TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas limpahan rahmat
dan karunianya, maka panduan pelayanan sesuai dengan standar dapat diselesaikan
oleh Tim Pokja Pelayanan Pasien.
Adapun tujuan penyusunan buku panduan ini adalah dalam rangka menjamin
keseragaman, kemudahan, keselarasan serta kesinambungan pelayanan di RSUD dr.
Adjidarmo Kab. Lebak. Panduan pelayanan ini dapat dijadikan panduan dalam
penatalaksanaan pasien.
Evaluasi dan revisi buku panduan ini perlu dilakukan secara berkala mengikuti dinamika
kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran, dengan demikian tujuan penerapan panduan
tersebut meningkatkan mutu pelayanan yang prima dan manusiawi.
Kami menyadari bahwa dalam buku panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan buku ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan panduan ini dari awal sampai akhir, semoga ALLAH SWT
senantiasa meridhoi segala usaha dan upaya dalam pengabdian kita kepada
masyarakat.
Rangkasbitung,..2017
Penyusun
PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI
I. PENGERTIAN
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung.
III. TUJUAN
- Mencegah berhentinya respirasi dan sirkulasi
- Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami
henti jantung / henti nafas melalui resusitasi jantung paru.
IV. TENAGA
2 atau 3 orang tenaga medis dan atau paramedis.
V. STANDAR SARANA
2. Sarana medis
Non Steril :
- Brancart : 1 buah
- Tabung O2 dan regulator yang terisi : 1 buah
- Sungkup : 1 buah
- Tempat sampah medis tertutup : 1 buah
- Tensimeter : 1 buah
- Stetoskop : 1 buah
- Bengkok : 2 buah
- Masker : 4 pasang
- Neck collar : 1 buah
- Bidai : 1 set
- Cairan RL : 3 botol
- Standard infus : 1 buah
- Desinfektan : 1 liter
Steril :
- Bag Valve mask : 1 buah
- Nasopharingeal tube : 1 buah
- Oropharingeal tube : 1 buah
- Laringoscope : 1 buah
- Endotracheal tube : 1 set
Perempuan : no 7,0 ; 7,5 ; 8,0
Laki-laki : no 8,0 ; 8,5
- Handscoen : 4 pasang
- Abocath : 1 set
- Infusion set : 1 buah
- Cateter + urobag : 1 set
- Alat suction : 1 buah
A. Anamnesa
B. Langkah langkah pertolongan
C. Pemeriksaan fisik
D. Penatalaksanaan
E. Penyuluhan
A. ANAMNESA
1. Menyapa klien / pengantar dengan ramah dan penuh perhatian, sambil menanyakan secara
singkat keperluannya datang ke UGD, ( misal : Selamat pagi bapak / ibu, ada yang bisa saya
bantu ?)
2. Bila kondisi klien tidak sadar, kita lakukan anamnesa secara singkat kepada keluarga atau
pengantar mengenai kejadian yang dialami pasien,
Nama pasien ?
Sudah berapa lama tidak sadar ?
Tindakan apa yang sudah dilakukan terhadap pasien ?
3. Bila pasien mengalami kegawatdaruratan yang harus ditangani segera, maka anamnesa kita
lakukan setelah pasien stabil, atau bila memungkinkan kita lakukan anamnesa sambil kita
memberikan pertolongan kepada pasien.
Tanda-tanda kegawatdaruratan :
Adanya sumbatan jalan nafas
Adanya henti nafas
Adanya henti jantung
Adanya perdarahan
B. LANGKAH-LANGKAH PERTOLONGAN
Sebelum memulai resusitasi, tindakan pertama adalah menentukan ketidak sadaran pasien,
dengan menilai respon pasien secara cepat dengan metode AVPU.
A alert ( sadar penuh )
V menjawab rangsang verbal ( bicara )
P bereaksi atas rangsang nyeri ( pain )
U tidak memberi reaksi ( unresponsive )
Caranya adalah dengan kita tepuk atau cubit pasien sambil kita bertanya dengan suara keras
misal, Pak / Bunamanya siapa ?
Apabila pasien tidak ada respon segera kita lakukan resusitasi dengan urutan sebagai berikut :
PRIMARY SURVEY
Segera lakukan primary survey yaitu deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang
mengancam jiwa.
Cara pelaksanaan adalah dengan memeriksa :
2. Bersihkan jalan nafas dengan cara cross finger atau bila perlu lakukan penghisapan (suction).
SOP Cross finger (sapuan dengan jari)
1) Posisikan kepala pasien miring kurang lebih 45 derajat ke arah kita
2) Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dengan arah berlawanan letakkan pada
gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien.
