher, buah jatuh ke bottom conveyor dan dinaikkan ke fruit distiributing
conveyor oleh fruit elevator. Kemudian fruit distributing conveyor akan
mendistribusikan buah ke digester-digester untuk di ekstraksi minyaknya.
Sedangkan tandan yang sudah kosong yang berasal dari thresher dibawa empty
bunch conveyor menuju hopper tandan kosong untuk dijadikan pupuk di kebun.
4. Stasiun pengadukan
Pengadukan buah menggunakan alat yang disebut digester. Buah yang
dibawa oleh fruit distributing conveyor didistribusikan ke dalam digester-digester.
Dalam proses pengadukan di dalam digester terjadi proses penghancuran,
24

peremasan, dan pemanasan buah sehingga buah akan hancur dan lumat. Secara
prinsip proses pengadukan buah bertujuan untuk membuka jaringan buah dan sel-
sel yang mengandung minyak serta melepaskan dinding buah dari bijinya supaya
proses pengempaan di screw press menjadi lebih muda.
Digester terdiri dari pisau perajang untuk melumatkan buah dan pisau
pelempar untuk mengumpankan lumatan buah ke screw press. Digester
dilengkapi dengan steam jacket yang berfungsi untuk menjaga temperatur berada
pada kisaran 90-95 0C. Pengadukan berlangsung selama 15-20 menit. Pada waktu
proses pelumatan, digester harus dalam keadaan penuh dengan buah rebus agar
hasil pengadukan lebih baik.
5. Stasiun pengempaan
Buah yang telah lumat diumpankan ke screw press untuk memisahakan
minyak dari ampas. Untuk mempermudah pemisahan dan pengaliran minyak
maka perlu ditambahkan air panas. Di dalam screw press, selain buah lumat
diputar, juga ditekan menggunakan tekanan hidrolik sehingga cake akan betuk-
betul bebas dari minyak. Tekanan yang digunakan harus tepat karena apabila
tekanan kurang maka kandungan minyak akan terikut dengan ampas dan apabila
tekanan terlalu besar dapat menyebabkan pecah pada inti. Selanjutnya minyak
diumpankan ke stasiun pemurnian minyak sedangkan ampas (serat dan biji)
diumpankan ke stasiun pengolahan biji.
6. Stasiun pemurnian
Minyak yang diperoleh dari hasil pengempaan masih sangat kotor karena
masih tercampur dengan bahan-bahan lain, seperti pasir, air dan sludge (lumpur)
sehingga perlu di lakukan proses pemurnian minyak. Tujuan dari proses
pemurnian adalah untuk memperoleh semaksimal mungkin minyak kelapa sawit
(CPO) yang bersih dan bermutu. Proses pemurnian minyak berlangsung di stasiun
klarifikasi yang terdiri dari unit-unit sebagai berikut.
a. Crude oil gutter
Crude oil gutter berfungsi sebagai penampung minyak kasar (crude oil)
hasil pengempaan, selanjutnya crude oil disalurkan menuju sand trap tank
untuk memisahkan minyak kasar dari kotoran dan pasir.
b. Sand trap tank
Pada sand trap tank, minyak dipisahkan dari kotoran dan pasir yang
berlangsung secara gravitasi. Pasir dan kotoran dengan masa jenis yang
lebih besar akan berada pada lapisan bawah dan akan dilakukan blow down
secara berkala menuju decanting basin, sedangkan minyak yang berada
pada lapisan atas akan dialirkan ke vibrating screen secara overflow.
Temperatur pada sand trap tank dijaga 90-95 0C dengan menginjeksikan
steam.
c. Vibrating screen
Benda-benda padat yang masih terbawa dalam minyak kasar setelah
melewati sand trap tank dipisahkan lagi dengan vibrating screen. Kemudian
minyak hasil penyaringan ditampung dalam crude oil tank yang berada di
bawah vibrating screen.
d. Crude oil tank
Crude oil tank merupakan tangki bersekat yang membagi tangki menjadi
tiga bagian. Di crude oil tank terjadi pemisahan minyak dengan air secara
gravitasi. Minyak, dengan berat jenis lebih kecil dibanding berat jenis air,
25

akan berada apada lapisan atas dan akan mengalir dari bagian 1 secara
overflow ke bagian 2 dan dari bagian 2 ke bagian 3 untuk selanjutnya
dipompakan ke continuous settling tank. Sedangkan air bercampur kotoran
(sludge) berada pada lapisan bawah dan dialirkan ke decanting basin.
Temperatur pada crude oil tank dijaga pada 90-95 0C dengan
menginjeksikan steam.
e. Continuous settling tank
Continuous settling tank berfungsi untuk memisahkan minyak, air dan
sludge secara gravitasi. Untuk mempermudah pemisahan, temperatur dijaga
pada 90 95 0C dengan menginjeksikan steam. Minyak dengan berat jenis
paling kecil akan berada pada lapisan atas, sedangkan air berada di lapisan
tengah, dan sludge berada di lapisan bawah. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan berat jenis dari masing-masing benda. Minyak yang ada di
lapisan atas dialirkan secara overflow ke oil tank sedangkan sludge yang
berada di bagian bawah dipompakan ke sludge tank.
f. Oil tank
Oil tank berfungsi untuk mengendapkan kotoran dan sebagai bak
penampungan sebelum minyak masuk ke oil purifier. Temperatur pada tank
ini mencapai 95o C. Karena minyak masih mengandung air dan kotoran,
maka perlu diolah lagi sampai kadar air dan kotoran sekecil mungkin.
g. Oil purifier
Minyak dari oil tank diumpankan ke oil purifier untuk mengurangi kadar air
dan kotoran pada minyak. Kotoran-kotoran yang mengendap di oil tank di
blow down secara berkala menuju decanting basin. Pemurnian minyak di oil
purifier dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis dengan gaya
sentrifugal. Minyak dengan berat jenis lebih kecil bergerak ke aras poros
dan terdorong keluar selanjutnya dipompakan ke vacuum dryer sedangkan
kotoran dan air yang berat jenisnya lebih besar terdorong ke dinding oil
purifier dan mengalir ke decanting basin. Kotoran-kotoran yang melekat
pada dinding oil purifier dicuci secara berkala.
h. Vacuum dryer
Minyak yang dihasilkan dari oil purifier masih mengandung air, untuk itu
minyak diumpankan ke vacuum dryer. Vacuum dryer merupakan alat
pengering untuk mengurangi kadar air minyak sehingga kadar air menjadi
sekitar 0.1%. Penguapan pada vacuum dryer menggunakan sistem
pengkabutan minyak dalam ruang hampa.
i. Storage tank
Fungsi dari storage tank sebagai tangki penimbunan produksi CPO dengan
temperatur di storage tank mencapai 40 oC. Untuk itu minyak dilewatkan ke
oil cooler agar temperatur minyak turun dari 80 0C menjadi 40 0C.
j. Sludge tank
Sludge merupakan campuran antara lumpur, air dan kotoran lainnya yang
masih mengandung minyak. Sludge ditampung di sludge tank untuk diolah
kembali untuk diambil minyaknya dan kemudian dialirkan ke brush
strainer.
k. Brush strainer
Pada brush strainer, sludge dan kotoran disaring untuk mengurangi kotoran
pada sludge.
26

l. Sludge separator
Sludge separator berfungsi untuk memisahkan sludge yang masih
terkandung pada minyak, setelah itu lumpur dan kotoran dialirkan ke tempat
pembuangan sedangkan minyak dipompakan ke continuous settling tank.
m. Decanting basin
Decanting basin berfungsi untuk menampung cairan-cairan yang masih
mengandung minyak dari blow down tangki-tangki pada pemurnian minyak.
Minyak yang dapat dipisahkan dipompakan ke sand trap tank sedangkan
sludge dialirkan ke deoiling pond.
n. Deoiling pond
Deoiling pond merupakan tempat pengutipan minyak terakhir. Minyak yang
dapat dipisahkan dipompakan ke decanting basin sedangkan sludge
dialirkan ke unit pengolahan limbah.
7. Stasiun pengolahan biji
Stasiun pengolahan biji berfungsi untuk mengolah biji sawit (nut) menjadi
palm kernell oil (PKO). Stasiun pengolahan biji terdiri dari 12 unit yang akan
diuraikan sebagai berikut.
a. Cake braker conveyor
Cake (campuran fibre dan nut) yang berasal dari screw press diumpankan ke
dalam cake brakaer conveyor. Cake braker conveyor berfungsi untuk
memecah gumpalan antara fibre dan nut dan sekaligus mengumpankan cake
ke dalam depericarper.
b. Depericarper
Depericarper berupa cerobong yang berfungsi sebagai pemisah fibre dan
nut. Fibre dengan bobot lebih ringan dibanding nut akan terhisap oleh
blower yang ada di atas cerobong yang kemudian diteruskan ke fibre
cyclone untuk dijadikan umpan boiler, sedangkan nut akan jatuh dan masuk
ke nut polishing drum.
c. Nut polishing drum
Nut polishing drum merupakan drum berputar yang berfungsi untuk
memisahkan fibre yang masih melekat pada nut. Fibre yang dapat
dipisahkan terhisap ke dericarper sedangkan nut diangkut oleh nut conveyor
ke destoner.
d. Destoner
Destoner berupa pemisah benda non biji yang berasal dari polishing drum.
Jadi fibre yang tidak terhisap akan dipisahkan di destoner sedangkan nut
yang sudah bersih dari fibre akan diumpankan ke nut silo.
e. Nut silo
Nut silo berfungsi untuk mengurangi kadar air nut supaya memudahkan
proses pemecahan nut di ripple mill.
f. Ripple mill
Ripple mill berfungsi untuk memecahkan nut. Ripple mill berada tepat di
bawah nut silo. Nut akan turun secara gravitasi ke riipple mill untuk digiling
sampai nut pecah sehingga kernel dan shell (cangkang) terpisah.
g. Craker mixture conveyor
Cangkang dan kernel dari ripple mill diumpankan oleh craker mixture
conveyor ke LTDS I.
h. Light tenera dust separator (LTDS) I
27

LTDS I berfungsi untuk memisahkan cangkang dan kernel secara gravitasi


tahap I dengan hisapan blower. Cangkang dengan bobot lebih ringan
dibanding kernel akan terhisap oleh blower dan masuk ke shell cyclone
sebagai bahan bakar boiler sedangkan kernel masuk ke grading drum.
i. Grading drum
Grading drum berupa silinder horizontal berfungsi sebagai pemisah
menurut ukuran lubang berdasarkan dari inti utuh, biji pecah dan biji utuh.
Dari grading drum, kernell masuk ke LTDS II untuk pemisahan tahap II
sedangkan biji dikembalikan ke polishing drum.
j. LTDS II
LTDS II berfungsi untuk memisahkan cangkang yang tidak terpisahkan
pada LTDS I dengan menggunakan hisapan blower. Cangkang dengan
bobot lebih ringan dibanding kernel akan terhisap oleh blower dan masuk ke
shell cyclone sedangkan kernel diumpankan ke kernell silo.
k. Kernell silo
Kernell silo berfungsi untuk mengurangi kadar air kernell hingga 6 %.
Sistem pemanasan di kernell silo menggunakan steam coil untuk
mempertahankan temperatur silo pada bagian atas 60 - 70 0C, temperatur
silo bagian tengah 50 60 0C, dan temperatur silo bagian bawah 40 50 0C.
Dari kernell silo, kernel diumpankan ke kernell bin.
l. Kernell bin
Kernell bin berfungsi sebagai tempat penyimpanan kernel sebelum dijual
atau didistribusikan.

Sarana Pendukung Proses Pengolahan CPO

Proses produksi CPO di PKS Kertajaya tidak akan berjalan jika tidak
didukung oleh sarana pendukung seperti sarana penyediaan air dan sarana
penyediaan energi. Berikut penjelasan kedua sarana pendukung tersebut.
1. Penyediaan air
Setiap pabrik kelapa sawit membutuhkan air bersih untuk proses pengolahan
TBS menjadi CPO. Air digunakan unutk kebuthan domestik dan untuk
diumpankan ke boiler untuk menghasilkan uap. Air yang digunakan harus
memenuhi standar sebelum diumpankan ke boiler. Standar tersebut dilihat
berdasarkan kandungan bahan-bahan kimianya, bahan padatan terlarut, dan
sebagainya. Penanganan air ini terbagi dua yaitu external treatment dan internal
treatment.
a. External Treatment
PKS Kertajaya menggunakan air yang berasal dari sungai Ciliman yang
berlokasi di dekat pabrik. Air diambil dengan pemompaan dan dialirkan ke
clarifier tank untuk mengendapkan kotoran. Air kemudian dialirkan ke sand filter
yang berfungsi untuk menyaring pasir kemudian dialirkan ke menara air
(kapasitas 60 m3/jam) yang berfungsi untuk mengirimkan air ke pabrik. Bahan
kimia yang ditambahkan dalam external treatment ini yaitu PAC dan Flockgulan.
b. Internal Treatment
Internal treatment merupakan perlakuan lanjutan terhadap air yang akan
digunakan untuk umpan boiler. Air dari menara air akan masuk ke cation tank
28

untuk menarik ion positif kemudian dialirkan ke degasifer tank. Degasifer tank
berfungsi untuk menerima air dari cation tank dan menghisapnya untuk dikirim ke
anion tank untuk menarik ion negatif dan kemudian air masuk ke feed tank untuk
memanaskan air. Selanjutnya air masuk ke deaerator untuk menarik oksigen yang
terlarut dalam air. Bahan kimia yang ditambahkan dalam internal treatment ini
adalah HCl dan NaOH untuk anion-cation exchanger serta Tanin, Polyperse dan
Alkali untuk menghilangkan karat dalam boiler.
2. Penyediaan Energi
Penyediaan energi merupakan sarana untuk menghasilkan energi listik dan
energi panas untuk keperluan operasional pabrik. Sarana penyediaan energi terdiri
dari boiler, turbin uap, dan mesin pembangkit tenaga diesel (diesel engine).
a. Boiler
Boiler adalah bejana tertutup untuk mengubah air menjadi uap bertekanan
tinggi dengan bantuan pemanasan yang diperoleh dari pembakaran. Bahan bakar
yg digunakan di PKS Kertajaya adalah ampas dari pengolahan berupa serat dan
cangkang sawit. Uap bertekanan yang dihasilkan boiler dialirkan melalui pipa ke
turbin uap untuk membangkitkan tenaga listrik yang digunakan untuk keperluan
proses pengolahan di pabrik. Di PKS Kertajaya terdapat 3 unit boiler, 2 unit untuk
dioperasikan dan 1 unit untuk cadangan.
Unit boiler terdiri dari beberapa bagian seperti ruang bakar, upper drum,
lower drum, pipa saturated, pipa superheated, input bahan bakar, dust collector,
cerobong asap, blower, dan alat-alat kontrol. Proses pembakaran dimulai ketika
serat dan cangkang mulai masuk ke fuel feeding melalui fibre conveyor dan shell
conveyor. Selanjutnya udara luar ditarik menggunakan blower untuk menyuplai
oksigen dan proses pembakaran dimulai. Air dari deaerator (air hasil internal
treatment) dipompa ke upper drum dan kemudian masuk ke pipa saturated dan
lower drum. Air umpan kemudian mendidih dan terbentuk uap saturated. Untuk
mengubah air menjadi uap superheated maka uap saturated dari upper drum
dialirkan ke pipa superheated. Gas dan abu sisa pembakaran keluar melalui
cerobong dan kerak sisa pembakaran akan jatuh ke dust collector.
b. Turbin Uap
Turbin uap merupakan unit pengkonversi energi dari steam menjadi energi
mekanis (putaran) lalu diubah menjadi energi listrik. Turbin uap yang digunakan
berjumlah 3 unit dengan daya listrik output terpasang yaitu 800 kW (2 unit) dan
960 kW (1 unit). Uap dari boiler yang telah digunakan untuk memutar turbin
kemudian ditampung dalam BPV yaitu berupa bejana/tangki. Dari BPV kemudian
uap didistribusikan ke stasiun-stasiun pengolahan di pabrik, seperti stasiun
perebusan, stasiun pelumatan, stasiun klarifikasi, stasiun biji dan tangki timbun.
c. Generator Diesel
Generator diesel merupakan peralatan untuk mendukung penyediaan energi
listrik dari turbin uap, terutama saat awal mulai pengolahan dimana pasokan
energi listrik dari boiler belum optimal, saat pemakaian energi listrik meningkat
atau kualitas uap dari boiler kurang sehingga listrik dari turbin uap juga kurang.
Generator diesel yang digunakan di PKS Kertajaya berjumlah 4 unit dengan
kapasitas terpasang bebeda-beda, yaitu 220 kW (2 unit), 200 kW (1 unit) dan 440
kW (1 unit).
29

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PT.


