RANTO RICHARDO SIREGAR. Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm
Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten.
Dibimbing oleh SRI ENDAH AGUSTINA.
Keterbatasan BBM dan isu lingkungan mendorong pemerintah untuk mencari bahan
bakar alternatif yaitu salah satunya bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari CPO.
Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses
produksi CPO itu sendiri perlu diketahui. Tujuan penelitian ini adalah melakukan audit
energi pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya. Metode audit yang digunakan adalah
preliminary audit dilanjutkan dengan detailed audit. Berdasarkan hasil penelitian, untuk
memproduksi tiap Kg CPO pada kapasitas pengolahan 60 ton TBS/jam dengan tingkat
rendemen 21.55% dibutuhkan masukan energi primer rata-rata sebesar 16.6779 MJ.
Konsumsi energi primer tersebut berasal dari input energi solar sebesar 0.4125 MJ
(2.47%), energi biomassa sebesar 15.8900 MJ (95.28%), energi pupuk sebesar 0.3492 MJ
(2.09%) dan energi biologis manusia sebesar 0.0262 MJ (0.16%). Berdasarkan tahapan
proses produksi, energi primer tersebut digunakan pada kegiatan budidaya sebesar 0.3636
MJ (2.18% dari total konsumsi energi primer), kegiatan pemanenan sebesar 0.0018 MJ
(0.01%), kegiatan pengangkutan TBS sebesar 0.1778 MJ (1.07%) dan pengolahan TBS
serta sarana pendukung sebesar 16.1347 MJ (96.74%). Upaya konservasi energi dapat
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi olah riil pabrik sehingga mengurangi
pemborosan terhadap konsumsi energi selama proses pengolahan antara lain dengan
meningkatkan jam olah riil dan meningkatkan produksi TBS di lapangan.
Kata kunci: CPO (crude palm oil), audit energi, proses produksi CPO
ABSTRACT
RANTO RICHARDO SIREGAR. Energy Audit on CPO (Crude Palm Oil) Production
Process at PKS Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten. Supervised by SRI
ENDAH AGUSTINA.
Depletion of fosil fuel resources and environmental issues has been encourage
many efforts to find and depelop other energy resources, such as biodiesel. Energy
auditing on CPO production system is very important due to CPO is raw material of
many kinds of industries and also for biodiesel production. The aim of this research is to
conduct energy auditing on CPO production system in PKS Kertajaya Banten province.
The method of auditing is preliminary audit continuing with detailed audit. The result
shows that total primary energy consumed to produce 1 kg CPO si 16.6779 MJ. Those
energy was supplied by diesel oil 2.47%, biomass waste 95.28%, fertilizer 2.09%, and
human/labor 0.16%. Processing stage consumed 96.74% of the total energy input, while
cultivation consumed 2.18%, harvesting consumed 0.01% and transportation 1.07%. The
energy conservation can be conducted by upgrading real processing time and increasing
fresh fruit bunch production.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah audit,
dengan judul Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku
dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan saran. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wahyudi, Bapak Dede, Bapak
Agus, dan Bapak Adang yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada G. Siregar, A. br Simbolon,
Swarni, Uki, Jelita, Putra, Obed, Faisal, Uda Prasetya, Tante Josua selaku
keluarga dari penulis atas segala doa dan kasih sayangnya serta Chatrina
Sihombing selaku pasangan penulis atas doa, perhatian dan kasih sayangnya.
Tidak lupa juga terima kasih kepada teman-teman Teknik Mesin dan Biosistem
angkatan 45 khususnya Tino, Jo Pangkar, Zega, Andre, Indra, Rombongan GPK,
Ninggar, Lita, Nuha, dan teman-teman Kopelkhu khususnya Leo, Lia, Melisa,
Liber, Eta, Adhi, serta teman-teman Bapa House, Hisar, Agung, Samuel, Rio,
Alex, Tunggul, Joen, Rodex, Lundu, terima kasih atas dukungan dan
semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL i
DAFTAR GAMBAR i
DAFTAR LAMPIRAN ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Permusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Kelapa Sawit 3
Proses Produksi CPO 4
Kebutuhan Energi dalam Industri Pertanian 11
Audit Energi 17
Hasil-hasil Penelitian Audit Energi pada Proses Produksi CPO 18
PROSES PRODUKSI CPO DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA
PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK, BANTEN 19
Budidaya Tanaman Kelapa Sawit 19
Budidaya tanaman kelapa sawit yang dilakukan di Kebun Kertajaya akan
disajikan pada bagan alir berikut beserta penjelasannya. 19
Gambar 2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya
(Vademikum Kelapa Sawit PTPN III, 2001) 19
Pengolahan TBS menjadi CPO 20
Sarana Pendukung Proses Pengolahan CPO 27
METODE PENELITIAN 29
Waktu dan Tempat 29
Metode Audit Energi 29
Parameter yang Diukur 33
Alat dan Bahan 33
Metoda Pengumpulan Data 34
Perhitungan dan Analisis Data 34
HASIL DAN PEMBAHASAN 37
Konsumsi Energi pada Proses Produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak Banten 37
PELUANG PENGHEMATAN DAN KONSERVASI ENERGI 49
SIMPULAN DAN SARAN 52
Simpulan 52
Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 56
RIWAYAT HIDUP 74
i
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (palm oil) merupakan salah satu tumbuhan tropis
yang termasuk tanaman monokotil. Secara taksonomi, tanaman ini
diklasifikasikan sebagai berikut (Pahan, 2007):
Divisi : Embryophyta Siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae)
Sub-famili : Cocoidae
Genus : Elaesis
Spesies : 1. Elaesis guineensis Jacq
2. Elaesis oleifera Cortes
3. Elaesis odora
Tanaman kelapa sawit memiliki beberapa varietas yang digolongkan
berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endocarp) dan berdasarkan warna buah
(Setyamidjaja, 2006). Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, dikenal tipe-tipe
kelapa sawit sebagai berikut:
Tipe Dura: tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah (mesocrap) tipis,
cangkang (endocarp) tebal (2-8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak
terdapat cincin serabut. Persantase daging buah 35% - 60% dengan
rendemen minyak 17% - 18%.
Tipe Pisifera: tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah tebal, tidak mempunyai
cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti.
Perbandingan daging buah terhadap buahnya tinggi dan kandungan
minyaknya tinggi.
Tipe Tenera: tipe ini merupakan hasil persilangan antara tipe Dura dan tipe
Pisifera. Sifat tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas kedua induknya.
Tipe ini memiliki tebal cangkang 0.54 mm, mempunyai cincin serabut
walaupun tidak sebanyak seperti pada Pisifera, sedangkan intinya kecil.
Perbandingan daging buah terhadap buah 60% - 90%, rendemen minyak
22% - 24%.
Kelapa sawit pertama kali diintroduksikan ke Indonesia oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1848, tepatnya di Kebun Raya Bogor. Sesudah
tahun 1911, K. Schadtseorang berkebangsaan Jerman dan M. Adrien Hallet
berkebangsaan Belgia-mulai mempelopori budidaya tanaman kelapa sawit. Schadt
4
Pembibitan
Pembukaan lahan
Perancangan kebun
Penanaman
Penanaman
tanaman penutup
Pemeliharaan
Pemanenan
Gambar 1 Rangkaian kegiatan proses budidaya tanaman kelapa sawit
(Setyamidjaja, 2006).
a. Pembibitan
Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk
mempersiapkan bibit siap tanam. Pembibitan harus sudah disiapkan sekitar satu
tahun sebelum penanaman di lapangan, agar bibit yang ditanam memenuhi syarat,
baik umur mau pun ukurannya. Agar pembibitan berjalan dengan baik dan aman,
6
areal perkebunan kelapa sawit diberi nama sesuai dengan kepentingannya dan
dikenal beberapa jalan, seperti: jalan utama, jalan pengangkutan hasil, jalan
kontrol (untuk memudahkan pengawasan kebun oleh pimpinan kebun), dan jalan
pringgan (berada di pinggir kebun).
d. Penanaman bibit kelapa sawit
Kegiatan penanaman terdiri atas pengajiran, pembuatan lubang tanam, dan
menanam. Pengajiran atau memancang adalah menentukan tempat-tempat yang
akan ditanam bibit kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam dan hubungan tanaman
yang dipakai dalam penanaman kelapa sawit. Sistem jarak tanam yang umum
digunakan adalah segitiga sama sisi dengan jarak tanam 9 meter x 9 meter x 9
meter.
Pembuatan lubang tanam harus dilakukan beberapa minggu sebelum
penanaman agar tanah yang digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim
sehingga terjadi perbaikan tanah secara fisika atau pun kimia dan dapat dilakukan
pemeriksaan lubang, baik ukuran mau pun jumlahnya per hektarnya. Lubang
tanam untuk kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm
dan akan diperoleh populasi atau kerapatan tanaman 143 pohon per hektar. Pada
saat menggali, tanah atas (topsoil) dan tanah bawah (subsoil) harus dipisahkan
karena fungsi keduanya akan dibedakan untuk menutup lubang tanam pada saat
penanaman.
Penanaman sebaiknya dilakukan antara bulan Oktober sampai dengan bulan
Februari, karena pada bulan-bulan ini curah hujan sudah mencukupi kebutuhan air
tanaman. Urutan tahapan penanaman adalah bibit dikeluarkan dengan cara
menyobek polybag. Bibit beserta tanahnya diletakkan tegak lurus pada lubang
tanam, lalu ditimbun dan dipadatkan tanahnya. Tanah yang pertama ditimbun
adalah bagian topsoil agar akar dapat berkembang jika terjadi regenerasi akar.
Kemudian pada bagian atas ditimbun dengan tanah bagian subsoil.
e. Penanaman tanaman penutup tanah
Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada perkebunan
kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan yang tumbuhnya
menjalar dan bersifat bukan pesaing bagi tanaman pokok. Penanaman tanaman
kacangan penutup tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan
menekan tumbuhan penggangu (gulma). Jenis-jenis tanaman kacangan penutup
tanah yang umum ditanam di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium
caeruleum, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria
phaseoloides, Centrocema pubescens, Psophocarphus palustries, dan Mucuna
cochinchinensis.
f. Pemeliharaan tanaman
Tanaman kelapa sawit dibagi atas dua periode pertumbuhan, yaitu tanaman
belum menghasilkan (TBM) yang berusia dibawah 3 tahun dan tanaman
menghasilkan (TM) yang berusia antara 3-25 tahun. Pada kedua periode tersebut
tanaman perlu pemeliharaan secara intensif agar proses pertumbuhan dan hasil
produksinya optimal.