3) Lebarkan/jauhkan jari untuk membuka rahang pasien
4) Usap keluar bila terdapat sisa muntah, darah, gigi, atau benda asing lainnya yang menyumbat
jalan nafas dengan cara melakukan usapan memutar searah jarum jam kearah luar
5) Hati-hati jangan sampai mendorong benda asing (sisa makanan, gigi palsu) masuk lebih jauh
ke jalan nafas
SOP Suction / Penghisapan :
1) Petugas memakai alat pelindung (masker dan sarung tangan sekali pakai) (lihat SOP memakai
masker dan sarung tangan)
2) Menyediakan 1 botol cairan pembilas ( Normal Saline )
3) Menyalakan unit penghisap, tempelkan kateter dan cobalah untuk menghisap pada baju
4) Posisikan pasien miring ke kanan kurang lebih 30 derajat sehingga akan membuat sekret
bebas mengalir ke mulut saat dilakukan penghisapan
5) Ukur panjang kateter penghisap. Panjang kateter yang harus dimasukkan ke dalam mulut
pasien sebanding dengan jarak antara sudut mulut dengan lobulus telinga.
6) Perlahan dan tanpa tekanan, masukkan ujung kateter ke daerah yang perlu dihisap. Saat
memasukkan lubang kontrol pada selang penghisap dibiarkan terbuka (Jika tidak hati-hati ujung
penghisap kaku dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan perdarahan)
7) Setelah masuk, mulai penghisapan dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada
samping mulut, tutup lubang kontrol dan hisap sambil perlahan menarik ujung penghisap dari
mulut pasien, gerakkan ujung penghisap dari satu sisi ke sisi yang lain
8) Jangan pernah melakukan penghisapan lebih 10 detik pada waktu yang sama, karena
suplementasi oksigen atau ventilasi dihentikan selama penghisapan, sehingga harus
dipertimbangkan untuk mempertahankan oksigenasi pasien
9) Bila terdapat sekret yang pekat dan menyumbat, kita bilas dengan cairan pembilas dengan
cara memasukkan ujung pipa suction kedalam cairan pembilas dan menutup lubang kontrol
10) Jika ujung pipa penghisap menyebabkan reflek muntah, segera tarik ujung penghisap dan
pindah ke posisi yang lain
3. Apabila jalan nafas masih tersumbat, meskipun sudah kita lakukan manuver tersebut, maka kita
pasang alat bantu jalan nafas, untuk menjaga lidah menutupi jalan nafas.
- Non invasif, dengan pipa orofaring dan pipa nasofaring
B ( Breathing ) / PERNAFASAN
1. Evalusi pernafasan tidak lebih dari 10 detik.
2. Bila pasien tidak bernafas spontan atau adekuat maka pasien dianggap tidak bernafas.
3. Memberikan pernafasan buatan 2 kali, dengan cara :
a. Mouth to mouth ventilation ;
Cara ini sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi, karena itu harus selalu memakai alat
perantara yang terbuat dari plastic (masker) yang dapat ditempatkan antara mulut penderita dan
mulut penolong. Caranya sebagai berikut :
1) Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai masker dan
sarung tangan)
2) Pakaikan masker penutup mulut dan hidung pasien, pegang dengan ibu jari dan telunjuk jari
tangan kiri serta kanan
3) Angkat sudut rahang bawah kedepan dengan jari tangan yang lain sehingga masker betul-
betul menutup muka pasien, tidak bocor
4) Tiupkan udara melalui pipa di ujung masker
C ( Circulation ) / SIRKULASI
1. Setelah memberikan 2 kali nafas buatan tentukan keadaan sirkulasi pasien dengan meraba
denyut nadi
Catatan : (menurut UK Resuscitation Council 2010 : langsung kompresi, tidak memberikan
nafas buatan lebih dahulu)
2. Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kita meraba denyut arteri karotis pada orang
dewasa atau anak-anak, arteri brachial pada bayi
3. SOP pemeriksaan arteri karotis :
a. Letak arteri karotis terdapat di kedua sisi laring, diantara jakun yang berjalan dari telinga,
melintas leher menuju bagian atas tulang dada
b. Kepala pasien kita tarik ke bawah, raba jakun dengan 2 jari, kemudian jari digeser ke celah
antara jakun dan jalinan otot. Disitu akan teraba denyutan.
c. Raba selama 5 detik sebelum memutuskan tidak ada denyutan
4. Bila tidak ada denyutan maka kita lakukan kompresi dada / pijat jantung
SOP pijat jantung pada dewasa:
a. Penolong berdiri disamping kanan pasien
b. Letakan telapak salah satu tangan tepat ditengah dada penderita ( 2 jari di atas prosessus
xyphoideus ). Untuk bayi letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tengah dada.
c. Letakkan telapak tangan lainnya di atas telapak tangan pertama
d. Saling tautkan jari jari tangan dan pastikan posisi tangan tidak menyamping diatas iga.
Jangan meletakkan kedua tangan di perut atas atau tepi bawah tulag dada
e. Posisikan bahu penolong tegak lurus dada pasien dan dengan tumpuan pada telapak tangan,
tekan dengan menggunakan berat badan penolong ke arah dada hingga dada tertekan sedalam 4
5 cm.
f. Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara
telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per menit
g. Setelah 30 kali kompresi berikan 2 kali nafas buatan
h. Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi carotis
( menurut UK Resuscitation Council 2010 : hanya menghentikan resusitasi bila ada tanda pulih
nafas atau nadi)
i. Tukarlah posisi setiap 2 menit untuk menghindari kelelahan penolong
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik secara lebih lengkap kita lakukan pada saat Secondary Survey. Bila pada saat
melakukan secondary survey tiba tiba keadaan pasien memburuk maka harus kembali
melakukan primary survey.