Perkebunan Nusantara VIII, Banten dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi
Pertanian TMB FATETA IPB dengan waktu penelitian selama 5 bulan dalam
selang waktu antara Oktober 2012 sampai Februari 2013.

Metode Audit Energi

1. Pendekatan masalah dan batasan sistem


Dalam pelaksanaan audit energi, sistem yang akan diteliti perlu dibatasi.
Batasan sistem yang diaudit didekati dengan asumsi bahwa kegiatan produksi
CPO dimulai dari budidaya kelapa sawit di kebun sampai dengan pengolahan
TBS menjadi CPO. Batasan sistem yang akan diaudit adalah sebagai berikut:
a. Proses produksi untuk menghasilkan CPO dimulai dari kegiatan budidaya
sampai dengan pengolahan TBS menjadi CPO dengan sarana pedukungnya,
yaitu sarana penyediaan air dan energi. Hal ini dianggap satu kesatuan
sistem produksi.
b. Pengamatan terhadap proses produksi CPO dilakukan secara berurutan
mengikuti proses yang berlangsung.
c. Pada saat pengamatan rinci, setiap tahapan proses produksi CPO yang
diamati dianggap merupakan tahapan proses produksi yang dapat diputus
dari tahapan sebelum dan sesudahnya.
d. Semua kegiatan dan jalannya proses produksi CPO dianggap tetap setiap
tahunnya dan dalam keadaan normal.
e. Masukan energi biologis tenaga manusia hanya dihitung yang langsung
berhubungan dengan proses produksi. Untuk pegawai administrasi di kantor
tidak dihitung.
f. Pada kegiatan budidaya, energi langsung dari sinar matahari tidak
diperhitungkan sebagai energi.
g. Masukan energi listrik yang dihitung hanya untuk kegiatan yang langsung
berhubungan dengan proses produksi. Penggunaan listrik untuk peralatan
dan penerangan kantor serta kebutuhan listrik untuk perumahan karyawan
tidak dihitung.
h. Energi yang dihasilkan dari sistem ketel uap (uap) dan pembangkit tenaga
diesel tidak dianggap sebagai input energi total, tetapi yang diperhitungkan
hanya bahan bakar dari kedua sistem pembangkit uap dan listrik tersebut.
Tetapi energi uap dan listrik untuk setiap tahapan produksi tetap dihitung
dihitung sebagai input energi pada tiap tahapan produksi yang
mengonsumsinya.
i. Input energi tidak langsung dari pestisida tidak diperhitungkan dalam
perhitungan kebutuhan energi produksi tiap kg CPO karena kurangnya data
pendukung, tetapi tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam
bentuk satuan unit bahan (bukan satuan unit energi).
30

j. Masukan energi listrik yang merupakan input energi sekunder dari BBM
dan biomassa hanya dihitung sebagai input energi pada tiap tahapan
produksi yang mengonsumsinya.
k. Energi yang dihasilkan dari sistem boiler (uap) dan diesel tidak dianggap
sebagai input energi, yang dihitung hanya bahan bakar dari kedua sistem
pembangkit listrik tersebut. Efisiensi boiler dan generator diesel akan
dihitung dengan membandingkan input dan output dari masing-masing
sistem.
l. Dalam proses produksi CPO, semua embodied energy dari mesin dan
peralatan pabrik serta peralatan bengkel yang digunakan dalam proses
produksi CPO tidak diperhitungkan sebagai masukan energi karena data
produksi dan pustaka yang kurang mendukung.
m. Input energi primer dihitung dari masukan energi pupuk, manusia, solar,
dan biomassa. Masukan energi listrik yang merupakan input energi
sekunder yang berasal dari solar dan biomassa hanya dihitung pada tiap
tahapan produksi yang mengkonsumsinya. Input energi primer digunakan
untuk menghitung energi primer riil yang digunakan pada total sistem.
Bagan alir kegiatan budidaya kelapa sawit sampai pengolahan TBS menjadi
CPO serta masukan energi pada tiap kegiatannya dapat dilihat pada Gambar 4
berikut.
31

Alat atau mesin Tahapan proses Input energi


Pisau (alat potong) dan alat Pembibitan Tenaga manusia, listrik,
laboratorium BBM, bahan pembantu

Traktor, cangkul Persiapan lahan Tenaga manusia, BBM

Alat tanam Penanaman Tenaga manusia

Cangkul, garuk, traktor Pemeliharaan Tenaga manusia,


pupuk, pestisida, BBM

Pisau panen, egrek Pemanenan Tenaga manusia

Truk, wheel loader Pengangkutan TBS Tenaga manusia, BBM

Peralatan dan mesin Penimbangan dan Tenaga manusia,


timbang penyortiran TBS listrik

Peralatan dan mesin stasiun Perebusan Tenaga manusia,


perebusan listrik, uap

Peralatan dan mesin stasiun Tenaga manusia,


penebahan
Penebahan
listrik

Peralatan dan mesin stasiun Tenaga manusia,


pengadukan Pengadukan
listrik, uap

Peralatan dan mesin stasiun Tenaga manusia,


pengempaan
Pengempaan
listrik, uap

Peralatan dan mesin stasiun Tenaga manusia,


pemurnian
Pemurnian minyak
listrik, uap

Peralatan dan mesin


pengeringan Pengeringan Tenaga manusia

Peralatan dan mesin stasiun Penyimpanan CPO Uap


simpan

Gambar 4 Bagan alir proses dan input energi pada tiap tahapan
produksi CPO
32
32

Alat dan mesin Pembibitan


pertaniaan

Pengolahan tanah
A
Pupuk Penanaman

Pestisida Pemeliharaan BBM


tanaman

Tenaga
Pemanenan
manusia

Pengangkutan TBS

Penerimaan TBS Diesel

Listrik
Perebusan
Turbin uap
B

Penebahan BPV

Pelumatan dan Ampas Ketel


pengempaan uap

Pemurnian minyak Pengolahan biji

Keterangan garis:
= input listrik = energi BBM
= input uap = energi pestisida
= energi manusia
= aliran energi mesin A = kegiatan budidaya
= energi pupuk
= batasan sistem B = kegiatan pengolahan

Gambar 5 Batasan sistem dalam audit energi di PKS Kertajaya


33

2. Metode audit
Metode audit energi yang digunakan dalam penelitian ini adalah audit
energi awal (preliminary energy audit) dan dilanjutkan ke tahap audit energi
terinci (detailed energy audit). Pada tahap audit energi awal, setiap masukan
energi dikonversi dalam satuan energi yang sama yaitu Joule (J) atau Mega Joule
(MJ). Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya di
perkebunan yang lainnya agar dapat dilakukan analisis faktor yang berpengaruh
dalam penggunaan energi pada proses produksi CPO. Jika terdapat perbedaan
yang mencolok pada suatu sistem, maka akan dilakukan audit energi terinci pada
sistem tersebut.

Parameter yang Diukur

Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Kebutuhan energi manusia
Data yang digunakan meliputi jumlah tenaga kerja tiap tahapan produksi,
jumlah jam kerja, jumlah produksi CPO dan nilai kalor biologis manusia.
2. Kebutuhan energi BBM
Data yang digunakan meliputi konsumsi BBM, nilai kalor BBM, dan jumlah
produksi CPO.
3. Kebutuhan energi biomassa
Data yang digunakan meliputi jumlah cangkang dan serat yang dihasilkan dan
dikonsumsi, nilai kalor cangkang dan serat, dan jumlah produksi CPO.
4. Kebutuhan energi uap
Data yang digunakan meliputi waktu operasi boiler, suhu air umpan, entalpi air
umpan, suhu uap, tekanan uap, entalpi uap dan jumlah produksi CPO
5. Kebutuhan energi listrik
Data yang digunakan meliputi jenis alat, jumlah alat, lama penggunaan alat,
daya, tegangan, arus listrik yang terpasang dan terukur, faktor daya listrik,
efisiensi dan jumlah produksi CPO.
6. Kebutuhan energi pupuk
Data yang digunakan meliputi konsumsi pupuk pada kegiatan budidaya
tanaman kelapa sawit di kebun, nilai kalor jenis pupuk yang digunakan, dan
produksi TBS per hektar.
7. Kebutuhan energi pestisida
Data yang digunakan meliputi konsumsi pestisida pada kegiatan
pemberantasan hama dan penyakit, nilai kalor jenis pestisida yang digunakan,
dan produksi TBS per hektar.
8. Efisiensi penggunaan energi
Data yang digunakan dalam menentukan efisiensi penggunaan energi adalah
energi input, energi berguna, kapasitas terukur, dan kapasitas terpasang pada
tiap tahapan produksi.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah TBS, CPO, cangkang,
serat, biji sawit, air dan BBM. Ada pun alat yang digunakan dalam penelitian ini
34

adalah seluruh peralatan produksi serta alat ukur yang terpasang di jembatan
timbang, ruang mesin, oven pengering (drying oven), timbangan, tang ampere,
termometer, KWh-meter, kapas, tali plastik, bomb calorimeter, kertas tisu,
filamen.

Metoda Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan


langsung (pengumpulan data primer) dan pengumpulan data sekunder. Dalam
kegiatan pembibitan, pembukaan lahan, dan penanaman, data yang diperoleh
adalah merupakan data sekunder. Data sekunder digunakan karena pada saat
dilakukan penelitian, kegiatan tersebut sudah tidak dilakukan.
Data primer yang dapat diamati dan diukur adalah penggunaan pada proses
pengangkutan TBS. Data yang diambil berupa jenis kendaraan, konsumsi BBM,
jarak tempuh, jumlah trip pengangkutan, jumlah TBS yang diangkut, jumlah
tenaga kerja dan jam kerjanya. Ada pun data yang termasuk data sekunder adalah
data produksi TBS dalam 5 tahun terakhir, konsumsi pupuk, pestisida, dan jumlah
tenaga kerja (manusia) jumlah jam kerja, jumlah BBM yang digunakan untuk
transportasi TBS dari kebun ke pabrik.

Perhitungan dan Analisis Data

Perhitungan terhadap masukan energi yang digunakan dilakukan pada setiap


tahapan yang telah ditentukan. Setiap masukan energi dikonversi ke dalam satuan
energi yang sama yaitu Mega Joule (MJ).
1. Kebutuhan energi biologis manusia
Kebutuhan energi biologis manusia dapat dihitung dengan persamaan berikut
(Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999):
Etm = (n x T x Nem)/Jcpo
Keterangan:
Etm = Konsumsi energi tenagan biologis manusia dalam kegiatan produksi
tiap kilogram CPO (MJ/kg CPO)
n = jumlah tenaga kerja tiap tahapan produksi
T = waktu kerja manusia per hari (jam/hari)
Nem = nilai kalor manusia (MJ); 0.725 MJ/jam untuk pengolahan di pabrik
Jcpo = jumlah produksi CPO per hari (kg/hari)
2. Kebutuhan energi BBM
BBM digunakan sebgai bahan bakar pembangkit tenaga diesel. Jumlah energi
BBM dalam kegiatan pengolahan untuk memroduksi tiap kg CPO adalah
(Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999):
Ebbm = (n x t x N)/Jcpo
Keterangan:
Ebbm = BBM untuk memroduksi tiap kg CPO (MJ/kg CPO)
n = kebutuhan BBM tiap jam (liter/jam)
t = jam jalan/operasi pembangkit tenaga diesel (jam/hari)
35

N = nilai kalor BBM (MJ/liter); solar 47.78 MJ/liter (Cervinka dalam


Pimentel, 1980)
Jcpo = jumlah produksi CPO per hari (kg/hari)
3. Kebutuhan energi biomassa
Jumlah energi biomassa yang digunakan untuk bahan bakar boiler dihitung
dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999):
Ebb = (JBB x NK)/Jcpo
Produksi uap secara teoritis didekati dengan persamaan:
JBB = (Mu (hs-hw)) / (LHV x k)
Keterangan:
Ebb = energi bahan bakar (MJ/kg CPO)
JBB = jumlah bahan bakar (kg)
NK = nilai kalor bahan bakar (MJ/kg)
Mu = kapasitas uap (kg/jam)
hs = entalpi uap superheated (kJ/kg)
hw = entalpi air umpan (kJ/kg)
LHV = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)
k = efisiensi ketel uap (%)
Jcpo = jumlah produksi CPO per hari (kg/hari)
4. Kebutuhan energi listrik
Besarnya energi listrik yang digunakan untuk memroduksi tiap kg CPO
didekati dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999):
E = (P x T x )/Jcpo
Untuk menghitung nilai daya listrik (tiga fasa) digunakan persamaan:
P = V x I x cos 3
Keterangan:
E = energi listrik yang diukur dan digunakan untuk memroduksi tiap kg
CPO (MJ/Kg CPO)
P = daya motor (kW)
T = waktu pemakaian alat (jam); 1 kWjam = 3.6 MJ
= efisiensi alat (%)
V = tegangan (volt)
I = arus (ampere)
Cos = faktor daya
Jcpo = jumlah produksi CPO per hari (kg/hari)
5. Kebutuhan Energi Pupuk
Besarnya energi pupuk yang digunakan pada semua tahapan produksi TBS di
kebun dihitung dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999):
()
Epp =

Maka jumlah energi pupuk untuk memroduksi tiap kg CPO dapat ditentukan
dengan persamaan:

Epp (total) =
36

Keterangan:
Epp (tot) = jumlah energi pupuk yang digunakan untuk memroduksi tiap
kilogram CPO (MJ/kg CPO)
Epp = jumlah energi pupuk yang digunakan untuk memroduksi tiap
kilogram TBS (MJ/kg TBS)
Kpp (i) = konsumsi pupuk pada tahap ke-i (kg/ha)
Nepp = nilai kalor pupuk (MJ/kg)
Jtbs = jumlah produksi TBS per hektar (kg/ha)
Rd = rendemen (%); perbandingan berat CPO yang dihasilkan (kg)
dengan berat TBS yang diolah (kg), yang digunakan sebagai faktor
konversi
i = 1,2,3,......
6. Kebutuhan energi pestisida
Besarnya energi pestisida yang digunakan pada semua tahapan produksi TBS
di kebun dihitung dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999):
()
Epe =