Tanaman belum menghasilkan (TBM) memerlukan pemeliharaan yang baik
agar tumbuh dengan sehat, subur, dan terbebas dari gangguan hama dan penyakit.
Beberarapa kegiatan pemeliharaan TBM yang penting dilaksanakan adalah
penyulaman (mengganti tanaman yang mati atau abnormal), pembuatan dan
8
g. Stasiun pendukung
Proses pengolahan TBS menjadi CPO tidak akan berlangsung tanpa
didukung oleh stasiun pendukung. Keberadaan stasiun pendukung produksi ini
sangat berperan penting karena untuk jalannya pengolahan. Stasiun-stasiun
pendukung pengolahan kelapa sawit meliputi stasiun penyediaan energi, stasiun
pengolahan air, dan sistem pengelolaan limbah.
1) Stasiun penyediaan energi
Penyedia utama kebutuhan energi di pabrik kelapa sawit adalah Ketel
Uap (Boiler). Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan
ke air sampai terbentuk uap bertekanan (steam). Steam kemudian dialirkan ke
turbin uap untuk memutar sudu-sudu turbin. Putaran turbin (energi mekanis)
yang dihasilkan akan digunakan untuk membangkitakan energi listrik melalui
alternator.
Turbin uap dilengkapi dengan alat pengumpul uap bekas yang disebut
dengan Back Pressure Vessel (BPV) yang berfungsi untuk mendistribusikan
steam ke stasiun sterilizer, stasiun clarification, stasiun digester, stasiun screw
press, stasiun kernell, stasiun storage dan stasiun fat fit. Uap bekas dari
stasiun-stasiun ini akan dikembalikan ke pengolahan air untuk diolah lagi
untuk digunakan sebagai air boiler.
Penyedia kebutuhan energi lainnya adalah diesel engine. Diesel engine
diperlukan pada saat start awal proses dan juga pada saat tenaga yang
dihasilkan turbin tidak mencukupi untuk proses pengolahan. Pada saat tenaga
yang dihasilkan turbin berkurang, maka diesel engine diparalel dengan turbin.
Diesel engine juga diperlukan untuk menggantikan peran turbin pada saat
pabrik tidak melakukan pengolahan. Pada mesin diesel berlangsung empat
siklus, yaitu:
Proses Induksi
Yaitu proses pemasukan/penghisapan udara ke dalam silinder, melalui inlet
valve.
Proses Kompresi
Yaitu proses pemampatan udara (kedua inlet valve dan outlet valve tertutup)
sehingga temperatur dalam silinder naik.
Proses Pembakaran
Yaitu proses peledakan akibat bahan bakar diinjeksikan ke ruangan yang
bertekanan dan bertemperatur tinggi, sehingga mendorong piston ke bawah.
Proses Exhaust
Yaitu proses pembuangan sisa pembakaran dengan cara mendorong ke atas
dan gas keluar melalui outlet valve.
Diesel genset bekerja dengan prinsip mengubah energi hasil pembakaran
solar menjadi energi mekanis berupa putaran. Putaran ini selanjutnya
digunakan untuk memutar poros generator. Generator adalah alat yang
mengkonversi energi gerak berupa putaran menjadi energi listrik akibat adanya
induksi gaya gerak listrik (GGL).
2) Stasiun Penyediaan Air
Sistem penyediaan air bertujuan untuk meningkatkan kualitas air
sebyelum digunakan agar memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan
tersebut dilihat berdasarkan kandungan bahan-bahan kimia, bahan padatan
11
Kebutuhan energi di bidang industri dan pertanian dapat dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu energi langsung, energi tidak langsung dan energi biologis
khususnya dari tenaga manusia. Energi tersebut dibutuhkan sebagai input atau
masukan pada proses produksi.
1. Energi Langsung
Energi langsung merupakan energi yang digunakan secara langsung pada
proses produksi yaitu berupa bahan bakar fosil (Abdullah, 1998). Peran energi
langsung sangat besar dalam suatu proses produksi, terutama untuk proses
produksi yang padat energi, hal ini terkait dengan kebutuhan bahan bakar yang
cukup. Nilai energi dari beberapa jenis bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 3
sedangkan jumlah energi bahan bakar yang digunakan untuk beberapa operasi
mekanis pada lahan pertanian dengan merata-ratakan antara operasi di tanah
ringan dan berat, cuaca basah dan kering serta tanah datar dan berbukit, dapat
dilihat pada Tabel 4.
12
Besarnya energi produksi bahan baku alat dan mesin pertanian yang
meliputi kegiatan dari penambangan hingga menjadi bahan baku, ditunjukkan
pada persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):
Epb = m x Cpb
dimana: Epb = energi produksi bahan baku (MJ)
M = massa alat atau mesin pertanian (kg)
Cpb = nilai kalor energi produksi bahan baku alat pertanian (MJ/kg)
Disamping energi untuk memroduksi bahan baku, diperlukan juga energi
pabrikasi dalam pengerjaan dan pembentukan alat atau mesin pertanian yang
ditunjukkan persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):
Ef = m x Cf
dimana: Ef = energi pabrikasi (MJ)
m = massa alat atau mesin pertanian (kg)
Cpb = nilai kalor energi pabrikasi suatu alat atau mesin pertanian
(MJ/kg)
Menurut Doering III dan C. Otto (1978) dalam Indrayana (2001), energi
total produksi alat atau mesin pertanian diasumsikan sebesar 82% dari total energi
bahan baku dan pabrikasi. Nilai tersebut diambil sesuai dengan pendekatan umur
peralatan dan umur mesin yang dapat dipercaya dan persamaannya dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
Etf = 0.82 x (Epb + Ef)
dimana: Etf = energi total produksi alat atau mesin pertanian (MJ)
Epb = energi produksi bahan baku (MJ)
Ef = energi pabrikasi (MJ)
Besarnya energi yang digunakan untuk perbaikan dan perawatan
ditunjukkan melalui persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):
Epr = (Epb + Ef) x TAR x 0.333
14
Audit Energi
2. Analisis
Tahapan analisis ini meliputi:
Menganalisis konsep penambahan biaya untuk tahapan tertentu
Menganalisis kesetimbangan massa dan energi
Menganalisis pindah panas
Mengevaluasi sifat muatan listrik
Membuat model dan simulasi
3. Evaluasi biaya peralatan
4. Membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi
Tahapan ini merupakan langkah terakhir dalam perumusan audit energi
yang meliputi:
Laporan utama, merupakan hasil keseluruhan dari auditing (mulai bahan
baku sampai barang jadi yang siap dipasarkan)
Laporan biasa, merupakan data hasil perhitungan harian dari sebelum
dijadikan hasil audit energi yang baku
Laporan efektifitas pengelolaan peralatan auditing mau pun peralatan
pabrik
Laporan tinjauan tiap tahapan proses
Philippines National Oil Company (1986) dalam Mulyawan (1997)
membagi audit energi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
1. Primary audit atau prelimary audit yang terdiri dari kegiatan pencatatan dan
analisis pemakaian energi dengan cara melakukan tinjauan singkat pada
fasilitas pabrik dan analisis kebutuhan serta pembelian bahan bakar minyak.
Pemeriksaan visual dilakukan untuk menentukan peluang penghematan energi
dan membuat rencana analisis yang lebih rinci. Primary audit dikerjakan 1-3
hari tergantung pada tingkat kerumitan pabrik.
2. Detailed audit atau maxi audit yang terdiri dari catatan lengkap pemakaian
energi untuk menghitung tingkat pemakaian energi dan efisiensi. Hal ini
mengharuskan penggunaan alat-alat pengukuran. Detailed audit ini dapat
dikerjakan dalam waktu satu minggu atau lebih.
3. Plant survey atau mini audit yang terdiri dari identifikasi energi terpakai,
menganjurkan peningkatan pemeliharaan dan praktek pengoperasian alat
secara benar. Mini audit memerlukan pengujian data pengukuran jumlah energi
terpakai dan hilang. Mini audit juga meliputi anjuran dan analisis peluang
konservasi energi dengan anggaran yang relatif murah. Waktu pelaksanaan
sangat bervariasi tergantung dari keadaan pabrik.
Penelitian oleh Hendi Sholahudin Amri pada tahun 1999 tentang audit
energi di PTPN VIII (Persero) PKS Kertajaya Banten Selatan meliputi kegiatan
budidaya kelapa sawit hingga pengolahan TBS menjadi CPO. Masukan energi
terbagi dua, yaitu energi langsung dan energi tidak langsung. Energi langsung
berasal dari tenaga manusia, bahan bakar minyak (solar), biomassa (cangkang dan
serat), dan listrik, sedangkan masukan energi tidak langsung meliputi energi
pupuk dan energi pestisida. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah
18.6680 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar 2.624 MJ/kg
19
CPO, energi listrik sebesar 0.1631 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar
2.1286 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 2.827 MJ/kg CPO, energi pestisida
sebesar 0.7598 MJ/kg CPO dan energi pupuk sebesar 10.7901 MJ/kg CPO.
Penelitian oleh Tedi Ali Rahmat pada tahun 2002 tentang audit energi di
UU Rejosari PTPN VII (Persero) Lampung Selatan meliputi kegiatan budidaya
kelapa sawit, pengolahan TBS menjadi CPO dan kegiatan yang berlangsung pada
sarana pendukung produksi. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah
sebesar 15.7550 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar
0.1903 MJ/kg CPO, energi listrik sebesar 0.3969 MJ/kg CPO, energi bahan bakar
solar sebesar 0.7197 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 9.9200 MJ/kg CPO,
dan energi pupuk sebesar 4. 9250 MJ/kg CPO.