SECONDARY SURVEY
1. Memeriksa kondisi umum menyeluruh
a. Tanda vital : nadi, pernafasan dan tekanan darah (lihat SOP pemeriksaan tanda vital)
b. Riwayat cedera, atas dasar :
1) Observasi personal
2) Saksi / pengantar
3) Bila pasien sadar ditanyakan tentang: simptom, allergi, medikasi, penyakit yang diderita,
makan terakhir, kejadian sebelum cedera.
2. Melakukan pemeriksaan lengkap dari kepala sampai ke kaki, terdiri atas inspeksi, auskultasi,
palpasi dan perkusi. Setiap langkah pemeriksaan menilai adanya DECAPBLS ( deformitas,
ekskoriasi, contusio, abrasi, penetrasi, burn / luka bakar, laserasi dan swealling/ pembengkakan.
3. Memeriksa kepala dan leher dengan inspeksi dan palpasi
a. Rambut dan kulit kepala, apakah ada perdarahan, pengelupasan, benjolan.
b. Telinga, diperiksa apakah ada perlukaan, darah atau cairan yang keluar dari lubang telinga
c. Mata, diperiksa apakah ada
perlukaan, pembengkaan, perdarahan.
refleks pupil, dengan cara membuka kelopak mata dengan jari telunjuk dan ibu jari kemudian
dengan senter yang menyala kita arahkan ke mata pasien dari arah samping ke tengah
kondisi kelopak mata, kemerahan perdarahan pada sklera, benda asing, pergerakan abnormal.
d. Hidung, diperiksa apakah ditemukan:
perlukaan, darah, cairan,
nafas cuping hidung
kelainan anatomi karena ruda paksa
e. Mulut, diperiksa apakah ada perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi.
f. Bibir, diperiksa apakah ada perlukaan, perdarahan, sianosis, kering
g. Rahang, diperiksa apakah ada perlukaan, stabilitas, krepitasi.
h. Kulit, diperiksa apakah ada perlukaan, basah / kering, darah, warna goresan goresan, suhu.
i. Leher, diperiksa apakah ada perlukaan, bendungan vena, deviasi trakhea, spasme otot, stoma,
stabilitas tulang leher.
4. Memeriksa Dada
Flailchest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan, suara
ketuk, suara nafas dengan palpasi dan auskultasi
5. Memeriksa perut, apakah ada perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
6. Memeriksa tulang belakang, apakah ada kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot dengan
melihat dan meraba area tulang belakang
7. Memeriksa pelvik / genetalia, apakah ada perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi,
inkontinensia dengan melihat dan meraba area tersebut
8. Memeriksa Ekstermitas atas dan bawah,
apakah ada perlukaan
hambatan pergerakan
gangguan rasa
bengkak
9. Melakukan pemeriksaan neurologi
a. Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan GCS ( Glasgow
Coma Scale )
1) Refleks membuka mata ( Eye )
4 : membuka mata secara spontan
3 : membuka mata dengan rangsang suara
2 : membuka mata dengan rangsang nyeri
1 : tidak ada respon
2) Refleks verbal ( V )
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik isi percakapan membingungkan
3 : kata kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak keluar suara
3) Refleks motorik ( M )
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan
benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada gerakan
b. Cara penulisannya berurutan EVM sesuai nilai yang didapatkan
Penderita yang sadar = kompos mentis pasti GCSnya 15.
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak, sedang V dan M normal
maka penulisannya x-5-6
GCS tidak bisa dipakai pada anak umur kurang dari 5 tahun.
c. Derajat kesadaran
1) Sadar : dapat berorientasi dan berkomunikasi
2) Somnolens: dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara verbal / motorik,
kemudian terlena lagi / gelisah
3) Stupor: gerakan spontan menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras. Verbalisasi mungkin terjadi, tetapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non
verbal dengan menggunakan kepala.
4) Semi koma: tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan reaksi menghindar.
5) Koma: tidak bereaksi terhadap stimulus
Catatan : Kesadaran cukup dievaluasi dengan GCS, lebih obyektif dan dapat dibuat gradasi
yang jelas
d. Kualitas kesadaran
1) Kompos mentis : bereaksi secara adekuat
2) Kesadaran tumpul : perhatian terhadap sekeliling berkurang, cenderung mengantuk
3) Bingung : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
4) Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi
5) Apatis : acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
e. Gangguan fungsi serebral. Meliputi:
1) Gangguan komunikasi
2) Gangguan intelektual
3) Gangguan perilaku
4) Gangguan emosi
D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan lebih lanjut sesuai dengan diagnosa yang ditemukan pada saat pemeriksaan
fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI (2000). Standar Pelayanan Gawat Darurat Rumah Sakit. Jakarta
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI (2005). Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Jakarta
Pusat Pendidikan dan Pelatihan RS Harapan Kita. Materi Kursus Advanced Cardiac Life
Support. Jakarta
Departemen Kesehatan RI (2007). Standar Internasional Penanganan Bencana Bidang
Kesehatan. Jakarta