Maka jumlah energi pestisida untuk memroduksi tiap kg CPO dapat ditentukan
dengan persamaan:

Epe (total) =
Keterangan:
Epe (tot) = jumlah energi pestisida yang digunakan untuk memroduksi tiap
kilogram CPO (MJ/kg CPO)
Epe = jumlah energi pestisida yang digunakan untuk memproduksi tiap
kilogram TBS (MJ/kg TBS)
Kpe = konsumsi pestisida pada tahap ke-i (kg/ha)
Nepe = nilai kalor pestisida (MJ/kg)
Jtbs = jumlah produksi TBS per hektar (kg/ha)
Rd = rendemen (%); perbandingan berat CPO yang dihasilkan (kg)
dengan berat TBS yang diolah (kg), yang digunakan sebagai faktor
konversi
i = 1,2,3,......
7. Penggunaan Energi
Perhitungan pada penggunaan energi adalah sebagai berikut:
a. Efisiensi riil, perbandingan antara jumlah energi berguna dengan jumlah
energi input, dihitung dengan persamaan:
Ef. riil = (UE/IE) x 100%
Keterangan:
Ef. rill = efisiensi riil penggunaan energi (%)
UE = energi berguna (MJ)
IE = input energi (MJ)
b. Efisiensi teknis, perbandingan antara kapasitas alat/mesin terukur dengan
kapasitas alat/mesin terpasang, dihitung dengan persamaan:
37

/
Ef. teknis = / x 100%

Analisis data dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengukuran


terhadap jalannya proses produksi CPO. Data yang diperoleh dimasukkan dalam
persamaan yang telah ditentukan, sehingga diperoleh nilai konsumsi energi pada
tiap tahapan proses produksi. Kebutuhan total energi untuk menghasilkan tiap kg
CPO merupakan jumlah energi pada tiap tahapan proses produksi. Hasil tersebut
kemudian akan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya pada komoditas yang
sama yaitu CPO dengan lokasi penelitian yang sama mau pun berbeda tempat.
Analisis selanjutnya yaitu melihat efisiensi alat dan proses pada tiap tahapan
produksi, sehingga dapat diketahui besarnya pemborosan energi. Analisis data
secara keseluruhan digunakan untuk memperoleh kesimpulan tentang efisien atau
tidaknya penggunaan energi pada proses produksi CPO yang berlangsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Energi pada Proses Produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak Banten

Perhitungan konsumsi energi yang dilakukan di PKS Kertajaya meliputi


kegiatan-kegiatan pada proses budidaya kelapa sawit di kebun (termasuk
pengangkutan TBS ke pabrik) dan proses pengolahan TBS menjadi CPO di pabrik
(termasuk sarana pendukung). Pada audit energi ini, jenis energi primer yang
diaudit, yakni energi langsung (biomassa dan solar), energi tidak langsung (pupuk
dan pestisida) dan energi biologis dari tenaga manusia.
Besarnya konsumsi energi primer untuk menghasilkan 1 kg CPO di PKS
Kertajaya tanpa menghitung energi dari pestisida dan bahan kimia pembantu pada
kapasitas pengolahan 60 ton TBS/jam dengan besar rendemen 21.55% adalah
sebesar 16.6779 MJ. Konsumsi energi primer pada proses produksi CPO di PKS
Kertajaya dapat dilihat pada Tabel 15 berikut.
Input energi primer terbesar berasal dari energi biomassa sebesar 15.8900
MJ/kg CPO, 95.28% dari total masukan energi primer, dengan input energi
terkecil berasal dari energi biologis manusia sebesar 0.0258 MJ/kg CPO, 0.16%
dari total masukan energi primer. Sedangkan tahapan produksi yang
mengkonsumsi energi primer terbesar adalah pada kegiatan pengolahan TBS di
pabrik serta sarana pendukungnya yaitu sebesar 16.1347 MJ/kg CPO, sebesar
96.74% dari total konsumsi energi primer. Sedangkan tahapan produksi yang
paling kecil adalah pada kegiatan pemanenan yaitu sebesar 0.0018 MJ/kg CPO,
0.01% dari total konsumsi energi primer.
38

Tabel 15 Konsumsi energi primer pada proses produski CPO di PKS Kertajaya
Konsumsi energi (MJ/kg CPO)
Pengolahan Persentase
Jenis energi Angkut
Budidaya Panen dan sarana Total (%)
TBS
pendukung
A.Energi
langsung
1. Solar - - 0.1721 0.2404 0.4125 2.47
2. Biomassa - - - 15.8900 15.8900 95.28
B. Energi
tidak langsung
1. Pupuk 0.3492 - - - 0.3492 2.09
2. Pestisida * - - - * -
C. Energi
biologis 0.0144 0.0018 0.0057 0.0043 0.0262 0.16
manusia
Total 0.3636 0.0018 0.1778 16.1347 16.6779
Persentase
2.18 0.01 1.07 96.74 100.00
(%)
*) Input energi tidak langsung dari pestisida tidak dimasukkan dalam perhitungan
konsumsi energi primer karena kurangnya data pendukung, tetapi penggunaan pestisida
tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk satuan unit bahan (bukan
satuan unit energi) pada Tabel 25.
Nilai konsumsi energi primer di PKS Kertajaya yaitu 16.6779 MJ/kg CPO,
lebih besar dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VII Unit Usaha Rejosari
(Rahmat, 2002) yaitu sebesar 15.7550 MJ/kg CPO. Hal ini disebabkan input
energi langsung dari biomassa di PKS Kertajaya lebih besar dibanding input
energi biomassa di Unit Usaha Rejosari. Namun apabila nilai konsumsi energi
primer ini dibandingkan dengan hasil penelitian di PTPN VIII PKS Kertajaya
(Sholahuddin, 1999), dan PMKS PT. Condong Garut yang masing-masing sebesar
18.6680 MJ/kg CPO dan 33.4840 MJ/kg CPO, maka nilai konsumsi energi primer
di PKS Kertajaya pada saat ini lebih kecil dibanding penelitian terdahulu tersebut.
Perbedaan konsumsi energi primer yang paling besar terlihat pada energi
biomassa. Selain itu konsumsi energi tidak langsung dari pupuk di PKS Kertajaya
paling rendah dibanding hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut.
Besarnya konsumsi energi pada setiap tahapan produksi setelah input energi
solar dan biomassa pada stasiun penyediaan energi dikonversi menjadi energi
listrik, sehingga input yang yang diperhitungkan berupa energi uap dan energi
listrik disajikan dalam Tabel 16 berikut.
39

Tabel 16 Konsumsi energi final pada tiap tahapan produksi CPO di PKS
Kertajaya
Konsumsi energi (MJ/kg CPO)
Jenis energi Pengangkutan Pengolahan Sarana (%)
Budidaya Panen Total
TBS TBS pendukung
A.Energi
langsung
1. Solar - - 0.1721 - - 0.1721 3.27
2. Listrik - - - 0.2063 0.0982 0.3045 5.78
3. Uap - - - 4.7277 0.5382 5.2659 86.07
B. Energi
tidak
langsung
1.Pupuk 0.3492 - - - - 0.3492 6.63
2.Pestisida * - - - - *
C.Energi
biologis 0.0144 0.0018 0.0057 0.0028 0.0015 0.0262 0.50
manusia
Total 0.3636 0.0018 0.1778 4.9368 0.6379 6.1179
Persentase 5.94 0.03 2.91 80.69 10.43 100.00
*) Input energi tidak langsung dari pestisida tidak dimasukkan dalam perhitungan
konsumsi energi final karena kurangnya data pendukung, tetapi penggunaan pestisida
tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk satuan unit bahan (bukan
satuan unit energi) pada Tabel 25.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa total konsumsi energi final
untuk memproduksi 1 kg CPO setelah energi biomassa dan energi solar pada
stasiun penyediaan energi dikonversi menjadi energi listrik adalah sebesar 6.1179
MJ. Masukan energi terbesar berasal dari energi uap yaitu 5.2659 MJ/kg CPO
atau 86.07% dari total masukan energi. Sedangkan masukan energi terkecil
berasal dari energi biologis tenaga manusia yaitu 0.0262 MJ/kg CPO atau 0.50%
dari total masukan energi. Untuk tahapan produksi yang mengkonsumsi energi
paling besar adalah kegiatan pengolahan TBS yaitu 4.9368 MJ/kg CPO atau
80.69% dari total masukan energi sedangkan tahapan produksi yang
mengkonsumsi energi paling kecil adalah kegiatan pemanenan yaitu0.0018 MJ/kg
CPO atau0.03% dari total masukan energi.
Pada kegiatan budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya, konsumsi energi
terbesar diperlukan untuk kegiatan pemeliharaan TM sebesar 0.2621 MJ/kg CPO
atau sebesar 72.11% dari total konsumsi energi pada kegiatan budidaya.
Sedangkan kegiatan yang paling kecil mengkonsumsi energi yaitu kegiatan
persemaian yaitu sebesar 0.0040 MJ/kg CPO atau 1.10% dari total konsumsi
energi pada kegiatan budidaya. Jenis energi yang paling banyak di konsumsi
adalah energi pupuk yaitu 0.3491 MJ/kg CPO atau 96.04% dari total masukan
energi untuk kegiatan budidaya. Konsumsi energi pada kegiatan budidaya
disajikan pada Tabel 17 berikut ini.
40

Tabel 17 Konsumsi energi pada tahapan budidaya


Konsumsi energi (MJ/kg CPO)
Jenis energi Perse- Persiapan Pena- Pemel Pemel Total (%)
maian Lahan Naman TBM TM
A. Energi
langsung
1. Solar - - - - - - -
B. Energi tidak
langsung
1. Pupuk 0.0027 - 0.0047 0.0832 0.2585 0.3491 96.04
2. Pestisida * * - * * * -
C. Energi
0.0013 - - 0.0095 0.0036 0.0144 3.96
manusia
Total 0.0040 - 0.0047 0.0927 0.2621 0.3635
Persentase 1.10 - 1.29 25.50 72.11 100.00
*) Input energi tidak langsung dari pestisida tidak dimasukkan dalam perhitungan
konsumsi energi pada tahapan budidaya karena kurangnya data pendukung, tetapi
penggunaan pestisida tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk
satuan unit bahan (bukan satuan unit energi) pada Tabel 25.
Pemanenan yang dilakukan di Kebun Kertajaya hanya menggunakan
masukan energi biologis dari tenaga manusia yaitu sebesar 0.0018 MJ/kg CPO.
Sedangkan pada kegiatan pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik hanya
menggunakan masukan energi berupa energi biologis tenaga manusia dan energi
solar, masing-masing sebesar 0.0057 MJ/kg CPO dan sebesar 0.1721 MJ/kg CPO.
Konsumsi energi yang digunakan untuk proses pengolahan TBS menjadi
CPO dapat dilihat pada Tabel 18. Pada kegiatan ini, masukan energi terbesar
berasal dari energi uap yaitu sebesar 4.7277 MJ/kg CPO atau 95.76% dari total
konsumsi energi pada kegiatan pengolahan TBS. Sedangkan tahapan paling besar
untuk input energi listrik dan manusia tanpa input energi uap (karena input energi
uap tidak dapat dihitung per stasiun) adalah tahapan pengempaan sebesar 0.07373
MJ/kg CPO atau 1.49% dari total konsumsi energi manusia dan energi listrik pada
kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO.
Tabel 18 Konsumsi energi pada kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO
Kegiatan E. listrik E. manusia E. uap Total Persentase
(MJ/kg (MJ/kg CPO) (MJ/kg (MJ/kg (%)
CPO) CPO) CPO)
Penerimaan buah 0.00174 0.00083 - 0.00257 0.05
Perebusan 0.00074 0.00039 * 0.00113 0.02
Penebahan 0.03045 0.00059 - 0.03104 0.63
Pengempaan 0.07334 0.00039 * 0.07373 1.49
Pemurnian minyak 0.04223 0.00024 * 0.04247 0.86
Pengolahan biji 0.05779 0.00039 * 0.05818 1.18
Total 0.20629 0.00283 4.72770 4.93682
Persentase 4.18 0.06 95.76 100.00
*) Input energi uap tidak disajikan secara rinci perstasiun tetapi tetap diaudit dan dihitung
secara keseluruhan untuk total energi pada kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO
41

Konsumsi energi pada sarana pendukung disajikan pada Tabel 19. Dari
tabel telihat, sarana penyediaan energi mengkonsumsi energi paling besar yaitu
0.1975 MJ/kg CPO atau 58.08% dari total masukan energi untuk sarana
pendukung sedangkan sarana penyediaan air mengkonsumsi energi paling sedikit
yaitu 0.0221 MJ/Kg CPO atau 6.51% dari total masukan energi untuk sarana
pendukung. Sarana pendukung di PKS Kertajaya mengkonsumsi energi listrik
sebesar 0.0273 MJ/kg CPO, energi manusia sebesar 0.00151 MJ/kg CPO, dan
energi solar sebesar 0.2404 MJ/kg CPO. Energi yang paling besar penggunaannya
pada stasiun pendukung adalah energi solar dengan persentase sebesar 89.31%
dari total masukan energi untuk sarana pendukung.
Tabel 19 Konsumsi energi pada sarana pendukung
Energi Energi Energi Energi
Total
listrik manusia uap solar Persentase
Kegiatan (MJ/kg
(MJ/kg (MJ/kg (MJ/kg (MJ/kg (%)
CPO)
CPO) CPO) CPO) CPO)
Penyediaan
0.07624 0.00088 0.5382 0.1204 0.73572 83.77
energi
Penyediaan
0.02194 0.00019 - - 0.02213 2.52
air
Lain-lain*) - 0.00044 - 0.1200 0.12044 13.71
Total 0.09818 0.00151 0.5382 0.2404 0.87829
Persentase 11.18 0.17 61.28 27.37 100.00
*) Kegiatan lain-lain yang dimaksud adalah pengangkutan tandan kosong dan
pengoperasian unit loader yang juga merupakan sarana pendukung/penunjang proses
pengolahan di pabrik

Dari analisis yang sudah dilakukan, maka dapat dibuat aliran energi pada
tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya sebgaimana disajikan dalam Gambar
6 berikut.
42

TBS

Ma = 0.0013
Pu = 0.0027 Persemaian
Pe = *

- Persiapan lahan

Pu = 0.0047
Penanaman
Ma = 0.0095
Pu = 0.0832
Pe = *
Pemeliharaan TBM

Ma = 0.0036
Pu = 0.2585 Pemeliharaan TM
Pe = *

Ma = 0.0018 Pemanenan

Ma = 0.0057
So = 0.1721 Pengangkutan TBS
Ma = 0.00083
Li = 0.00174 Ma = 0.00088
Penerimaan buah
Penyediaan Li = 0.07624
So = 0.1204
Ma = 0.00039 energi Bi = 11.6300
Li = 0.00074
Uap = * Perebusan Uap = 0.5382
Ba = *
Ma = 0.00059
Li = 0.03045 Penebahan
Ma = 0.00019
Penyediaan Li = 0.02194
Ma = 0.00039 air Ba = *
Li = 0.07334 Pengempaan
Uap = *

Ma = 0.00024
Ma = 0.00039
Li = 0.04223 Klarifikasi Pengolahan biji Li = 0.05779
Uap = *
Uap = *