Penelitian oleh Sulitiono Ari Wibowo pada tahun 2008 tentang audit energi
di PMKS PT Condong Garut, Jawa Barat meliputi kegiatan budidaya kelapa sawit
hingga pengolahan TBS menjadi CPO. Hasil audit energi pada proses produksi
CPO adalah sebesar 33.4840 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia
sebesar 4.713 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar 3.728 MJ/kg CPO,
energi biomassa sebesar 22.776 MJ/kg CPO, dan energi pupuk sebesar 2.267
MJ/kg CPO.
Persemaian
Pembukaan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Pemanenan
1. Persemaian
Kebun Kertajaya menerima kecambah dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) di Medan. Kecambah dikirim dalam kotak dengan jumlah sekitar 5000
butir kecambah tiap kotak. Di dalam kotak disertakan bubuk gergaji sebagai
bahan penahan guncangan dan kekeringan. Persemaian kelapa sawit di Kebun
Kertajaya dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembibitan awal (Pre Nursery) dan
pembibitan utama (Main Nursery). Pembibitan awal dilakukan selama 3 bulan di
polybag kecil sedangkan pembibitan utama dilakukan selama 9 bulan di polybag
besar. Pada kegiatan persemaian ini membutuhkan input energi berupa energi
biologis manusia, energi listrik, energi pupuk dan energi pestisida.
2. Pembukaan Lahan
Pembukaan lahan/areal merupakan tahapan awal yang sangat penting untuk
menunjang keberhasilan kegiatan-kegiatan dalam usaha perkebunan kelapa sawit.
Kondisi lahan yang akan dibuka tidak selalu sama, baik ditinjau dari segi vegetasi,
topografi serta bekas hutan (lahan bukaan baru, new planting), dan bekas lahan
perkebunan kelapa sawit (replanting).
3. Penanaman
Kegiatan penanaman bibit kelapa sawit meliputi pengajiran/pemancangan,
pembuatan lubang tanam, dan penanaman. Kebun Kertajaya menggunakan jarak
tanam 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m sehingga didapatkan kerapatan tanaman tiap hektar
adalah 136 tanaman. Penanaman dilakukan secara manual sehingga input energi
yang dibuthkan berupa tenaga manusia dan serta membutuhkan pupuk untuk
menyuburkan tanaman.
4. Pemeliharaan
Pemeliharan tanaman kelapa sawit di Kebun Kertajaya dibagi menjadi dua
periode, yakni pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan
pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Beberapa kegiatan yang dilakukan
dalam pemeliharaan TBM adalah pemeliharaan saluran air dan jalan, penyulaman,
babad, bobokor, chemis, pengendalian hama dan penyakit, kastrasi serta
pemupukan. Pada kegiatan pemeliharaan TM umunnya sama dengan kegiatan
pemeliharaan TBM, hanya saja kegiatan seperti kastrasi tidak lagi dilakukan di
pemeliharaan TM. Pada kegiatan pemliharaan ini dibutuhkan masukan energi
berupa tenaga manusia, pupuk, dan pestisida.
5. Pemanenan dan Transportasi
Pada dasarnya tujuan pembudidayaan tanaman kelapa sawit adalah untuk
dipanen buahnya yang lazim disebut tandan buah segar (TBS). Alat yang
digunakan untuk memanen TBS adalah dodos atau egrek. Dalam proses
pemanenan hanya membutuhkan input energi berupa tenaga manusia. Setelah
TBS dipanen selanjutnya TBS diangkut menggunakan truk ke pabrik sehingga
dibutuhkan input energi berupa solar sebagai bahan bakar.
.
TBS
Penerimaan buah
(Loading ramp)
Perebusan
(Sterillizer)
Penebahan
(Theresser)
Pengadukan
(Digester)
Pengepresan
(Screw Press)
CPO PKO
Tabel 13 Hubungan antara fraksi kematangan TBS dengan rendemen dan kadar
ALB
Fraksi Rendemen minyak (%) Kadar ALB (%)
0 16.0 1.6
1 21.4 1.7
2 22.1 1.8
3 22.2 2.1
4 22.2 2.6
5 22.9 3.8
Sumber: PPKS Medan dalam Pedoman teknis panen sawit PTP
Nusantara VIII, 2009
Fraksi 00 dan fraksi 5 adalah buah yang diklaim karena tidak layak olah,
sedangkan fraksi 0 samapi fraksi 4 adalah buah layak olah. Sampai saat ini
pensortiran TBS dilakukan dengan cara pengamatan langsung.
c. Loading ramp
Loading ramp berfungsi sebagai tempat penimbunan sementara TBS
sebelum diumpankan ke lori rebusan serta untuk mengurangi kotoran yang
terbawa oleh TBS dari kebun. Loading ramp memiliki 20 pintu dan masing-
masing pintu memiliki kapasitas 15 ton, sehingga total kapsitas loading
23
ramp yang ada di PKS Kertajaya adalah 300 ton. TBS diumpankan ke lori
rebusan melalui pintu-pintu loading ramp dengan membuka pintu hopper
hydrolic.
2. Stasiun perebusan
Lori-lori yang sudah berisi TBS dibawa ke sterilizer melalui transfer
carriage. Perebusan dilakukan dengan menggunakan uap panas (steam) yang
berasal dari BPV sebagai media penghantar panas dengan suhu 130-140 0C dan
tekanan 2.8-3.0 kg/cm2. Perebusan bertujuan untuk untuk menginaktifkan enzim-
enzim yang ada di buah sawit, mengurangi kadar air dalam buah dan inti sawit,
memudahkan pelepasan brondolan dari tandan, melunakkan daging buah agar
mudah dilumat dalam digester, dan memudahkan proses pengolahan kernel.
Untuk mencapai tujuan tersebut, TBS direbus dengan menginjeksikan steam
ke sterilizer selama 85-90 menit dengan pola triple peak. Sebelum proses
perebusan, dilakukan deaerasi untuk menghilangkan udara dalam sterilizer
selama 3-5 menit. Selama deaerasi berlangsung tekanan uap dalam sterilizer
harus tetap 0 kg/cm2 untuk mencegah terjadinya turbulensi uap. Pada Tabel 14
berikut dijelaskan secara rinci proses perebusan yang terjadi di PKS Kertajaya.
Tabel 14 Rincian proses perebusan di PKS Kertajaya
Jenis kegiatan Waktu (menit) Tekanan (kg/cm2)
Deaerasi (buang udara) 3-5 -
Tekanan puncak I 15 0-1.4
Buang kondensat I 4 1.4-0
Tekanan puncak II 20 0-1.8
Buang kondensat II 3-5 1.8-1
Tekanan puncak III 55 1-2.4
Buang exhaust 6 2.4-0
Buka tutup pintu 10 -
Sumber: SOP pengolahan kelapa sawit PKS Kertajaya, 2011
3. Stasiun penebahan
Setelah proses perebusan selesai, lori-lori rebusan ditarik untuk dikeluarkan
dari sterilizer dengan menggunakan capstand. Setelah itu, satu per satu lori-lori
rebusan tersebut diangkat ke atas auto feeder dan kemudian lori dibalik sehingga
tandan buah rebus keluar dari lori dan jatuh ke dalam auto feeder. Auto feeder
akan berputar secara otomatis dan mengatur tandan buah rebus masuk ke dalam
thresher untuk dibanting sehingga buah lepas dari tandannya. Melalui kisi-kisi
thresher, buah jatuh ke bottom conveyor dan dinaikkan ke fruit distiributing
conveyor oleh fruit elevator. Kemudian fruit distributing conveyor akan
mendistribusikan buah ke digester-digester untuk di ekstraksi minyaknya.
Sedangkan tandan yang sudah kosong yang berasal dari thresher dibawa empty
bunch conveyor menuju hopper tandan kosong untuk dijadikan pupuk di kebun.
4. Stasiun pengadukan
Pengadukan buah menggunakan alat yang disebut digester. Buah yang
dibawa oleh fruit distributing conveyor didistribusikan ke dalam digester-digester.
Dalam proses pengadukan di dalam digester terjadi proses penghancuran,
24
peremasan, dan pemanasan buah sehingga buah akan hancur dan lumat. Secara
prinsip proses pengadukan buah bertujuan untuk membuka jaringan buah dan sel-
sel yang mengandung minyak serta melepaskan dinding buah dari bijinya supaya
proses pengempaan di screw press menjadi lebih muda.
Digester terdiri dari pisau perajang untuk melumatkan buah dan pisau
pelempar untuk mengumpankan lumatan buah ke screw press. Digester
dilengkapi dengan steam jacket yang berfungsi untuk menjaga temperatur berada
pada kisaran 90-95 0C. Pengadukan berlangsung selama 15-20 menit. Pada waktu
proses pelumatan, digester harus dalam keadaan penuh dengan buah rebus agar
hasil pengadukan lebih baik.
5. Stasiun pengempaan
Buah yang telah lumat diumpankan ke screw press untuk memisahakan
minyak dari ampas. Untuk mempermudah pemisahan dan pengaliran minyak
maka perlu ditambahkan air panas. Di dalam screw press, selain buah lumat
diputar, juga ditekan menggunakan tekanan hidrolik sehingga cake akan betuk-
betul bebas dari minyak. Tekanan yang digunakan harus tepat karena apabila
tekanan kurang maka kandungan minyak akan terikut dengan ampas dan apabila
tekanan terlalu besar dapat menyebabkan pecah pada inti. Selanjutnya minyak
diumpankan ke stasiun pemurnian minyak sedangkan ampas (serat dan biji)
diumpankan ke stasiun pengolahan biji.
6. Stasiun pemurnian
Minyak yang diperoleh dari hasil pengempaan masih sangat kotor karena
masih tercampur dengan bahan-bahan lain, seperti pasir, air dan sludge (lumpur)
sehingga perlu di lakukan proses pemurnian minyak. Tujuan dari proses
pemurnian adalah untuk memperoleh semaksimal mungkin minyak kelapa sawit
(CPO) yang bersih dan bermutu. Proses pemurnian minyak berlangsung di stasiun
klarifikasi yang terdiri dari unit-unit sebagai berikut.
a. Crude oil gutter
Crude oil gutter berfungsi sebagai penampung minyak kasar (crude oil)
hasil pengempaan, selanjutnya crude oil disalurkan menuju sand trap tank
untuk memisahkan minyak kasar dari kotoran dan pasir.
b. Sand trap tank
Pada sand trap tank, minyak dipisahkan dari kotoran dan pasir yang
berlangsung secara gravitasi. Pasir dan kotoran dengan masa jenis yang
lebih besar akan berada pada lapisan bawah dan akan dilakukan blow down
secara berkala menuju decanting basin, sedangkan minyak yang berada
pada lapisan atas akan dialirkan ke vibrating screen secara overflow.
Temperatur pada sand trap tank dijaga 90-95 0C dengan menginjeksikan
steam.
c. Vibrating screen
Benda-benda padat yang masih terbawa dalam minyak kasar setelah
melewati sand trap tank dipisahkan lagi dengan vibrating screen. Kemudian
minyak hasil penyaringan ditampung dalam crude oil tank yang berada di
bawah vibrating screen.
d. Crude oil tank
Crude oil tank merupakan tangki bersekat yang membagi tangki menjadi
tiga bagian. Di crude oil tank terjadi pemisahan minyak dengan air secara
gravitasi. Minyak, dengan berat jenis lebih kecil dibanding berat jenis air,
25
akan berada apada lapisan atas dan akan mengalir dari bagian 1 secara
overflow ke bagian 2 dan dari bagian 2 ke bagian 3 untuk selanjutnya
dipompakan ke continuous settling tank. Sedangkan air bercampur kotoran
(sludge) berada pada lapisan bawah dan dialirkan ke decanting basin.
Temperatur pada crude oil tank dijaga pada 90-95 0C dengan
menginjeksikan steam.
e. Continuous settling tank
Continuous settling tank berfungsi untuk memisahkan minyak, air dan
sludge secara gravitasi. Untuk mempermudah pemisahan, temperatur dijaga
pada 90 95 0C dengan menginjeksikan steam. Minyak dengan berat jenis
paling kecil akan berada pada lapisan atas, sedangkan air berada di lapisan
tengah, dan sludge berada di lapisan bawah. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan berat jenis dari masing-masing benda. Minyak yang ada di
lapisan atas dialirkan secara overflow ke oil tank sedangkan sludge yang
berada di bagian bawah dipompakan ke sludge tank.
f. Oil tank
Oil tank berfungsi untuk mengendapkan kotoran dan sebagai bak
penampungan sebelum minyak masuk ke oil purifier. Temperatur pada tank
ini mencapai 95o C. Karena minyak masih mengandung air dan kotoran,
maka perlu diolah lagi sampai kadar air dan kotoran sekecil mungkin.
g. Oil purifier
Minyak dari oil tank diumpankan ke oil purifier untuk mengurangi kadar air
dan kotoran pada minyak. Kotoran-kotoran yang mengendap di oil tank di
blow down secara berkala menuju decanting basin. Pemurnian minyak di oil
purifier dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis dengan gaya
sentrifugal. Minyak dengan berat jenis lebih kecil bergerak ke aras poros
dan terdorong keluar selanjutnya dipompakan ke vacuum dryer sedangkan
kotoran dan air yang berat jenisnya lebih besar terdorong ke dinding oil
purifier dan mengalir ke decanting basin. Kotoran-kotoran yang melekat
pada dinding oil purifier dicuci secara berkala.
h. Vacuum dryer
Minyak yang dihasilkan dari oil purifier masih mengandung air, untuk itu
minyak diumpankan ke vacuum dryer. Vacuum dryer merupakan alat
pengering untuk mengurangi kadar air minyak sehingga kadar air menjadi
sekitar 0.1%. Penguapan pada vacuum dryer menggunakan sistem
pengkabutan minyak dalam ruang hampa.
i. Storage tank
Fungsi dari storage tank sebagai tangki penimbunan produksi CPO dengan
temperatur di storage tank mencapai 40 oC. Untuk itu minyak dilewatkan ke
oil cooler agar temperatur minyak turun dari 80 0C menjadi 40 0C.
j. Sludge tank
Sludge merupakan campuran antara lumpur, air dan kotoran lainnya yang
masih mengandung minyak. Sludge ditampung di sludge tank untuk diolah
kembali untuk diambil minyaknya dan kemudian dialirkan ke brush
strainer.
k. Brush strainer
Pada brush strainer, sludge dan kotoran disaring untuk mengurangi kotoran
pada sludge.
26
l. Sludge separator
Sludge separator berfungsi untuk memisahkan sludge yang masih
terkandung pada minyak, setelah itu lumpur dan kotoran dialirkan ke tempat
pembuangan sedangkan minyak dipompakan ke continuous settling tank.
m. Decanting basin
Decanting basin berfungsi untuk menampung cairan-cairan yang masih
mengandung minyak dari blow down tangki-tangki pada pemurnian minyak.
Minyak yang dapat dipisahkan dipompakan ke sand trap tank sedangkan
sludge dialirkan ke deoiling pond.
n. Deoiling pond
Deoiling pond merupakan tempat pengutipan minyak terakhir. Minyak yang
dapat dipisahkan dipompakan ke decanting basin sedangkan sludge
dialirkan ke unit pengolahan limbah.
7. Stasiun pengolahan biji
Stasiun pengolahan biji berfungsi untuk mengolah biji sawit (nut) menjadi
palm kernell oil (PKO). Stasiun pengolahan biji terdiri dari 12 unit yang akan
diuraikan sebagai berikut.
a. Cake braker conveyor
Cake (campuran fibre dan nut) yang berasal dari screw press diumpankan ke
dalam cake brakaer conveyor. Cake braker conveyor berfungsi untuk
memecah gumpalan antara fibre dan nut dan sekaligus mengumpankan cake
ke dalam depericarper.
b. Depericarper
Depericarper berupa cerobong yang berfungsi sebagai pemisah fibre dan
nut. Fibre dengan bobot lebih ringan dibanding nut akan terhisap oleh
blower yang ada di atas cerobong yang kemudian diteruskan ke fibre
cyclone untuk dijadikan umpan boiler, sedangkan nut akan jatuh dan masuk
ke nut polishing drum.
c. Nut polishing drum
Nut polishing drum merupakan drum berputar yang berfungsi untuk
memisahkan fibre yang masih melekat pada nut. Fibre yang dapat
dipisahkan terhisap ke dericarper sedangkan nut diangkut oleh nut conveyor
ke destoner.
d. Destoner
Destoner berupa pemisah benda non biji yang berasal dari polishing drum.
Jadi fibre yang tidak terhisap akan dipisahkan di destoner sedangkan nut
yang sudah bersih dari fibre akan diumpankan ke nut silo.
e. Nut silo
Nut silo berfungsi untuk mengurangi kadar air nut supaya memudahkan
proses pemecahan nut di ripple mill.
f. Ripple mill
Ripple mill berfungsi untuk memecahkan nut. Ripple mill berada tepat di
bawah nut silo. Nut akan turun secara gravitasi ke riipple mill untuk digiling
sampai nut pecah sehingga kernel dan shell (cangkang) terpisah.
g. Craker mixture conveyor
Cangkang dan kernel dari ripple mill diumpankan oleh craker mixture
conveyor ke LTDS I.
h. Light tenera dust separator (LTDS) I
27
Proses produksi CPO di PKS Kertajaya tidak akan berjalan jika tidak
didukung oleh sarana pendukung seperti sarana penyediaan air dan sarana
penyediaan energi. Berikut penjelasan kedua sarana pendukung tersebut.
1. Penyediaan air
Setiap pabrik kelapa sawit membutuhkan air bersih untuk proses pengolahan
TBS menjadi CPO. Air digunakan unutk kebuthan domestik dan untuk
diumpankan ke boiler untuk menghasilkan uap. Air yang digunakan harus
memenuhi standar sebelum diumpankan ke boiler. Standar tersebut dilihat
berdasarkan kandungan bahan-bahan kimianya, bahan padatan terlarut, dan
sebagainya. Penanganan air ini terbagi dua yaitu external treatment dan internal
treatment.
a. External Treatment
PKS Kertajaya menggunakan air yang berasal dari sungai Ciliman yang
berlokasi di dekat pabrik. Air diambil dengan pemompaan dan dialirkan ke
clarifier tank untuk mengendapkan kotoran. Air kemudian dialirkan ke sand filter
yang berfungsi untuk menyaring pasir kemudian dialirkan ke menara air
(kapasitas 60 m3/jam) yang berfungsi untuk mengirimkan air ke pabrik. Bahan
kimia yang ditambahkan dalam external treatment ini yaitu PAC dan Flockgulan.
b. Internal Treatment
Internal treatment merupakan perlakuan lanjutan terhadap air yang akan
digunakan untuk umpan boiler. Air dari menara air akan masuk ke cation tank
28
untuk menarik ion positif kemudian dialirkan ke degasifer tank. Degasifer tank
berfungsi untuk menerima air dari cation tank dan menghisapnya untuk dikirim ke
anion tank untuk menarik ion negatif dan kemudian air masuk ke feed tank untuk
memanaskan air. Selanjutnya air masuk ke deaerator untuk menarik oksigen yang
terlarut dalam air. Bahan kimia yang ditambahkan dalam internal treatment ini
adalah HCl dan NaOH untuk anion-cation exchanger serta Tanin, Polyperse dan
Alkali untuk menghilangkan karat dalam boiler.
2. Penyediaan Energi
Penyediaan energi merupakan sarana untuk menghasilkan energi listik dan
energi panas untuk keperluan operasional pabrik. Sarana penyediaan energi terdiri
dari boiler, turbin uap, dan mesin pembangkit tenaga diesel (diesel engine).
a. Boiler
Boiler adalah bejana tertutup untuk mengubah air menjadi uap bertekanan
tinggi dengan bantuan pemanasan yang diperoleh dari pembakaran. Bahan bakar
yg digunakan di PKS Kertajaya adalah ampas dari pengolahan berupa serat dan
cangkang sawit. Uap bertekanan yang dihasilkan boiler dialirkan melalui pipa ke
turbin uap untuk membangkitkan tenaga listrik yang digunakan untuk keperluan
proses pengolahan di pabrik. Di PKS Kertajaya terdapat 3 unit boiler, 2 unit untuk
dioperasikan dan 1 unit untuk cadangan.