CPO Kernel

Ket:
Ma = energi biologis manusia (MJ/kg CPO), Li = energi listrik (MJ/kg CPO)
Pu = energi pupuk (MJ/kg CPO), Bi = energi biomassa (MJ/kg CPO)
Uap = energi uap (total 4.7277 MJ/kg CPO), Ba = bahan kimia pembantu
Pe = pestisida dalam bentuk satuan unit bahan So = energi solar (MJ/kg CPO)
*) Energi uap tidak disajikan secara rinci per stasiun tetapi secara keseluruhan pada
pengolahan TBS menjadi CPO dan pada stasiun penyediaan energi untuk air umpan.
Gambar 6 Aliran energi pada tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya
43

Konsumsi energi pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya Lebak,


Banten diuraikan sebagai berikut.
1. Energi Biologis Manusia
Energi biologis manusia memiliki peranan penting pada produksi CPO di PKS
Kertajaya. Peranan tersebut terlihat dari penggunaan tenaga manusia pada tiap
tahapan proses, mulai dari kegiatan budidaya di kebun, pemanenan, pengangkutan
TBS ke pabrik, pengolahan TBS menjadi CPO, dan kegiatan di sarana pendukung
produksi di pabrik. Total penggunaan energi biologis manusia pada proses
produksi CPO di PKS Kertajaya adalah sebesar 0.0262 MJ/kg CPO. Penggunaan
energi biologis manusia yang paling besar adalah pada kegiatan budidaya yaitu
sebesar 0.0144 MJ/kg CPO atau 54.96% dari total konsumsi energi biologis
manusia. Sedangkan penggunaan energi yang paling kecil adalah pada kegiatan
pemanenan yaitu sebesar 0.0018 MJ/kg CPO atau 6.87% dari total konsumsi
energi biologis manusia. Pada kegiatan budidaya kelapa sawit, tahapan kegiatan
yang paling banyak mengkonsumsi energi adalah pada tahap pemeliharaan TBM
yaitu sebesar 0.0095 MJ/kg atau 65.97% dari jumlah konsumsi energi biologis
manusia pada kegiatan budidaya. Sedangkan konsumsi energi biologis manusia
paling kecil adalah pada kegiatan persemaian yaitu sebesar 0.0013 MJ/kg CPO
atau 9.03% dari jumlah konsumsi energi biologis manusia pada kegiatan
budidaya. Konsumsi energi biologis manusia pada setiap tahapan produksi
disajikan pada Tabel 20 berikut ini.
Tabel 20 Konsumsi energi biologis manusia pada setiap tahapan produksi
Konsumsi Persentase
Persentase Total
Kegiatan energi (MJ/kg terhadap
(%)
CPO) jumlah (%)
A. Budidaya 0.0144 100.00 54.96
-Persemaian 0.0013 9.03
-Persiapan lahan * *
-Penanaman * *
-Pemeliharaan TBM 0.0095 65.97
-Pemeliharaan TM 0.0036 25.00
B. Pemanenan 0.0018 100.00 6.87
C. Pengangkutan buah 0.0057 100.00 21.75
D. Pengolahan TBS 0.00283 100.00 10.80
-Penerimaan buah 0.00083 29.33
-Perebusan 0.00039 13.78
-Penebahan 0.00059 20.85
-Pengempaan 0.00039 13.78
-Pemurnian minyak 0.00024 8.48
-Pengolahan biji 0.00039 13.78
E. Sarana Pendukung 0.00151 100.00 5.72
-Penyediaan energi 0.00088 58.28
-Penyediaan air 0.00019 12.58
-Lain-lain 0.00044 29.14
Total 0.0262 100 100.00
*) = Konsumsi energi biologis manusia pada pembukaan lahan dan penanaman tidak
dimasukkan pada audit ini karena kuangnya data pendukung (kegiatan tersebut
dilakukan oleh pihak ketiga/kontraktor).
44

Jumlah konsumsi energi biologis manusia di PKS Kertajaya PTP Nusantara


Lebak, Banten lebih kecil dibanding penggunaan energi biologis manusia di
PTPN VIII (Persero) PKS Kertajaya Banten Selatan (Sholahudin, 2008), di PMKS
PT Condong Garut, Jawa Barat (Sulistiono, 2008), dan di UU Rejosari PTPN VII
(Persero) Lampung Selatan (Rahmat, 2002), masing-masing yaitu sebesar 2.624
MJ/kg CPO, 0.1903 MJ/kg CPO, dan 4.713 MJ/kg CPO. Hal ini terjadi karena
pada kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit di PKS Kertajaya, yaitu pada
tahapan pembukaan lahan dan penanaman tidak diaudit karena kurangnya data
pendukung.
2. Energi BBM (Solar)
Jenis bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan dalam proses produksi
CPO di PKS Kertajaya adalah solar. Solar digunakan untuk bahan bakar generator
diesel pada sarana penyediaan energi, bahan bakar truk untuk pengangkutan TBS
ke pabrik, bahan bakar truk pengangkut tandan kosong (tankos) dan bahan bakar
unit loader. Konsumsi energi solar di PKS Kertajaya dapat dilihat pada Tabel 21
dibawah ini.
Tabel 21 Konsumsi energi solar
Konsumsi energi
Kegiatan Persentase (%)
(MJ/kg CPO)
Pengangkutan TBS 0.1721 41.72
Sarana pendukung
- Penyediaan energi 0.1204 29.19
- Pengangkutan tankos 0.0836 20.27
- Pengoperasian loader 0.0364 8.82
Total 0.4125 100.00
Dari tabel terlihat bahwa total konsumsi energi solar di PKS Kertajaya
adalah sebesar 0.4125 MJ/kg CPO. Konsumsi energi solar terbesar terdapat pada
proses pengangkutan TBS yaitu sebesar 0.1721 MJ/kg CPO atau 41.72% dari total
penggunaan energi solar. Sedangkan tahapan kegiatan yang mengkonsumsi energi
solar paling kecil adalah pada pengoperasian unit loader yaitu sebesar 0.0364
MJ/kg CPO atau sebesar 8.82% dari total penggunaan energi solar.
Total konsumsi energi solar di PKS Kertajaya lebih kecil dibanding dengan
PKS Kertajaya Banten Selatan (Sholahudin, 2008) dan UU Rejosari Lampung
Selatan (Rahmat, 2002) yaitu masing-masing sebesar 2.1286 MJ/kg CPO dan
0.7197 MJ/kg CPO. Tingkat konsumsi solar yang berbeda ini dipengaruhi oleh
efisiensi mesin diesel yang digunakan, jarak antara kebun dan pabrik, kondisi
jalan, dan kondisi dari mobil pengangkut yang digunakan oleh masing-masing
perusahaan.
3. Energi Biomassa
Pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya, biomassa digunakan sebagai
bahan bakar pada ketel uap (boiler). Jenis biomassa yang digunakan adalah ampas
dari pengolahan kelapa sawit yaitu berupa serat (fibre) dan cangkang (shell). Rata-
rata jumlah serat dan cangkang yang dihasilkan oleh PKS Kertajaya masing-
masing adalah 116226 kg dan 58113 kg. Komposisi kedua biomassa tersebut
sebagai bahan bakar ketel uap adalah 85% serat dan 15% cangkang.
Nilai kalor serat dan cangkang yang berasal dari PKS Kertajaya adalah
masing-masing sebesar 13.99 MJ/kg pada kadar air 33.93% dan 18.49 MJ/kg pada
45

kadar air 20.51%. Nilai kalor serat dan cangkang diperoleh dengan pengujian
menggunakan Bomb Calorimeter di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi
Pertanian IPB. Konsumsi energi biomassa di PKS Kertajaya adalah sebesar 15.89
MJ/kg CPO dengan komposisi serat 122992 kg/hari dan cangkang 61496 kg/hari
sehingga total menjadi 184488 kg/hari. Konsumsi biomassa riil untuk boiler
didasarkan pada pengamatan bahwa semua serat dan cangkang yang dihasilkan
digunakan untuk bahan bakar boiler. Data ketersediaan, penggunaan dan hasil
pengukuran kalor bahan bakar biomassa dapat dilihat pada Lampiran 5.
Perhitungan kebutuhan bahan bakar boiler secara teoritis yaitu sebesar
170063.35 kg/hari dengan komposisi serat sebesar 113381.24 kg/hari dan
cangkang sebesar 56682.11 kg/hari. Perbedaan jumlah ketersediaan bahan bakar
boiler dengan kebutuhan teoritisnya mengakibatkan adanya sisa bahan bakar
biomassa sebesar 14424.65 kg/hari dengan komposisi serat sebesar 9610.76
kg/hari dan cangkang sebesar 4813.89 kg/hari.
4. Energi Listrik
Input energi listrik pada kegiatan pengolahan CPO dan sarana pendukung di
PKS Kertajaya berasal dari turbin uap dan generator diesel. Konsumsi energi
listrik pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya dapat dilihat pada Tabel 22
berikut ini.
Tabel 22 Konsumsi energi listrik pada pengolahan dan sarana pendukung
Konsumsi Persentase
Persentase
Kegiatan energi (MJ/kg terhadap
total (%)
CPO) jumlah (%)
A. Pengolahan TBS 0.20629 100.00 67.73
- Penerimaan buah 0,00174 0.84
- Perebusan 0,00074 0.37
- Penebahan 0,03045 14.76
- Pengempaan 0,07334 35.55
- Pemurnian minyak 0,04223 20.47
- Pengolahan biji 0,05779 28.01
B.Sarana
pendukung 0.09818 100.00 32.27
- Penyediaan energi 0,07624 77.67
- Penyediaan air 0,02194 22.33
Total 0.30447 100
Dapat dilihat dari tabel, total konsumsi energi listrik di PKS Kertajaya
adalah sebesar 0.3045 MJ/kg CPO. Pengolahan TBS merupakan bagian yang
terbesar dalam mengkonsumsi energi listrik yaitu sebesar 0.2063 MJ/kg CPO atau
67.73% dari total konsumsi energi listrik. Sedangkan bagian sarana pendukung
mengkonsumsi energi listrik sebesar 0.0982 MJ/kg CPO atau 32.27% dari total
konsumsi energi listrik. Penggunaan energi listrik secara rinci pada tiap tahapan
produksi dapat dilihat pada Lampiran 8.
Konsumsi energi listrik total di PKS Kertajaya lebih kecil dibanding dengan
UU Rejosari (Rahmat, 2002) yaitu sebesar 0.3969 MJ/kg CPO atau terdapat
selisih 0.0969 MJ/kg CPO. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penggunaan
energi listrik yang berbeda tergantung dari kondisi peralatan yang digunakan, cara
pengoperasian peralatan, dan kapasitas riil pengolahan. Efisiensi teknis peralatan
46

pengolahan TBS yang digunakan adalah 52.27% dan efisiensi teknis peralatan
pada sarana pendukung adalah 64.79% sehingga efisiensi total peralatan yang
digunakan dalam proses produksi CPO di PKS Kertajaya adalah 56.05%. Nilai
efisiensi teknik ini lebih kecil dibandingkan dengan UU Rejosari (Rahmat, 2002)
dimana efisiensi teknisnya adalah 73.65%, tetapi nilai efisiensi teknis alat masih
lebih besar bila dibandingkan dengan efisiensi teknis alat PMKS Condong Garut
(Wibowo, 2008) yaitu sebesar 47.69%.. Hal ini dipengaruhi oleh umur dan
kondisi motor listrik ataupun peralatan yang digunakan. Selain itu motor-motor
listrik yang digunakan di PKS Kertajaya banyak yang sudah diganti dengan daya
terpasang motor yang lebih besar sehingga sangat memengaruhi dalam
pengurangan efisiensi teknis alat.
Efisiensi teknis dari setiap peralatan dan mesin-mesin produksi dihitung
berdasarkan perbandingan antara daya terukur dengan daya terpasang. Berikut ini
disajikan efisiensi teknis dari setiap alat atau mesin produksi di PKS Kertajaya
pada Tabel 23 berikut ini.
Tabel 23 Efisiensi teknis alat atau mesin produksi CPO di setiap stasiun
pengolahan
Jumlah daya Jumlah daya Efisiensi teknis
Kegiatan
terukur (kW) terpasang (kW) (%)
A. Pengolahan TBS
-Penerimaan buah 69.13 127.50 53.59
-Perebusan 6.11 15.00 40.72
-Penebahan 88.77 144.40 59.11
-Pengempaan 213.77 414.70 51.60
-Pemurnian minyak 130.79 250.50 54.97
- Pengolahan biji 178.97 377.70 53.66
B. Sarana
pendukung
-Penyediaan energi 213.45 295.14 73.81
-Penyediaan air 71.92 111.00 55.77
Rataan 56.05
5. Energi Pupuk
Energi pupuk merupakan salah satu energi yang digunakan dalam proses
produksi CPO, tepatnya pada tahapan kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa
sawit di kebun. Pupuk memiliki peran yang sangat penting unutk menggantikan
unsur hara pada lahan. Jenis pupuk yang digunakan di PKS Kertajaya antara lain:
Urea, TSP, NPK, Kieserite, Rock Phosphate, KCL/MOP, dan Dolomite.
Konsumsi energi pupuk dapat dilihat pada Tabel 24 di bawah ini.
Tabel 24 Konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya
Kegiatan Konsumsi energi (MJ/kg Persentase (%)
CPO)
Persemaian 0.0028 0.80
Persiapan lahan - -
Penanaman 0.0047 1.34
Pemeliharaan TBM 0.0832 23.83
Pemeliharaan TM 0.2585 74.03
Total 0.3492 100.00
47

Dari tabel dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi energi pupuk pada
kegiatan budidaya adalah sebesar 0.3492 MJ/kg CPO dimana konsumsi energi
pupuk terbesar terdapat pada kegiatan pemeliharaan TM, yaitu sebesar
0.2585MJ/kg CPO atau 74.03% dari total konsumsi energi pupuk pada kegiatan
budidaya. Sedangkan tahapan yang paling kecil dalam mengkonsumsi energi
pupuk adalah tahapan persemaian yaitu sebesar 0.0028 MJ/kg CPO atau 0.80%
dari total konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya.
Konsumsi total energi pupuk di Kebun Kertajaya ini lebih kecil dibanding
dengan konsumsi energi pupuk di PMKS PT Condong Garut, Jawa Barat
(Sulistiono, 2008), dan di UU Rejosari PTPN VII (Persero) Lampung Selatan
(Rahmat, 2002), masing-masing yaitu sebesar 4. 9250 MJ/kg CPO dan 2.2670
MJ/kg CPO. Banyak faktor yang memengaruhi dalam penggunaan pupuk, di
antaranya adalah jenis tanah, kondisi iklim, dan kondisi tanaman kelapa sawit.
6. Energi Pestisida
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak,
atau membasmi organisme penggangu. Di PKS Kertajaya, jenis pestisida yang
digunakan adalah herbisida, insektisida, dan fungisida. Herbisida yang digunakan
adalah Best Up, Sun Up dan Supra yang digunakan pada tahapan kegiatan
persemaian, pemeliharaan TBM dan pemeliharaan TM. Herbisida ini digunakan
untuk membasmi gulma khususnya rumput ilalang yang dapat mengganggu
pertumbuhan kelapa sawit. Insektisida yang digunakan yaitu Marshal dan
Sumialpha yang digunakan pada tahapan kegiatan persemaian, pemeliharaan
TBM dan pemeliharaan TM. Insektisida digunakan untuk memberantas ulat api,
ulat kantong ataupun serangga pengganggu lainnya. Fungisida yang digunakan
yaitu Marfu P yang digunakan pada tahapan kegiatan pemeliharaan TM.
Fungisida digunakan untuk mencegah pertumbuhan jamur pada kecambah.
Konsumsi pestisida yang digunakan hanya dihitung sebagai kebutuhan
bahan untuk tiap 1 ha dan kg TBS yang dihasilkan karena kurangnya data
pendukung untuk nilai kalor produksi pestisida. Konsumsi pestisida dalam
kegiatan budidaya dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini.
Tabel 25 Konsumsi pestisida pada kegiatan budidaya
Pemakaian
Jumlah (bahan/kg
Kegiatan Nama pestisida pestisida
TBS)
(Liter bahan/ha)
Best Up 13.412 7.50 x 10-7
Supra 3.059 1.71 x 10-7
Persemaian
Marshal 1.765 9.88 x 10-8
Sumialpha 1.529 8.56 x 10-8
Penanaman Supra 0.134 7.50 x 10-9
Best Up 0.492 2.75 x 10-8
Pemeliharaan TBM Supra 0.161 9.01 x 10-9
Marshal 200ec 0.044 2.46 x 10-9
Best Up 0.225 1.26 x 10-8
Supra 0.273 1.53 x 10-8
Pemeliharaan TM
Marshal 200ec 0.014 7.83 x 10-10
Sumialpha 0.036 2.01 x 10-9
Jumlah 9.86 x 10-8
48