Unit boiler terdiri dari beberapa bagian seperti ruang bakar, upper drum,
lower drum, pipa saturated, pipa superheated, input bahan bakar, dust collector,
cerobong asap, blower, dan alat-alat kontrol. Proses pembakaran dimulai ketika
serat dan cangkang mulai masuk ke fuel feeding melalui fibre conveyor dan shell
conveyor. Selanjutnya udara luar ditarik menggunakan blower untuk menyuplai
oksigen dan proses pembakaran dimulai. Air dari deaerator (air hasil internal
treatment) dipompa ke upper drum dan kemudian masuk ke pipa saturated dan
lower drum. Air umpan kemudian mendidih dan terbentuk uap saturated. Untuk
mengubah air menjadi uap superheated maka uap saturated dari upper drum
dialirkan ke pipa superheated. Gas dan abu sisa pembakaran keluar melalui
cerobong dan kerak sisa pembakaran akan jatuh ke dust collector.
b. Turbin Uap
Turbin uap merupakan unit pengkonversi energi dari steam menjadi energi
mekanis (putaran) lalu diubah menjadi energi listrik. Turbin uap yang digunakan
berjumlah 3 unit dengan daya listrik output terpasang yaitu 800 kW (2 unit) dan
960 kW (1 unit). Uap dari boiler yang telah digunakan untuk memutar turbin
kemudian ditampung dalam BPV yaitu berupa bejana/tangki. Dari BPV kemudian
uap didistribusikan ke stasiun-stasiun pengolahan di pabrik, seperti stasiun
perebusan, stasiun pelumatan, stasiun klarifikasi, stasiun biji dan tangki timbun.
c. Generator Diesel
Generator diesel merupakan peralatan untuk mendukung penyediaan energi
listrik dari turbin uap, terutama saat awal mulai pengolahan dimana pasokan
energi listrik dari boiler belum optimal, saat pemakaian energi listrik meningkat
atau kualitas uap dari boiler kurang sehingga listrik dari turbin uap juga kurang.
Generator diesel yang digunakan di PKS Kertajaya berjumlah 4 unit dengan
kapasitas terpasang bebeda-beda, yaitu 220 kW (2 unit), 200 kW (1 unit) dan 440
kW (1 unit).
29
METODE PENELITIAN
j. Masukan energi listrik yang merupakan input energi sekunder dari BBM
dan biomassa hanya dihitung sebagai input energi pada tiap tahapan
produksi yang mengonsumsinya.
k. Energi yang dihasilkan dari sistem boiler (uap) dan diesel tidak dianggap
sebagai input energi, yang dihitung hanya bahan bakar dari kedua sistem
pembangkit listrik tersebut. Efisiensi boiler dan generator diesel akan
dihitung dengan membandingkan input dan output dari masing-masing
sistem.
l. Dalam proses produksi CPO, semua embodied energy dari mesin dan
peralatan pabrik serta peralatan bengkel yang digunakan dalam proses
produksi CPO tidak diperhitungkan sebagai masukan energi karena data
produksi dan pustaka yang kurang mendukung.
m. Input energi primer dihitung dari masukan energi pupuk, manusia, solar,
dan biomassa. Masukan energi listrik yang merupakan input energi
sekunder yang berasal dari solar dan biomassa hanya dihitung pada tiap
tahapan produksi yang mengkonsumsinya. Input energi primer digunakan
untuk menghitung energi primer riil yang digunakan pada total sistem.
Bagan alir kegiatan budidaya kelapa sawit sampai pengolahan TBS menjadi
CPO serta masukan energi pada tiap kegiatannya dapat dilihat pada Gambar 4
berikut.
31
Gambar 4 Bagan alir proses dan input energi pada tiap tahapan
produksi CPO
32
32
Pengolahan tanah
A
Pupuk Penanaman
Tenaga
Pemanenan
manusia
Pengangkutan TBS
Listrik
Perebusan
Turbin uap
B
Penebahan BPV
Keterangan garis:
= input listrik = energi BBM
= input uap = energi pestisida
= energi manusia
= aliran energi mesin A = kegiatan budidaya
= energi pupuk
= batasan sistem B = kegiatan pengolahan
2. Metode audit
Metode audit energi yang digunakan dalam penelitian ini adalah audit
energi awal (preliminary energy audit) dan dilanjutkan ke tahap audit energi
terinci (detailed energy audit). Pada tahap audit energi awal, setiap masukan
energi dikonversi dalam satuan energi yang sama yaitu Joule (J) atau Mega Joule
(MJ). Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya di
perkebunan yang lainnya agar dapat dilakukan analisis faktor yang berpengaruh
dalam penggunaan energi pada proses produksi CPO. Jika terdapat perbedaan
yang mencolok pada suatu sistem, maka akan dilakukan audit energi terinci pada
sistem tersebut.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah TBS, CPO, cangkang,
serat, biji sawit, air dan BBM. Ada pun alat yang digunakan dalam penelitian ini
34
adalah seluruh peralatan produksi serta alat ukur yang terpasang di jembatan
timbang, ruang mesin, oven pengering (drying oven), timbangan, tang ampere,
termometer, KWh-meter, kapas, tali plastik, bomb calorimeter, kertas tisu,
filamen.
Maka jumlah energi pupuk untuk memroduksi tiap kg CPO dapat ditentukan
dengan persamaan:
Epp (total) =
36
Keterangan:
Epp (tot) = jumlah energi pupuk yang digunakan untuk memroduksi tiap
kilogram CPO (MJ/kg CPO)
Epp = jumlah energi pupuk yang digunakan untuk memroduksi tiap
kilogram TBS (MJ/kg TBS)
Kpp (i) = konsumsi pupuk pada tahap ke-i (kg/ha)
Nepp = nilai kalor pupuk (MJ/kg)
Jtbs = jumlah produksi TBS per hektar (kg/ha)
Rd = rendemen (%); perbandingan berat CPO yang dihasilkan (kg)
dengan berat TBS yang diolah (kg), yang digunakan sebagai faktor
konversi
i = 1,2,3,......
6. Kebutuhan energi pestisida
Besarnya energi pestisida yang digunakan pada semua tahapan produksi TBS
di kebun dihitung dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Sholahudin, 1999):
()
Epe =
Maka jumlah energi pestisida untuk memroduksi tiap kg CPO dapat ditentukan
dengan persamaan:
Epe (total) =
Keterangan:
Epe (tot) = jumlah energi pestisida yang digunakan untuk memroduksi tiap
kilogram CPO (MJ/kg CPO)
Epe = jumlah energi pestisida yang digunakan untuk memproduksi tiap
kilogram TBS (MJ/kg TBS)
Kpe = konsumsi pestisida pada tahap ke-i (kg/ha)
Nepe = nilai kalor pestisida (MJ/kg)
Jtbs = jumlah produksi TBS per hektar (kg/ha)
Rd = rendemen (%); perbandingan berat CPO yang dihasilkan (kg)
dengan berat TBS yang diolah (kg), yang digunakan sebagai faktor
konversi
i = 1,2,3,......
7. Penggunaan Energi
Perhitungan pada penggunaan energi adalah sebagai berikut:
a. Efisiensi riil, perbandingan antara jumlah energi berguna dengan jumlah
energi input, dihitung dengan persamaan:
Ef. riil = (UE/IE) x 100%
Keterangan:
Ef. rill = efisiensi riil penggunaan energi (%)
UE = energi berguna (MJ)
IE = input energi (MJ)
b. Efisiensi teknis, perbandingan antara kapasitas alat/mesin terukur dengan
kapasitas alat/mesin terpasang, dihitung dengan persamaan:
37
/
Ef. teknis = / x 100%
Konsumsi Energi pada Proses Produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak Banten
Tabel 15 Konsumsi energi primer pada proses produski CPO di PKS Kertajaya
Konsumsi energi (MJ/kg CPO)
Pengolahan Persentase
Jenis energi Angkut
Budidaya Panen dan sarana Total (%)
TBS
pendukung
A.Energi
langsung
1. Solar - - 0.1721 0.2404 0.4125 2.47
2. Biomassa - - - 15.8900 15.8900 95.28
B. Energi
tidak langsung
1. Pupuk 0.3492 - - - 0.3492 2.09
2. Pestisida * - - - * -
C. Energi
biologis 0.0144 0.0018 0.0057 0.0043 0.0262 0.16
manusia
Total 0.3636 0.0018 0.1778 16.1347 16.6779
Persentase
2.18 0.01 1.07 96.74 100.00
(%)
*) Input energi tidak langsung dari pestisida tidak dimasukkan dalam perhitungan
konsumsi energi primer karena kurangnya data pendukung, tetapi penggunaan pestisida
tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk satuan unit bahan (bukan
satuan unit energi) pada Tabel 25.
Nilai konsumsi energi primer di PKS Kertajaya yaitu 16.6779 MJ/kg CPO,
lebih besar dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VII Unit Usaha Rejosari
(Rahmat, 2002) yaitu sebesar 15.7550 MJ/kg CPO. Hal ini disebabkan input
energi langsung dari biomassa di PKS Kertajaya lebih besar dibanding input
energi biomassa di Unit Usaha Rejosari. Namun apabila nilai konsumsi energi
primer ini dibandingkan dengan hasil penelitian di PTPN VIII PKS Kertajaya
(Sholahuddin, 1999), dan PMKS PT. Condong Garut yang masing-masing sebesar
18.6680 MJ/kg CPO dan 33.4840 MJ/kg CPO, maka nilai konsumsi energi primer
di PKS Kertajaya pada saat ini lebih kecil dibanding penelitian terdahulu tersebut.
Perbedaan konsumsi energi primer yang paling besar terlihat pada energi
biomassa. Selain itu konsumsi energi tidak langsung dari pupuk di PKS Kertajaya
paling rendah dibanding hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut.
Besarnya konsumsi energi pada setiap tahapan produksi setelah input energi
solar dan biomassa pada stasiun penyediaan energi dikonversi menjadi energi
listrik, sehingga input yang yang diperhitungkan berupa energi uap dan energi
listrik disajikan dalam Tabel 16 berikut.
39
Tabel 16 Konsumsi energi final pada tiap tahapan produksi CPO di PKS
Kertajaya
Konsumsi energi (MJ/kg CPO)
Jenis energi Pengangkutan Pengolahan Sarana (%)
Budidaya Panen Total
TBS TBS pendukung
A.Energi
langsung
1. Solar - - 0.1721 - - 0.1721 3.27
2. Listrik - - - 0.2063 0.0982 0.3045 5.78
3. Uap - - - 4.7277 0.5382 5.2659 86.07
B. Energi
tidak
langsung
1.Pupuk 0.3492 - - - - 0.3492 6.63
2.Pestisida * - - - - *
C.Energi
biologis 0.0144 0.0018 0.0057 0.0028 0.0015 0.0262 0.50
manusia
Total 0.3636 0.0018 0.1778 4.9368 0.6379 6.1179
Persentase 5.94 0.03 2.91 80.69 10.43 100.00
*) Input energi tidak langsung dari pestisida tidak dimasukkan dalam perhitungan
konsumsi energi final karena kurangnya data pendukung, tetapi penggunaan pestisida
tetap diaudit dan disajikan sebagai data pelengkap dalam bentuk satuan unit bahan (bukan
satuan unit energi) pada Tabel 25.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa total konsumsi energi final
untuk memproduksi 1 kg CPO setelah energi biomassa dan energi solar pada
stasiun penyediaan energi dikonversi menjadi energi listrik adalah sebesar 6.1179
MJ. Masukan energi terbesar berasal dari energi uap yaitu 5.2659 MJ/kg CPO
atau 86.07% dari total masukan energi. Sedangkan masukan energi terkecil
berasal dari energi biologis tenaga manusia yaitu 0.0262 MJ/kg CPO atau 0.50%
dari total masukan energi. Untuk tahapan produksi yang mengkonsumsi energi
paling besar adalah kegiatan pengolahan TBS yaitu 4.9368 MJ/kg CPO atau
80.69% dari total masukan energi sedangkan tahapan produksi yang
mengkonsumsi energi paling kecil adalah kegiatan pemanenan yaitu0.0018 MJ/kg
CPO atau0.03% dari total masukan energi.
Pada kegiatan budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya, konsumsi energi
terbesar diperlukan untuk kegiatan pemeliharaan TM sebesar 0.2621 MJ/kg CPO
atau sebesar 72.11% dari total konsumsi energi pada kegiatan budidaya.
Sedangkan kegiatan yang paling kecil mengkonsumsi energi yaitu kegiatan
persemaian yaitu sebesar 0.0040 MJ/kg CPO atau 1.10% dari total konsumsi
energi pada kegiatan budidaya. Jenis energi yang paling banyak di konsumsi
adalah energi pupuk yaitu 0.3491 MJ/kg CPO atau 96.04% dari total masukan
energi untuk kegiatan budidaya. Konsumsi energi pada kegiatan budidaya
disajikan pada Tabel 17 berikut ini.
40
Konsumsi energi pada sarana pendukung disajikan pada Tabel 19. Dari
tabel telihat, sarana penyediaan energi mengkonsumsi energi paling besar yaitu
0.1975 MJ/kg CPO atau 58.08% dari total masukan energi untuk sarana
pendukung sedangkan sarana penyediaan air mengkonsumsi energi paling sedikit
yaitu 0.0221 MJ/Kg CPO atau 6.51% dari total masukan energi untuk sarana
pendukung. Sarana pendukung di PKS Kertajaya mengkonsumsi energi listrik
sebesar 0.0273 MJ/kg CPO, energi manusia sebesar 0.00151 MJ/kg CPO, dan
energi solar sebesar 0.2404 MJ/kg CPO. Energi yang paling besar penggunaannya
pada stasiun pendukung adalah energi solar dengan persentase sebesar 89.31%
dari total masukan energi untuk sarana pendukung.
Tabel 19 Konsumsi energi pada sarana pendukung
Energi Energi Energi Energi
Total
listrik manusia uap solar Persentase
Kegiatan (MJ/kg
(MJ/kg (MJ/kg (MJ/kg (MJ/kg (%)
CPO)
CPO) CPO) CPO) CPO)
Penyediaan
0.07624 0.00088 0.5382 0.1204 0.73572 83.77
energi
Penyediaan
0.02194 0.00019 - - 0.02213 2.52
air
Lain-lain*) - 0.00044 - 0.1200 0.12044 13.71
Total 0.09818 0.00151 0.5382 0.2404 0.87829
Persentase 11.18 0.17 61.28 27.37 100.00
*) Kegiatan lain-lain yang dimaksud adalah pengangkutan tandan kosong dan
pengoperasian unit loader yang juga merupakan sarana pendukung/penunjang proses
pengolahan di pabrik
Dari analisis yang sudah dilakukan, maka dapat dibuat aliran energi pada
tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya sebgaimana disajikan dalam Gambar
6 berikut.
42
TBS
Ma = 0.0013
Pu = 0.0027 Persemaian
Pe = *
- Persiapan lahan
Pu = 0.0047
Penanaman
Ma = 0.0095
Pu = 0.0832
Pe = *
Pemeliharaan TBM
Ma = 0.0036
Pu = 0.2585 Pemeliharaan TM
Pe = *
Ma = 0.0018 Pemanenan
Ma = 0.0057
So = 0.1721 Pengangkutan TBS
Ma = 0.00083
Li = 0.00174 Ma = 0.00088
Penerimaan buah
Penyediaan Li = 0.07624
So = 0.1204
Ma = 0.00039 energi Bi = 11.6300
Li = 0.00074
Uap = * Perebusan Uap = 0.5382
Ba = *
Ma = 0.00059
Li = 0.03045 Penebahan
Ma = 0.00019
Penyediaan Li = 0.02194
Ma = 0.00039 air Ba = *
Li = 0.07334 Pengempaan
Uap = *
Ma = 0.00024
Ma = 0.00039
Li = 0.04223 Klarifikasi Pengolahan biji Li = 0.05779
Uap = *
Uap = *
CPO Kernel
Ket:
Ma = energi biologis manusia (MJ/kg CPO), Li = energi listrik (MJ/kg CPO)
Pu = energi pupuk (MJ/kg CPO), Bi = energi biomassa (MJ/kg CPO)
Uap = energi uap (total 4.7277 MJ/kg CPO), Ba = bahan kimia pembantu
Pe = pestisida dalam bentuk satuan unit bahan So = energi solar (MJ/kg CPO)
*) Energi uap tidak disajikan secara rinci per stasiun tetapi secara keseluruhan pada
pengolahan TBS menjadi CPO dan pada stasiun penyediaan energi untuk air umpan.
Gambar 6 Aliran energi pada tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya
43
kadar air 20.51%. Nilai kalor serat dan cangkang diperoleh dengan pengujian
menggunakan Bomb Calorimeter di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi
Pertanian IPB. Konsumsi energi biomassa di PKS Kertajaya adalah sebesar 15.89
MJ/kg CPO dengan komposisi serat 122992 kg/hari dan cangkang 61496 kg/hari
sehingga total menjadi 184488 kg/hari. Konsumsi biomassa riil untuk boiler
didasarkan pada pengamatan bahwa semua serat dan cangkang yang dihasilkan
digunakan untuk bahan bakar boiler. Data ketersediaan, penggunaan dan hasil
pengukuran kalor bahan bakar biomassa dapat dilihat pada Lampiran 5.
Perhitungan kebutuhan bahan bakar boiler secara teoritis yaitu sebesar
170063.35 kg/hari dengan komposisi serat sebesar 113381.24 kg/hari dan
cangkang sebesar 56682.11 kg/hari. Perbedaan jumlah ketersediaan bahan bakar
boiler dengan kebutuhan teoritisnya mengakibatkan adanya sisa bahan bakar
biomassa sebesar 14424.65 kg/hari dengan komposisi serat sebesar 9610.76
kg/hari dan cangkang sebesar 4813.89 kg/hari.
4. Energi Listrik
Input energi listrik pada kegiatan pengolahan CPO dan sarana pendukung di
PKS Kertajaya berasal dari turbin uap dan generator diesel. Konsumsi energi
listrik pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya dapat dilihat pada Tabel 22
berikut ini.
Tabel 22 Konsumsi energi listrik pada pengolahan dan sarana pendukung
Konsumsi Persentase
Persentase
Kegiatan energi (MJ/kg terhadap
total (%)
CPO) jumlah (%)
A. Pengolahan TBS 0.20629 100.00 67.73
- Penerimaan buah 0,00174 0.84
- Perebusan 0,00074 0.37
- Penebahan 0,03045 14.76
- Pengempaan 0,07334 35.55
- Pemurnian minyak 0,04223 20.47
- Pengolahan biji 0,05779 28.01
B.Sarana
pendukung 0.09818 100.00 32.27
- Penyediaan energi 0,07624 77.67
- Penyediaan air 0,02194 22.33
Total 0.30447 100
Dapat dilihat dari tabel, total konsumsi energi listrik di PKS Kertajaya
adalah sebesar 0.3045 MJ/kg CPO. Pengolahan TBS merupakan bagian yang
terbesar dalam mengkonsumsi energi listrik yaitu sebesar 0.2063 MJ/kg CPO atau
67.73% dari total konsumsi energi listrik. Sedangkan bagian sarana pendukung
mengkonsumsi energi listrik sebesar 0.0982 MJ/kg CPO atau 32.27% dari total
konsumsi energi listrik. Penggunaan energi listrik secara rinci pada tiap tahapan
produksi dapat dilihat pada Lampiran 8.
Konsumsi energi listrik total di PKS Kertajaya lebih kecil dibanding dengan
UU Rejosari (Rahmat, 2002) yaitu sebesar 0.3969 MJ/kg CPO atau terdapat
selisih 0.0969 MJ/kg CPO. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penggunaan
energi listrik yang berbeda tergantung dari kondisi peralatan yang digunakan, cara
pengoperasian peralatan, dan kapasitas riil pengolahan. Efisiensi teknis peralatan
46
pengolahan TBS yang digunakan adalah 52.27% dan efisiensi teknis peralatan
pada sarana pendukung adalah 64.79% sehingga efisiensi total peralatan yang
digunakan dalam proses produksi CPO di PKS Kertajaya adalah 56.05%. Nilai
efisiensi teknik ini lebih kecil dibandingkan dengan UU Rejosari (Rahmat, 2002)
dimana efisiensi teknisnya adalah 73.65%, tetapi nilai efisiensi teknis alat masih
lebih besar bila dibandingkan dengan efisiensi teknis alat PMKS Condong Garut
(Wibowo, 2008) yaitu sebesar 47.69%.. Hal ini dipengaruhi oleh umur dan
kondisi motor listrik ataupun peralatan yang digunakan. Selain itu motor-motor
listrik yang digunakan di PKS Kertajaya banyak yang sudah diganti dengan daya
terpasang motor yang lebih besar sehingga sangat memengaruhi dalam
pengurangan efisiensi teknis alat.