Analisis Energi pada Sarana Pendukung Penyediaan Energi

Sarana pendukung penyediaan energi bertujuan untuk memasok kebutuhan


energi uap dan energi listrik yang dibutuhkan untuk pengolahan TBS menjadi
CPO. Penyediaan energi dilakukan melalui konversi biomassa menjadi uap,
kemudian uap menggerakkan turbin dan selanjutnya dikonversi menjadi listrik.
Terdapat dua cara untuk memperoleh data tingkat efektifitas penggunaan energi
yaitu menghitung efisiensi riil penggunaan energi yaitu perbandingan antara
energi berguna dengan input energi dan bila data tersebut tidak diketahui maka
digunakan perbandingan antara kapasitas alat/mesin terukur dengan kapasitas
alat/mesin terpasang yang disebut dengan efisiensi teknis. Aliran energi pada
stasiun penyediaan energi dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

Air Umpan IPAL


Uap Uap 0.5382 Seluruh air
bekas
BPV uap
5.4185 Turbin 5.2659 kondensat
Boiler
uap Instalasi pengolahan dan
sarana pendukung
Generator 4.7277
listrik
Biomassa: Solar
15.8900 0.1204 Instalasi pengolahan
Listrik: 0.2063
0.07624 Pembangkit
Manusia: Diesel listrik
0.2866 (turbin) Sarana pendukung
0.000878 0.0982
0.02124 (diesel)

Keterangan garis:
= input/output
= buangan tapi masih dimanfaatkan

Semua input dan output dalam satuan MJ/kg CPO


Eff. riil pengoperasian boiler = 5.4185/16.50532 = 32.83%
Eff. turbin dan generator
dalam menghasilkan listrik = 0.2866/5.4185 = 5.29%
Eff. teknis motor listrik = 56.05 %
Eff. total penggunaan listrik = 0.3045/0.3078 = 98.91%
Keterangan: cara perhitungan efisiensi ini terdapat di Lampiran 9.
Gambar 7 Aliran energi pada stasiun penyediaan energi

Masukan konsumsi energi paling besar pada boiler berasal dari energi
biomassa yaitu sebesar 15.8900 MJ/kg CPO, energi air umpan sebesar 0.5382
MJ/kg CPO, energi listrik sebesar 0.0762 MJ/kg CPO dan energi manusia sebesar
0.00088 MJ/kg CPO sehingga total masukan konsumsi energi pada boiler sebesar
16.5053 MJ/kg CPO. Sedangkan keluaran dari boiler berupa uap superheated
dengan kandungan energi sebesar 5.4185 MJ/kg CPO. Hasil tersebut menunjukan
bahwa efisiensi riil pengoperasian boiler sebesar 32.83%.
49

Masukan konsumsi energi pada turbin uap berupa uap superheated yang
berasal dari boiler sebesar 5.4185 MJ/kg CPO. Keluaran dari turbin uap berupa
uap bekas yang ditampung di BPV dengan kandungan energi sebesar 5.2659
MJ/kg CPO dan energi listrik sebesar 0.2866 MJ/kg CPO sehingga efisiensi riil
turbin uap untuk menghasilkan listrik yang merupakan perbandingan antara
output listrik dan uap yang keluar dari turbin uap dengan input uap superheated
dari boiler yaitu sebesar 92.54%. Efisiensi turbin uap dalam menghasilkan listrik
adalah sebesar 5.29% sedangkan efisiensi teknis turbin uap sebesar 42.75%.
Rendahnya efisiensi turbin uap dalam menghasilkan listrik dapat disebabkan
karena rendahnya temperatur dan tekanan uap sehingga menyebabkan kurang
maksimalnya gaya mekanis pada turbin (sudu-sudu). Uap panas bertekanan tinggi
menyebabkan turbin berputar dan hampir semua energi dikonversikan menjadi
energi mekanik dan akhirnya dikonversi menjadi energi listrik melalui generator.
Selain itu suatu pusat pembangkit memerlukan energi listrik dalam operasinya
sehingga listrik yang dihasilkan tidak sepenuhnya digunakan tetapi ada sebagian
yang masuk sebagai energi listrik untuk generator.
Listrik yang dihasilkan dari turbin uap disalurkan ke alat/mesin di instalasi
pengolahan maupun sarana pendukung. Konsumsi energi pada instalasi
pengolahan sebesar 0.2063 MJ/kg CPO sedangkan pada sarana pendukung
sebesar 0.0982 MJ/kg CPO sehingga jumlah penggunaan listrik seluruhnya
sebesar 0.3045 MJ/kg CPO. Energi listrik yang dihasilkan dari turbin uap sebesar
0.3078 MJ/kg CPO sehingga efisiensi total penggunaan listrik sebesar 98.91 %.

PELUANG PENGHEMATAN DAN KONSERVASI ENERGI

Dari hasil perhitungan konsumsi energi dan tingkat efektivitas penggunaan


energi yang dilalukan pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya Lebak,
Banten, terlihat bahwa masih memungkinkan untuk melakukan usaha
penghematan energi terhadap beberapa masukan energi yang digunakan. Upaya
penghematan energi dalam hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan tingkat
efektivitas produksi dan tingkat efisiensi penggunaan energi.
1. Pengolahan TBS
Tingkat efektivitas produksi merupakan perbandingan antara kapasitas
pengolahan riil dengan kapasitas pengolahan terpasang. Sedangkan penentuan
tingkat efektivitas penggunaan energi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
menghitung efisiensi riil penggunaan energi yaitu perbandingan antara energi
berguna dengan input energi dan bila data tersebut tidak diketahui maka
digunakan perbandingan antara kapasitas alat/mesin terukur dengan kapasitas
alat/mesin terpasang yang disebut dengan efisiensi teknis.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2009 mengenai konservasi
energi, defenisi konsevasi energi adalah upaya sistematis, terencana dan terpadu
guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi
pemanfaatannya. Pelaksanaan konservasi energi mencakup seluruh tahap
pengelolaan energi meliputi penyediaan energi, pengusahaan energi, pemanfaatan
energi dan konservasi sumber daya energi. Di sisi pemanfaatan energi,
pelaksanaan konservasi energi oleh para pengguna dilakukan melalui penerapan
manajemen energi dan penggunaan teknologi yang hemat energi.
50

Kapasitas pengolahan terpasang PKS Kertajaya adalah 60 ton/jam dengan


jam kerja 24 jam/hari. Sedangkan pada hasil pengamatan, jam kerja per hari
adalah 17.7 jam dengan rata-rata TBS yang diolah per hari adalah 830 ton.
Dengan demikian diperoleh kapasitas olah riil pabrik adalah 46.90 ton/jam.
Dengan membandingkan antara kapasitas olah riil dengan kapasitas olah
terpasang maka diperoleh efisiensi olah pabrik sebesar 78.17%. Nilai efisiensi ini
sudah cukup tinggi, namun masih dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan
jam olah riil dan meningkatkan produksi TBS di lapangan. Peningkatan produksi
TBS di lapangan dilakukan melalui kegiatan budidaya yang optimal serta terus
menjalin kemitraan dengan petani-petani kelapa sawit. Dengan meningkatnya
pasokan TBS maka akan meningkatkan efisiensi olah riil pabrik.
Pada penggunaan energi biologis manusia dalam kegiatan pengolahan
terjadi pemborosan energi karena adanaya stagnasi akibat kerusakan pada
peralatan/mesin pengolahan dan terkadang karena kurangnya pasokan TBS. Hal
ini membuat jam olah riil pabrik berkurang dari jam kerja yang tetapkan 24 jam
menjadi 17.7 jam/hari untuk 2 shift kerja. Sehingga dari hal tersebut terdapat
selisih sebesar 6.3 jam/hari atau 3.15 jam/shift kerja. Akibat pemborosan waktu
tersebut maka energi terbuang yaitu 8.833 x 10-4 MJ/kg CPO. Nilai pemborosan
ini lebih kecil bila dibandingkan dengan pemborosan energi biologis manusia
yang terjadi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) sebesar 0.00086 MJ/kg CPO. Upaya
penghematan dapat dilakukan dengan perawatan peralatan/mesin pengolahan dan
meningkatkan pasokan TBS sehingga jam olah riil dapat ditingkatkan dan
pemborosan waktu kerja dapat dikurangi.
2. Sarana penyediaan energi
Selain pada konsumsi energi manusia, pemborosan energi terjadi pada
sarana penyediaan energi karena adanya kelebihan pemakaian serat dan cangkang
pada boiler. Dari hasil perhitungan antara konsumsi bahan bakar riil dengan
konsumsi bahan bakar teoritis untuk boiler pada Lampiran 6 terdapat selisih
pemakaian (loading) serat dan cangkang sebesar 14424.65 kg/hari. Apabila serat
dan cangkang tersebut dapat dihemat (pemakaian secukupnya tanpa mengurangi
uap yang dihasilkan), maka energi yang bisa dihemat dari serat dan cangkang
tersebut yaitu sebesar 0.88426 MJ/kg CPO.
Upaya penghematan tersebut dapat dilakukan dengan mengatur loading
bahan bakar ke boiler sesuai kebutuhan dan menampung sisa bahan bakar tersebut
untuk digunakan kembali atau untuk keperluan lain. Perlu ditekankan kembali
bahwa pengurangan yang dilakukan adalah pengurangan loading serat dan
cangkang ke boiler bukan pengurangan energi masuk (q in ). Hal ini sesuai dengan
siklus Rankine, yaitu salah satu siklus daya uap sederhana yang skemanya
ditunjukkan pada Gambar 8 berikut ini (Potter & Somerton, 2011).
51

Uap tekanan
Air tekanan tinggi
tinggi

Uap tekanan
rendah

Air tekanan
rendah

Gambar 8 Skema siklus Rankine

Siklus Rankine terdiri dari empat proses ideal yang ditunjukkan dalam diagram
T-s pada Gambar 9 berikut ini (Potter & Somerton, 2011).

Gambar 9 Diagram T-s

Keterangan:
1 2 Kompresi isentropik di dalam pompa
2 3 Penambahan kalor tekanan konstan di dalam bolier
3 4 Ekspansi insentropik di dalam turbin
4 1 Pembuangan kalor tekanan konstan di dalam kondensor

Efisiensi dari siklus Rankine dapat ditingkatkan dengan tiga cara, yaitu cara
pertama dengan menaikkan tekanan boiler sambil menjaga temperatur maksimum
dan tekanan minimum. Kerugian dalam menaikkan tekanan boiler adalah kualitas
uap yang keluar dari turbin dapat menjadi terlalu rendah (kurang dari 90 persen)
52

sehingga mengakibatkan kerusakan parah pada oleh butiran air pada bilah-bilah
turbin dan berkurangnya efisiensi turbin. Cara yang kedua adalah dengan
menaikkan temperatur maksimum boiler. Cara ini dapat memberikan keuntungan,
selain meningkatkan efisiensi dapat juga mengurangi pembentukan butiran air
dalam turbin. Cara yang ketiga adalah dengan menurunkan tekanan pada
kondensor (Potter & Somerton, 2011).
Pemborosan berikutnya terjadi pada penggunaan energi listrik. Pemborosan
energi listrik dapat terlihat dari adanya selisih dari sumber listrik utama (turbin
uap dan generator diesel) dengan energi listrik yang terukur pada peralatan
pengolahan dan sarana pendukung. Jika dilihat besarnya nilai energi listrik yang
dihasilkan dari turbin uap dan generator diesel adalah 0.3078 MJ/Kg CPO
sedangkan besarnya nilai energi listirk yang terukur pada peralatan dan mesin
pengolahan dan saran pendukung adalah 0.3045 MJ/Kg CPO. Sehingga terdapat
selisih sebesar 0.0033 MJ/Kg CPO. Nilai tersebut merupakan energi yang hilang
(losses). Nilai pemborosan energi listrik ini lebih kecil bila dibandingkan dengan
pemborosan energi listrik yang terjadi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS
Condong Garut (Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 0.0379 MJ/kg CPO dan
0.248 MJ/kg CPO. Upaya yang dapat dilakukan untuk penghematan energi listrik
ini di antaranya melalui pembenahan sistem jaringan dan instalasi listrik, seperti
penggantian kabel yang sudah tua karena kabel tersebut memiliki nilai resistansi
yang tinggi. Upaya lainnya adalah dengan cara memodifikasi motor listrik atau
bahkan mengganti motor listrik tersebut.
Pemborosan energi seperti yang telah diuraikan di atas mengakibatkan
energi yang terbuang pada produksi CPO di PKS Kertajaya adalah sebesar 0.8884
MJ/kg CPO. Nilai pemborosan energi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan
pemborosan energi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS Condong Garut
(Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 1.107 MJ/kg CPO, dan 1.98165 MJ/kg
CPO. Hal ini dapat terjadi karena besarnya tingkat pengolahan TBS menjadi CPO
di PKS Kertajaya yaitu sebesar 830 ton TBS/olah/hari. Selain itu, meningkatnya
rendemen dapat meningkatkan pula produksi CPO sehingga menurunkan nilai
konsumsi energi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil audit energi di PKS Kertajaya PTP. Nusantara VIII