Efisiensi teknis dari setiap peralatan dan mesin-mesin produksi dihitung
berdasarkan perbandingan antara daya terukur dengan daya terpasang. Berikut ini
disajikan efisiensi teknis dari setiap alat atau mesin produksi di PKS Kertajaya
pada Tabel 23 berikut ini.
Tabel 23 Efisiensi teknis alat atau mesin produksi CPO di setiap stasiun
pengolahan
Jumlah daya Jumlah daya Efisiensi teknis
Kegiatan
terukur (kW) terpasang (kW) (%)
A. Pengolahan TBS
-Penerimaan buah 69.13 127.50 53.59
-Perebusan 6.11 15.00 40.72
-Penebahan 88.77 144.40 59.11
-Pengempaan 213.77 414.70 51.60
-Pemurnian minyak 130.79 250.50 54.97
- Pengolahan biji 178.97 377.70 53.66
B. Sarana
pendukung
-Penyediaan energi 213.45 295.14 73.81
-Penyediaan air 71.92 111.00 55.77
Rataan 56.05
5. Energi Pupuk
Energi pupuk merupakan salah satu energi yang digunakan dalam proses
produksi CPO, tepatnya pada tahapan kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa
sawit di kebun. Pupuk memiliki peran yang sangat penting unutk menggantikan
unsur hara pada lahan. Jenis pupuk yang digunakan di PKS Kertajaya antara lain:
Urea, TSP, NPK, Kieserite, Rock Phosphate, KCL/MOP, dan Dolomite.
Konsumsi energi pupuk dapat dilihat pada Tabel 24 di bawah ini.
Tabel 24 Konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya
Kegiatan Konsumsi energi (MJ/kg Persentase (%)
CPO)
Persemaian 0.0028 0.80
Persiapan lahan - -
Penanaman 0.0047 1.34
Pemeliharaan TBM 0.0832 23.83
Pemeliharaan TM 0.2585 74.03
Total 0.3492 100.00
47
Dari tabel dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi energi pupuk pada
kegiatan budidaya adalah sebesar 0.3492 MJ/kg CPO dimana konsumsi energi
pupuk terbesar terdapat pada kegiatan pemeliharaan TM, yaitu sebesar
0.2585MJ/kg CPO atau 74.03% dari total konsumsi energi pupuk pada kegiatan
budidaya. Sedangkan tahapan yang paling kecil dalam mengkonsumsi energi
pupuk adalah tahapan persemaian yaitu sebesar 0.0028 MJ/kg CPO atau 0.80%
dari total konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya.
Konsumsi total energi pupuk di Kebun Kertajaya ini lebih kecil dibanding
dengan konsumsi energi pupuk di PMKS PT Condong Garut, Jawa Barat
(Sulistiono, 2008), dan di UU Rejosari PTPN VII (Persero) Lampung Selatan
(Rahmat, 2002), masing-masing yaitu sebesar 4. 9250 MJ/kg CPO dan 2.2670
MJ/kg CPO. Banyak faktor yang memengaruhi dalam penggunaan pupuk, di
antaranya adalah jenis tanah, kondisi iklim, dan kondisi tanaman kelapa sawit.
6. Energi Pestisida
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak,
atau membasmi organisme penggangu. Di PKS Kertajaya, jenis pestisida yang
digunakan adalah herbisida, insektisida, dan fungisida. Herbisida yang digunakan
adalah Best Up, Sun Up dan Supra yang digunakan pada tahapan kegiatan
persemaian, pemeliharaan TBM dan pemeliharaan TM. Herbisida ini digunakan
untuk membasmi gulma khususnya rumput ilalang yang dapat mengganggu
pertumbuhan kelapa sawit. Insektisida yang digunakan yaitu Marshal dan
Sumialpha yang digunakan pada tahapan kegiatan persemaian, pemeliharaan
TBM dan pemeliharaan TM. Insektisida digunakan untuk memberantas ulat api,
ulat kantong ataupun serangga pengganggu lainnya. Fungisida yang digunakan
yaitu Marfu P yang digunakan pada tahapan kegiatan pemeliharaan TM.
Fungisida digunakan untuk mencegah pertumbuhan jamur pada kecambah.
Konsumsi pestisida yang digunakan hanya dihitung sebagai kebutuhan
bahan untuk tiap 1 ha dan kg TBS yang dihasilkan karena kurangnya data
pendukung untuk nilai kalor produksi pestisida. Konsumsi pestisida dalam
kegiatan budidaya dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini.
Tabel 25 Konsumsi pestisida pada kegiatan budidaya
Pemakaian
Jumlah (bahan/kg
Kegiatan Nama pestisida pestisida
TBS)
(Liter bahan/ha)
Best Up 13.412 7.50 x 10-7
Supra 3.059 1.71 x 10-7
Persemaian
Marshal 1.765 9.88 x 10-8
Sumialpha 1.529 8.56 x 10-8
Penanaman Supra 0.134 7.50 x 10-9
Best Up 0.492 2.75 x 10-8
Pemeliharaan TBM Supra 0.161 9.01 x 10-9
Marshal 200ec 0.044 2.46 x 10-9
Best Up 0.225 1.26 x 10-8
Supra 0.273 1.53 x 10-8
Pemeliharaan TM
Marshal 200ec 0.014 7.83 x 10-10
Sumialpha 0.036 2.01 x 10-9
Jumlah 9.86 x 10-8
48
Keterangan garis:
= input/output
= buangan tapi masih dimanfaatkan
Masukan konsumsi energi paling besar pada boiler berasal dari energi
biomassa yaitu sebesar 15.8900 MJ/kg CPO, energi air umpan sebesar 0.5382
MJ/kg CPO, energi listrik sebesar 0.0762 MJ/kg CPO dan energi manusia sebesar
0.00088 MJ/kg CPO sehingga total masukan konsumsi energi pada boiler sebesar
16.5053 MJ/kg CPO. Sedangkan keluaran dari boiler berupa uap superheated
dengan kandungan energi sebesar 5.4185 MJ/kg CPO. Hasil tersebut menunjukan
bahwa efisiensi riil pengoperasian boiler sebesar 32.83%.
49
Masukan konsumsi energi pada turbin uap berupa uap superheated yang
berasal dari boiler sebesar 5.4185 MJ/kg CPO. Keluaran dari turbin uap berupa
uap bekas yang ditampung di BPV dengan kandungan energi sebesar 5.2659
MJ/kg CPO dan energi listrik sebesar 0.2866 MJ/kg CPO sehingga efisiensi riil
turbin uap untuk menghasilkan listrik yang merupakan perbandingan antara
output listrik dan uap yang keluar dari turbin uap dengan input uap superheated
dari boiler yaitu sebesar 92.54%. Efisiensi turbin uap dalam menghasilkan listrik
adalah sebesar 5.29% sedangkan efisiensi teknis turbin uap sebesar 42.75%.
Rendahnya efisiensi turbin uap dalam menghasilkan listrik dapat disebabkan
karena rendahnya temperatur dan tekanan uap sehingga menyebabkan kurang
maksimalnya gaya mekanis pada turbin (sudu-sudu). Uap panas bertekanan tinggi
menyebabkan turbin berputar dan hampir semua energi dikonversikan menjadi
energi mekanik dan akhirnya dikonversi menjadi energi listrik melalui generator.
Selain itu suatu pusat pembangkit memerlukan energi listrik dalam operasinya
sehingga listrik yang dihasilkan tidak sepenuhnya digunakan tetapi ada sebagian
yang masuk sebagai energi listrik untuk generator.
Listrik yang dihasilkan dari turbin uap disalurkan ke alat/mesin di instalasi
pengolahan maupun sarana pendukung. Konsumsi energi pada instalasi
pengolahan sebesar 0.2063 MJ/kg CPO sedangkan pada sarana pendukung
sebesar 0.0982 MJ/kg CPO sehingga jumlah penggunaan listrik seluruhnya
sebesar 0.3045 MJ/kg CPO. Energi listrik yang dihasilkan dari turbin uap sebesar
0.3078 MJ/kg CPO sehingga efisiensi total penggunaan listrik sebesar 98.91 %.
Uap tekanan
Air tekanan tinggi
tinggi
Uap tekanan
rendah
Air tekanan
rendah
Siklus Rankine terdiri dari empat proses ideal yang ditunjukkan dalam diagram
T-s pada Gambar 9 berikut ini (Potter & Somerton, 2011).
Keterangan:
1 2 Kompresi isentropik di dalam pompa
2 3 Penambahan kalor tekanan konstan di dalam bolier
3 4 Ekspansi insentropik di dalam turbin
4 1 Pembuangan kalor tekanan konstan di dalam kondensor
Efisiensi dari siklus Rankine dapat ditingkatkan dengan tiga cara, yaitu cara
pertama dengan menaikkan tekanan boiler sambil menjaga temperatur maksimum
dan tekanan minimum. Kerugian dalam menaikkan tekanan boiler adalah kualitas
uap yang keluar dari turbin dapat menjadi terlalu rendah (kurang dari 90 persen)
52
sehingga mengakibatkan kerusakan parah pada oleh butiran air pada bilah-bilah
turbin dan berkurangnya efisiensi turbin. Cara yang kedua adalah dengan
menaikkan temperatur maksimum boiler. Cara ini dapat memberikan keuntungan,
selain meningkatkan efisiensi dapat juga mengurangi pembentukan butiran air
dalam turbin. Cara yang ketiga adalah dengan menurunkan tekanan pada
kondensor (Potter & Somerton, 2011).