(Persero) Lebak, Banten yang dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai
Februari 2013, diperoleh beberapa simpulan seperti berikut:
1. Dari hasil perhitungan terhadap konsumsi energi, baik terhadap energi
langsung maupun tidak langsung, dibutuhkan masukan energi primer rata-rata
sebesar 16.6779 MJ untuk memproduksi tiap kg CPO pada kapasitas
pengolahan 60 ton TBS/jam dan tingkat rendemen 21.55%. Nilai tersebut tidak
termasuk pestisida (rata-rata konsumsi pestisida adalah 9.86 x 10-8 unit bahan/
kg TBS) dan nilai embodied energy seluruh peralatan dan bibit. Nilai konsumsi
53

energi tersebut lebih kecil dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VIII PKS
Kertajaya (Sholahuddin, 1999), dan PMKS PT. Condong Garut masing-masing
sebesar 18.6680 MJ/Kg CPO dan 33.4840 MJ/Kg CPO namun nilai tersebut
lebih besar dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VII Unit Usaha Rejosari
(Rahmat, 2002) yaitu sebesar 15.7550 MJ/Kg CPO.
2. Konsumsi energi primer tersebut berasal dari input energi solar sebesar 0.4125
MJ (2.47% dari total masukan energi primer), energi biomassa sebesar 15.8900
MJ (95.28%), energi pupuk sebesar 0.3492 MJ (2.09%) dan energi biologis
manusia sebesar 0.0262 MJ (0.16%). Berdasarkan tahapan proses produksi,
energi primer tersebut digunakan pada kegiatan budidaya sebesar 0.3636 MJ
(2.18% dari total konsumsi energi primer), kegiatan pemanenan sebesar 0.0018
MJ (0.01%), kegiatan pengangkutan TBS sebesar 0.1778 MJ (1.07%) dan
pengolahan TBS serta sarana pendukung sebesar 16.1347 MJ (96.74%).
3. Konsumsi energi final pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya setelah
energi primer biomassa dan solar pada penyediaan energi dikonversi menjadi
energi listrik yaitu sebesar 6.1179 MJ/kg CPO.
4. Pada pengolahan TBS menjadi CPO, masukan energi yang terbesar berasal dari
energi uap yaitu sebesar 5.2659 MJ/kg CPO atau 86.07% dari total konsumsi
energi pada kegiatan pengolahan TBS. Sedangkan tahapan kegiatan
pengolahan yang paling besar mengkonsumsi energi listrik dan energi manusia
adalah tahapan pengempaan yaitu sebesar 0.02076 MJ/kg CPO.
5. Dari aliran energi pada sarana pendukung penyediaan energi didapatkan
efisiensi riil boiler sebesar 32.83%, efisiensi riil turbin sebesar 92.54%,
efisiensi turbin dalam menghasilkan energi listrik sebesar 5.29%, efisiensi
teknis turbin sebesar 42.75%, efisiensi teknis generator diesel sebesar 37.94%,
efisiensi teknis motor listrik 56.05% dan efisiensi total penggunaan listrik
adalah 98.91%.
6. Energi listrik yang dihasilkan dari sarana pendukung penyediaan energi sebesar
0.3078 MJ/kg CPO berasal dari turbin uap sebesar 0.2866 MJ/kg CPO atau
93.11% dari total masukan energi listrik dan generator diesel sebesar 0.02124
MJ/kg CPO atau 6.89%. Kehilangan energi listrik dari input listrik ke peralatan
pengguna listrik sebesar 0.0045 MJ/kg CPO. Konsumsi energi listrik pada
instalasi pengolahan sebesar 0.2063 MJ/kg CPO dan instalasi sarana
pendukung sebesar 0.0982 MJ/kg CPO, sehingga rasio penggunaan energi
listrik antara instalasi pengolahan dengan sarana pendukung sebesar 68.02 :
31.98.
7. Pemborosan energi pada produksi CPO di PKS Kertajaya adalah sebesar
0.8884 MJ/kg CPO. Nilai pemborosan energi tersebut lebih kecil dibandingkan
dengan pemborosan energi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS
Condong Garut (Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 1.107 MJ/kg CPO,
dan 1.98165 MJ/kg CPO.

Saran

1. Upaya konservasi energi dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi olah


riil pabrik sehingga mengurangi pemborosan terhadap konsumsi energi selama
proses pengolahan antara lain dengan meningkatkan jam olah riil dan
meningkatkan produksi TBS di lapangan.
54

2. Pembenahan instalasi listrik, perbaikan peralatan dan mesin-mesin yang telah


melewati umur ekonomisnya sehingga mampu meningkatkan efisiensi teknis
peralatan dan mesin-mesin tersebut dan mengurangi besarnya pemborosan
energi akibat adanya losses.
3. Perlu ditingkatkan lagi perawatan intensif pada peralatan dan mesin di pabrik,
agar umur ekonomis peralatan dan mesin yang ada saat ini tidak cepat habis
dan tidak menjadi masalah yang menyebabakan stagnasi sehingga jam olah riil
dapat ditingkatkan.
4. Perlu diadakan penggantian untuk peralatan dan mesin yang sudah rusak.
Dalam hal ini terkhusus untuk indikator-indikator peralatan pada unit boiler,
dan panel-panel tiap stasiun yang ada, agar masukan energi dapat diketahui
sehingga optimalisasi penyediaan energi dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, K. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. JICA-DGHE. IPB. Project


ADAET. IPB. Bogor.
Fadly, M. Rizal. 2002. Audit Energi pada Pengolahan Kelapa Sawit menjadi
Crude Palm Oil (CPO) di PKS Kwala Sawit PTP Nusantara II (Persero)
Medan Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Bogor.
Fauzi, Yan [et.al]. 2007. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan
Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya: Depok.
http://www.deptan.go.id/eplanning/admin/laporan/Tayangan_PERKEBUNAN.pdf
[10 Oktober 2013]
http://ditjenbun.deptan.go.id/index.php/component/content/article/36-news/239-
menteri-pertanian-peranan-perkebunan-tetap-penting.html [ 4 Juli 2012]
http://www.meti.or.iddownloadMEMBACA_NASIB_ENERGI_BARU_DAN_T
ERBARUKAN_DI_INDONESIA_rev_%281%29.pdf [25 Juli 2012]
http://www.pn8.co.id/pn8/index.php?option=com_content&task=category&sectio
nid=4&id=16&Itemid=69 [25 Juni 2012]
Inayah, Nurul. 2011. Audit Energi pada Produksi Teh Hitam Ortodoks di PTPN
IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan. Skripsi. Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor
Indrayana. 2001. Analisis Kebutuhan Energi pada Proses Produksi Gula di PT. PG
Rajawali II Unit PG Jatitujuh. Skripsi. Jurusan Mekasnisasi Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Kementrian Perindustrian. 2011. OUTLOOK INDUSTRI 2012: Strategi
Percepatan dan Perluasan Agroindustri. Kemenperin RI.
Mulyawan, P.E. 1997. Audit Energi pada Proses Produksi Teh di PT. Perkebunan
Nusantara VIII, Kebun Goalpara, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan
Mekasnisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Pahan, Iyung. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya:
Depok.
55

Pimentel, D. 1980. Handbook of Energy Utilization in Agriculture. Boca Raton,


Florida: CRC Press
Potter, M.C. dan Somerton, C.W. 2011. Termodinamika Teknik. Penerbit
Erlangga: Jakarta.
Rahmat, T.A. 2002. Audit Energi pada Produksi Crude Palm Oil (CPO) di PTP
Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari, Lampung Selatan. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Sholahudin, A.H. 1999. Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm
Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP. Nusantara VIII, Banten
Selatan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Setiawan, Taopik. 2010. Audit Energi pada Sistem Pengolahan Pucuk Teh
Menjadi Teh Hitam Ortodoks di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun
Cisaruni, Garut, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Setyamidjaja, Djoehana. 2006. Seri Budidaya Kelapa Sawit. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Siregar, R.R. 2011. Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses Produksi CPO di
Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III Aek Nabara Selatan, Sumut. Laporan
Praktik Lapangan. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Tim Nasional Pengembangan BBN. 2007. Bahan Bakar Nabati. Penebar
Swadaya: Depok.
Wibowo, S.A. 2008. Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di
PMKS PT Condong, Garut, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
56

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data produksi TBS Kebun Kertajaya tahun 2008-2012 (kg)


Bulan 2008 2009 2010 2011 2012
Januari 3405300 2646570 1354190 1512860 1173460
Februari 3405300 1945290 741880 1457590 1192610
Maret 3133570 1366650 941460 1766620 1323720
April 1858210 1365120 1386230 1546780 1258470
Mei 2332910 1474240 1623130 1616230 1836170
Juni 1994010 1078770 1349270 1489400 1715500
Juli 1444950 1308840 1565310 1812580 1080800
Agustus 1584600 1976030 1622900 1884750 1234570
September 1584600 1929010 1741110 1991920 1942210
Oktober 2931190 2702540 2250400 1636500 1687520
November 3238210 1957760 2019410 1474030 1925390
Desember 3116480 2234480 2124730 1614340 1500690
Total per tahun 30029330 21985300 18720020 19803600 17871110
Rataan per bulan 2502444 1832108.3 1560002 1650300 1489259
Sumber: Laporan Manajemen Kebun Kertajaya

Lampiran 2 Penggunaan Energi Pupuk (Laporan Manajemen Kebun


Kertajaya)
Tabel 1 Penggunaan pupuk untuk persemaian
Jumlah Nilai energi
Produksi CPO Energi
Jenis pupuk pemakaian pupuk
(kg) (MJ/kg CPO)
(kg) (MJ/kg)
Urea 593.25 59.86 503059675 0.000071
Kiesrite 6294 10.38 503059675 0.000130
NPK 12-12-17 27384 14.16 503059675 0.000771
TSP 572 12.56 503059675 0.000014
Rock Phospate 1080 5.44 503059675 0.000012
NPK 15-15-6-4 12880 15.71 503059675 0.000402
Dolomit 4653 61.53 503059675 0.000569
NPK 15-20-10 25184 15.71 503059675 0.000787
Total 0.002755
57

Tabel 2 Penggunaan pupuk untuk tanaman tahun ini


Jumlah Nilai energi
Produksi CPO Energi
Jenis pupuk pemakaian pupuk
(kg) (MJ/kg CPO)
(kg) (MJ/kg)
Rock Phospate 28365 5.44 503059675 0.000307
Dolomit 32082 61.53 503059675 0.003924
Urea 1 59.86 503059675 0.000000
NPK 12-12-17-2 1752 14.16 503059675 0.000049
NPK 15-15-15 14000 15.71 503059675 0.000437
Total 0.004718

Tabel 3 Penggunaan pupuk untuk TBM


Jumlah Nilai energi
Produksi CPO Energi
Jenis pupuk pemakaian pupuk
(kg) (MJ/kg CPO)
(kg) (MJ/kg)
Urea 288917 59.86 503059675 0.034379
TSP 189683 12.56 503059675 0.004736
Rock Phospate 7297 5.44 503059675 0.000079
KCL 240833 6.69 503059675 0.003203
PH Emas 20680 6.00 503059675 0.000247
Dolomit 325638 61.53 503059675 0.039829
NPK 15-20-10 16 15.71 503059675 0.000000
Kiesrite 26562 10.38 503059675 0.000548
NPK 12-12-17-2 7571 14.16 503059675 0.000213
Total 0.083234

Tabel 4 Penggunaan pupuk untuk TM


Jumlah Nilai energi
Produksi CPO Energi
Jenis pupuk pemakaian pupuk
(kg) (MJ/kg CPO)
(kg) (MJ/kg)
Urea 809588 59.86 503059675 0.096334
TSP 139576 12.56 503059675 0.003485
Kiesrite 612 10.38 503059675 0.000013
Dolomit 1194661 61.53 503059675 0.146121
PH Emas 17400 6.00 503059675 0.000208
NPK 15-20-10 7100 15.71 503059675 0.000222
NPK 15-11-17-2 303600 15.71 503059675 0.009484
KCL 173250 6.69 503059675 0.002304
NPK 20-20-10 11200 15.715 503059675 0.000350
Total 0.258520

Total energi pupuk untuk budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya 0.3492
MJ/kg CPO
58

Lampiran 3 Penggunaan Pestisida


Pemakaian
Kegiatan Nama pestisida pestisida
(Liter bahan/ha)
Best Up 114
Supra 26
Persemaian
Marshal 15
Sumialpha 13
Penanaman Supra 40
Best Up 603
Pemeliharaan TBM Supra 197
Marshal 200ec 54
Best Up 219
Supra 265
Pemeliharaan TM
Marshal 200ec 14
Sumialpha 35
Sumber: Laporan Manajemen Kebun Kertajaya

Lampiran 4 Penggunaan Energi BBM (Solar)


Tabel 1 Penggunaan solar untuk 3 unit generator diesel
Kebutuhan Nilai kalor Jumlah CPO Energi
Hari Jam jalan
solar solar (Kg (MJ/ kg
ke (jam/hari)
(L/jam) (MJ/L) CPO/hari) CPO)
1 10 30 47.78 181786 0.0788
2 11 30 47.78 216010 0.0730
3 18.5 30 47.78 159053 0.1667
4 19.5 30 47.78 126971 0.2201
5 13.5 30 47.78 166144 0.1165
6 10.5 30 47.78 223977 0.0672
Rataan 13.83 30 47.78 178932 0.1203

Tabel 2 Penggunaan solar untuk 2 unit Loader


Jumlah CPO
Hari Jumlah Nilai kalor Energi
(Kg
ke solar (L) solar (MJ/L) (MJ/ kg CPO)
CPO/hari)
1 85 47.78 181786 0.0223
2 140 47.78 216010 0.0310
3 120 47.78 159053 0.0360
4 155 47.78 126971 0.0583
5 135 47.78 166144 0.0388
6 150 47.78 223977 0.0320
Rataan 130.83 47.78 178932 0.0364
59

Tabel 3 Penggunaan solar untuk 7 unit truk pengangkut tandan kosong


Jumlah Nilai kalor
Hari Jumlah CPO Energi
solar solar
ke (kg CPO/hari) (MJ/ kg CPO)
(L) (MJ/L)
1 296 47.78 181786 0.0778
2 327 47.78 216010 0.0723
3 288 47.78 159053 0.0865
4 299 47.78 126971 0.1125
5 296 47.78 166144 0.0851
6 317 47.78 223977 0.0676
Rataan 303.83 47.78 178932 0.0836

Tabel 4 Penggunaan solar untuk truk pengangkut TBS


Nilai kalor Energi
Jumlah Jumlah TBS
Hari ke solar (MJ/ kg
solar (L) (kg)
(MJ/L) CPO)
1 6 9230 47.78 0.1468
2 36 44830 47.78 0.1791
3 42 48880 47.78 0.1982
4 41 51200 47.78 0.175
5 31 41100 47.78 0.1638
6 47 59710 47.78 0.1693
Rataan 33.83 42492 47.78 0.1721

Jadi total energi solar yang digunakan di PKS Kertajaya adalah 0.4126 MJ/kg
CPO
Catatan: Rata-rata rendemen CPO PKS Kertajaya 21.55%

Lampiran 5 Penggunaan Energi biologis manusia (Laporan Manajemen


Kebun Kertajaya)
Tabel 1 Penggunaan energi biologis manusia untuk pemanenan
Jenis pekerjaan HKO Nilai kalor Energi
biologis manusia (MJ/kg CPO)
(MJ/Jam)
Panen 17672 1.23 0.001835

Tabel 2 Penggunaan energi biologis manusia pada pemeliharaan TM


Jenis pekerjaan HKO Nilai kalor Energi
biologis manusia (MJ/kg CPO)
(MJ/Jam)
Pemel jalan 6982 1.532 0,000903
Pemel saluran air 1826 1.532 0,000236
Pemel teras 116 1.532 0,000015
Babad 2946 1.532 0,000381
Bobokor 2092 1.532 0,000271
60

Chemis 1473 1.532 0,000190


Pengendalian hama 2667 1.733
0,000390
penyakit
Pengamatan hama 24 0.502
0,000001
penyakit
Pemupukan 5766 1.733
0,000843
anorganik
Pemangkasan 561 1.532 0,000073
Petugas tph 1979 1.532 0,000256
Total 0.003559