Pemborosan berikutnya terjadi pada penggunaan energi listrik. Pemborosan
energi listrik dapat terlihat dari adanya selisih dari sumber listrik utama (turbin
uap dan generator diesel) dengan energi listrik yang terukur pada peralatan
pengolahan dan sarana pendukung. Jika dilihat besarnya nilai energi listrik yang
dihasilkan dari turbin uap dan generator diesel adalah 0.3078 MJ/Kg CPO
sedangkan besarnya nilai energi listirk yang terukur pada peralatan dan mesin
pengolahan dan saran pendukung adalah 0.3045 MJ/Kg CPO. Sehingga terdapat
selisih sebesar 0.0033 MJ/Kg CPO. Nilai tersebut merupakan energi yang hilang
(losses). Nilai pemborosan energi listrik ini lebih kecil bila dibandingkan dengan
pemborosan energi listrik yang terjadi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS
Condong Garut (Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 0.0379 MJ/kg CPO dan
0.248 MJ/kg CPO. Upaya yang dapat dilakukan untuk penghematan energi listrik
ini di antaranya melalui pembenahan sistem jaringan dan instalasi listrik, seperti
penggantian kabel yang sudah tua karena kabel tersebut memiliki nilai resistansi
yang tinggi. Upaya lainnya adalah dengan cara memodifikasi motor listrik atau
bahkan mengganti motor listrik tersebut.
Pemborosan energi seperti yang telah diuraikan di atas mengakibatkan
energi yang terbuang pada produksi CPO di PKS Kertajaya adalah sebesar 0.8884
MJ/kg CPO. Nilai pemborosan energi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan
pemborosan energi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS Condong Garut
(Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 1.107 MJ/kg CPO, dan 1.98165 MJ/kg
CPO. Hal ini dapat terjadi karena besarnya tingkat pengolahan TBS menjadi CPO
di PKS Kertajaya yaitu sebesar 830 ton TBS/olah/hari. Selain itu, meningkatnya
rendemen dapat meningkatkan pula produksi CPO sehingga menurunkan nilai
konsumsi energi.
Simpulan
energi tersebut lebih kecil dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VIII PKS
Kertajaya (Sholahuddin, 1999), dan PMKS PT. Condong Garut masing-masing
sebesar 18.6680 MJ/Kg CPO dan 33.4840 MJ/Kg CPO namun nilai tersebut
lebih besar dibanding dengan hasil penelitian di PTPN VII Unit Usaha Rejosari
(Rahmat, 2002) yaitu sebesar 15.7550 MJ/Kg CPO.
2. Konsumsi energi primer tersebut berasal dari input energi solar sebesar 0.4125
MJ (2.47% dari total masukan energi primer), energi biomassa sebesar 15.8900
MJ (95.28%), energi pupuk sebesar 0.3492 MJ (2.09%) dan energi biologis
manusia sebesar 0.0262 MJ (0.16%). Berdasarkan tahapan proses produksi,
energi primer tersebut digunakan pada kegiatan budidaya sebesar 0.3636 MJ
(2.18% dari total konsumsi energi primer), kegiatan pemanenan sebesar 0.0018
MJ (0.01%), kegiatan pengangkutan TBS sebesar 0.1778 MJ (1.07%) dan
pengolahan TBS serta sarana pendukung sebesar 16.1347 MJ (96.74%).
3. Konsumsi energi final pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya setelah
energi primer biomassa dan solar pada penyediaan energi dikonversi menjadi
energi listrik yaitu sebesar 6.1179 MJ/kg CPO.
4. Pada pengolahan TBS menjadi CPO, masukan energi yang terbesar berasal dari
energi uap yaitu sebesar 5.2659 MJ/kg CPO atau 86.07% dari total konsumsi
energi pada kegiatan pengolahan TBS. Sedangkan tahapan kegiatan
pengolahan yang paling besar mengkonsumsi energi listrik dan energi manusia
adalah tahapan pengempaan yaitu sebesar 0.02076 MJ/kg CPO.
5. Dari aliran energi pada sarana pendukung penyediaan energi didapatkan
efisiensi riil boiler sebesar 32.83%, efisiensi riil turbin sebesar 92.54%,
efisiensi turbin dalam menghasilkan energi listrik sebesar 5.29%, efisiensi
teknis turbin sebesar 42.75%, efisiensi teknis generator diesel sebesar 37.94%,
efisiensi teknis motor listrik 56.05% dan efisiensi total penggunaan listrik
adalah 98.91%.
6. Energi listrik yang dihasilkan dari sarana pendukung penyediaan energi sebesar
0.3078 MJ/kg CPO berasal dari turbin uap sebesar 0.2866 MJ/kg CPO atau
93.11% dari total masukan energi listrik dan generator diesel sebesar 0.02124
MJ/kg CPO atau 6.89%. Kehilangan energi listrik dari input listrik ke peralatan
pengguna listrik sebesar 0.0045 MJ/kg CPO. Konsumsi energi listrik pada
instalasi pengolahan sebesar 0.2063 MJ/kg CPO dan instalasi sarana
pendukung sebesar 0.0982 MJ/kg CPO, sehingga rasio penggunaan energi
listrik antara instalasi pengolahan dengan sarana pendukung sebesar 68.02 :
31.98.
7. Pemborosan energi pada produksi CPO di PKS Kertajaya adalah sebesar
0.8884 MJ/kg CPO. Nilai pemborosan energi tersebut lebih kecil dibandingkan
dengan pemborosan energi di UU Rejosari (Rahmat, 2002) dan PMKS
Condong Garut (Wibowo, 2008) masing-masing sebesar 1.107 MJ/kg CPO,
dan 1.98165 MJ/kg CPO.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Total energi pupuk untuk budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya 0.3492
MJ/kg CPO
58
Jadi total energi solar yang digunakan di PKS Kertajaya adalah 0.4126 MJ/kg
CPO
Catatan: Rata-rata rendemen CPO PKS Kertajaya 21.55%
Catatan: jumlah jam kerja tiap HKO pada kegiatan budidaya adalah selama 7 jam
per hari
62
Tabel 7 Penggunaan energi biologis manusia pada pengolahan TBS menjadi CPO
Nilai kalor biologis manusia Energi
Stasiun HKO
(MJ/Jam) (MJ/kg CPO)
Penerimaan buah 17 0.725 0.000829
Perebusan 8 0.725 0.000390
Penebahan 18 0.725 0.000585
Pengempaan 8 0.725 0.000390
Klarifikasi 5 0.725 0.000244
Pengolahan biji 8 0.725 0.000390
Total 0.002828
Keterangan:
KA = kadar air
1) pengukuran dilakukan langsung di laboratorium PKS Kertajaya
2) pengukuran dilakukan di laboratorium kampus IPB dan bahan (serat & cangkang)
tersimpan dalam kantong plastik selama 3 hari.
Sehingga total kebutuhan bahan bakar boiler (boiler 2 dan boiler 3) adalah:
Serat = 91218.11 + 22163.13 = 113381.24 kg/hari
Cangkang = 45602.21 + 11079.90 = 56682.11 kg/hari
66
Lampiran 8 Penggunaan Energi Listrik
67
68
68
Fruit Elevator 2 & 3 2 7.5 15.2 380 5.8 0.8 3.05 40.72 17 0.00508
Hoist motor 1 22 44.3 380 28.1 0.8 14.80 67.25 17 0.00036
Drive Shaft Motor 1 2.2 4.7 380 2 0.8 1.05 47.87 17 0.00047
Tylting Motor 1 4 8.2 380 2.6 0.8 1.37 34.22 17 0.00072
Top Cross Conveyor 2 4 8.2 380 2 0.8 1.05 26.33 17 0.00376
Cake Braker Conveyor 2 22 44.3 380 10.4 0.8 5.48 24.89 17 0.01626
Total 0.07334
69
70
70
Tabel 7 Penggunaan listrik pada stasiun boiler
Jumlah Daya Arus Tegangan Arus Daya Waktu
Efisiensi Energi
Nama alat/mesin alat terpasang terpasang terpasang terukur Cos terukur operasi alat
(%) (MJ/kg CPO)
terpakai (kW) (A) (V) (A) (kW) (Jam)
Dust collector 4 0.75 2.1 380 1.3 0.8 0.68 91.26 17.7 0.00098
Draft control 2 0.37 1.12 380 0.7 0.8 0.37 99.61 17.7 0.00026
Blower ID fan 2 75 140 380 98.4 0.8 51.81 69.08 17.7 0.03701
Rot feeder 2 2.2 5.7 380 3.5 0.8 1.84 83.77 17.7 0.00132
Blower FD fan 3 1 11 21.5 380 13.9 0.8 7.32 66.53 17.7 0.00261
Blower secondary boiler 3 1 11 21.5 380 13.8 0.8 7.27 66.06 17.7 0.00260
Distributing conveyor 1 7.5 15.2 380 9.8 0.8 5.16 68.80 17.7 0.00184
Water pump electric 2 37 68.5 380 62.5 0.8 32.91 88.94 17.7 0.02351
Blower FD fan 1 1 18.5 40.8 380 15.1 0.8 7.95 42.98 17.7 0.00284
Scrapper bar 3 2 7.5 15.2 380 8.7 0.8 4.58 61.08 17.7 0.00327
Total 0.07624
2. Perhitungan efisiensi
Efisiensi riil pengoperasian boiler
Eff = (Energi keluarEnergi masuk) x 100%
= (Energi uap / (energi biomassa + energi listrik + energi manusia +
energi air umpan)) x 100%
= (5.4185/(15.89 + 0.07624 + 0.000878 + 0.5382)) x 100%
= 32.83%
Efisensi turbin dan generator dalam menghasilkan listrik
Eff = (Energi keluarEnergi masuk) x 100%
= (Energi listrik dari turbin/ energi uap) x 100%
= (0.2866/5.41850 x 100%
= 5.29%
Efisiensi teknis motor listrik
Eff = (Daya terukurDaya terpasang) x 100%
= (972.91/1735.94) x 100%
= 56.05%
Efisiensi total penggunaan listrik
Eff = (Energi terpakaiEnergi tersedia) x 100%
= (0.3045/0.3078 x 100%
= 98.91%
Maka :
Energi terbuang = ((6782.31 kg x 13.99 MJ/kg)+(3399.67 kg x 18.49MJ/kg))/
178392 kg CPO
= 157744.41 MJ/178392 kg CPO
= 0.88426 MJ/kg CPO
Total pemborosan
Total pemborosan Energi = (8.833 x 10-4) + 0.88426 + 0.0033 MJ/kg CPO
= 0.8884 MJ/kg CPO
74
RIWAYAT HIDUP