Tabel 3 Penggunaan energi biologis manusia pada pemeliharaan TBM III


Jenis pekerjaan HKO Nilai kalor Energi
biologis manusia (MJ/kg CPO)
(MJ/Jam)
Pemel jalan 1835 1.532 0,000237
Pemel saluran air 779 1.532 0,000101
Pembuatan jalan 300 1.532
0,000039
panen
Menyulam/menyisip 122 0.803 0,000008
Babad 651 1.532 0,000084
Bobokor 3887 1.532 0,000503
Chemis 165 1.733 0,000024
Pengamat hama 4314 0.502 0,000183
Pengendalian hama 2160 1.733 0,000316
Pemupukan 5326 1.733 0,000779
Pemangkasan 565 1.532 0,000073
Total 0.002347

Tabel 4 Penggunaan energi biologis manusia pada pemeliharaan TBM II


Jenis pekerjaan HKO Nilai kalor biologis Energi
manusia (MJ/Jam) (MJ/kg CPO)
Pemel jalan 2304 1.532 0,000298
Pemel saluaran air 1351 1.532 0,000175
Pemel teras 444 1.532 0,000057
Jarak & menggali 610 1.532 0,000079
Menanam & menyisip 288 0.803 0,000020
Babad 609 1.532 0,000079
Bobokor 13638 1.532 0,001764
Chemis 525 1.733 0,000077
Pengamat hama 593 0.502 0,000025
Pengendalian hama 1690 1.733 0,000247
Pemupukan 780 1.733 0,000114
Total 0.002934
61

Tabel 5 Penggunaan energi biologis manusia pada pemeliharaan TBM I


Jenis pekerjaan HKO Nilai kalor Energi
biologis manusia (MJ/kg CPO)
(MJ/Jam)
Pengolahan tanah meratakan 598 1.532 0,000077
Pemel jalan 2119 1.532 0,000274
Pemel saluran air 1644 1.532 0,000213
Pemel teras 9513 1.532 0,001230
Jarak & menggali 336 1.532 0,000043
Menanam & menyisip 3204 0.803 0,000217
Babad 5624 1.532 0,000727
Bobokor 8031 1.532 0,001039
Chemis 2024 1.532 0,000262
Pengamat hama 1250 0.502 0,000053
Pengendalian hama 143 1.733 0,000021
Pemupukan 419 1.733 0,000061
Pangkasan 20 1.532 0,000003
Total 0.00422

Tabel 6 Penggunaan energi biologis manusia pada persemaian/pembibitan


Nilai kalor
Energi
Jenis pekerjaan HKO biologis manusia
(MJ/kg CPO)
(MJ/Jam)
Mengukur/survei tanah 57 1.532 0,000007
Membongkar tunggul 47 1.532 0,000006
Mendirikan bedengan 356 1.532 0,000046
Pemeliharaaan naungan 406 1.532 0,000053
Menanam kecambah/stek 404 1.532 0,000052
Bongkar/pindah kecambah 559 1.733 0,000082
Menyusun polybag 164 1.532 0,000021
Melubang plastik 54 1.532 0,000007
Mengisi tanah 17 1.733 0,000002
Mengajir 97 0.502 0,000004
Pembuatan/pemeliharaan jalan 618 1.532 0,000080
Pembuatan/pemel sal air dan teras 135 1.532 0,000017
Menyiram 3213 1.733 0,000470
Menyiang dan merumput 1491 1.532 0,000193
Pembrantasan hama 570 1.733 0,000083
Pembrantasan penyakit 455 1.733 0,000067
Memupuk 825 1.733 0,000121
Total 0.001312

Catatan: jumlah jam kerja tiap HKO pada kegiatan budidaya adalah selama 7 jam
per hari
62

Tabel 7 Penggunaan energi biologis manusia pada pengolahan TBS menjadi CPO
Nilai kalor biologis manusia Energi
Stasiun HKO
(MJ/Jam) (MJ/kg CPO)
Penerimaan buah 17 0.725 0.000829
Perebusan 8 0.725 0.000390
Penebahan 18 0.725 0.000585
Pengempaan 8 0.725 0.000390
Klarifikasi 5 0.725 0.000244
Pengolahan biji 8 0.725 0.000390
Total 0.002828

Tabel 8 Penggunaan energi biologis manusia pada sarana pendukung


Nilai kalor biologis manusia Energi
Jenis pekerjaan HKO
(MJ/Jam) (MJ/kg CPO)
Penyediaan energi 18 0.725 0.000878
Penyediaan air 4 0.725 0.000195
Pengoperasian loader 2 0.725 0.000097
Pengangkutan tankos 7 0.725 0.000341
Total 0.001511
Catatan: jumlah jam kerja tiap HKO pada kegiatan pengolahan adalah selama 12
jam per hari

Lampiran 6 Penggunaan Energi Biomassa


Tabel 1 Pengukuran nilai kalor serat dan cangkang kelapa sawit
KA KA KA KA Nilai Nilai kalor
Ulangan serat 1) serat 2) cangkang 1) cangkang 2) kalor cangkang
(%) (%) (%) (%) serat (MJ) (MJ)
1 37.99 34.36 16.57 21.15 14.43 18.03
2 39.01 34.43 17.00 20.23 13.52 18.93
3 38.71 33.01 16.81 20.15 14.02 18.51
Rataan 38.57 33.93 16.79 20.51 13.99 18.49

Keterangan:
KA = kadar air
1) pengukuran dilakukan langsung di laboratorium PKS Kertajaya
2) pengukuran dilakukan di laboratorium kampus IPB dan bahan (serat & cangkang)
tersimpan dalam kantong plastik selama 3 hari.

Tabel 2 Perhitungan ketersediaan biomassa dan jumlah bahan bakar biomassa


Jumlah TBS Ketersediaan biomassa Total bahan
Hari ke
(kg) Serat (kg) Cangkang (kg) bakar (kg)
1 859100 120274 60137 180411
2 1008450 141183 70592 211775
3 768000 107520 53760 161280
Rataan 878517 122992 61496 184488
63

Tabel 3 Perhitungan energi bahan bakar biomassa yang digunakan


Hari Kebutuhan bahan Nilai kalor Produksi Energi
ke bakar teoritis CPO (kg) (MJ/kg CPO)
Serat Cangkang Serat Cangkang Serat Cangkang Total
(kg) (kg) (MJ/kg) (MJ/kg)
1 120274 60137 13.99 18.49 174660.00 9.63 6.37 16.00
2 141183 70592 13.99 18.49 207240.00 9.53 6.30 15.83
3 107520 53760 13.99 18.49 157820.00 9.53 6.30 15.83
Rataan 122992 61496 13.99 18.49 179906.67 9.57 6.32 15.89

Tabel 4 Kebutuhan bahan bakar boiler teoritis (Boiler 3)


Hari ke Laju uap Entalphi Entalphi Nilai kalor Bahan Jam Serat Cangkang
(kg/jam) uap air umpan bahan bakar kerja (kg) (kg)
(kJ/kg) (kJ/kg) bakar teoritis Boiler
(MJ/kg) (kg/jam) (jam/hari)
1 13330.09 2928.37 277.64 15.489 6852.69 19.5 89089.42 44538.03
2 12394.73 2928.32 273.42 15.489 6381.87 21.0 89350.65 44668.62
3 12642.06 2927.76 276.97 15.489 6499.14 22.0 95325.49 47655.59
Rataan 12788.96 2928.15 276.01 15.489 6577.90 20.8 91218.11 45602.21

Tabel 5 Kebutuhan bahan bakar boiler teoritis (Boiler 2)


Hari ke Laju uap Entalphi Entalphi air Nilai kalor Bahan Jam Serat Cangkang
(kg/jam) uap umpan bahan bakar kerja (kg) (kg)
(kJ/kg) (kJ/kg) bakar teoritis Boiler
(MJ/kg) (kg/jam) (jam/hari)
1 5273.97 2928.37 277.64 15.489 2711.23 13.5 24402.27 12199.30
2 4594.10 2928.32 273.42 15.489 2365.44 17.5 27598.15 13797.00
3 5047.38 2927.76 276.97 15.489 2594.80 8.0 13839.63 6916.77
Rataan 4971.82 2928.15 276.01 15.489 2557.16 13.0 22163.13 11079.90

Sehingga total kebutuhan bahan bakar boiler (boiler 2 dan boiler 3) adalah:
Serat = 91218.11 + 22163.13 = 113381.24 kg/hari
Cangkang = 45602.21 + 11079.90 = 56682.11 kg/hari

Tabel 6 Sisa bahan bakar boiler teoritis


Hari ke Ketersediaan Bahan Bakar Konsumsi Teoritis Sisa Bahan Bakar (kg/hari)
(kg/hari) (kg/hari)
Serat Cangkang Total Serat Cangkang Total Serat Cangkang Total
1 120274 60137 180411 113491.69 56737.33 170229.02 6782.31 3399.67 10181.98
2 141183 70592 211775 116948.80 58465.62 175414.42 24234.20 12126.38 36.360.58
3 107520 53760 161280 109165.12 56682.11 165847.23 -1645.12 -2922.11 -4567.23
Rataan 122992 61496 184488 113381.24 56682.11 170063.35 9610.76 4813.89 14414.65
64

Tabel 7 Hasil pengukuran dari sistem boiler


Hari Ulangan Tekanan Tekanan Suhu Suhu air Tekanan uap BPV Suhu
ke uap uap (kPa) uap umpan kg/cm2 kPa BPV
(kg/cm2) (0C) (0C) (0C)
1 1 18.0 1765.20 256 66.70 2.80 277.39 157.0
2 19.0 1863.26 261 66.50 2.85 282.34 160.0
3 18.5 1814.23 257 66.20 2.90 287.29 158.0
4 17.0 1667.13 254 66.30 2.70 267.48 159.0
5 17.5 1716.16 257 65.80 2.75 272.43 156.0
Rataan 18.0 1765.20 257 66.30 2.80 277.39 158.0
2 1 17.5 1716.16 257 65.60 2.75 272.43 155.0
2 18.0 1765.20 258 66.10 2.80 277.39 157.0
3 18.0 1765.20 259 66.00 2.80 277.39 156.0
4 16.0 1569.06 253 64.30 2.60 257.57 148.0
5 17.5 1716.16 253 64.50 2.60 257.57 150.0
Rataan 17.4 1706.36 256 65.30 2.71 268.47 153.2
3 1 18.0 1765.20 258 66.70 2.85 282.34 157.0
2 17.5 1716.16 257 66.20 2.75 272.43 153.0
3 17.5 1716.16 256 66.50 2.80 277.39 158.0
4 17.0 1667.13 255 65.10 2.70 267.48 155.0
5 16.5 1618.10 252 66.20 2.75 272.43 156.0
Rataan 17.3 1696.55 255.6 66.14 2.77 274.41 155.8

Tabel 8 Energi uap dari boiler


Hari Suhu Tekanan Entalpi Jam kerja boiler
ke uap uap Laju Uap (kg/jam) uap (jam/hari) Total energi
(0C) (kPa) (kj/kg) (MJ/kg CPO)
Boiler 3 Boiler 2 Boiler 3 Boiler 2
1 257.0 1765.20 13330.09 5273.97 2928.37 19.5 13.5 5.4358
2 256.0 1706.36 12394.73 4594.10 2928.32 21.0 17.5 5.5924
3 255.6 1696.55 12642.06 5047.38 2927.76 22.0 8.0 5.2273
Rataan 256.2 1722.70 12788.96 4971.82 2928.15 20.8 13.0 5.4185

Tabel 9 Energi uap dari BPV


Hari Suhu Tekanan Laju Uap (kg/jam) Entalpi Jam kerja boiler Total energi
ke uap uap uap (jam/hari) (MJ/kg CPO)
(0C) (kPa) (kj/kg)
Boiler 3 Boiler 2 Boiler 3 Boiler 2
1 158.0 277.39 13330.09 5273.97 2779.56 19.5 13.5 5.1595
2 153.2 268.47 12394.73 4594.10 2770.03 21.0 17.5 5.2898
3 155.8 274.41 12642.06 5047.38 2775.76 22.0 8.0 5.3486
Rataan 256.2 273.42 12788.96 4971.82 2775.12 20.8 13.0 5.2659

Tabel 10 Energi air umpan untuk boiler


Hari Suhu Laju Uap (kg/jam) Entalpi Jam kerja boiler Total energi
ke uap uap (jam/hari) (MJ/kg CPO)
(0C) (kj/kg)
Boiler 3 Boiler 2 Boiler 3 Boiler 2
1 66.30 14010.73 5543.26 277.64 19.5 13.5 0.5417
2 65.30 13172.87 4882.52 273.42 21.0 17.5 0.5549
3 66.14 13243.25 5287.41 276.97 22.0 8.0 0.5180
Rataan 65.91 13475.62 5237.73 276.01 20.8 13.0 0.5382
65

Lampiran 7 Ouput Energi Listrik dari sarana penyediaan energi


Tabel 1 Output listrik dari generator diesel
Daya Daya
Hari Jam jalan Efisiensi
terpasang terukur kWh
ke (jam/hari) (%)
(kW) (kW)
1 10.0 200 72.58 36.29 725.80
2 11.0 200 82.48 41.24 907.28
3 18.5 200 71.00 35.50 1313.50
4 19.5 200 82.67 41.33 1612.06
5 13.5 200 72.39 36.19 977.26
6 10.5 200 74.22 37.11 779.31
Rataan 13.83 200 75.89 37.95 1052.54

Tabel 2 Output listrik dari turbin uap no.2


Daya Daya
Hari Jam jalan Efisiensi
terpasang terukur kWh
ke (jam/hari) (%)
(kW) (kW)
1 13.5 800 218 27.25 2943
2 17.5 800 202 25.25 3535
3 8.0 800 214 26.75 1712
4 7.0 800 231 28.87 1617
5 16.5 800 187 23.37 3085.5
Rataan 12.5 800 210.4 26.30 2630

Tabel 3 Output listrik dari turbin uap no.3


Daya Daya
Hari Jam jalan Efisiensi
terpasang terukur kWh
ke (jam/hari) (%)
(kW) (kW)
1 19.5 960 551 57.40 10744.5
2 21 960 545 56.77 11445
3 22 960 536 55.83 11792
4 22.5 960 504 52.50 11340
5 21 960 552 57.50 11592
6 22 960 566 58.96 12452
Rataan 21.3 960 542 56.49 11569.78
66

66
Lampiran 8 Penggunaan Energi Listrik

Tabel 1 Penggunaan listrik pada stasiun penerimaan buah


Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Efisiensi Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur operasi alat
(%) (MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (Jam)
Tracklier No 1 1 30 63 380 25.2 0.8 13.27 44.23 1.25 0.00033
Tracklier No 2 1 15 29 380 15.5 0.8 8.16 54.41 1.25 0.00021
Tracklier No.3 1 11 22 380 12.5 0.8 6.58 59.83 1.25 0.00017
Tracklier No.4 1 30 65 380 33.7 0.8 17.74 59.15 1.25 0.00045
Tracklier No.5 1 30 65 380 34.3 0.8 18.06 60.20 1.25 0.00046
Transfer Carriage
1 4 8.2 380 4.3 0.8 2.26 56.60 1.25 0.00006
No.1
Transfer Carriage
1 7.5 15.2 380 5.8 0.8 3.05 40.72 1.25 0.00008
No.2
Total 0.00174

Tabel 2 Penggunaan listrik pada stasiun perebusan


Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Efisiensi Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur operasi alat
(%) (MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (Jam)
Condensation pump 2 7.5 15 380 5.8 0.8 3.05 40.72 6 0.00074
67

Tabel 3 Penggunaan listrik pada stasiun penebahan


Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Efisiensi Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur operasi alat
(%) (MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (Jam)
Thresher bottom conveyor 1 1 4 8.2 380 3 0.8 1.58 39.49 17 0.00054
Thersher bottom conveyor 3 1 2.2 5.03 380 2 0.8 1.05 47.87 17 0.00036
Bottom cross conveyor 2 5.5 11.4 380 8.6 0.8 4.53 82.33 17 0.00311
Autofeeder 2 1 2.2 4.7 380 3.5 0.8 1.84 83.77 17 0.00063
Hoisting crane 3 22 45 380 26.7 0.8 14.06 63.90 17 0.01447
Thresher drum 2 22 45 380 24.5 0.8 12.90 58.64 17 0.00885
Horizontal conveyor 1 7.5 14.1 380 6.6 0.8 3.48 46.33 17 0.00119
Incynerator 1 7.5 14.1 380 7.2 0.8 3.79 50.55 17 0.00130
Total 0.03045

Tabel 4 Penggunaan listrik pada stasiun pengempaan


Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur Efisiensi operasi alat
(MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (%) (Jam)
Screw Press Line 1 4 22 44.3 380 30 0.8 15.80 71.80 17 0.01626
Screw Press Line 2 3 30 51.7 380 30.1 0.8 15.85 52.83 17 0.01087
Digester Line 1 4 22 44.3 380 22.1 0.8 11.64 52.89 17 0.01198
Digester Line 2 3 30 54.7 380 28.4 0.8 14.95 49.84 17 0.01026
Thresher Drum 2 & 3 2 22 44.3 380 15.8 0.8 8.32 37.81 17 0.00571
Autofeeder 2 1 2.2 4.7 380 3.5 0.8 1.84 83.77 17 0.00217
Power Pack Screw Press
7 1.5 3.8 380 2.4 0.8 1.26 84.24 17 0.00184
Line 1 &2
Distributing Line 1 & 2 2 4 8.2 380 5.1 0.8 2.69 67.13 17 0.00177
Over Flow Line 1 & 2 2 4 8.2 380 4.9 0.8 2.58 64.50 17 0.00210

67
68
68

Fruit Elevator 2 & 3 2 7.5 15.2 380 5.8 0.8 3.05 40.72 17 0.00508
Hoist motor 1 22 44.3 380 28.1 0.8 14.80 67.25 17 0.00036
Drive Shaft Motor 1 2.2 4.7 380 2 0.8 1.05 47.87 17 0.00047
Tylting Motor 1 4 8.2 380 2.6 0.8 1.37 34.22 17 0.00072
Top Cross Conveyor 2 4 8.2 380 2 0.8 1.05 26.33 17 0.00376
Cake Braker Conveyor 2 22 44.3 380 10.4 0.8 5.48 24.89 17 0.01626
Total 0.07334

Tabel 5 Penggunaan listrik pada stasiun klarifikasi


Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Efisiensi Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur operasi alat
(%) (MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (Jam)
Precleaner 3 7.5 15.2 380 7.4 0.8 3.90 51.95 16 0.00377
Vibrating Screen 3 7.5 15.2 380 12 0.8 6.32 84.24 16 0.00612
Crude Oil Tank 1 11 21.6 380 5.6 0.8 2.95 26.81 16 0.00095
Purifier 3 7.5 14.7 380 8.4 0.8 4.42 58.97 16 0.00428
Separator 510 1 45 75.9 380 29.4 0.8 15.48 34.40 16 0.00500
Separator 610 1 45 75.9 380 38.7 0.8 20.38 45.28 16 0.00658
Hotwil 2 7.5 15.2 380 9.6 0.8 5.05 67.40 16 0.00326
Crude oil pump 2 5.5 11.4 380 7.9 0.8 4.16 75.63 16 0.00269
Oil transfer 1 7.5 14.7 380 8.1 0.8 4.26 56.87 16 0.00138
Vacuum dryer atas 1 15 29 380 22.1 0.8 11.64 77.58 16 0.00315
Vacuum dryer bawah 1 7.5 14.7 380 10 0.8 5.27 70.20 16 0.00170
Purifier pump 1 1 11 23 380 8.8 0.8 4.63 42.12 16 0.00150
Purifier pump 2 1 11 23 380 6.3 0.8 3.32 30.16 16 0.00107
Rodos 1 4 8.2 380 4.6 0.8 2.42 60.55 16 0.00078
Total 0.04223
69

Tabel 6 Penggunaan listrik pada stasiun pengolahan biji


Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur Efisiensi operasi
(MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (%) alat (Jam)
Airlock LTDS Line 2 2 2.2 5.03 380 3.4 0.8 1.79 81.37 16 0.00116
Blower LTDS Line 2 2 22 43.5 380 13.4 0.8 7.06 32.07 16 0.00456
Blower kernell Silo 1 1 18.5 37 380 12.9 0.8 6.79 36.71 16 0.00219
Blower kernell Silo 4 1 15 26.5 380 7 0.8 3.69 24.57 16 0.00119
Blower kernell Silo 5 1 15 26.5 380 7 0.8 3.69 24.57 16 0.00119
Mixtur elevator 2 4 8.2 380 3 0.8 1.58 39.49 16 0.00102
Airlock mixtur
2 1.5 3.8 380 2 0.8 1.05 70.20 16 0.00068
elevator
Hydrocyclone drum 4 2.2 5.03 380 3.7 0.8 1.95 88.55 16 0.00252
Hydrocyclone pump 6 18.5 37 380 15.2 0.8 8.00 43.26 16 0.01034
Kernell elevator 2 4 8.2 380 4.8 0.8 2.53 63.18 16 0.00163
Mixtur conveyor 2 4 8.2 380 4.8 0.8 2.53 63.18 16 0.00163
Winowing fan 4 11 21.6 380 15 0.8 7.90 71.80 16 0.00490
Grading drum 1 1.5 3.8 380 2.7 0.8 1.42 94.78 16 0.00036
Polishing drum 2 7.5 14.7 380 8.9 0.8 4.69 62.48 16 0.00303
Destoner line 1 1 22 43.5 380 25.8 0.8 13.58 61.75 16 0.00439
Destoner line 2 1 37 68.5 380 36.7 0.8 19.32 52.23 16 0.00624
Ripple mill 5 11 21.6 380 15.3 0.8 8.06 73.24 16 0.00961
Conveyor cangkang 1 7.5 14.7 380 6.9 0.8 3.63 48.44 16 0.00117
Total 0.05779

69
70

70
Tabel 7 Penggunaan listrik pada stasiun boiler
Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Efisiensi Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur operasi alat
(%) (MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (Jam)
Dust collector 4 0.75 2.1 380 1.3 0.8 0.68 91.26 17.7 0.00098
Draft control 2 0.37 1.12 380 0.7 0.8 0.37 99.61 17.7 0.00026
Blower ID fan 2 75 140 380 98.4 0.8 51.81 69.08 17.7 0.03701
Rot feeder 2 2.2 5.7 380 3.5 0.8 1.84 83.77 17.7 0.00132
Blower FD fan 3 1 11 21.5 380 13.9 0.8 7.32 66.53 17.7 0.00261
Blower secondary boiler 3 1 11 21.5 380 13.8 0.8 7.27 66.06 17.7 0.00260
Distributing conveyor 1 7.5 15.2 380 9.8 0.8 5.16 68.80 17.7 0.00184
Water pump electric 2 37 68.5 380 62.5 0.8 32.91 88.94 17.7 0.02351
Blower FD fan 1 1 18.5 40.8 380 15.1 0.8 7.95 42.98 17.7 0.00284
Scrapper bar 3 2 7.5 15.2 380 8.7 0.8 4.58 61.08 17.7 0.00327
Total 0.07624

Tabel 8 Penggunaan listrik pada stasiun water treatment


Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Efisiensi Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur operasi alat
(%) (MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (Jam)
Deaerator pump 1 7.5 14.7 380 10.3 0.8 5.42 72.31 12 0.00131
Anion pump 1 7.5 14.7 380 4.4 0.8 2.32 30.89 12 0.00056
Tower pump 1 18.5 37 380 25.7 0.8 13.53 73.14 12 0.00328
Pompa air kotor 1 11 23 380 12 0.8 6.32 57.44 12 0.00153
Digasifier blower 1 4 8.2 380 2.9 0.8 1.53 38.17 12 0.00037
Water intake pump 1 55 98 380 74.6 0.8 39.28 71.42 17.7 0.01403
Injection cation tank 1 7.5 15 380 6.7 0.8 3.53 47.04 12 0.00085
Total 0.02194
71

Lampiran 9 Cara-cara perhitungan


1. Contoh perhitungan untuk penentuan konsumsi bahan bakar boiler teoritis
Data pada rataan ulangan ke 1
Diketahui:
- Suhu uap = 257 0C
- Tekanan uap = 1765.20 kPa
Dari tabel superheated, didapatkan entalpi uap = 2928.37 kJ/kg
- Laju uap boiler 3 = 13330.09 kg/jam
- Laju uap boiler 2 = 5273.97 kg/jam
- Suhu air umpan = 66.30 0C
Dari tabel saturated, didapatkan entalpi uap =277.64 kJ/kg
Efisiensi teknis boiler = 32.83%
Nilai kalor serat = 13.99 MJ/kg
Nilai kalor cangkang = 18.49 MJ/kg
Perhitungan
Komposisi antara serat dan cangkang dalam 1 kg bahan umpan boiler yaitu 66.67
% : 33.33 %
Maka nilai kalor bahan bakar umpan yaitu:
= (0.6667 x 13.99) + (0.3333 x 18.49) = 15.49 MJ/kg
Kebutuhan bahan bakar menurut perhitungan (teoritis)
Mu x (hshu) 13330.09 x (2829.37277.64)
Boiler 3 = Nk x
= 15490x 0.3283
= 6852.69 kg/hari

Kebutuhan bahan bakar tiap hari adalah


Boiler 3 = 6852.69 kg/hari x 19.5 jam/hari = 133627.45 kg/hari
Dengan komposisi yaitu
Serat = 0.6667 x 133627.45 kg/hari = 89089.42 kg/hari
Cangkang = 0.3333 x 133627.45 kg/hari = 44538.03 kg/hari
Mu x (hshu) 5273.97 x (2829.37277.64)
Boiler 2 = Nk x
= 15490x 0.3283
= 2711.23 kg/hari

Kebutuhan bahan bakar tiap hari adalah


Boiler 2 = 2711.23 kg/hari x 13.5 jam/hari = 36601.57 kg/hari
Dengan komposisi yaitu
Serat = 0.6667 x 36601.57 kg/hari = 24402.27kg/hari
Cangkang = 0.3333 x 36601.57 kg/hari = 12199.30 kg/hari
Sehingga total kebutuhan bahan bakar boiler 3 dan boiler 2 adalah 133627.45 kg/hari
+ 36601.57 kg/hari = 170229.02 kg/hari
Sisa Bahan Bakar
Ketersediaan biomassa = 180411 kg/hari
Pemakaian teoritis = 170229.02 kg/hari
Sisa bahan bakar = 180411 170229.02 = 10181.98 kg/hari
Dengan komposisi yaitu
Serat = 0.6667 x 10181.98 = 6782.31 kg/hari
Cangkang = 0.3333 x 10181.98 = 3399.67 kg/hari
72

2. Perhitungan efisiensi
Efisiensi riil pengoperasian boiler
Eff = (Energi keluarEnergi masuk) x 100%
= (Energi uap / (energi biomassa + energi listrik + energi manusia +
energi air umpan)) x 100%
= (5.4185/(15.89 + 0.07624 + 0.000878 + 0.5382)) x 100%
= 32.83%
Efisensi turbin dan generator dalam menghasilkan listrik
Eff = (Energi keluarEnergi masuk) x 100%
= (Energi listrik dari turbin/ energi uap) x 100%
= (0.2866/5.41850 x 100%
= 5.29%
Efisiensi teknis motor listrik
Eff = (Daya terukurDaya terpasang) x 100%
= (972.91/1735.94) x 100%
= 56.05%
Efisiensi total penggunaan listrik
Eff = (Energi terpakaiEnergi tersedia) x 100%
= (0.3045/0.3078 x 100%
= 98.91%

3. Perhitungan pemborosan energi


Pemborosan pemakaian tenaga manusia pada stasiun-stasiun pengolahan
Diketahui:
- Jam kerja normal 24 jam dibagi 2 shift = 12 jam/shift
- Jumlah produksi CPO =178392 kg CPO/hari
- Jumlah pekerja selain di stasiun penerimaan buah = 69 orang
- Jam kerja Riil = 8.85 jam/shift
- Nilai kalor biologis manusia pada pengolahan = 0.725 MJ/jam
- Nilai kalor biologis manusia di loading ramp = 0.130 MJ/jam
- Nilai kalor biologis manusia di sterilizer = 0.060 MJ/jam
Maka:
Jam kerja terbuang = 12 jam/shift 8.85 jam/shift = 3.15 jam/shift
Energi terbuang = (3.15 jam x 69 orang x 0.725MJ/jam)/ 32590.21 kg CPO
= 8.833 x 10-4 MJ/kg CPO

Pemakaian Biomassa Untuk Bahan Bakar Boiler


Diketahui :
Sisa bahan bakar = 10181.98 kg/hari
Dengan komposisi serat yaitu 6782.31 kg/hari dan cangkang yaitu 3399.67 kg/hari
Nilai kalor serat = 13.99 MJ/kg
Nilai kalor cangkang = 18.49 MJ/kg
73

Maka :
Energi terbuang = ((6782.31 kg x 13.99 MJ/kg)+(3399.67 kg x 18.49MJ/kg))/
178392 kg CPO
= 157744.41 MJ/178392 kg CPO
= 0.88426 MJ/kg CPO

Pemakaian energi listrik


Diketahui:
sumber listrik (turbin uap dan diesel) = 0.3078 MJ/kg CPO
energi listrik yang terukur = 0.3045 MJ/kg CPO
Sehingga pemborosan 0.3078 - 0.3045 = 0.0033 MJ/kg CPO

Total pemborosan
Total pemborosan Energi = (8.833 x 10-4) + 0.88426 + 0.0033 MJ/kg CPO
= 0.8884 MJ/kg CPO
74

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rantauprapat, Sumatera Utara pada tanggal 10 Juni


1989 dari pasangan Godmel Siregar dengan Anni br Simbolon. Penulis adalah anak
ketiga dari tujuh bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Rantau Utara pada
tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) dan diterima di Universitas Sumatera Utara (USU). Namun pada tahun
2008 penulis mengikuti ujian dan lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Komisi
Pelayanan Khusus UKM PMK IPB, sebagai Badan Pengurus UKM PMK IPB,
sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), dan
penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan kepanitiaan acara-acara di Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem seperti SAPA 2010 dan kepanitiaan di UKM seperti
Kebaktian Awal Tahun Ajaran, Malam Sukacita Paskah, Natal Civitas Akademika
IPB. Penulis juga pernah melaksanakan magang di Kebun Tanjung Selamat PT Indo
Sepadan Jaya, Labuhan Batu, Sumut. Penulis melaksanakan praktik lapangan pada
bulan Juni-Agustus 2011 di PTP Nusantara III (Persero) Kebun Aek Nabar Selatan,
Labuhan Batu, Sumatera Utara dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian pada
Proses Produksi CPO di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III Kebun Aek Nabara
Selatan, Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai